Previous
Next

1986

Undang-Undang Peradilan Umum (UU 2 thn 1986)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum :
Bentuk:       UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:        2 TAHUN 1986 (2/1986)

Tanggal:      8 MARET 1986 (JAKARTA)

Sumber:       LN 1986/20; TLN NO. 3327

Tentang:      PERADILAN UMUM

Indeks:       ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. KUHP. Warganegara.


                         DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                           Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a.       bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang berdasarkan
         Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata
         kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib;

b.       bahwa dalam mewujudkan tata kehidupan tersebut dan menjamin persamaan
         kedudukan warga negara dalam hukutn diperlukan upaya untuk menegakkan
         ketertiban, keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum yang mampu
         memberikan pengayoman kepada masyarakat;

c.       bahwa dalam rangka upaya di atas, pengaturan susunan dan kekuasaan
         Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum yang selama ini masih
         didasarkan pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 ternyata tidak sesuai
         lagi dengan jiwa dan semangat Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970;

d.       bahwa selain itu, dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969, Undang-
         undang Nomor 13 Tahun 1965 telah dinyatakan tidak berlaku, tetapi saat
         tidak    berlakunya   ditetapkan   pada   saat    undang-undang   yang
         menggantikannya mulai berlaku;

e.       bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, dipandang
         perlu menetapkan undang-undang yang mengatur susunan dan kekuasaan
         Peradilan Umum;

Mengingat :

1.       Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-
         Undang Dasar 1945;

2.       Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
         Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan
         Lembaran Negara Nomor 2951);
3.       Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran
      Negara Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316);


                     Dengan    persetujuan

DEWAN PERWAKILAN   RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                               MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN UMUM.

                                     BAB I

                          KETENTUAN UMUM

                          Bagian Pertama
                              Pengertian

                                   Pasal 1

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan:

1.    Pengadilan adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di lingkungan
      Peradilan Umum.

2.    Hakim adalah Hakim pada Pengadilan Negeri dan Hakim pada, Pengadilan
      Tinggi.

                              Bagian Kedua
                                 Kedudukan

                                   Pasal 2

Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya.

                                   Pasal 3

(1)   Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh :
      a.    Pengadilan Negeri;
      b.    Pengadilan Tinggi.

(2)   Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum        berpuncak      pada
      Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

                           Bagian Ketiga
                        Tempat Kedudukan

                                   Pasal 4
(1)   Pengadilan Negeri berkedudukan di Kotamadya atau di ibu kota Kabupaten,
      dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten.
(2)   Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota Propinsi, dan daerah
      hukumnya meliputi wilayah Propinsi.

                            Bagian Keempat
                                 Pembinaan

                                   Pasal 5

(1)   Pembinaan    teknis   peradilan   bagi   Pengadilan   dilakukan    oleh   Mahkamah
      Agung.

(2)   Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan
      oleh Menteri Kehakiman.

(3)   Pembinaan sebagaimana dimaksud data ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh
      mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

                                    BAB II

                       SUSUNAN PENGADILAN

                            Bagian Pertama
                                      Umum

                                   Pasal 6

Pengadilan terdiri dari :

a.    Pengadilan Negeri yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama;
b.    Pengadilan Tinggi, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding.

                                   Pasal 7

Pengadilan Negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden.

                                   Pasal 8

Di lingkungan Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan
undang-undang.

                                   Pasal 9

Pengadilan Tinggi dibentuk dengan undang-undang.

                                  Pasal 10

(1)   Susunan Pengadilan Negeri terdiri           dari   Pimpinan,   Hakirn     Anggota,
      Panitera, Sekretaris, dan Jurusita.

(2)   Susunan     Pengadilan   Tinggi   terdiri   dari   Pimpinan,      Hakim   Anggota,
       Panitera, dan Sekretaris.

                                Pasal     11

(1)    Pimpinan Pengadilan Negeri terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil
       Ketua.

(2)    Pimpinan Pengadilan Tinggi terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil
       Ketua.

(3)    Hakim Anggota Pengadilan Tinggi adalah Hakim Tinggi.

                            Bagian Kedua
              Ketua, Wakil Ketua, Hakim,
      Panitera, dan Jurusita Pengadilan

                               Paragraf 1
            Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim

                                    Pasal 12

(1)    Hakim Pengadilan    adalah     pejabat   yang   melaksanakan    tugas    Kekuasaan
       Kehakiman.

(2)    Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian               serta    pelaksanaan
       tugas Hakim ditetapkan dalam undang-undang ini.

                                    Pasal 13

(1)    Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai pegawai negeri
       dilakukan oleh Menteri Kehakiman.

(2)    Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
       boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

                                    Pasal 14

(1)    Untuk    dapat diangkat menjadi Hakim Pengadilan Negeri, seorang calon
       harus   memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
       a.      warga negara Indonesia;
       b.      bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
       c.      Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
       d.      bukan   bekas   anggota   organisasi  terlarang   Partai  Komunis
               Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang
               terlibat lanpung ataupun tak langsung dalam "Gerakan Kontra
               Revolusi G30.S./PKI" atau organisasi terlarang lainnya;
       e.      pegawai negeri;
       f.      sarjana hukum;
       g.      berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
       h.      berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.

(2)    Untuk dapat diangkat menjadi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri
       diperlukan pengalunan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai
      Hakim Pengadilan Negeri.


                                 Pasal 15

(1)   Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi, seorang calon
      harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

      a.    syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf,
            a, b, c, d, e, f, dan h;
      b.    berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
      c.    berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua
            atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri atau 15 (lima belas) tahun
            sebagai Hakim Pengadilan Negeri.

(2)   Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi diperlukan
      pengalaman   sekurang-kurangnya  10   (sepuluh)   tahun  sebagai Hakim
      Pengadilan Tinggi atau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun bagi Hakim
      Pengadilan Tinggi yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri.

(3)   Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi diperlukan
      pengalaman   sekurang-kurangnya   8   (delapan)  tahun   sebagai Hakim
      Pengadilan Tinggi atau sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun bagi Hakim
      Pengadilan Tinggi yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri.

                                 Pasal 16

(1)   Hakim Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala
      Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua
      Mahkamah Agung.

(2)   Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhentikan        oleh
      Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

                                 Pasal 17

(1)   Sebelum memangku jabatannya Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan
      wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya;
      bunyi   sumpah   atau    janji   adalah   sebagai   berikut   :   "Saya
      bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh
      jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama
      atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang
      sesuatu kepada siapa pun juga". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya,
      untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak
      sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun
      juga suatu janji atau pemberian".
      "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan
      mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
      negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta
      peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". "Saya
      bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya
      ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membedabedakan orang dan
      akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan
      seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Hakim
      Pengadilan   yang   berbudi    baik    dan   jujur    dalam   menegakkan    hukum   dan
      keadilan".

(2)   Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Negeri diambil sumpah atau janjinya
      oleh Ketua Pengadilan Negeri.

(3)   Wakil ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi serta Ketua Pengadilan Negeri
      diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Tinggi.

(4)   Ketua Pengadilan     Tinggi     diambil      sumpah   atau    janjinya     oleh   Ketua
      Mahkamah Agung.

                                    Pasal 18

(1)   Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim
      tidak boleh merangkap menjadi :
      a.    pelaksana putusan Pengadilan;
      b.    wali, pengampu, dan pejabat yang berkaftan dengan suatu perkara
            yang diperiksa olehnya;
      c.    pengusaha.

(2)   Hakim tidak boleh merangkap menjadi penasihat hukum.

(3)   Jabatan  yang   tidak  boleh  dirangkap oleh  Hakim  selain  jabatan
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
      dengan Peraturan Pemerintah.

                                    Pasal 19

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan dengan hormat
      dari jabatannya karena :
      a.    permintaan sendiri;
      b.    sakit jasmani atau rohani terus menerus;,
      c.    telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan
            Hakim Pengadilan Negeri, dan 63 (enam puluh tiga) tahun bagi
            Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi;
      c.    ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

(2)   Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan yang meninggal dunia dengan
      sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden
      selaku Kepala Negara.

                                    Pasal 20

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan tidak dengan
      hormat dari jabatannya dengan alasan :
      a.    dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
      b.    melakukan perbuatan tercela;
      c.    terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
            pekerjaannya;
      d.    melanggar sumpah atau janji jabatan;
      e.    melanggar larangan yang dimaksudkan Pasal 18.

(2)   Pengusulan   pemberhentian     tidak     dengan   hormat   dengan   alasan    tersebut
      ayat (1) huruf b s/d e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi
      kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan
      Hakim.

(3)   Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta
      tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung bersama-
      sama Menteri Kehakiman.

                              Pasal 21

Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri.

                              Pasal 22

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan sebelum diberhentikan    tidak
      dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)        dapat
      diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden selaku     Kepala
      Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan        Ketua
      Mahkamah Agung.

(2)   Terhadap pengusulan pemberhentian sementara dimaksud dalam ayat     (1)
      berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksudkan Pasal 20 ayat (2).

                              Pasal 23

(1)   Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan yang diikuti
      dengan penahanan, dengan sendirinya Hakim tersebut diberhentikan
      sementara dari jabatannya.

(2)   Apabila seorang Hakim dituntut di muka Pengadilan dalam perkara pidana
      seperti tercantum dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun
      1981, tanpa ditahan, maka ia dapat diberhentikan sementara dari
      jabatannya.

                              Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat,
pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak-hak
pejabat yang dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 25

(1)   Kedudukan Protokol Hakim Pengadilan diatur dengan Keputusan Presiden.
(2)   Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan
      Hakim Pengadilan diatur dengan Keputusan Presiden.

                              Pasal 26

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan dapat ditangkap atau ditahan hanya
atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung
dan Menteri Kehakiman, kecuali dalam hal :
a.    tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau
b.    disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
      pidana mati, atau
c.    disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan
      negara.

                            Paragraf 2
                              Panitera

                               Pasal 27

(1)   Pada setiap Pengadilan   ditetapkan   adanya   Kepaniteraan   yang   dipimpin
      oleh seorang Panitera.

(2)   Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Negeri dibantu oleh
      seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, beberapa orang
      Panitera Pengganti, dan beberapa orang Jurusita.

(3)   Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Tinggi        dibantu oleh
      seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panftera Muda,         dan beberapa
      orang Panitera Pengganti.

                               Pasal 28

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Negeri seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a.    warga negara Indonesia;
b.    bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.    setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d.    berijazah serendah-rendahnya sarjana muda hukum;
e.    berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera
      atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Negeri, atau
      menjabat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tinggi.

                               Pasal 29

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi, seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a.    syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, b, dan c;
b.    berijazah sarjana hukum;
c.    berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera
      atau 8 (delapan) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi, atau 4
      (empat) tahun sebagai Panitera Pengadilan Negeri.

                               Pasal 30

Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Negeri, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.    syarat-syarat sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 28 huruf a, b, c, dan
      d;
b.   berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda
     atau 6 (enam) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Negeri.

                                Pasal 31

Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.   syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, b, dan c;

b.   berijazah sarjana hukum;

c.   berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda
     atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi, atau
     4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Negeri, atau menjabat
     sebagai Panitera Pengadilan Negeri.

                                Pasal 32

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Negeri, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.   syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, b, c, dan d;

b.   berpengalaman sekurang-kurangnya      3   (tiga)   tahun   sebagai   Panitera
     Pengganti Pengadilan Negeri.

                                Pasal 33

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tinggi, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.   syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, b, c, dan d;

b.   berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera
     Pengganti Pengadilan Tinggi atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda
     atau 8 (delapan) tahun sebapi Panitera Pengganti Pengadilan Negeri,
     atau menjabat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Negeri.

                                Pasal 34

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Negeri, seorang
calon harus memenuhi syatat-syarat sebagai berikut :

a.   syarat-syarat sebagaimana dimaksud data Pasal 28 huruf a, b, c, dan d;

b.   berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai negeri
     pada Pengadilan Negeri.

                                Pasal 35
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.     syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, b, c, dan d;

b.     berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Panitera
       Pengganti Pengadilan Negeri atau 10 (sepuluh) tahun sebagai pegawai
       negeri pada Pengadilan Tinggi.

                                Pasal 36

(1).   Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Panitera
       tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang
       berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai
       Panitera.

(2)    Panitera tidak boleh merangkap menjadi penasihat hukum.

(3)    Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Panitera selain jabatan
       sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
       oleh Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

                                Pasal 37

Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti Pengadilan
diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Kehakiman.

                                Pasal 38

Sebelum memangku jabatannya Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan
Panitera  Pengganti   diambil  sumpah atau janjinya   menurut agama  atau
kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan; bunyi sumpah atau
janji adalah sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh
jabatan saya ini, langsung, atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau
cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
siapa pun juga".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang
Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi
Negara Republik Indonesia".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya
ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan
berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya
seperti layaknya bagi seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda,
Panitera Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan
keadilan".
                                Paragraf 3
                                  Jurusita

                                  Pasal 39

Pada setiap      Pengadilan   Negeri     ditetapkan   adanya    Jurusita   dan     Jurusita
Pengganti.

                                  Pasal 40

(1)   Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita, seorang calon harus memenuhi
      syarat-syarat sebagai berikut:
      a.    warga negara Indonesia;
      b.    bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
      c.    setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
      d.    berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Tingkat Atas;
      e.    berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Jurusita
            Pengganti.

(2)   Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita Pengganti, seorang calon harus
      memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
      a.    syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c,
            dan d;
      b.    berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai
            negeri pada Pengadilan Negeri.

                                  Pasal 41

(1)   Jurusita Pengadilan Negeri diangkat dan diberhentikan                oleh     Menteri
      Kehakiman atas usul Ketua Pengadilan Negeri.

(2)   Jurusita    Pengganti   diangkat    dan   diberhentikan   oleh   Ketua     Pengadilan
      Negeri.

                                  Pasal 42

Sebelum memangku jabatannya Jurusita dan Jurusita Pengganti diambil sumpah
atau janjinya menurut agama atau kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan Negeri;
bunyi sumpah atau janji adalah sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh
jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau
cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
siapa pun juga".

"Saya bersumpahlberjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang
Dasar 1945, dan serta undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi
Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya
ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan
berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya
seperti layaknya bagi seorang Jurusita, Jurusita Pengganti yang berbudi baik
dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".

                                   Pasal 43

(1)     Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Jurusita
        tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang
        berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.

(2)     Jurusita tidak boleh merangkap menjadi penasihat hukum.

(3)     Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Jurusita selain jabatan sebagai
        mana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oteh
        Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

                           Bagian Ketiga
                               Sekretaris

                                   Pasal 44

Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Sekretariat yang            dipimpin   oleh
seorang Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.

                                   Pasal 45

Panitera Pengadilan merangkap Sekretaris Pengadilan.

                                   Pasal 46

Untuk    dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri, seorang
calon   harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.      warga negara Indonesia;
b.      bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.      setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d.      berijazah serendah-rendahnya sarjana muda hukum atau sarjana muda
        administrasi;
e.      berpengalaman di bidang administrasi peradilan.

                                   Pasal 47

Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.    syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, b, c, dan e;
b.    berijazah sarjana hukum.

                                   Pasal 48

Wakil   Sekretaris    Pengadilan    diangkat   dan   diberhentikan   oleh   Menteri
Kehakiman.
                               Pasal 49

Sebelum memangku jabatannya Wakil Sekretaris diambil sumpah atau janjinya
menurut agama atau kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan;
bunyi sumpah atau janji adalah sebagai berikut:
Saya bersumpah/berjanji :

"bahwa saya, untuk diangkat menjadi Wakil Sekretaris, akan setia dan taat
sepenuhnya   kepada Pancasila,  Undang-Undang  Dasar  1945,  Negara,  dan
Pemerintah";

"bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab";

"bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah,
dan martabat Wakil Sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara dari pada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan" ;

"bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus saya rahasiakan";

"bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara".

                                BAB III

                   KEKUASAAN PENGADILAN

                               Pasal 50

Pengadilan   Negeri   bertugas   dan   berwenang   memeriksa,   memutus,   dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.

                               Pasal 51

(1)   Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan
      perkara perdata di tingkat banding.

(2)   Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat
      pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan
      Negeri di daerah hukumnya.

                               Pasal 52

(1)   Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat
      tentang hukum kepada instansi Pemerintah di daerahnya, apabila diminta.

(2)   Selain tugas dan kewenangan tersebut dalam Pasal 50 dan Pasal 51,
      Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau
      berdasarkan undang-undang.
                               Pasal 53

(1)   Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan      tugas dan
      tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita       di daerah
      hukumnya.

(2)   Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan
      Tinggi di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya
      peradilan di tingkat Pengadilan Negeri dan menjaga agar peradilan
      diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.

(3)   Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
      ayat (2), Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk, tegoran, dan
      peringatan yang dipandang perlu.

(4)   Pengawasan tersebut dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tidak boleh
      mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Pasal 54

(1)   Ketua Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pekerjaan penasihat
      hukum   dan  notaris   di  daerah   hukumnya,  dan   melaporkan  hasil
      pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan
      Menteri Kehakiman.

(2)   Berdasarkan hasil laporan tersebut dalam ayat (1), Menteri Kehakiman
      dapat melakukan penindakan terhadap penasihat hukum dan notaris yang
      melanggar peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan yang
      bersangkutan, setelah mendengar usul/pendapat Ketua Mahkamah Agung dan
      orpnisasi profesi yang bersangkutan.

(3)   Sebelum Menteri Kehakiman melakukan penindakan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (2), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk
      mengadakan pembelaan diri.

(4)   Tata cara pengawasan dan penindakan serta pembelaan diri sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut
      oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman berdasarkan undang-
      undang.

                                 BAB IV

               KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

                               Pasal 55

Ketua Pengadilan mengatur pembagian tugas para hakim.

                               Pasal 56

Ketua Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat lainnya
yang berhubungan denpn perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis
Hakim untuk diselesaikan.
                                 Pasal 57

Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor
urut, tetapi apabila terdapat perkara tertentu yang karena menyangkut
kepentingan umum harus segera diadili, maka perkara itu didahulukan.

                                 Pasal 58

Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara                      dan
mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.

                                 Pasal 59

Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti bertugas
membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang Pengadilan.

                                 Pasal 60

Dalam perkara perdata,     Panitera      Pengadilan   Negeri    bertugas   melaksanakan
putusan Pengadilan.

                                 Pasal 61

(1)   Panitera wajib membuat daftar semua perkara perdata dan pidana yang
      diterima di Kepaniteraan.

(2)   Dalam daftar perkara tersebut, tiap perkara              diberi   nomor   urut    dan
      dibubuhi catatan singkat tentang isinya.

                                 Pasal 62

Panitera   membuat   salinan   putusan     menurut    ketentuan    undang-undang       yang
berlaku.

                                 Pasal 63

(1)   Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, putusan,
      dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga,
      Surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lainnya yang
      disimpan di Kepaniteraan.

(2)   Semua daftar, catatan, risalah, berita acara serta berkas perkara tidak
      boleh dibawa ke luar dari ruang Kepaniteraan, kecuali atas izin Ketua
      Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.

(3)   Tata cara pengeluaran surat asli, salinan putusan, risalah, berita
      acara, dan akta serta surat-surat lainnya diatur oleh Mahkamah Agung.

                                 Pasal 64

Tugas dan tanggung jawab serta tata keta Kepaniteraan Pengadilan diatur lebih
lanjut oleh Mahkamah Agung.
                                Pasal 65

(1)   Jurusita bertugas :
      a.    melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang;.
      b.    menyampaikan   pengumuman-pengumuman,   tegoran-tegoran,   protes-
            protes, dan pemberitahuan putusan Pengadilan menurut cara-cara
            berdasarkan ketentuan undang-undang;
      c.    Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri;
      d.    membuat berita acara penyitaan, yang salinannya diserahkan kepada
            pihak-pihak yang berkepentingan.

(2)   Jurusita berwenang melakukan tugasya di daerah hukum Pengadilan yang
      bersangkutan.

                                Pasal 66

Ketentuan lebih   lanjut   mengenai     pelaksanaan   tugas   Jurusita   diatur    oleh
Mahkamah Agung.

                                Pasal 67

(1)   Sekretaris Pengadilan    bertugas       menyelenggarakan   administrasi      umum
      Pengadilan.

(2)   Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan                tata     kerja
      Sekretariat diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman.

                                Pasal 68

Ketentuan-ketentuan mengenai hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Umum
diatur dengan undang-undang tersendiri.

                                      BAB V

                    KETENTUAN PERALIHAN

                                Pasal 69

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, semua peraturan Pelaksanaan
yang telah ada mengenai Peradilan Umum dinyatakan tetap berlaku selama
ketentuan baru berdasarkan undang-undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang
peraturan itu tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

                                  BAB VI

                      KETENTUAN PENUTUP

                                Pasal 70

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 13
Tahun 1965 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah
Agung dinyatakan tidak berlaku.
                                 Pasal 71

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

      Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Maret 1986
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Maret 1986
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA


SUDHARMONO, S.H.


                                   PENJELASAN
                                       ATAS
                        UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                               NOMOR 2 TAHUN 1986
                                     TENTANG
                                 PERADILAN UMUM


I.    UMUM

      1.     Di   negara   Republik    Indonesia    sebagai    negara   hukum   yang
             berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 keadilan,
             kebenaran, kepastian hukum, dan ketertiban penyelenggaraan sistem
             hukum   merupakan     hal-hal    pokok   untuk    menjamin    kehidupan
             bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
             Lebih dari itu, hal pokok tersebut merupakan masalah yang sangat
             penting   dalam    usaha   mewujudkan   suasana    perikehidupan   yang
             sejahtera, aman, tenteram, dan tertib seperti yang diamanatkan
             oleh Garis-garis Besar Haluan Negara. Oleh karena itu untuk
             mewujudkannya     dibutuhkan     adanya    lembaga     yang    bertugas
             menyelenggarakan keadilan dengan baik. Salah satu lembaga untuk
             menegakkan kebenaran data mencapai keadilan, ketertiban, dan
             kepastian    hukum    adalah    badan-badan    peradilan    sebagaimana
             dimaksudkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
             ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman, yang masing-masing mempunyai
             lingkup kewenangan mengadili perkara atau sengketa di bidang
             tertentu. Untuk terwujudnya peradilan yang sederhana, cepat,
             tepat, adil, dan dengan biaya ringan sebagaimana ditegaskan oleh
     Undang- undang Nomor 14 Tahun 1970, maka dasar yang selama ini
     berlandaskan pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 mengenai
     kedudukan,   susunan   organisasi,  kekuasaan    tata   kerja, dan
     administrasi pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, perlu
     diganti dan disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 14
     Tahun 1970.
     Dengan   demikian,   Undang-undang  tentang   Peradilan   Umum ini
     merupakan pelaksanaan ketentuan-ketentuan dan asas-asas yang
     tercantum data Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 (Lembaran Negara
     Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951).

2.   Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dalam Undang-
     undang ini dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan
     Tinggi yang berpuncak pada Mahkamah Agung, sesuai dengan prinsip-
     prinsip yang ditentukan oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970.

     Dalam Undang-undang ini diatur susunan, kekuasaan, dan kedudukan
     Hakim serta tata kerja administrasi pada Pengadilan Negeri dan
     Pengadilan Tinggi.

     Pengadilan Negeri merupakan Pengadilan Tingkat Pertama untuk
     memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata
     bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya, kecuali undang-undang
     menentukan lain.

     Pengadilan Tinggi merupakan Pengadilan Tingkat Banding terhadap
     perkara-perkara   yang   diputus   oleh   Pengadilan   Negeri,   dan
     merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai
     sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
     hukumnya. Di samping itu sesuai dengan prinsip diferensiasi" yang
     dicantumkan data Pasal 10 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, maka
     Pengadilan   dilingkungan   Peradilan   Umum   sekaligus   merupakan
     Pengadilan untuk perkara tindak pidana ekonomi, perkara tindak
     pidana anak, perkara pelanggaran lalu lintas jalan, dan perkara
     lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang. Mahkamah Agung
     sebagai Pengadilan Negara Tertinggi diatur dengan undang-undang
     tersendiri.

3.   Mengingat luas lingkup tugas dan berat beban pekerjaan yang harus
     dilaksanakan oleh Pengadilan, maka perlu adanya perhatian yang
     besar terhadap tata cara dan pelaksanaan pengelolaan administrasi
     Pengadilan.

     Hal ini sangat penting, karena bukan saja menyangkut aspek
     ketertiban dalam penyelenggaraan administrasi baik di bidang
     perkara   maupun  di   bidang   kepegawaian,   gaji,  kepangkatan,
     peralatan   kantor,   dan   lain-lainnya,   melainkan  juga    akan
     mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan peradilan itu sendiri.

     Oleh karenanya, penyelenggaraan administrasi Pengadilan dalam
     undang-undang ini dibedakan menurut jenisnya dan dipisahkan
     penanganannya, walaupun dalam rangka koordinasi pertanggung-
     jawaban tetap dibebankan kepada seorang pejabat, yaitu Panitera
     yang merangkap sebagai Sekretaris.
     Selaku Panitera ia menangani administrasi perkara dan hal-hal
     administrasi lain yang bersifat teknis peradilan (yustisial).

     Dalam pelaksanaan tugas ini Panitera dibantu oleh seorang Wakil
     Panitera dan beberapa orang Panitera Muda.

     Selaku   Sekretaris  ia   menangani   administrasi  umum   seperti
     administrasi kepegawaian dan lain sebagainya, sedang dalam
     pelaksanaan tugasnya ia dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.

     Dengan   demikian  staf   kepaniteraan dapat lebih memusatkan
     perhatian terhadap tugas dan fungsinya membantu Hakim dalam
     bidang peradilan, sedangkan tugas administrasi lainnya dapat
     dilaksanakan oleh staf sekretariat.

4.   Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku. Kepala
     Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua
     Mahkamah Agung.

     Sesuai dengan ketentuan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar
     1945 beserta penjelasannya, serta Undang-undang Nomor 14 Tahun
     1970, Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
     untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
     keadilan berdasarkan Pancasila, dan demi terselenggara nya negara
     hukum Republik Indonesia

     Agar Pengadilan bebas dalam memberikan putusannya, perlu ada
     jaminan bahwa baik Pengadilan maupun Hakim dalam melaksanakan
     tugas terlepas dari pengaruh Pemerintah dan pengaruh lainnnya.
     Dalam   setiap  pengangkatan,   pemberhentian,   mutasi,   kenaikan
     pangkat   atau  tindakan/hukuman   administratif   terhadap   Hakim
     Peradilan Umum perlu adanya kerjasama, konsultasi, dan koordinasi
     antara Mahkamah Agung dengan Pemerintah.

     Di samping itu perlu adanya pengaturan tersendiri mengenai
     tunjangan dan ketentuan lain bagi para pejabat peradilan
     khususnya para Hakim; demikian pula pangkat dan gaji diatur
     tersendiri berdasarkan peraturan yang berlaku, sehingga para
     pejabat peradilan tidak mudah dipengaruhi baik moril maupun
     materiil.

     Untuk lebih meneguhkan kehormatan dan kewibawaan Hakim serta
     Pengadilan, maka perlu juga dijaga mutu (keahlian) para Hakim,
     dengan diadakannya syarat-syarat tertentu untuk menjadi Hakim
     yang diatur dalam undang-undang ini, dan diperlukan pembinaan
     sebaik-baiknya dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam
     memeriksa dan memutus perkara.

     Selain itu diadakan juga larangan bagi para Hakim merangkap
     jabatan penasehat hukum, pelaksana putusan Pengadilan, wali,
     pengampu, pengusaha, dan setiap jabatan yang bersangkutan dengan
     suatu perkara yang akan atau sedang diadili olehnya. Selanjutnya
     diadakan pula larangan rangkapan jabatan bagi Panitera dan
     Jurusita.
           Agar peradilan dapat berjalan dengan efektif, maka      Pengadilan
           Tinggi diberi tugas pengawasan terhadap Pengadilan      Negeri di
           daerah hukumnya.

           Hal ini akan meningkatkan koordinasi antar Pengadilan Negeri di
           daerah hukum suatu Pengadilan Tinggi yang bermanfaat bagi rakyat
           pencari keadilan, karena Pengadilan Tinggi dalam melakukan
           pengawasan tersebut dapat memberikan petunjuk, tegoran, dan
           peringatan.

           Selain itu pekerjaan dan kewajiban Hakim secara langsung dapat
           diawasi sehingga jalannya peradilan yang sederhana, cepat, tepat,
           adil, dan dengan biaya ringan akan lebih terjamin.

           Petunjuk-petunjuk yang menimbulkan persangkaan keras, bahwa
           seorang Hakim telah melakukan perbuatan tercela dipandang dari
           sudut kesopanan dan kesusilaan, atau telah melakukan kejahatan,
           atau kelalaian yang berulang kali dalam pekerjaannya, dapat
           mengakibatkan bahwa ia diberhentikan tidak dengan hormat oleh
           Presiden selaku Kepala Negara, setelah ia diberi kesempatan
           membela diri. Hal ini dicantumkan dengan tegas dalam undang-
           undang ini, mengingat luhur dan mulianya tugas Hakim; sedangkan
           apabila ia melakukan perbuatan tercela dalam kedudukannya sebagai
           pegawai negeri, baginya tetap berlaku ancaman yang ditetapkan
           dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30. Tahun 1980 tentang Peraturan
           Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
      Cukup jelas
Pasal 2
      Di samping peradilan yang berlaku bagi rakyat pencari keadilan pada
      umumnya mengenai perkara perdata dan pidana, ada pelaksana Kekuasaan
      Kehakiman lain yang merupakan peradilan khusus bagi golongan rakyat
      tertentu atau perkara tertentu yaitu Peradilan Agama, Peradilan
      Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Yang dimaksud dengan rakyat
      pencari keadilan ialah setiap orang, warga negara Indonesia atau bukan,
      yang mencari keadilan pada Pengadilan di Indonesia.
Pasal 3
      Cukup jelas
Pasal 4
      Ayat (1)
            Pada dasarnya tempat kedudukan Pengadilan Negeri ada di Kotamadya
            atau di Ibukota Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
            Kotamadya/Kabupaten, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan
            adanya pengecualian.
      Ayat (2)
            Cukup jelas
Pasal 5
      Cukup jelas
Pasal 6
      Cukup jelas
Pasal 7
      Usul pembentukan Pengadilan Negeri diajukan oleh Menteri Kehakiman
      berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 8
        Yang    dimaksud    dengan    "diadakan    pengkhususan"    ialah   adanya
        diferensiasi/spesialisasi    di   lingkungan   Peradilan   Umum,  misalnya
        Pengadilan Lalu lintas Jalan, Pengadilan Anak, Pengadilan Ekonomi,
        sedangkan yang dimaksud dengan "yang diatur dengan undang-undang"
        adalah susunan, kekuasaan, dan hukum acaranya.
Pasal   9
        Cukup jelas
Pasal   10
        Cukup jelas
Pasal   11
        Cukup jelas
Pasal   12
        Cukup jelas
Pasal   13
        Ayat (1)
              Hakim adalah pegawai negeri sehingga baginya berlaku Undang-
              undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Oleh
              karena itu Menteri Kehakiman wajib melakukan pembinaan dan
              pengawasan terhadap Hakim dalam rangka mencapai daya guna dan
              hasil guna sebagaimana lazimnya bagi pegawai negeri.
        Ayat (2)
              Cukup jelas
Pasal   14
        Cukup jelas
Pasal   15
        Cukup jelas
Pasal   16
        Cukup jelas
Pasal   17
        Ayat (1)
              Pada waktu pengambilan sumpah/janji diucapkan kata-kata tertentu
              sesuai dengan Agama masing-masing, misalnya untuk penganut Agama
              Islam "Demi Allah" sebelum lafal sumpah dan untuk Agama
              Kristen/Katolik kata-kata 'Kiranya Tuhan akan menolong saya"
              sesudah lafal sumpah.
        Ayat (2)
              Cukup jelas
        Ayat (3)
              Cukup jelas
        Ayat (4)
              Cukup jelas
Pasal   18
        Cukup jelas
Pasal   19
        Ayat (1)
              Pemberhentian dengan hormat Hakim Pengadilan atas permintaan
              sendiri, mencakup pengertian pengunduran diri dengan alasan Hakim
              yang bersangkutan tidak berhasil menegakkan hukum data lingkungan
              rumah   tagganya   sendiri.   Pada   hakekatnya   situasi,  kondisi,
              suasana, dan keteraturan hidup di rumah tangga setiap Hakim
              Pengadilan merupakan salah satu faktor yang penting peranannya
              dalam usaha membantu meningkatkan citra dan wibawa seorang Hakim
              itu sendiri. Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani
              terus menerus" ialah yang menyebabkan si penderita ternyata tidak
              mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik. Yang
              dimaksud dengan "tidak cakap" ialah misalnya yang bersangkutan
              banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.
        Ayat (2)
              Cukup jelas
Pasal   20
        Ayat (1)
              Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dipidana dengan pidana
              penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. Yang dimaksud dengan
              "melakukan   perbuatan    tercela"   ialah   apabila   Hakim   yang
              bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di
              dalam maupun di luar Pengadilan merendahkan martabat Hakim. Yang
              dimaksud dengan "tugas pekerjaan" ialah semua tugas yang
              dibebankan kepada yang bersangkutan.
        Ayat (2)
              Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan
              dipidana   karena   melakukan    tindak  pidana   kejahatan,   yang
              bersangkutan tidak diberi kesempatan untuk membela diri, kecuali
              apabila dipidana penjara yang dijatuhkan kepadanya itu kurang
              dari 3 (tiga) bulan.
        Ayat (3)
              Cukup jelas
Pasal   21
        Seorang Hakim tidak boleh diberhentikan dari kedudukannya sebagai
        pegawai negeri sebelum diberhentikan dari jabatannya sebagai Hakim.
        Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, Hakim
        bukan jabatan dalam bidang eksekutif. Oleh sebab itu pemberhentiannya
        harus tidak sama dengan pegawai negeri lainnya.
Pasal   22
        Cukup jelas
Pasal   23
        Cukup jelas
Pasal   24
        Cukup jelas
Pasal   25
        Ayat (1)
              Cukup jelas
        Ayat (2)
              Pangkat dan gaji Hakim diatur tersendiri berdasarkan peraturan
              yang berlaku. Yang dimaksud dengan ketentuan lain adalah hal-hal
              yang antara lain menyangkut kesejahteraan seperti rumah dinas,
              dan kendaraan dinas.
Pasal   26
        Cukup jelas
Pasal   27
        Cukup jelas
Pasal   28
        Yang dimaksud dengan "Sarjana Muda Hukum" termasuk mereka yang telah
        mencapai tingkat pendidikan hukum sederajat dengan sarjana muda, dan
        dianggap cakap untuk jabatan itu. Masa pengalaman disesuaikan dengan
        eselon, pangkat, dan syarat- syarat lain yang berkaitan. Alih jabatan
        dari   Pengadilan   Tinggi   ke   Pengadilan   Negeri   atau   sebaliknya
        dimungkinkan dalam eselon yang sama.
Pasal   29
        Sama dengan penjelasan tentang masa pengalaman pada Pasal 28.
Pasal   30
        Sama dengan penjelasan Pasal 29
Pasal   31
        Cukup jelas
Pasal   32
      Cukup jelas
Pasal 33
      Cukup jelas
Pasal 34
      Cukup jelas
Pasal 35
      Cukup jelas
Pasal 36
      Ketentuan ini berlaku juga bagi Wakil Panitera, Panitera Muda, dan
      Panitera Pengganti.
Pasal 37
      Pengangkatan atau pemberhentian Panitera, Wakil Panitera, Panitera
      Muda, dan Panitera Pengganti dapat juga dilakukan berdasarkan usul
      Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
Pasal 38
      Sama dengan penjelasan Pasal 17 ayat (1)
Pasal 39
      Cukup jelas
Pasal 40
      Cukup jelas
Pasal 41
      Cukup jelas
Pasal 42
      Sama dengan penjelasan Pasal 17 ayat (1)
Pasal 43
      Cukup jelas
Pasal 44
      Cukup jelas
Pasal 45
      Cukup jelas
Pasal 46
      Cukup jelas
Pasal 47
      Cukup jelas
Pasal 48
      Pengangkatan atau pemberhentian Wakil Sekretaris Pengadilan dapat juga
      dilakukan berdasarkan usul Ketua Pengadilan atau Kepala Kantor Wilayah
      Departemen Kehakiman yang bersangkutan.
Pasal 49
      Sama dengan penjelasan Pasal 17 ayat (1)
Pasal 50
      Cukup jelas
Pasal 51
      Cukup jelas
Pasal 52
      Ayat (1)
            Pemberian keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum,
            dikecualikan dalam hal-hal yang berhubungan dengan perkara yang
            sedang atau akan diperiksa di Pengadilan.
      Ayat (2)
            Cukup jelas
Pasal 53
      Ayat (1)
            Cukup jelas
      Ayat (2)
            Yang dimaksud dengan "seksama dan sewajarnya" ialah antara lain
            bahwa penyelenggaraan peradilan harus dilakukan sesuai dengan
              ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yaitu dilakukan
              dengan cepat, sederhana, dan dengan biaya
        Ayat (3)
              Cukup jelas
        Ayat (4)
              Cukup jelas
Pasal   54
        Cukup jelas
Pasal   55
        Cukup jelas
Pasal   56
        Cukup jelas
Pasal   57
        Yang berwenang menentukan bahwa suatu perkara menyangkut kepentingan
        umum adalah Ketua Pengadilan.
Pasal   58
        Cukup jelas
Pasal   59
        Berdasarkan catatan Panitera disusun berita acara persidangan.
Pasal   60
        Cukup jelas
Pasal   61
        Cukup jelas
Pasal   62
        Cukup jelas
Pasal   63
        Ayat (1)
              Cukup jelas
        Ayat (2)
              Yang dimaksud dengan "dibawa keluar" meliputi segala bentuk dan
              cara apapun juga yang memindahkan isi daftar, catatan, risalah,
              berita acara serta berkas perkara, agar tidak jatuh ketangan
              pihak yang tidak berhak.

        --------------------------------

                                 CATATAN

Kutipan:     LEMBARAN NEGARA DAN   TAMBAHAN   LEMBARAN   NEGARA   TAHUN   1986   YANG
             TELAH DICETAK ULANG


Silahkan download versi PDF nya sbb:
peradilan_umum_(uu_2_thn_1986)_2.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uud no 2/1986 tugas dan wewenang... Syatat dan ketentuan pindah sekolah. antar propinsi. Psl 52 ayat 2 bab kekuasaan pengadilan uu no.2/1986).

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.