Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 1999
  • » Undang-Undang Pengesahan Ilo Convention No. 105 Concerning The Abolition Of Forced Labour (konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa) (UU 19 thn 1999)

1999

Undang-Undang Pengesahan Ilo Convention No. 105 Concerning The Abolition Of Forced Labour (konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa) (UU 19 thn 1999)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Ilo Convention No. 105 Concerning The Abolition Of Forced Labour (konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa) :
                       UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 19 TAHUN 1999
                                  TENTANG

                      PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105
                  CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR
               (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA)

                      DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

   a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
      Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
      serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum,
      sehingga segala bentuk kerja paksa harus dihapuskan;
   b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati,
      menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-
      Bangsa, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948, Deklarasi Philadelphia
      Tahun 1944, dan Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO);
   c. bahwa Konferensi Ketenagakerjaan Internasional keempat puluh tanggal 25 Juni 1957 di
      Jenewa, Swiss, telah menyetujui ILO Convention No. 105 concerning the Abolition of
      Forced Labour (Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa);
   d. bahwa ketentuan Konvensi tersebut selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk
      secara terus menerus menegakkan dan memajukan pelaksanaan hak-hak dasar pekerja
      dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
   e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, b, c, dan d, dipandang perlu
      mengesahkan ILO Convention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour
      (Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa) dengan Undang-undang;

Mengingat :

   1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945;
   2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998
      tentang Hak Asasi Manusia;

                             Dengan persetujuan
                 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                               MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN ILO CONVEN-TION NO. 105 CONCERNING
THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN
KERJA PAKSA).

                                         Pasal 1

Mengesahkan ILO Convention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO
mengenai Penghapusan Kerja Paksa) yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Undang-undang ini.

                                         Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

        ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE




Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

     ttd.
AKBAR TANDJUNG




           LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 55



                                  PENJELASAN
                                     ATAS
                        UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                              NOMOR 19 TAHUN 1999

                                  TENTANG
                     PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105
                 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR
              (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA)
I. UMUM

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar sejak
dilahirkan, sehingga tidak ada manusia atau pihak lain yang dapat merampas hak tersebut. Hak
asasi manusia diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang disetujui PBB Tahun
1948, Deklarasi ILO di Philadelphia Tahun 1944, dan Konstitusi ILO. Dengan demikian semua
negara di dunia secara moral dituntut untuk menegakkan, dan melindungi hak tersebut. Salah
satu bentuk hak asasi adalah kebebasan untuk secara sukarela melakukan suatu pekerjaan.
Jaminan kebebasan tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan telah diatur dalam UUD
1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Ketentuan tersebut telah diatur dalam
Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya.

Sebagai anggota PBB dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour
Organization (ILO), Indonesia menghargai, menjunjung tinggi dan berupaya menerapkan
keputusan-keputusan kedua lembaga internasional dimaksud.

Konvensi ILO No. 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa yang disetujui pada Konferensi
Ketenagakerjaan Internasional keempat puluh tanggal 25 Juni 1957 di Jenewa merupakan
bagian dari perlindungan hak asasi pekerja. Konvensi ini meminta setiap negara anggota ILO
untuk menghapuskan dan melarang kerja paksa yang digunakan sebagai :

   a. alat penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman atas pemahaman atau
      pengungkapan pandangan politik atau ideologi yang bertentangan dengan sistem politik,
      sosial, dan ekonomi yang berlaku;
   b. cara mengerahkan dan menggunakan tenaga kerja untuk tujuan pembangunan ekonomi;
   c. alat untuk mendisiplinkan pekerja;
   d. hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;
   e. cara melakukan diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.

II. POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI

   1. Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 mengenai Kerja Paksa meminta semua negara
      anggota ILO melarang semua bentuk kerja paksa atau wajib kerja kecuali melakukan
      pekerjaan yang berkaitan dengan wajib militer, wajib kerja dalam rangka pengabdian
      sebagai warga negara, wajib kerja menurut keputusan pengadilan, wajib melakukan
      pekerjaan dalam keadaan darurat atau wajib kerja sebagai bentuk kerja gotong royong.
   2. Dalam penerapan Konvensi No. 29 Tahun 1930 tersebut ditemukan berbagai bentuk
      penyimpangan. Oleh sebab itu dirasakan perlu menyusun dan mengesahkan konvensi
      yang secara khusus melarang siapapun mempekerjakan seseorang secara paksa dalam
      bentuk mewajibkan tahanan politik untuk bekerja, mengerahkan tenaga kerja dengan
      dalih untuk pembangunan ekonomi, mewajibkan kerja untuk mendisiplinkan pekerja,
      menghukum pekerja atas keikutsertaannya dalam pemogokan atau melakukan
      diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.

III. ALASAN INDONESIA MENGESAHKAN KONVENSI MENJADI UNDANG-UNDANG

   1. Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan Undang-Undang
      Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum nasional, menjunjung tinggi harkat dan
      martabat pekerja sebagaimana tercermin dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan
      Beradab. Azas ini merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad
        untuk mencegah, melarang, dan menghapuskan segala bentuk kerja paksa sesuai
        dengan ketentuan Konvensi ini.
   2.   Dalam rangka pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945,
        Indonesia telah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
        pencegahan dan pelarangan segala bentuk kerja paksa yang tidak manusiawi dan
        merendahkan martabat pekerja.
   3.   Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui Ketetapan Nomor
        XVII/MPR/1998 menugasi Presiden dan DPR untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB
        yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Disamping itu
   4.   Presiden Republik Indonesia telah ikut menandatangani Keputusan Pertemuan Tingkat
        Tinggi mengenai Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun 1995. Keputusan
        pertemuan tersebut antara lain mendorong anggota PBB meratifikasi tujuh konvensi ILO
        yang memuat hak-hak dasar pekerja, termasuk Konvensi No. 105 Tahun 1957 mengenai
        Penghapusan Kerja Paksa.
   5.   ILO dalam Sidang Umumnya yang ke-86 di Jenewa bulan Juni 1998 telah menyepakati
        Deklarasi ILO mengenai Prinsip dan Hak-hak Dasar di Tempat Kerja. Deklarasi tersebut
        menyatakan bahwa setiap negara wajib menghormati dan mewujudkan prinsip-prinsip
        ketujuh Konvensi Dasar ILO.
   6.   Dalam pengamalan Pancasila dan penerapan peraturan perundang-undangan masih
        dirasakan adanya penyimpangan. Oleh karena itu pengesahan Konvensi ini
        dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan hukum secara efektif sehingga akan
        lebih menjamin perlindungan hak pekerja dari setiap bentuk pemaksaan kerja.
   7.   Pengesahan Konvensi ini menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memajukan dan
        melindungi hak-hak dasar pekerja khususnya hak untuk bebas dari kerja paksa. Hal ini
        akan lebih meningkatkan citra positif Indonesia dan memantapkan kepercayaan
        masyarakat internasional terhadap Indonesia.

IV. POKOK-POKOK KONVENSI

   1. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini harus melarang dan tidak boleh
      menggunakan setiap bentuk kerja paksa sebagai alat penekanan politik, alat pengerahan
      untuk tujuan pembangunan, alat mendisiplinkan pekerja, sebagai hukuman atas
      keterlibatan dalam pemogokan dan sebagai tindakan diskriminasi.
   2. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini harus mengambil tindakan yang
      menjamin penghapusan kerja paksa dengan segera dan menyeluruh.
   3. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi harus melaporkan pelaksanaannya.

V. PASAL DEMI PASAL

                                          Pasal 1

Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia, maka
yang berlaku adalah naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggeris.

                                          Pasal 2

Cukup jelas




          TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3834


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_ilo_convention_no_105_concerning_the_a_19.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
Artikel Terkait (10)
FIND US ON FACEEBOOK