Previous
Next

1992

Undang-Undang Perbankan (UU 7 thn 1992)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan :

UU 7/1992, PERBANKAN

Bentuk:   UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:     7 TAHUN 1992 (7/1992)

Tanggal:   25 MARET 1992 (JAKARTA)

Sumber:    LN 1992/31; TLN NO. 3472

Tentang:   PERBANKAN

Indeks:    ADMINISTRASI. EKONOMI. BANK. Uang.

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

                   Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:
a.   bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan
     nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
     makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
     pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan
     harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan
     keseimbangan unsur-unsur Trilogi Pembangunan;
b.   bahwa perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan
     fungsi ulamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana
     masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang
     pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan
     pemerataan   pembangunan   dan   hasil-hasilnya,  pertumbuhan
     ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf
     hidup rakyat banyak;
c.   bahwa     perkembangan    perekonomian     nasional    maupun
     internasional yang senantiasa bergerak cepat disertai dengan
     tantangan-tantangan yang semakin luas, harus selalu diikuti
     secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan
     fungsi dan tanggung jawabnya kepada masyarakat;
d.   bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
     Perbankan dan beberapa Undang-undang di bidang perbankan
     lainnya yang berlaku sampai saat ini, sudah tidak dapat
     mengikuti    perkembangan    perekonomian   nasional   maupun
     internasional;
e.   bahwa untuk mencapai maksud di atas, perlu disusun
     Undang-undang baru tentang Perbankan;

Mengingat:
1.   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
     Undang-Undang Dasar 1945;
2.   Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
     (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 2387);
3. Undang-undang Nomor 12 11Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
     Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2832);
4.   Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral
     (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 2865);
5.   Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
     Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969
     tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun
     1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi
     Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2904);

                       Dengan persetujuan
           DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERBANKAN.

                              BAB I
                         KETENTUAN UMUM

                             Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.   Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
     dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
     dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
2.   Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
     lintas pembayaran;
3.   Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan
     hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau
     bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
4.   Bank Campuran adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh
     satu atau lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan
     didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
     Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara
     Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di
     luar negeri;
5.   Kantor Cabang adalah setiap kantor bank yang secara langsung
     bertanggung   jawab   kepada    kantor   pusat   bank   yang
     bersangkutan, dengan tempat usaha yang permanen dimana
     kantor cabang tersebut melakukan kegiatannya;
6.   Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
     kepada   bank  dalam   bentuk   giro,  deposito   berjangka,
     sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
     dipersamakan dengan itu;
7.   Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat
     pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat
     dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya,
     atau dengan cara pemindahbukuan;
8. Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya
     hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
     antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan;
9.   Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti
     simpanannya dapat diperdagangkan;
10. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
     dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi
     tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
     dipersamakan dengan itu;
11. Surat Berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham,
     obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat
     berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari
     penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar
     modal: dan pasar uang;
12. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
     dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
     kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
     yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
     setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
     atau pembagian hasil keuntungan;
13. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak
     antara Bank Umum dengan penitip yang didalamnya ditentukan
     bahwa Bank Umum yang bersangkutan melakukan penyimpanan
     harta tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut;
14. Wali Amanat adalah Bank Umum, yang berdasarkan suatu
     perjanjian antara Bank Umum tersebut dengan emiten surat
     berharga, ditunjuk untuk mewakili kepentingan semua pemegang
     surat berharga tersebut;
15. Pihak Terafiliasi adalah:
     a.   anggota   dewan   komisaris   atau  pengawas,   direksi,
     pejabat, atau karyawan bank;
     b.   anggota pengurus, badan pemeriksa, direksi, pejabat,
     atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum
     koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
     berlaku;
     c.   pihak   yang  memberikan    jasanya  kepada   bank  yang
     bersangkutan, termasuk konsultan, konsultan hukum, akuntan
     publik, penilai;
     d.   pihak yang berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
     Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank;
16. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
     keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut
     kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan;
17. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
     sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
18. Dewan Moneter adalah dewan moneter sebagaimana dimaksud
     dalam Undang-undang yang berlaku;
19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia; 20.
     Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.

                             BAB II
                    ASAS,    FUNGSI,   DAN   TUJUAN

                             *7907 Pasal 2

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

                                Pasal 3

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat.

                                Pasal 4

Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.

                              BAB III
                       JENIS DAN USAHA BANK
                          Bagian Pertama
                            Jenis Bank

                                Pasal 5

(1)   Menurut jenisnya, bank terdiri dari :
      a.   Bank Umum;
      b.   Bank Perkreditan Rakyat.
(2)   Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan
      kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar
      kepada kegiatan tertentu.

                              Bagian Kedua
                            Usahas Bank Umum

                             Pasal 6
Usaha Bank Umum meliputi :
a.   menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
     giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
     dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.   memberikan kredit;
c.   menerbitkan surat pengakuan hutang;
d.   membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun
     untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
     1.   surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh
     bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada
     kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
     2.   surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang
     masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam
     perdagangan surat-surat dimaksud;
     3.   kertas   perbendaharaan   negara  dan   surat    jaminan
     pemerintah;
     4.    Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
     5.    obligasi;
     *7908 6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1
     (satu) tahun;
     7.    instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu
     sampai dengan 1 (satu) tahun;
e.   memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
     kepentingan nasabah;
f.   menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
     dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
     telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana
     lainnya;
g.   menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
     melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h.   menyediakan     tempat    untuk   menyimpan   barang   dan surat
     berharga;
i.   melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
     berdasarkan suatu kontrak;
j.   melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
     lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
     bursa efek;
k.   membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian
     dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank,
     dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
     secepatnya;
1.   melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
     kegiatan wali amanat;
m.   menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
     hasil    sesuai    dengan    ketentuan   yang   ditetapkan dalam
     Peraturan Pemerintah;
n.   melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
     sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan
     peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal    7

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Bank Umum dapat pula:
a.   melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi
     ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b.   melakukan   kegiatan   penyertaan  modal   pada   bank   atau
     perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha,
     modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga
     kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
     ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c.   melakukan   kegiatan   penyertaan   modal   sementara   untuk
     mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus
     menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan
     yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d.   bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
     pensiun    sesuai    dengan   ketentuan   dalam     peraturan
     perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
                              Pasal 8

Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

                              Pasal 9

(1)   Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagai
      mana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i, bertanggung jawab untuk
      menyimpan harta milik penitip, dan memenuhi kewajiban lain
      sesuai dengan kontrak.
(2)   Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara
      tersendiri.
(3)   Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang
      dititip kan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta
      kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang
      bersangkutan.

                             Pasal 10

Bank Umum dilarang:
a.   melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
     dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c;
b.   melakukan usaha perasuransian;
c.   melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

                             Pasal 11

(1)   Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
      pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi
      surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
      dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam
      yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam
      kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(2)   Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
      boleh melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank
      yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
      Indonesia.
(3)   Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
      pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi
      surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
      dilakukan oleh bank kepada:
      a.   pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus)
      atau lebih dari modal disetor bank;
      b.   anggota dewan komisaris;
      c.   anggota direksi;
      d.   keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
      huruf b dan huruf c; dan
      e.   pejabat bank lainnya; serta
      f.   perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepen
      tingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
     huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
     tidak boleh melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari modal
     bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
     Indonesia.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
     dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang
     ditetapkan oleh Bank Indonesia.

                            Pasal 12

Pemerintah dapat menugaskan Bank Umum untuk melaksanakan pro gram
pemerintah   guna    mengembangkan   sektor-sektor   perekonomian
tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar pada
koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, berdasarkan
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                          Bagian Ketiga
                  Usaha Bank Perkreditan Rakyat

                            Pasal 13

Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:
a.   menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
     deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
     dipersamakan dengan itu;
b.   memberikan kredit;
c.   menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
     hasil   sesuai  dengan   ketentuan  yang   ditetapkan  dalam
     Peraturan Pemerintah;
d.   menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
     (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau
     tabungan pada bank lain.

                            Pasal 14

Bank Perkreditan Rakyat dilarang:
a.   menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu
     lintas pembayaran;
b.   melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c.   melakukan penyertaan modal;
d.   melakukan usaha perasuransian;
e.   melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 13.

                            Pasal 15

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 11 berlaku
juga bagi Bank Perkreditan Rakyat.

                              BAB IV
             PERIZINAN, BENTUK HUKUM DAN KEPEMILIKAN
                          Bagian Pertama
                            Perizinan

                          *7911 Pasal 16

(1)   Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
      masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
      berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
      lainnya yang dipersamakan dengan itu, wajib terlebih dahulu
      memperoleh   izin  usaha   sebagai  Bank   Umum  atau   Bank
      Perkreditan Rakyat dari Menteri, kecuali apabila kegiatan
      menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan
      Undang-undang tersendiri.
(2)   Izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diberikan
      oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(3)   Untuk mendapatkan izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan
      Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dipenuhi
      persyaratan tentang:
      a.   susunan organisasi;
      b.   permodalan;
      c.   kepemilikan;
      d.   keahlian di bidang perbankan;
      e.   kelayakan rencana kerja; dan
      f.   hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri, setelah
      mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(4)   Untuk mendapatkan izin usaha Bank Perkreditan Rakyat, di
      samping memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (3), wajib dipenuhi pula persyaratan tentang tempat
      kedudukan kantor pusat Bank Perkreditan Rakyat di kecamatan.
(5)   Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (4), dengan memenuhi ketentuan yang diatur lebih lanjut
      dalam Peraturan Pemerintah, Bank Perkreditan Rakyat dapat
      didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya, sepanjang di
      ibukota kabupaten atau kotamadya dimaksud belum terdapat
      Bank Perkreditan Rakyat.
(6)   Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ayat (4),
      ayat (5), dan tata cara perizinannya diatur lebih lanjut
      dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 17

Untuk mendapatkan izin usaha sebagai Bank Umum yang berbentuk
bank campuran, wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (3) dan ayat (6), serta ketentuan yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, yang mengatur:
a.   jumlah kepemilikan dan kepengurusan pihak asing yang
     diizinkan;
b.   pihak-pihak yang diizinkan bekerja sama;
c.   hal-hal lain yang menurut Dewan Moneter perlu diatur untuk
     kepentingan pembangunan nasional.

                             Pasal 18
(1)  Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan
     dengan izin Menteri, setelah mendengar pertimbangan Bank
     Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang dan perwakilan Bank Umum di
     luar negeri hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri,
     setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib
     dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank Umum
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
     ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank
     Indonesia.

                             Pasal 19

(1)   Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat di ibukota
      negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten dan kotamadya,
      hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri, setelah mendengar
      pertimbangan Bank Indonesia.
(2)   Pembukaan kantor cabang di luar ibukota negara, ibukota
      propinsi, ibukota kabupaten dan kotamadya, serta pembukaan
      kantor di bawah kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat wajib
      dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(3)   Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank
      Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
      ayat   (2)  ditetapkan   oleh   Menteri  setelah   mendengar
      pertimbangan Bank Indonesia.

                             Pasal 20

(1)   Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor
      perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
      hanya   dapat   dilakukan  dengan  izin.   Menteri,   setelah
      mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(2)   Pembukaan kantor di bawah kantor cabang pembantu dari bank
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada
      Bank Indonesia.
(3)   Persyaratan   dan    tata   cara   pembukaan    kantor-kantor
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
      lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                           Bagian Kedua
                           Bentuk Hukum

                             Pasal 21

(1)   Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa salah satu dari:
      a.   Perusahaan Perseroan (PERSERO);
      b.   Perusahaan Daerah;
      c.   Koperasi;
      d.   Perseroan Terbatas.
(2)   Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa
      salah satu dari:
      a.   Perusahaan Daerah;
      b.   Koperasi;
      c.   Perseroan Terbatas;
      *7913 d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.
(3)   Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank
      yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum
      kantor pusatnya.

                          Bagian Ketiga
                           Kepemilikan

                             Pasal 22

Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a.   Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang
     sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau
     badan hukum Indonesia; atau
b.   Bank yang pendirinya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
     dengan bank yang berkedudukan di luar negeri.

                             Pasal 23

Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh
warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat
dimiliki bersama diantara ketiganya.

                             Pasal 24

Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk        hukum
koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan       dalam
Undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

                             Pasal 25

Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum
perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk
saham atas nama.

                             Pasal 26

(1)   Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek di
      Indonesia.
(2)   Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum
      Indonesia dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham
      Bank Umum yang dijual berdasarkan ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1).
(3)   Warga negara asing dan/atau badan hukum asing dapat membeli
      saham Bank Umum melalui bursa efek, dengan ketentuan tidak
      menjadi mayoritas.
(4)   Khusus bagi Bank Umum milik negara, emisi saham sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan tanpa
     mengakibatkan perubahan atas mayoritas kepemilikan saham
     oleh negara.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
     (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
     Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 27

Perubahan kepemilikan bank wajib:
a.   memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
     (6), Pasal 17, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan
     Pasal 26;
b.   dilaporkan kepada Bank Indonesia.

                             Pasal 28

(1)   Merger dan konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib
      terlebih dahulu mendapat izin Menteri setelah mendengar
      pertimbangan Bank Indonesia.
(2)   Ketentuan   mengenai  merger,   konsolidasi,  dan   akuisisi
      ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                               BAB V
                     PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

                             Pasal 29

(1)   Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2)   Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank
      dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset,
      kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas,
      dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
(3)   Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan
      usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(4)   Dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha
      lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
      bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya
      kepada bank.
(5)   Untuk kepentingan nasabah., bank menyediakan informasi
      mengenai   kemungkinan   timbulnya  risiko   kerugian   bagi
      transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

                             Pasal 30

(1)   Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala
      keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata
      cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2)   Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan
      kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang
      ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan
      dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
      dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang
     bersangkutan.
(3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan
     ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
     tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

                             Pasal 31

(1)   Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik
      secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
(2)   Dalam hal diperlukan untuk menetapkan kebijaksanaan makro,
      dewan moneter dapat meminta Bank Indonesia untuk :
      a.   menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank
      yang diperlukan;
      b.   melakukan   pemeriksaan  khusus   terhadap  bank, dan
      melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

                             Pasal 32

Jika dianggap perlu, Menteri dapat pula meminta Bank Indonesia
untuk menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank atau
meminta Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus
terhadap bank dan melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

                             Pasal 33

(1)   Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
      dan Pasal 32 bersifat rahasia.
(2)   Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 31 dan Pasal 32 ditetapkan oleh Bank Indonesia.

                             Pasal 34

(1)   Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan
      perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta
      laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang
      ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2)   Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu diaudit oleh
      akuntan publik.
(3)   Tahun buku bank adalah tahun takwim.

                            Pasal    35

Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam
waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

                            Pasal    36

Bank Indonesia dapat    menetapkan pengecualian dari ketentuan
sebagaimana dimaksud    dalam Pasal 34 ayat (2) bagi Bank
Perkreditan Rakyat.

                             Pasal 37
(1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank
     diperkirakan     mengalami    kesulitan    yang    membahayakan
     kelangsungan usahanya, Bank Indonesia memberitahukan hal
     tersebut kepada Menteri.
(2) Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan
     kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat:
     a.    melakukan tindakan agar:
           1.   pemegang saham menambah modal;
           2.   pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau
     direksi bank;
           3.   bank menghapus-bukukan kredit yang macet, dan
     memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
           4.   bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank
     lain;
           5.   bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil
     alih seluruh kewajiban;
     b.    mengambil   tindakan   lain   sesuai   dengan   peraturan
     perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia:
     a.    keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan; atau
     b.    tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum
     cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank;
     Bank Indonesia mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut
     izin usaha bank tersebut.
(4) Berdasarkan usul Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
     ayat (3), Menteri mencabut izin usaha bank yang bersangkutan
     dan memerintahkan direksi untuk melikuidasi bank tersebut.
(5) Dalam hal direksi tidak melikuidasi bank sebagaimana
     dimaksud    dalam   ayat   (4),   Menteri   setelah   mendengar
     pertimbangan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk
     melikuidasi bank yang bersangkutan.

                              BAB VI
                   DEWAN KOMISARIS, DIREKSI DAN
                           TENAGA ASING

                             Pasal 38

(1)   Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank,
      wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
      ayat (6) dan Pasal 17.
(2)   Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada
      Bank Indonesia.

                             Pasal 39

(1)   Dalam menjalankan kegiatannya, bank dapat menggunakan tenaga
      asing.
(2)   Persyaratan mengenai penggunaan tenaga asing sebagaimana
      dimaksud   dalam  ayat  (1)   ditetapkan  dengan   Peraturan
      Pemerintah.
                              BAB VII
                        *7917 RAHASIA BANK

                             Pasal   40

(1)   Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank
      tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,
      yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam
      dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
      bagi pihak terafiliasi.

                             Pasal 41

(1)   Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan
      perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan
      memperlihatkan   bukti-bukti   tertulis  serta   surat-surat
      mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat
      pajak.
(2)   Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
      menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak
      yang dikehendaki keterangannya.

                             Pasal 42

(1)   Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri
      dapat memberi izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk
      memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan
      tersangka/terdakwa pada bank.
(2)   Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara
      tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
      Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
(3)   Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
      menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama
      tersangka/ terdakwa, sebab-sebab keterangan diperlukan dan
      hubungan   perkara    pidana   yang    bersangkutan   dengan
      keterangan-keterangan yang diperlukan.

                             Pasal 43

Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank
yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan
tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

                             Pasal 44

(1)   Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi
      bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada
      bank lain.
(2)   Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana
      dimaksud dalam   ayat   (1)   diatur   lebih   lanjut   oleh   Bank
      Indonesia.

                           *7918 Pasal 45

Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh
bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan
Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan' tersebut dan
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang
diberikan.

                              BAB VIII
             KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

                              Pasal 46

(1)   Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
      simpanan   berupa   giro,   deposito    berjangka,   sertifikat
      deposito,    tabungan,    dan/atau    bentuk    lainnya    yang
      dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam
      dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
      denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
      rupiah).
(2)   Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      dilakukan   oleh   badan   hukum   yang   berbentuk   perseroan
      terbatas,   perserikatan,    yayasan    atau   koperasi,   maka
      penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik
      terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan
      itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu
      atau terhadap kedua-duanya.

                              Pasal 47

(1)   Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis dari Menteri
      kepada bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 atau tanpa
      izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dengan
      sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan
      keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam
      dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
      paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
(2)   Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak
      terafiliasi   lainnya   yang   dengan   sengaja   memberikan
      keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam
      dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
      paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

                              Pasal 48

(1)   Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
      dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib
      dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
      ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan
      pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
      banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
(2)   Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
      lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
      *7919 dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan
      Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
      kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
      banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

                             Pasal 49

(1)   Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
      dengan sengaja:
      a.   membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
      pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
      laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
      suatu bank;
      b.   menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan
      tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam
      laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
      laporan transaksi atau rekening suatu bank;
      c.   mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
      menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
      dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
      usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau
      dengan   sengaja   mengubah,   mengaburkan,   menghilangkan,
      menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,

      diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
      tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
      milyar rupiah).
(2)   Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
      dengan sengaja:
      a.   meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui
      untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan,
      pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan
      pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka
      mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam
      memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit
      dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan
      oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan
      kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam
      rangka   memberikan  persetujuan  bagi   orang  lain   untuk
      melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya
      pada bank;
      b.   tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
      untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
      Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
      lainnya yang berlaku bagi bank,
      diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
      denda paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar
      rupiah).
                             Pasal 50

Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap   ketentuan  dalam   Undang-undang  ini   dan  peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank diancam dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).

                             Pasal 51

(1)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47,
      Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, dan Pasal 50 adalah kejahatan.
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2)
      adalah pelanggaran.

                             Pasal 52

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Bank Indonesia dapat
menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini atau
menyampaikan pertimbangan kepada Menteri untuk mencabut izin
usaha bank yang bersangkutan.

                             Pasal 53

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam   Pasal  50,   Bank  Indonesia  dapat   menetapkan  sanksi
administratif kepada pihak terafiliasi yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini atau
menyampaikan pertimbangan kepada instansi yang berwenang untuk
mencabut izin yang bersangkutan.

                               BAB IX
                        KETENTUAN PERALIHAN

                             Pasal 54

(1)   Dengan berlakunya Undang-undang ini :
      a.   Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 21
      Tahun 1960 tentang Bank Pembangunan Indonesia (Lembaran
      Negara Tahun 1960 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      1996);
      b.   Undang-undang    Nomor    13   Tahun   1962    tentang
      Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah (Lembaran
      Negara Tahun 1962 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      2490);
      c.   Undang-undang Nomor 17 Tahun 1968 tentang Bank Negara
      Indonesia 1946 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 70,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 2870);
      d.   Undang-undang Nomor 18 Tahun 1968 tentang Bank Dagang
      Negara (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 71, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 2871);
      *7921 e. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1968 tentang Bank
      Bumi Daya (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 72, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 2872);
      f.   Undang-undang Nomor 20 Tahun 1968 tentang Bank Tabungan
      Negara (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 73, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 2873);
      g.   Undang-undang Nomor 21 Tahun 1968 tentang Bank Rakyat
      Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 74, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 2874);
      h.   Undang-undang Nomor 22 Tahun 1968 tentang Bank Ekspor
      Impor Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 75,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 2875),
      dinyatakan tetap berlaku untuk jangka waktu selama-lamanya 1
      (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
(2)   Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank
      yang   didirikan   berdasarkan   Undang-undang   sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi ketentuan dalam
      Undang-undang ini.
(3)   Dalam hal bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah
      menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini lebih
      awal dari jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      maka Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      menjadi tidak berlaku lagi.

                             Pasal 55

(1)   Bank yang telah memiliki izin usaha dari Menteri pada saat
      Undang-   undang   ini  mulai   berlaku,  dinyatakan   telah
      memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.
(2)   Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyesuaikan
      dengan ketentuan dalam Undang-undang ini selambat-lambatnya
      dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya
      Undang-undang ini.
(3)   Bank Perkreditan Rakyat yang telah mempunyai izin usaha pada
      saat Undang-undang ini mulai berlaku, dan berkedudukan di
      ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan
      kotamadya, tetap dapat melanjutkan usahanya sebagai Bank
      Perkreditan Rakyat hingga dapat ditingkatkan menjadi Bank
      Umum.

                             Pasal 56

Ketentuan batas maksimum pemberian kredit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (4), wajib dipenuhi oleh bank
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak mulai
berlakunya Undang-undang ini.

                             Pasal 57

Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memiliki izin usaha dari
Menteri pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dapat
menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank berdasarkan ketentuan
dalam Undang-undang ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
*7922
                             Pasal 58

Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa
(BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi
Desa (BKPD) dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan Undang-undang ini dengan memenuhi persyaratan tata
cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 59

Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum
berlakunya Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-n undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
dicabut, diganti atau diperbaharui.

                               BAB X
                         KETENTUAN PENUTUP

                              Pasal 60

Dengan berlakunya Undang-undang ini maka :
a.   Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 tanggal 14 September 1929
     tentang Aturan-aturan mengenai Badan-badan Kredit Desa dalam
     propinsi-propinsi di Jawa dan Madura di luar wilayah
     kotapraja-kotapraja;
b.   Undang-undang Nomor 12 Tahun 1962 tentang Bank Pembangunan
     Swasta (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 58, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2489);
c.   Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
     Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 34, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2842),
dinyatakan tidak berlaku lagi.

                              Pasal 61

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

                            PENJELASAN
                                ATAS
                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 7 TAHUN 1992
                              TENTANG
                             PERBANKAN

UMUM

     Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional
yang berasaskan kekeluargaan, perlu senantiasa dipelihara dengan
baik. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan
ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional.
     Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam
menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari Trilogi
Pembangunan adalah perbankan. Peran yang strategis tersebut
terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana
yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara
efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi
mendukung    pelaksanaan    pembangunan    nasional    dalam   rangka
meningkatkan     pemerataan    pembangunan     dan    hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan
taraf hidup rakyat banyak.
     Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian
strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka
terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan
dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh landasan gerak
yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi
secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan
yang semakin bersifat global, mampu melindungi secara baik dana
yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan
dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi
pencapaian sasaran pembangunan.
     Dalam    upaya   mendukung   kesinambungan     dan   peningkatan
pelaksanaan pembangunan, lembaga perbankan telah menunjukkan
perkembangan yang pesat, seiring dengan kemajuan pembangunan di
Indonesia dan perkembangan perekonomian internasional, serta
sejalan dengan peningkatan tuntutan kebutuhan masyarakat akan
jasa perbankan yang tangguh dan sehat.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan jasa perbankan yang telah
berkembang pesat, maka landasan gerak perbankan yang ada
dirasakan sudah saatnya diadakan penyesuaian agar mampu menampung
tuntutan pengembangan jasa perbankan.
      Agar kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat
ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat *7924
memberikan    manfaat   yang   sebesar-besarnya   bagi   pelaksanaan
pembangunan nasional, dan untuk menjamin berlangsungnya demokrasi
ekonomi, sehingga segala potensi, inisiatif dan kreasi masyarakat
dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil
bagi peningkatan kemakmuran rakyat, maka pembinaan dan pengawasan
perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini
didasarkan kepada ketentuan Undang-undang Perbankan 1967 perlu
dikembangkan dan disempurnakan. Dengan penyempurnaan itu, maka
perbankan dapat menjadi lebih siap dan mampu berperan secara
lebih baik dalam mendukung proses pembangunan yang semakin
dihadapkan      pada     tantangan     perkembangan     perekonomian
internasional.
      Sebagaimana diketahui, Undang-undang Perbankan 1967 tersebut
disusun pada saat situasi dan kondisi perekonomian yang jauh
berbeda dengan situasi dan kondisi perekonomian saat ini.
Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang
senantiasa bergerak cepat disertai tantangan yang semakin luas
perlu selalu dapat diikuti secara tanggap oleh perbankan nasional
dalam    menjalankan   fungsi   dan  tanggung   jawabnya,   sehingga
perbankan nasional perlu:
1.    ditata dalam struktur kelembagaan yang lebih lugas, dengan
      landasan yang lebih luas, dan lebih jelas ruang geraknya;
2.    diberi kesempatan untuk memperluas jangkauan pelayanannya di
      segala penjuru tanah air, baik pelayanan sebagai perbankan
      umum yang menjangkau semua lapisan masyarakat maupun
      perbankan perkreditan rakyat yang pelayanannya diperuntukkan
      bagi golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil,
3.    diperkuat dengan landasan hukum yang dibutuhkan bagi
      terselenggaranya pembinaan dan pengawasan yang mendukung
      peningkatan kemampuan perbankan dalam menjalankan fungsinya
      secara sehat, wajar dan efisien, sekaligus memungkinkan
      perbankan Indonesia melakukan penyesuaian yang diperlukan
      sejalan    dengan    berkembangnya    norma-norma    perbankan
      internasional.
      Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan tata perbankan di
Indonesia ditempuh langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
1.    Penyederhanaan jenis bank, menjadi jenis Bank Umum dan jenis
      Bank Perkreditan Rakyat, serta memperjelas ruang lingkup dan
      batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya;
2.    Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diatur secara
      rinci, sehingga ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan
      kegiatan perbankan lebih jelas dan terarah;
3.    Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan
      pada    lembaga    perbankan   melalui    penerapan    prinsip
      kehati-hatian dan pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan
      bank;
4.    Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan;
5.    Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan di
      bidang perbankan secara sehat dan bertanggung jawab,
      sekaligus mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan
      kepentingan masyarakat luas.
      Melalui upaya penyempurnaan tersebut dimaksudkan agar
perbankan Indonesia memiliki sikap tanggap terhadap perkembangan
pembangunan nasional, sehingga peranannya dalam peningkatan taraf
         hidup   rakyat   banyak,   pemerataan   pembangunan    dan
*7925
hasil-hasilnya,    serta  peningkatan   pertumbuhan   ekonomi   dan
stabilitas nasional dapat terwujud secara lebih nyata, dalam
rangka    mewujudkan  masyarakat  adil   dan   makmur   berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

     Angka 1 sampai dengan angka 20
          Cukup jelas

Pasal 2

     Yang dimaksud dengan "demokrasi ekonomi" adalah demokrasi
     ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

     Cukup jelas

Pasal 4

     Cukup jelas

Pasal 5

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)

           Yang   dimaksud   dengan  "mengkhususkan    diri   untuk
     melaksanakan    kegiatan   tertentu"   adalah   antara    lain
     melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan
     untuk    mengembangkan   koperasi,   pengembangan    pengusaha
     golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor
     non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.

Pasal 6

     Bank Umum dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan
     usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf
     n. Masing-masing bank dapat memilih jenis usaha yang sesuai
     dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya.
     Dengan cara demikian kebutuhan masyarakat terhadap berbagai
     jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh dunia perbankan tanpa
     mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi.
Huruf a
     Cukup jelas

Huruf b
     Cukup jelas

Huruf c

     Bank dapat menerbitkan surat pengakuan hutang baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat
pengakuan hutang yang berjangka pendek adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 229 k Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal
sebagai Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), yaitu promes dan
wesel maupun jenis lain yang mungkin dikembangkan di masa
yang akan datang. Surat pengakuan hutang berjangka panjang
dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.

Huruf d

     Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf ini mencakup
kegiatan membeli, menjual atau menjamin surat-surat berharga
seperti tersebut pada penjelasan huruf c dan surat-surat
berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank
Indonesia.

     Butir 1
          Cukup jelas

     Butir        2
             Cukup jelas

     Butir 3
          Cukup jelas

     Butir 4
          Cukup jelas

     Butir 5
          Cukup jelas

     Butir 6
          Cukup jelas

     Butir 7

          Ketentuan ini dimaksud untuk menampung kemungkinan
adanya jenis surat berharga lain, selain dari yang telah
disebutkan pada butir 1 sampai dengan butir 6.

Huruf e
     Cukup jelas
        Huruf f
             Cukup jelas
*7927
        Huruf g

             Kegiatan ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.

        Huruf h

             Yang   dimaksud   dengan  "menyediakan   tempat"   dalam
        ketentuan   ini   adalah  kegiatan  bank   yang   semata-mata
        melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat
        berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan
        isinya oleh bank.

        Huruf i

             Dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima
        titipan harta penitip dengan mengadministrasikannya secara
        terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan
        dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.

        Huruf j

             Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai penghubung
        antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah yang
        memiliki dana.

        Huruf k

             Kewajiban bank dalam ketentuan ini, dimaksudkan untuk
        melakukan pencairan secepatnya atas agunan yang dibeli
        dengan lelang, agar dana hasil pencairan dari penjualan
        agunan tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam
        hal   terdapat    sisa   dari   hasil    pelelangan    setelah
        diperhitungkan   dengan   kewajiban   nasabah   kepada   bank,
        dimanfaatkan oleh nasabah.

        Huruf l

             Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan
        piutang   atau   tagihan   jangka  pendek   dari   transaksi
        perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan
        cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.
             Usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan
        pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau
        jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis
        kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam
        melakukan pembayaran suatu transaksi.

        Huruf m
             Cukup jelas
        Huruf n
*7928
             Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal
        ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan
        tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak
        bertentangan   dengan   peraturan  perundang-undangan   yang
        berlaku, misalnya memberikan bank garansi, bertindak sebagai
        bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha
        nasabah dan lain-lain.

Pasal 7
     Cukup jelas

Pasal 8

        Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga
        dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas
        perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut,
        jaminan pembelian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan
        dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
        dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang
        harus diperhatikan oleh bank.
        Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan
        kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap
        watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
        debitur.
        Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan
        pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain
        telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur
        mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang,
        proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
        bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada
        hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa
        girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan
        sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa
        barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang
        dibiayai, yang lazim dikenal dengan "agunan tambahan".

Pasal 9

        Ayat (1)
             Cukup jelas

        Ayat (2)
             Cukup jelas

        Ayat (3)
             Cukup jelas

Pasal 10

        Huruf a
             Cukup jelas
     Huruf b
          *7929 Cukup jelas

     Huruf c

          Usaha lain yang dilarang pada huruf c ini antara lain
     melakukan    kegiatan   sebagai   penjamin    emisi   efek
     (underwriter).

Pasal 11

     Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko kegagalan atau
     kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh
     terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut
     bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, maka
     risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada
     keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu untuk
     memelihara kesehatan dan meningkatkan daya-tahannya, bank
     diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran
     kredit, pemberian jaminan maupun fasilitas lain sedemikian
     rupa sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok
     debitur tertentu.

     Ayat (1)

          Kelompok (group) merupakan kumpulan orang atau badan
     yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan,
     kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.

     Ayat (2)

          Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang
     lebih rendah dari 30% (tiga puluh perseratus) dari modal
     bank. Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia
     sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian
     kesehatan bank. Batas maksimum dimaksud adalah untuk
     masing-masing peminjam atau sekelompok peminjam termasuk
     perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama.

     Ayat (3)

           Huruf a
                Cukup jelas

           Huruf b
                Cukup jelas

           Huruf c
                Cukup jelas

           Huruf d
               Yang dimaksud dengan "keluarga" dalam ketentuan
     ini meliputi hubungan keluarga sampai dengan *7930 derajat
     kedua menurut garis lurus maupun kesamping termasuk mertua,
     menantu dan ipar.

           Huruf e
                Cukup jelas

           Huruf f
                Cukup jelas

     Ayat (4)

          Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang
     lebih rendah dari 10% (sepuluh perseratus) dari modal bank.
     Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai
     dengan   pengertian  yang   dipergunakan  dalam   penilaian
     kesehatan bank.

     Ayat (5)
          Cukup jelas

Pasal 12

     Yang dimaksud dengan "Pemerintah dapat menugaskan Bank
     Umum", adalah dalam rangka penjabaran atas ketentuan
     mengenai asas, fungsi, dan tujuan perbankan sebagaimana
     diatur dalam Bab II, yang penyelenggaraannya senantiasa
     disesuaikan   dengan   tuntutan   perkembangan  pembangunan
     nasional.
     Yang dimaksud dengan "sektor-sektor perekonomian tertentu",
     adalah   antara   lain  program   pengembangan  pembangunan
     perumahan, serta pengembangan ekspor non migas.
     Dalam Peraturan Pemerintah dimaksud diatur pula ketentuan
     mengenai pelaksanaan program tertentu oleh satu atau
     beberapa Bank Umum tertentu.

Pasal 13

     Huruf a

          Penyebutan "bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
     itu" dimaksudkan untuk menampung kemungkinan adanya bentuk
     penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank Perkreditan
     Rakyat yang serupa dengan deposito berjangka dan tabungan
     tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik
     dengan cek.

     Huruf b
          Cukup jelas

     Huruf c
          Cukup jelas
     Huruf d
          Cukup jelas
*7931
Pasal 14

     Larangan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kegiatan
     usaha Bank Perkreditan Rakyat yang terutama ditujukan untuk
     melayani  usaha-usaha   kecil  dan  masyarakat   di  daerah
     pedesaan. Untuk itu jenis-jenis pelayanan yang dapat
     diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat disesuaikan dengan
     maksud tersebut.

     Huruf a
          Cukup jelas

     Huruf b

          Larangan yang dimaksud dalam huruf ini tidak termasuk
     kegiatan tukar menukar valuta asing (money changer). Untuk
     melakukan usaha tukar menukar valuta asing, Bank Perkreditan
     Rakyat harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia.

     Huruf c
          Cukup jelas

     Huruf d
          Cukup jelas

     Huruf e
          Cukup jelas

Pasal 15

     Cukup jelas

Pasal 16

     Ayat (1)

          Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun
     pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi,
     mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat
     yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana
     tersebut.
          Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa
     kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
     hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah pihak yang
     bersangkutan terlebih dahulu memperoleh izin usaha, sebagai
     Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
          Namun demikian, di masyarakat terdapat pula jenis
     lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan menghimpun dana
     masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan,
     misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun,
     atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan *7932
     lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan
     usaha perbankan, berdasarkan ketentuan dalam ayat ini.
     Terhadap kegiatan menghimpun dana masyarakat yang dilakukan
     oleh lembaga-lembaga tersebut, diatur dengan Undang-undang
     tersendiri beserta peraturan pelaksanaannya.

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)
          Cukup jelas

     Ayat (4)

          Yang dimaksud dengan "kecamatan" dalam ayat ini adalah
     kecamatan di luar ibukota kabupaten, kotamadya, ibukota
     propinsi, atau ibukota negara. Hal ini dimaksudkan agar Bank
     Perkreditan Rakyat tetap dapat berfungsi sebagai.penunjang
     pembangunan dan modernisasi di daerah pedesaan.

     Ayat (5)

          Dalam rangka menunjang peningkatan pembangunan yang
     lebih merata, maka khusus di kota-kota sebagaimana dimaksud
     dalam ayat ini dapat didirikan Bank Perkreditan Rakyat oleh
     pemerintah daerah setempat, baik secara sendiri maupun
     bersama-sama dengan koperasi, bank milik negara dan/atau
     bank milik pemerintah daerah.

     Ayat (6)

          Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan ayat
     (3), ayat (4), dan ayat (5), ketentuan-ketentuan menyangkut
     koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang
     perkoperasian,   misalnya   tentang    susunan   organisasi,
     kepemilikan, dan kepengurusan, perlu diperhatikan.

Pasal 17

     Huruf a

          Dalam   ketentuan  mengenai   jumlah  kepemilikan dan
     kepengurusan pihak asing, termasuk pula pengertian tentang
     proses Indonesianisasi.
          Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan perbankan
     nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.

     Huruf b
          Cukup jelas

     *7933 Huruf c
          Mengenai hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka
     penyusunan Peraturan Pemerintah dimaksud diperoleh dari
     dewan moneter oleh karena secara fungsional dewan moneter
     mempunyai tugas-tugas menyangkut perumusan kebijaksanaan di
     bidang moneter sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
     Namun demikian dalam perumusan Peraturan Pemerintah tersebut
     dapat diminta pula masukan dari instansi-instansi pemerintah
     lainnya.

Pasal 18

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)
          Cukup jelas

     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 19

     Ayat (1)

          Untuk memungkinkan pelayanan bagi golongan ekonomi
     lemah/pengusaha kecil di daerah perkotaan, Menteri setelah
     mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dapat memberi izin
     kepada Bank Perkreditan Rakyat untuk membuka kantor cabang
     di ibukota kabupaten, kotamadya, dan/atau di ibukota
     propinsi yang bersangkutan. Izin tersebut dapat diberikan
     pula kepada Bank Perkreditan Rakyat yang berkedudukan di
     kecamatan sekitar ibukota negara untuk membuka kantor cabang
     di ibukota negara.

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Untuk menjaga kelangsungan usaha Bank Perkreditan
     Rakyat,   Menteri    setelah    mendengar   pertimbangan   Bank
     Indonesia menetapkan persyaratan dan tata cara pembukaan
     kantor   Bank   Perkreditan    Rakyat   antara   lain  mencakup
     persyaratan tingkat kesehatan bank dan kesiapan pembukaan
     kantor. Khusus bagi Bank Perkreditan Rakyat yang membuka
     kantor   di   ibukota   negara,    ibukota   propinsi,  ibukota
     kabupaten, dan kotamadya, selain persyaratan kesehatan bank
     dan kesiapan pembukaan      *7934 kantor juga harus memenuhi
     persyaratan lainnya seperti permodalan, dan tersedianya
        tenaga yang profesional.

Pasal 20

        Ayat (1)

             Yang dimaksud dengan "bank yang berkedudukan di luar
        negeri" adalah bank yang didirikan berdasarkan hukum asing
        dan berkantor pusat di luar negeri. Oleh karenanya bank yang
        bersangkutan tunduk pada hukum di mana bank tersebut
        didirikan.

        Ayat (2)
             Cukup jelas

        Ayat (3)
             Cukup jelas

Pasal 21

        Ayat (1)

             Huruf a
                  Cukup jelas

             Huruf b
                  Cukup jelas

             Huruf c
                  Cukup jelas

             Huruf d
                  Cukup jelas

        Ayat (2)

             Huruf a
                  Cukup jelas

             Huruf b
                  Cukup jelas

             Huruf c
                  Cukup jelas

             Huruf d

                  Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wadah
        bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari
        Bank Perkreditan Rakyat, seperti bank desa, lumbung desa,
        badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 58.
*7935
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 22

     Huruf a

          Dalam hal pendiri bank adalah badan hukum, maka badan
     hukum yang bersangkutan harus dimiliki sepenuhnya oleh warga
     negara Indonesia. Termasuk dalam pengertian badan hukum
     Indonesia antara lain adalah badan usaha milik negara, badan
     usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta.

     Huruf b
          Cukup jelas

Pasal 23

     Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dimiliki oleh badan hukum
     Indonesia, maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruh
     pemiliknya adalah warga negara Indonesia.

Pasal 24

     Cukup jelas

Pasal 25

     Saham bank dalam bentuk saham atas nama dimaksudkan untuk
     dapat mengetahui perubahan kepemilikan saham bank.

Pasal 26

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Yang     dimaksud     dengan     "mayoritas"     adalah
     sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh satu perseratus)
     dari jumlah seluruh saham yang dijual melalui bursa efek.

     Ayat (4)

          Yang dimaksud dengan "mayoritas kepemilikan saham oleh
     negara" adalah sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh
     satu perseratus) dari modal disetor.

     Ayat (5)
          *7936 Cukup jelas
Pasal 27

     Huruf a
          Cukup jelas

     Huruf b
          Cukup jelas

Pasal 28

     Ayat (1)

           Merger (penggabungan usaha) adalah penggabungan dari
     dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
     berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank
     lainnya. Konsolidasi (peleburan usaha) adalah penggabungan
     dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru
     dan    melikuidasi   bank-bank   yang  ada.  Akuisisi   adalah
     pengambilalihan kepemilikan suatu bank.
           Dalam hal bank umum milik negara, merger atau
     konsolidasi hanya dapat dilakukan antar bank umum milik
     negara. Dengan demikian pemilikan oleh swasta atas saham
     bank umum milik negara hanya dapat dilakukan melalui bursa
     efek.
           Dalam melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi,
     wajib dihindarkan timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada
     satu    kelompok   dalam   bentuk   monopoli  yang   merugikan
     masyarakat.
           Demikian pula merger, konsolidasi atau akuisisi yang
     dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan para nasabah.

     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 29

     Ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)

          Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari
     masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan,
     maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan
     memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan
     itu Bank Indonesia diberi wewenang dan kewajiban untuk
     membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan
     menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam
     bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan dan
     pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan
     yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.

     *7937 Ayat (5)

           Informasi yang disediakan untuk nasabah tersebut adalah
     informasi mengenai tingkat risiko dari kegiatan yang menjadi
     sasaran penggunaan atau penempatan dana. Apabila informasi
     telah disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan
     ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan oleh bank,
     dalam hal bank bertindak sebagai perantara dalam melakukan
     penempatan dana dari nasabah atau membeli/menjual surat
     berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

Pasal 30

     Ayat (1) dan ayat (2)

           Kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang
     berkaitan dengan kegiatan usaha suatu bank kepada Bank
     Indonesia     diperlukan     mengingat    keterangan    tersebut
     dibutuhkan    untuk   memantau    keadaan    dari  suatu   bank.
     Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka
     melindungi dana masyarakat dan menjaga keberadaan lembaga
     perbankan.
           Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya
     dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan
     usahanya selalu berada dalam keadaan sehat. Oleh karena itu,
     dalam    rangka   memperoleh    kebenaran   atas  laporan   yang
     disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk
     melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada
     pada bank.

     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 31

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 32

     Permintaan Menteri kepada Bank Indonesia untuk melakukan
     pemeriksaan khusus atas suatu bank atau meminta laporan atas
     hasil pemeriksaan bank adalah bilamana terdapat petunjuk
     yang menurut pendapat Menteri membahayakan kesehatan dan
     kelangsungan   hidup  bank   serta   kepentingan  umum   dan
     kelangsungan pembangunan nasional.

Pasal 33

     Ayat (1)
          *7938 Cukup jelas

     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara
     pemeriksaan" adalah antara lain meliputi jenis pemeriksaan,
     prosedur pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, pelaporan,
     dan langkah tindak lanjut hasil pemeriksaan dalam rangka
     pembinaan dan pengawasan.

Pasal 34

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 35

     Cukup jelas

Pasal 36

     Pengecualian ini dapat diberikan dengan memperhatikan
     kemampuan yang dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat yang
     bersangkutan.

Pasal 37

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Dalam ayat ini ditetapkan langkah-langkah yang dapat
     dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank yang mengalami
     kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, sebelum
     dilakukan   pencabutan  izin  usahanya  dan/atau  tindakan
     likuidasi. Langkah-langkah dimaksud dilakukan dalam rangka
     mempertahankan/menyelamatkan    bank    sebagai    lembaga
     kepercayaan masyarakat.

     Ayat (3)
          Cukup jelas

     Ayat (4)
          Cukup jelas

     Ayat (5)
          Cukup jelas
*7939
Pasal 38
     Ayat (1)

          Ketentuan dalam Pasal ini berlaku pula dalam hal
     pengangkatan atau perubahan pejabat pimpinan yang setingkat
     direksi dan anggota dewan komisaris, bagi bank yang
     berbentuk hukum koperasi.

     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 39

     Ayat (1)

          Penggunaan tenaga asing oleh bank dimungkinkan, sesuai
     dengan kebutuhan bank yang bersangkutan.
          Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Umum, tenaga
     asing dimaksud bersifat sementara dan terbatas pada tenaga
     ahli, penasehat dan konsultan, sesuai dengan kebutuhan bank
     yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal bank campuran dan
     cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, tenaga
     asing tersebut disesuaikan dengan sifat kepemilikan oleh
     asing. Namun demikian penggunaan tenaga asing dalam bank
     campuran dan cabang dari bank yang berkedudukan di luar
     negeri, wajib disesuaikan dengan program Indonesianisasi.

     Ayat (2)

          Yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara
     lain   adalah   mengenai   persyaratan-persyaratan   sebagai
     penjabaran ketentuan dalam ayat (1) misalnya jenis pekerjaan
     atau keahlian yang masih memerlukan tenaga asing dan jangka
     waktu penggunaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
     yang berlaku di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 40

     Ayat (1)

          Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib
     dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi
     mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
     hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank
     karena kegiatan usahanya.
          Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank
     sendiri   yang   memerlukan   kepercayaan   masyarakat    yang
     menyimpan   uangnya   di    bank.   Masyarakat   hanya    akan
     mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank
     apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan     *7940
     bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak
     akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut
     ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.
        Walaupun demikian pemberian data dan informasi kepada pihak
        lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42,
        Pasal 43, dan Pasal 44.

        Ayat (2)
             Cukup jelas

Pasal 41

        Ayat (1)
             Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas
Pasal 42

        Ayat (1)

             Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana atas
        permintaan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa
        Agung, atau Ketua Mahkamah Agung, Menteri dapat mengeluarkan
        izin tertulis untuk memperoleh keterangan dari bank tentang
        keadaan keuangan nasabah yang menjadi tersangka/terdakwa.
        Kata "dapat" dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa izin
        oleh Menteri akan diberikan sepanjang syarat/prosedur
        administrasi pemberian izin dipenuhi oleh pihak yang meminta
        izin, seperti nama, pangkat, NRP/NIP dan jabatan polisi,
        jaksa atau hakim, maksud pemeriksaan, pejabat yang berwenang
        mengajukan permohonan kepada Menteri, nama nasabah yang
        menjadi tersangka/terdakwa serta sebab-sebab keterangan
        diperlukan dalam hubungan perkara pidana yang bersangkutan.

        Ayat (2)
             Cukup jelas

        Ayat (3)
             Cukup jelas

Pasal 43

        Dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
        sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   ini,   bank   dapat
        menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara
        serta  keterangan   lain   yang  berkaitan   dengan  perkara
        tersebut, tanpa izin dari Menteri.

Pasal        44

        *7941 Ayat (1)

             Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk
        memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara
        lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan
        dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank
        dapat  menilai  tingkat   risiko  yang  dihadapi,  sebelum
        melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank
        lain.

        Ayat (2)

             Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh
        Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara
        penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis
        informasi   tertentu  yang   dapat  dipertukarkan,    seperti
        indikator secara garis besar dari kredit yang diterima
        nasabah,   agunan,   dan   masuk   tidaknya   debitur    yang
        bersangkutan dalam daftar kredit macet.

Pasal 45

        Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa
        dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank tidak
        dipenuhi oleh bank, maka masalah tersebut dapat diajukan
        oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.

Pasal 46

        Ayat (1)
             Cukup jelas

        Ayat (2)
             Cukup jelas

Pasal 47

        Ayat (1)
             Cukup jelas

        Ayat (2)

             Yang dimaksud dengan    "pegawai   bank"   adalah   semua
        pejabat dan karyawan bank.

Pasal 48

        Ayat (1)

             Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat bank
        yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan
        tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai akses
        terhadap informal mengenai keadaan bank.
*7942
        Ayat (2)
             Cukup jelas

Pasal 49
     Ayat (1)

          Yang dimaksud dengan      "pegawai   bank"   adalah   semua
     pejabat dan karyawan bank.

     Ayat (2)

           Huruf a

               Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua
     pejabat dan karyawan bank.

           Huruf b

               Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat
     bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang
     hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.

Pasal 50

     Cukup jelas

Pasal 51

     Ayat (1)

          Perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-
     pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak
     pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan
     dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat
     dibandingkan    dengan    apabila    hanya    sekedar     sebagai
     pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga
     yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya,
     sehingga   perbuatan    yang  dapat    mengakibatkan    rusaknya
     kepercayaan masyarakat kepada Bank, yang pada dasarnya juga
     akan   merugikan   bank   maupun   masyarakat,    perlu    selalu
     dihindarkan.
          Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan , maka
     diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi
     terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini.
          Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh
     anggota   dewan   komisaris,    direksi    atau   pegawai    Bank
     Perkreditan Rakyat pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan
     tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat
     ancaman pidana dimaksud berlaku umum. Dengan ditetapkannya
     batas maksimum pidana terhadap                  kejahatan    yang
                                           *7943
     dilakukan, maka besar kecilnya pidana dapat dipertimbangkan
     dengan memperhatikan antara lain kerugian yang ditimbulkan.

     Ayat (2)
          Cukup jelas
Pasal 52

     Sanksi administratif dalam pasal ini dapat berupa :
     a.   denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang
     tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam
     Undang-undang ini;
     b.   penyampaian tegoran-tegoran tertulis;
     c.   penurunan tingkat kesehatan bank;
     d.   larangan turut serta dalam kliring;
     e.   pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau
     untuk beberapa cabang;
     f.   pencabutan izin usaha.
     Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
     diatur oleh Bank Indonesia. Khusus mengenai huruf e dan
     huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
     perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 53

     Sanksi administratif dalam Pasal ini dapat berupa :
     a.   denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang
     tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam
     Undang-undang ini;
     b.   penyampaian tegoran-tegoran tertulis;
     c.   larangan untuk menjalankan fungsi sebagai direksi atau
     komisaris bank;
     d.   larangan untuk memberikan jasanya kepada perbankan;
     e.   penyampaian usul kepada instansi yang berwenang untuk
     mencabut atau membatalkan izin usaha sebagai pemberi jasa
     bagi bank (antara lain terhadap konsultan, konsultan hukum,
     akuntan publik, penilai).

Pasal 54

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Penyesuaian   bentuk  hukum  bank-bank   milik   negara
     sebagaimana diatur dalam Pasal ini dilaksanakan berdasarkan
     Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo. Peraturan Pemerintah
     Nomor 12 Tahun 1969. Dengan demikian setelah penyesuaian
     bentuk hukum bank-bank            milik   negara    tersebut
                               *7944
     selesai, Undang-undang tentang pendirian bank-bank tersebut
     dinyatakan tidak berlaku lagi.
          Demikian pula Undang-undang Nomor 13 Tahun 1962 tidak
     berlaku lagi 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya
     Undang-undang ini.
Pasal 55

     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
          Cukup jelas

     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 56

     Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan bank memenuhi
     ketentuan batas maksimum pemberian kredit berdasarkan
     Undang-undang   ini   secara    bertahap,   sehingga   tidak
     menimbulkan kesulitan yang berat bagi perbankan dalam
     memenuhi ketentuan dimaksud, mengingat pada saat ini berlaku
     ketentuan batas maksimum pemberian kredit yang lebih tinggi
     daripada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
     (2) dan ayat (4).

Pasal 57

     Penyesuaian usaha Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi bank
     berdasarkan Undang-undang ini dapat dilakukan dalam jangka
     waktu   selambat-lambatnya  1    (satu)   tahun  sejak  mulai
     berlakunya Undang-undang ini. Sedangkan penyesuaian usaha
     Lembaga   Keuangan   Bukan  Bank    menjadi  perusahaan  efek
     didasarkan pada ketentuan di bidang pasar modal.

Pasal 58

     Mengingat lembaga-lembaga dimaksud dalam Pasal ini telah
     tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia,
     serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan
     lembaga dimaksud diakui. Oleh karenanya Undang-undang ini
     memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud.
     Selanjutnya untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam
     pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan Pemerintah
     ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status
     lembaga-lembaga dimaksud sebagai Bank Perkreditan Rakyat.

Pasal 59

     Ketentuan   ini  dimaksudkan   untuk  menghindarkan   adanya
     kekosongan hukum dan menampung pengaturan masalah-masalah
     *7945 yang timbul sampai dengan dikeluarkannya peraturan
     yang baru.

Pasal 60

     Cukup jelas
Pasal 61

     Cukup jelas

                   --------------------------------

                               CATATAN

Kutipan:   LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perbankan_(uu_7_thn_1992)_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.