Previous
Next

1997

Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 23 thn 1997)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup :
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1997
TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan
matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum
seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup
berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan
mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat
kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang
berkaitan dengan lingkungan hidup.
e. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup
telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
f. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan
Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat:     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana,
yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
9. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
10. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya
alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan;
11. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
12. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya;
13. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati
lingkungan hidup yang dapat ditenggang;
14. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi
lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
15. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memleihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya;
16. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
17. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain;
19. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh
adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
20. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan;
21. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
22. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan
sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup;
23. Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau
kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan;
24. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum;
25. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.

Pasal 2
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang ber-Wawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN

Pasal 3
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas
berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

Pasal 4
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah:
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak
melindungi dan membina lingkungan hidup;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar
wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6
(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang
benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 7
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d. memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau menyapaikan laporan.

BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 8
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;
b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan
kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek hukum lainnya serta
perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya
genetika;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
(1) Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan
ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan
bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan
memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup.
(3) Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan
sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
(4) Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasi oleh Menteri.

Pasal 10
Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab
para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
b. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung
jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
c. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat,
dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
d. mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang
menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat yang bersifat preemtif, preventif, dan
proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
f. memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup;
g. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dibidang lingkungan hidup;
h. menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
i. memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup.

Pasal 11
(1) Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat
kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
(2) Ketentuan nengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja kelembagaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 12
(1) Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat:
a. melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah;
b. mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 13
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian
urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
(2) Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 14
(1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang
melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran
serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulan
kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan
penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha
dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
(3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya
dan beracun.
(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB VI
PERSYARATAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama
Perizinan

Pasal 18
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk
melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.

Pasal 19
(1) Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan:
a. rencana tata ruang;
b. pendapat masyarakat;
c. pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau
kegiatan tersebut.
(2) Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan.

Pasal 20
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media
lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media
lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 22
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan
pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah
menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.

Pasal 23
Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga yang
dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.

Pasal 24
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang
melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan,
memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggung
jawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib
memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.

Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
Pasal 25
(1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran,
serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan
penyeleamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada
Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
(3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang
untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat
perintah dari pejabat yang berwenang.
(5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diganti dengna pembayaran sejumlah uang tertentu.

Pasal 26
(1) Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (5) serta
penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undang.
(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk,
pelaksanaannya menggunakan upaya hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27
(1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
(2) Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat
yang berwenang.
(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk
mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.

Bagian Keempat
Audit Lingkungan Hidup

Pasal 28
Dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah mendorong penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.

Pasal 29
(1) Menteri berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
audit lingkungan hidup apabila yang bersangkutan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit lingkungan
hidup wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan perintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk
melaksanakan audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(4) Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
(5) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama
Umum

Pasal 30
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah
satu atau para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
di Luar Pengadilan

Pasal 31
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna
menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Pasal 32
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan
maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa
lingkungan hidup.

Pasal 33
(1) Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian
sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
Melalui Pengadilan

Paragraf 1
Ganti Rugi

Pasal 34
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim
dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan
tertentu tersebut.

Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 35
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,
dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas
kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada
saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungna hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.

Paragraf 3
Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 36
(1) Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu
sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban
mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan
berbahaya dan beracun.

Paragraf 4
Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup
Untuk Mengajukan Gugatan

Pasal 37
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak
hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka
insatansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk
kepentingan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola
kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak
melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apabila memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas
bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Pasal 39
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau
organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku.

BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 40
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan
lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan,
dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan
hidup.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil
penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(5) Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif
dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 41
(1) Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat,
pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 42
(1) Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat,
pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 43
(1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja
melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk
di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor,
memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya,
padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum
atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barang
siapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan
atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut
dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
umum atau nyawa orang lain.
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati atau
luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan
denda paling banyak Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44
(1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena
kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat,
pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 45
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan
sepertiga.

Pasal 46
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi
pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang
memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam
perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik
berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi
pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa
mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain,
melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain,
panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di
tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi
lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya
pengurus menghadap sendiri di pengadilan.

Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan
Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata
tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
b. penutupan seluruhnya atau sebagaian perusahaan; dan/atau
c. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
f. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 48
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 49
(1) Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini setiap usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan Undang-undang
ini.
(2) Sejak diundangkannya Undang-undang ini dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang
menggunakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diimpor.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50
Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 51
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 52
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

MOERDIONO


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengelolaan_lingkungan_hidup_(uu_23_thn_1997)_23.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uu no 23 tahun 1947 tentang lingkungan hidup. Pengertian lingkungan hidup menurut 1947 no 27. Uu no 23 tahun 1947 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Tentukan bunyi uu no 23 tahun 1947 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Uu ri no.23 tahun 1947 tentang pengelolahan lingkungan hidup pasal 5. Pengertian lingkungan hidup menurut uu lingkungan hidup no 23 tahun 1947.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.