Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2002
  • » Undang-Undang Pengesahan Treaty On Principles Governing The Activities Of States In The Exploration And Use Of Outer Space, Including The Moon And Other Celestial Bodies, 1967 (traktat Mengenai (UU 16 thn 2002)

2002

Undang-Undang Pengesahan Treaty On Principles Governing The Activities Of States In The Exploration And Use Of Outer Space, Including The Moon And Other Celestial Bodies, 1967 (traktat Mengenai (UU 16 thn 2002)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Pengesahan Treaty On Principles Governing The Activities Of States In The Exploration And Use Of Outer Space, Including The Moon And Other Celestial Bodies, 1967 (traktat Mengenai :
                   UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 16 TAHUN 2002
                                  TENTANG
  PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES
   IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND
       OTHER CELESTIAL BODIES, 1967 (TRAKTAT MENGENAI PRINSIP-PRINSIP
        YANG MENGATUR KEGIATAN NEGARA-NEGARA DALAM EKSPLORASI
             DAN PENGGUNAAN ANTARIKSA, TERMASUK BULAN DAN
                    BENDA-BENDA LANGIT LAINNYA, 1967)

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang   :   a. bahwa tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam alinea IV
                   Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap
                   bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
                   memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
                   dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
                   kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
            b. bahwa untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, Indonesia telah secara
                  aktif melakukan berbagai kegiatan dalam pemanfaatan dan
                  pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa, termasuk
                  pembahasan masalah antariksa di fora internasional;
            c. bahwa berdasarkan Resolusi Majelis Umum Nomor 2222 (XXI), tanggal 9
                  Desember 1966, Perserikatan Bangsa- Bangsa telah mengesahkan
                  secara aklamasi Treaty on Principles Governing the Activities of States
                  in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and
                  Other Celestial Bodies, 1967 (Traktat mengenai Prinsip-Prinsip yang
                  Mengatur Kegiatan Negara-Negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan
                  Antariksa, Termasuk Bulan dan Benda-Benda Langit Lainnya, 1967),
                  disingkat Outer Space Treaty, 1967 (Traktat Antariksa, 1967), yang
                  telah ditandatangani pula oleh Indonesia pada tanggal 27 Januari
                  1967 di London, Moscow, dan Washington;

                d. bahwa Indonesia memahami kedudukan Traktat Antariksa, 1967
                   sebagai induk perjanjian keantariksaan lainnya, yang tidak
                   bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
                   serta sejalan dengan Konsepsi Kedirgantaraan Nasional untuk
                   memantapkan dukungan bagi kepastian hukum, baik secara nasional
                   maupun internasional;
            e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk
                  Undang-Undang tentang Pengesahan Treaty on Principles Governing
                  the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space,
                  including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 (Traktat
                       mengenai Prinsip-Prinsip yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara
                       dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan dan
                       Benda-Benda Langit Lainnya, 1967);


Mengingat    :     1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1), (2), (4), dan (5)
                      Undang-Undang Dasar 1945;
             2. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
                   (Lembaran Negara RI Nomor 185 Tahun 2000, Tambahan Lembaran
                   Negara RI Nomor 4012);


                           Dengan persetujuan bersama antara

                 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                    dan
                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                                     MEMUTUSKAN :

Menetapkan   :        UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN TREATY           ON
                   PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE
                   EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON
                   AND OTHER CELESTIAL BODIES, 1967 (TRAKTAT MENGENAI
                   PRINSIP-PRINSIP YANG MENGATUR KEGIATAN NEGARA-NEGARA
                   DALAM EKSPLORASI DAN PENGGUNAAN ANTARIKSA, TERMASUK
                   BULAN DAN BENDA-BENDA LANGIT LAINNYA, 1967).

                                          Pasal 1
                   Mengesahkan Treaty on Principles Governing the Activities of States in the
                   Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other
                   Celestial Bodies, 1967 (Traktat mengenai Prinsip-Prinsip yang Mengatur
                   Kegiatan Negara-Negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa,
                   Termasuk Bulan dan Benda-Benda Langit Lainnya, 1967) yang salinan
                   naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa
                   Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak
                   terpisahkan dari Undang-Undang ini.

                                          Pasal 2
                   Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

             Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
                Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
                Indonesia.

                                                             Disahkan di Jakarta
                                                          pada tanggal 17 April 2002

                                                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                                                 ttd.
                                                      MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
                                    Diundangkan di Jakarta
                                   pada tanggal 17 April 2002


                                SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
                                        INDONESIA,


                                              ttd.

                                     BAMBANG KESOWO




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 34
                                   PENJELASAN
                                       ATAS
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                              NOMOR 16 TAHUN 2002
                                     TENTANG
     PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES
      IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND
          OTHER CELESTIAL BODIES, 1967 (TRAKTAT MENGENAI PRINSIP-PRINSIP
           YANG MENGATUR KEGIATAN NEGARA-NEGARA DALAM EKSPLORASI
                DAN PENGGUNAAN ANTARIKSA, TERMASUK BULAN DAN
                       BENDA-BENDA LANGIT LAINNYA, 1967)

I.    UMUM

      Dirgantara merupakan ruang di atas permukaan bumi beserta benda alam yang terdapat di
      dalamnya, dan berawal dari ruang udara hingga mencakup antariksa yang meninggi dan
      meluas tanpa batas. Berdasarkan ketentuan internasional, ruang udara tunduk kepada
      kedaulatan negara kolong, sedangkan antariksa merupakan kawasan kemanusiaan.
      Dirgantara mengandung berbagai sumber daya alam yang tidak ditemukan di daratan dan
      di perairan. Ini berarti dirgantara dapat berperan sebagai komplemen, substitusi, alternatif,
      atau bahkan dalam hal-hal tertentu merupakan pilihan satu-satunya bagi pemenuhan
      kebutuhan umat manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup.
      Dengan ciri-ciri tersebut, dirgantara, khususnya antariksa, dapat digunakan untuk
      menempatkan berbagai satelit guna menunjang kegiatan telekomunikasi, navigasi,
      penginderaan jauh untuk pemantauan sumber daya alam dan lingkungan, prakiraan iklim,
      lingkungan, dan cuaca. Selain itu, antariksa juga merupakan media yang sangat strategis
      untuk mendukung penyelenggaraan transportasi. Dalam hal demikian, antariksa memiliki
      sifat-sifat khusus yang perlu dimanfaatkan secara arif untuk kepentingan kemanusiaan.
                        Dalam pendayagunaan dirgantara, bangsa Indonesia telah
         mengembangkan Konsepsi Kedirgantaraan Nasional sebagai cara pandang bahwa
         wilayah daratan, perairan, dan dirgantara adalah merupakan satu kesatuan yang utuh,
         dan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan bangsa Indonesia, serta
         untuk kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia. Selain itu, dalam
         Konsepsi tersebut bangsa Indonesia juga memandang bahwa dirgantara merupakan
         bagian integral dan menjadi dimensi ketiga dari kawasan kepentingan hidupnya, yaitu
         ruang udara sebagai wilayah kedaulatan dan antariksa sebagai kawasan kepentingan
         nasional.
      Sehubungan cara pandang tersebut di atas, maka antariksa, sebagai kawasan
      kepentingan nasional, dipandang sebagai ruang gerak, media, dan sumberdaya yang
      harus didayagunakan dan dilestarikan untuk mencapai tujuan nasional sebagai
      diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
      Dalam rangka pengaturan mengenai pemanfaatan dan pendayagunaan antariksa telah
      ditetapkan perjanjian internasional, yaitu Treaty on Principles Governing the Activities of
      States in The Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial
      Bodies, 1967, disingkat Outer Space Treaty, 1967 dan selanjutnya disebut Traktat
      Antariksa, 1967, yang merupakan induk dari pengaturan internasional keantariksaan.
      Traktat Antariksa, 1967 mulai berlaku sebagai hukum internasional sejak 10 Oktober 1967.
      Indonesia telah menandatangani perjanjian tersebut pada tanggal 27 Januari 1967 di
      London, Moscow dan Washington. Sebagai negara yang telah aktif melaksanakan
      kegiatan keantariksaan, Indonesia telah mengesahkan 3 (tiga) perjanjian internasional di
      bidang keantariksaan yaitu: (i) Agreement on the Rescue of Astronauts, the Return of
      Astronauts and the Return of Objects Launched into Outer Space, 1968 (Rescue
      Agreement, 1968), melalui Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1999, tanggal 8 Januari
1999 (ii) Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects, 1972
(Liability Convention, 1972), melalui Keputusan Presiden Nomor 20 tahun 1996, tanggal 27
Pebruari 1996, dan (iii) Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space,
1975 (Registration Convetion, 1975), melalui Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1997,
tanggal 12 Maret 1997.


1. Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan Traktat Antariksa, 1967

          Dalam proses penyusunan Traktat Antariksa, 1967, United Nations Committee
   on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) telah menyepakati beberapa
   resolusi yang penting, antara lain : Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1884
   (XVIII), 17 Oktober 1963, tentang Masalah Perlucutan Senjata Secara Umum dan
   Lengkap (Question of General and Complete Disarmament) dan Resolusi Nomor 1962
   (XVIII), 13 Desember 1963 tentang Prinsip-Prinsip Hukum yang Mengatur Kegiatan
   Negara-Negara dalam Ekplorasi dan Penggunaan Antariksa (Declaration of Legal
   Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer
   Space).
          Negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris dan Belgia
   mengajukan konsep prinsip-prinsip tentang kegiatan negara-negara dalam eksplorasi
   dan penggunaan antariksa termasuk benda-benda langit lainnya di antariksa. Konsep-
   konsep ini pada dasarnya berpedoman pada substansi yang dimuat dalam beberapa
   resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa di bidang keantariksaan yang telah diterima
   sebagaimana tersebut di atas.
                Tujuan pembentukan Traktat Antariksa, 1967 adalah untuk (i) mendorong
   kemajuan kegiatan eksplorasi dan pendayagunaan antariksa untuk maksud damai, (ii)
   meningkatkan upaya eksplorasi dan penggunaan antariksa untuk kemanfaatan semua
   bangsa tanpa memandang tingkat perkembangan ekonomi ataupun ilmu pengetahuan,
   (iii) memperluas kerja sama internasional, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan
   teknologi maupun aspek hukum, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan
   eksplorasi serta penggunaan antariksa untuk maksud-maksud damai.


2. Manfaat Indonesia Mengesahkan Traktat Antariksa, 1967
Manfaat pengesahan Traktat Antariksa, 1967 mencakup antara lain :
    a. Meletakkan landasan dan sumber hukum internasional yang berlaku sebagai
        hukum nasional yang mengikat, terutama dalam rangka kegiatan pemanfaatan dan
        pendayagunaan antariksa yang bersifat internasional;
    b. Memberikan dukungan bagi terwujudnya kerangka dan sistem hukum antariksa
        nasional serta memperkukuh status dan kedudukan perjanjian internasional
        keantariksaan yang telah disahkan Indonesia;
    c. Menetapkan landasan hukum bagi penyusunan peraturan perundang-undangan
        yang akan mengatur berbagai aspek kegiatan keantariksaan di Indonesia;
    d. Mengukuhkan landasan dan dasar yang lebih mantap bagi sikap dan posisi
       Indonesia dalam pembentukan perjanjian internasional lain di bidang
       keantariksaan serta keikutsertaan Republik Indonesia dalam berbagai perjanjian
       internasional tersebut;
    e. Memantapkan dukungan terhadap kepentingan Indonesia dalam pengembangan
       industri keantariksaan, baik yang dikembangkan oleh pemerintah maupun pihak
       swasta nasional;
    f. Menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pengembangan dan pendayagunaan
       antariksa khususnya yang melibatkan pihak swasta dalam bentuk, wujud, dan sifat
       yang beragam;
   g. Memberikan landasan yang lebih kuat dalam mendorong upaya alih teknologi
      melalui kerja sama di bidang keantariksaan, baik secara bilateral maupun
      multilateral.


3. Pokok-Pokok Isi Traktat Antariksa, 1967
Traktat Antariksa, 1967 terdiri atas Pembukaan dan 17 pasal yang memuat prinsip-prinsip
    pokok yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan larangan bagi negara-negara dalam
    melaksanakan kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa, termasuk bulan dan
    benda-benda langit lainnya, yaitu :


   a. Kebebasan Eksplorasi dan Penggunaaan Antariksa
      Semua negara bebas melakukan eksplorasi dan penggunaan antariksa tanpa
      diskriminasi berdasarkan asas persamaan dan sesuai dengan hukum internasional.
      Negara-negara bebas melakukan akses pada benda-benda langit.


   b. Status Hukum Antariksa
      Sebagai kawasan kemanusiaan (the province of all mankind), antariksa tidak tunduk
      pada kepemilikan nasional, baik atas dasar tuntutan kedaulatan, penggunaan,
      pendudukan, maupun dengan cara-cara lainnya.


  c. Berlakunya Hukum Internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
     terhadap Antariksa
      Kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa termasuk bulan dan benda-benda
      langit lainnya tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum internasional, termasuk
      Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa demi memelihara perdamaian dan keamanan
      internasional serta memajukan kerja sama dan saling pengertian internasional.


   d. Pemanfaatan Antariksa untuk Kepentingan Semua Negara dan Maksud Damai.
      Kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa harus dilaksanakan demi untuk
      kemanfaatan (benefits) dan kepentingan (interests) semua negara tanpa
      memandang tingkat ekonomi atau perkembangan ilmu pengetahuan dan
      teknologinya untuk maksud-maksud damai.
      Untuk menjamin penggunaan antariksa bagi maksud-maksud damai, setiap negara
      pihak dilarang meluncurkan benda-benda yang membawa senjata nuklir atau
      senjata perusak masal lainnya, membangun persenjataan tersebut di orbit sekeliling
      bumi dan benda-benda langit, atau menempatkannya di antariksa.
      Negara-negara pihak juga dilarang untuk membangun pangkalan militer, instalasi
      dan perbentengan, serta percobaan segala bentuk senjata dan tindakan manuver
      militer pada benda-benda langit. Selain itu, diterapkan pula asas yang mengutuk
      tindakan propaganda yang dimaksudkan untuk atau diperkirakan dapat merangsang
      atau mendorong timbulnya ancaman maupun gangguan terhadap perdamaian atau
      dilakukannya tindakan agresi. Namun, penggunaan peralatan maupun personil
      militer untuk maksud-maksud damai tidak dilarang.


         e. Perlindungan terhadap Antariksawan
      Antariksawan merupakan duta kemanusiaan. Apabila antariksawan mengalami
      kecelakaan, kesulitan, atau pendaratan darurat di wilayah negara lain atau di laut
      bebas, maka negara tersebut harus memberikan bantuan yang diperlukan dan
      mengembalikan antariksawan termasuk benda antariksa tersebut ke negaranya.
   f. Tanggung Jawab Negara Secara Internasional
       Setiap Negara Pihak memikul kewajiban secara internasional atas kegiatan
       antariksa nasionalnya, baik yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah maupun
       nonpemerintah, dan menjamin kegiatan nasionalnya dilaksanakan sesuai dengan
       ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Traktat Antariksa, 1967. Badan-badan
       nonpemerintah (swasta) yang hendak melaksanakan kegiatan antariksa harus
       mendapatkan otorisasi dan pengawasan secara terus menerus oleh negara yang
       bersangkutan.
       Negara peluncur bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kegiatan
       benda antariksanya yang dilakukan oleh negara, badan hukum, warga negaranya
       dan organisasi internasional di mana negara tersebut ikut serta.


               g. Yurisdiksi dan Pengawasan
      Setiap Negara Pihak yang memiliki dan mendaftarkan benda antariksa tetap
      mempunyai yurisdiksi dan wewenang untuk mengawasi benda antariksa yang
      diluncurkannya serta personel di dalamnya. Kepemilikan benda antariksa atau
      bagian komponennya tidak dipengaruhi oleh keberadaannya di antariksa atau di
      benda-benda langit atau pada saat objek antariksa tersebut kembali ke bumi.


               h. Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan
      Setiap Negara Pihak yang melaksanakan kegiatan antariksa harus mencegah
      terjadinya bahaya kontaminasi dan perubahan yang dapat merusak
      lingkungan,termasuk lingkungan di bumi. Apabila suatu negara mengetahui bahwa
      kegiatan atau percobaan yang dilakukannya atau warga negaranya akan
      membahayakan atau mengganggu kegiatan negara lain, maka negara yang
      melaksanakan kegiatan tersebut harus melakukan konsultasi internasional. Negara
      Pihak mempunyai kesempatan untuk ikut mengawasi setiap kegiatan suatu negara
      yang diperkirakan dapat menimbulkan ancaman terhadap kegiatan eksplorasi dan
      penggunaan antariksa untuk maksud damai.


   i. Kerja Sama Internasional
       Dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa, Negara Pihak
       harus berpedoman pada prinsip-prinsip kerja sama dan saling membantu, serta
       harus memperhatikan kepentingan yang serupa dari Negara Pihak lainnya. Untuk
       itu Negara Pihak harus memberikan kemudahan, mendorong dan meningkatkan
       kerja sama dan saling pengertian internasional. Selain itu, dalam rangka
       meningkatkan kerja sama internasional tersebut, Negara Pihak harus
       mempertimbangkan hak akses dari Negara Pihak lain berdasarkan asas persamaan
       dan timbal balik.
       Negara Pihak yang melakukan kegiatan di antariksa termasuk bulan dan benda
       langit lainnya sepakat untuk memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal
       Perserikatan Bangsa-Bangsa, masyarakat umum dan kalangan ilmiah, sejauh hal
       itu dimungkinkan dan dapat dilaksanakan, tentang sifat, perilaku, lokasi dan hasil-
       hasil dari kegiatan tersebut. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
       setelah menerima pemberitahuan tersebut, harus segera menyebarluaskannya
       dengan cara-cara yang paling efektif.


4. Peraturan Perundang-undangan Nasional yang Berkaitan dengan Traktat
     Antariksa, 1967.
        Traktat Antariksa, 1967 sejalan dengan peraturan perundang-undangan nasional yang
        terkait antara lain:
         a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
             Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran
             Negara Nomor 3501).
        b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan
             United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka
             Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim (Lembaran
             Negara Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3557).
         c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang
             Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
             Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699).
         d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang
             Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan
             Lembaran Negara Nomor 3881).
        e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
             Negara RI (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran
             Negara Nomor 4169).



II.   PASAL DEMI PASAL


      Pasal 1


       Yang disahkan dengan Undang-Undang ini adalah Treaty on Principles Governing the
       Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and
       Other Celestial Bodies, 1967 (Traktat mengenai Prinsip-Prinsip yang Mengatur Kegiatan
       Negara-Negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan dan
       Benda-Benda Langit Lainnya, 1967).
         Untuk kepentingan permasyarakatannya, salinan naskah asli beserta lampirannya
       dalam bahasa Inggris, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan apabila terjadi
       perbedaan pengertian terhadap terjemahan dalam bahasa Indonesia, maka
       dipergunakan salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris.


       Pasal 2


         Cukup jelas.



          TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4195


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_treaty_on_principles_governing_the_act_16.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
Artikel Terkait (10)
FIND US ON FACEEBOOK