Previous
Next

1997

Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU 20 thn 1997)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak :

UU 20/1997, PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

           *9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
                  NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997)
                             TENTANG
                  PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.   bahwa   pelaksanaan   tugas  dan   fungsi  Pemerintah   dalam
     pelayanan,    pengaturan,   dan   perlindungan    masyarakat,
     pengelolaan kekayaan Negara, serta pemanfaatan sumber daya
     alam dalam rangka pencapaian tujuan nasional sebagaimana
     termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, dapat mewujudkan
     suatu   bentuk   penerimaan  Negara   yang  disebut   sebagai
     Penerimaan Negara Bukan Pajak;
b.   bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan Penerimaan Negara
     Bukan Pajak yang tertuang dalam peraturan dan ketentuan
     pelaksanaan yang berlaku selama ini belum sepenuhnya
     mencerminkan kepastian hukum dan ketertiban administrasi
     keuangan Negara;
c.   bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi perekonomian dan
     keuangan Negara serta untuk memberikan kepastian peranan dan
     wewenang Pemerintah dalam melaksanakan penyelenggaraan dan
     pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka dipandang
     perlu melakukan penyempurnaan pengaturan Penerimaan Negara
     Bukan Pajak;
d.   bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, hurut
     b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang
     Penerimaan Negara Bukan pajak;

Mengingat:
1.   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2)
     Undang-Undang Dasar 1945;
2.   Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor
     448) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan
     Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968
     Nomor 53).

                        Dengan persetujuan

           DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.
                               BAB I
                          KETENTUAN UMUM

                              Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.   Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan
     *9885 Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan
     perpajakan;
2.   Sumber daya alam adalah segala kekayaan alam yang terdapat
     di atas, dipermukaan dan di dalam bumi yang dikuasai oleh
     Negara;
3.   Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi
     perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
     badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
     bentuk apa-pun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi,
     koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana
     pensiun, bentuk usaha tetap berupa cabang, perwakilan, atau
     agen dari perusahaan yang tidak didirikan dan tidak
     bertempat kedudukan di Indonesia, serta bentuk badan usaha
     lainnya;
4.   Instansi    Pemerintah    adalah    Departemen   dan    Lembaga
     Non-Departemen;
5.   Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan
     untuk   melakukan   kewajiban    membayar   menurut   peraturan
     perundang-undangan yang berlaku;
6.   Penerimaan   Negara    Bukan   Pajak   yang   Terutang   adalah
     Penerimaan Negara Bukan Pajak yang harus dibayar pada suatu
     saat, atau dalam suatu periode tertentu menurut peraturan
     perundang-undangan yang berlaku;
7.   Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

                               BAB II
                          JENIS DAN TARIF

                              Pasal 2

(1)   Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi :
      a.   penerimaan   yang  bersumber   dari   pengelolaan  dana
      Pemerintah;
      b.   penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
      c.   penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara
      yang dipisahkan;
      d.   penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
      Pemerintah;
      e.   penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang
      berasal dari pengenaan denda administrasi;
      f.   penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
      g.   penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang
      tersendiri.
(2)   Kecuali jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan
      dengan Undang-undang, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
      yang tercakup dalam kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3)   Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup
      dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
      dimaksud   pada  ayat   (1)   ditetapkan  dengan  Peraturan
      Pemerintah.

                              Pasal 3

(1)   Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan
      dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat
      dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan
      Pemerintah      *9886 sehubungan dengan jenis Penerimaan
      Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan
      dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
(2)   Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Undang-undang atau
      Peraturan Pemerintah yang menetapkan jenis Penerimaan Negara
      Bukan Pajak yang bersangkutan.

                              BAB III
                            PENGELOLAAN

                              Pasal 4

     Seluruh Penerimaan Nagara Bukan Pajak wajib disetor langsung
secepatnya ke Kas Negara.

                              Pasal 5

     Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak dikelola dalam sistem
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

                              Pasal 6

(1)   Menteri dapat menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan
      atau memungut Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
(2)   Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), wajib menyetor langsung Penerimaan Negara Bukan
      Pajak yang diterima ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 4.
(3)   Tidak dipenuhinya kewajiban Instansi Pemerintah untuk
      menagih dan atau memungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan menyetor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan
      sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
      berlaku.

                              Pasal 7

(1)   Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 6 ayat (1), wajib menyampaikan rencana dan laporan
      realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak secara tertulis dan
      berkala kepada Menteri.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian
      rencana dan atau laporan realisasi Penerimaan Negara Bukan
      Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah..

                              Pasal 8

(1)   Dengan tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 4 dan Pasal 5, sebagian dana dari suatu jenis
      Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan untuk kegiatan
      tertentu yang berkaitan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan
      Pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan.
(2)   Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi kegiatan :
      a.   penelitian dan pengembangan teknologi;
      *9887 b. pelayanan kesehatan;
      c.   pendidikan dan pelatihan;
      d.   penegakan hukum;
      e.   pelayanan   yang   melibatkan   kemampuan   intelektual
      tertentu;
      f.   pelestarian sumber daya alam.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan
      Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 9

(1)   Jumlah   Penerimaan   Negara  Bukan   Pajak  yang   Terutang
      ditentukan dengan cara :
      a.   ditetapkan oleh Instansi Pemerintah; atau
      b.   dihitung sendiri oleh Wajib Bayar.
(2)   Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang jumlah Penerimaan
      Negara Bukan Pajak yang Terutangnya ditentukan dengan cara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan
      Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 10

(1)   Penetapan jumlah Penerimaan Negaran Bukan Pajak yang
      Terutang oleh Instansi Pemerintah terhadap Wajib Bayar untuk
      jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 9 ayat (2) menjadi kedaluwarsa setelah 10
      (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya Penerimaan
      Negara Bukan Pajak yang bersangkutan
(2)   Ketentuan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      tertunda apabila Wajib Bayar melakukan tindak pidana di
      bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

                             Pasal 11

(1)   Wajib Bayar membayar jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak
      yang Terutang dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
      Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Instansi Pemerintah atas permohonan Wajib Bayar untuk jenis
      Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 9 ayat (2) setelah memenuhi persyaratan yang
      ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Bayar
      yang bersangkutan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
      Penerimaan  Negara   Bukan   Pajak  yang   Terutang, dengan
      dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.

                             Pasal 12

     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penentuan jumlah,
pembayaran termasuk angsuran dan penundaan pembayaran, dan
penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

                          *9888 Pasal 13

(1)   Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 6 ayat (1), dan Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan
      Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
      (2),Wajib mengadakan pencatatan yang dapat menyajikan
      keterangan yang cukup untuk dijadikan     dasar penghitungan
      Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(2)   Pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam satuan
      mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau
      mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan Menteri.
(3)   Buku, catatan dan dokumen      lainnya yang menjadi dasar
      perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      disimpan selama 10 (sepuluh) tahun.

                              BAB IV
                            PEMERIKSAAN

                             Pasal 14

(1)   Terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan
      Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) atas
      permintaan Instansi Pemerintah dapat dilakukan pemeriksaan
      oleh Instansi yang berwenang.
(2)   Terhadap Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) atas permintaan Menteri
      dapat dilakukan pemeriksaan khusus oleh instansi yang
      berwenang.
(3)   Permintaan Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada :
      a.   hasil pemantauan Instansi Pemerintah terhadap Wajib
      bayar yang bersangkutan;
      b.   laporan dari pihak ketiga; atau
      c.   permintaan Wajib Bayar atas kelebihan pembayaran
      Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
(4)   Dalam rangka pemeriksaan, Instansi Pemerintah yang ditunjuk
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Wajib Bayar
      untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) sebagai pihak yang diperiksa
      wajib :
      a.   memperlihatkan dan atau meminjamkan catatan, dokumen
      yang menjadi dasar pencatatan serta dokumen lain yang
      berhubungan dengan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara
      bukan Pajak yang Terutang;
      b.   memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
      ruangan yang dipandang perlu dan membantu kelancaran
      pemeriksaan; dan atau
      c.   memberikan keterangan yang diperlukan.
(5)   Dalam hal pejabat dari Instansi Pemerintah yang ditunjuk
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) tidak melakukan
      kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan
      sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
      berlaku.
(6)   Dalam hal Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan
      Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tidak
      melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
      Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutangnya ditetapkan
      *9889 secara jabatan dan ditambah sanksi administrasi berupa
      denda sebesar 2 (dua) kali jumlah Penerimaan Negara Bukan
      Pajak yang Terutang.

                             Pasal 15

(1)   Dalam hal diperlukan keterangan atau bukti dari pihak lain
      dalam rangka pemeriksaan, pihak lain yang bersangkutan wajib
      memberikan keterangan atau seluruh bukti yang diminta atas
      dasar permintaan pemeriksa.
(2)   Dalam hal pihak lain tersebut adalah bank, pemberian
      keterangan atau bukti yang diperlukan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) harus mendapat izin terlebih dahulu dari
      Menteri.

                             Pasal 16

(1)   Hasil pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) disampaikan kepada Menteri,
      dan Menteri memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut kepada
      Instansi Pemerintah yang bersangkutan guna penyelesaian
      lebih lanjut.
(2)   Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
      (1) terhadap Wajib Bayar untuk Penrimaan Negara Bukan Pajak
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) disampaikan
      kepada Instansi Pemerintah untuk penetapan jumlah Penerimaan
      Negara   Bukan  Pajak   yang  Terutang   Wajib  Bayar   yang
      bersangkutan.

                             Pasal 17

(1)   Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar
      untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdapat kekurangan
      pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
        terutang, Wajib Bayar yang bersangkutan wajib melunasi
        kekurangannya dan ditambah dengan sanksi berupa denda
        administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling
        lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kekurangan
        tersebut.
(2)     Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar
        untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
        dimaksud Pasal 9 ayat (2) terdapat kelebihan pembayaran
        jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, jumlah
        kelebihan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka
        atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
        Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.
(3)     Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar,
        maka jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada
        ayat (2) dikembalikan kepada Wajib Bayar selambat-lambatnya
        1 (satu) bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan
        pembayaran.
(4)     Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan
        melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
        kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib
        Bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
        sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
*9890
                               Pasal 18

     Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

                                 BAB V
                               KEBERATAN

                               Pasal 19

(1)     Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat mengajukan
        keberatan secara tertulis atas penetapan jumlah Penerimaan
        Negara Bukan Pajak yang Terutang dalam bahasa Indonesia
        kepada   Instansi   Pemerintah  yang   ditunjuk   sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dalam jangka waktu 3 (tiga)
        bulan sejak tanggal penetapan.
(2)     Pengajuan   keberatan   tidak  menunda   kewajiban   membayar
        Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan pelaksanaan
        penagihan.
(3)     Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        melakukan penelitian atas keberatan yang diajukan setelah
        surat keberatan diterima secara lengkap.
(4)     Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
        setelah surat keberatan diterima secara lengkap, Instansi
        Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan
        penetapan atas keberatan.
(5)     Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
        merupakan penetapan yang bersifat final.
(6)     Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
     telah   lewat,   dan  Instansi   Pemerintah   yang  ditunjuk
     sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memberi suatu
     penetapan, keberatan yang diajukan Wajib Bayar tersebut
     dianggap dikabulkan.
(7) dalam hal keberatan ditolak dan ternyata masih terdapat
     kekurangan pembayaran terhadap jumlah Penerimaan Negara
     Bukan Pajak    yang Terutang yang tercantum dalam penetapan
     sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Bayar wajib
     melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran ditambah
     sanksi berupa denda bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
     dari kekurangan tersebut untuk paling lama 24 (dua puluh
     empat) bulan.
(8) Dalam hal keberatan dikabulkan dan ternyata kelebihan
     pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
     Terutang yang tercantum dalam penetapan sebagaimana dimaksud
     pada ayat (4), kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan
     sebagai pembayaran dimuka atas jumlah Penerimaan Negara
     Bukan Pajak yang Terutang Wajib Bayar yang bersangkutan pada
     periode berikutnya.
(9) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar,
     maka jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada
     ayat (8) dikembalikan kepada Wajib Bayar selambat-lambatnya
     1 (satu) bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan
     pembayaran.
(10) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan
     *9891 melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
     (9), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib
     Bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
     sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan dan penyelesaian
     keberatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                             BAB VI
                        KETENTUAN PIDANA

                            Pasal 20

     Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), yang karena
kealpaannya;
a.   tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak
     yang Terutang; atau
b.   menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
     Terutang tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
     melampirkan   keterangan  yang  tidak   benar,  atau  tidak
     melampirkan   keterangan  yang  benar,sehingga  menimbulkan
     kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana
     kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
     sebesar 2 (du) kali jumlah Penerima Negara Bukan Pajak yang
     Terutang.

                            Pasal 21
(1)   Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) yang terbukti
      dengan sengaja;
      a.   tidak   membayar,  tidak   menyetor   dan   atau  tidak
      melaporkan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
      Terutang;
      b.   tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku,
      catatan atau dokumen lainnya pada waktu pemeriksaan, atau
      memperlihatkan buku, catatan atau dokumen lain yang palsu
      atau dipalsukan seolah-olah benar;
      c.   tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan
      Pajak yang Terutang; atau
      d.   menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
      Terutang   yang   tidak  benar  atau   tidak   lengkap  atau
      melampirkan keterangan yang tidak melampirkan keterangan
      yang benar, sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan
      Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
      tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah
      Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
(2)   Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilipatkan
      2 (dua) apabila Wajib Bayar melakukan lagi tindak pidana di
      bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak sebelum lewat 1 (satu)
      tahun, terhitung sejak selesainya menjalankan sebagian atau
      seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.

                          *9892 Pasal 22

     Pihak lain yang menurut Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) wajib
memberi keterangan atau bukti yang diminta, tetapi dengan sengaja
tidak memberi keterangan atau bukti atau memberi keterangan atau
bukti tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima
juta rupiah).

                              BAB VII
                        KETENTUAN PERALIHAN

                             Pasal 23

(1)   Jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah
      diatur dalam Undang-undang sebelum berlakunya Undang-undang
      ini dinyatakan tetap berlaku.
(2)   Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diatur dengan peraturan
      perundang-undangan di bawah Undang-undang masih tetap
      berlaku    sebelum    dilakukan   penyesuaian   berdasarkan
      Undang-undang ini.
(3)   Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
      selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini
      berlaku.

                              BAB VIII
                         KETENTUAN PENUTUP
                                 Pasal 24

       Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya, dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

                                        Disahkan di Jakarta
                                       pada tanggal 23 Mei 1997

                                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                                   ttd.

                                                 SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Mei 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
     REPUBLIK INDONESIA

              ttd.

            MOERDIONO

                                 PENJELASAN
                                 *9893 ATAS
                     UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                            NOMOR 20 TAHUN 1997
                                   TENTANG
                       PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

UMUM

     Dalam upaya pencapaian tujuan nasional sebagaimana termaktub
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah menyelenggarakan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu,
peranan Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam pembiayaan kegiatan
dimaksud penting dalam peningkatan kemandirian bangsa dalam
pembiayaan Negara dan pembangunan.

     Penjelasan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,
antara lain, menegaskan bahwa segala tindakan yang menempatkan
beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya, harus
ditetapkan dengan Undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, penerimaan Negara di luar
penerimaan perpajakan, yang menempatkan beban kepada rakyat, juga
harus didasarkan pada Undang-undang.

     Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional di segala
bidang,   terdapat  banyak   bentuk  penerimaan   Negara  diluar
penerimaan perpajakan. Penerimaan perpajakan meliputi penerimaan
yang berasal dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Masuk, Cukai Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea Meterai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dan penerimaan lainnya yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Selain itu, penerimaan
Negara yang berasal dari munyak dan gas bumi, yang di dalamnya
terkandung   unsur  pajak   dan  royalti,   diperlakukan  sebagai
penerimaan perpajakan mengingat unsur pajak lebih dominan. Dengan
demikian pengertian Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dirumuskan
dalam Undang-undang ini mencakup segala Penerimaan pemerintah
pusat di luar penerimaan perpajakan tersebut.

     Ketentuan      perundang-undangan      sebagai      landasan
penyelenggaraan dan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang berlaku selama ini meliputi berbagai ragam dan tingkatan
peraturan sehingga belum sepenuhnya mencerminkan kepastian hukum.
Banyak dan beragamnya bentuk pengaturan juga mengakibatkan
kekurangtertiban dan kerumitan dalam pengelolaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk
membentuk Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Sebelum adanya undang-undang Perbendaharaan yang baru     sebagai
pengganti Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Nomor 448 Tahun
1925), ketentuan yang berkaitan dengan sistem perbendaharaan yang
diatur dalam Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Nomor 448
Tahun 1925) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 masih tetap
menjadi bahan pertimbangan.

     *9894 Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum,
keadilan dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan perumusan
Undang-undang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah :

a.   menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan Negara dan
     pembiayaan pembangunan melalui optimalisasi sumber-sumber
     Penerimaan Negara Bukan Pajak dan ketertiban administrasi
     pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak serta penyetoran
     Penerimaan Negara Bukan Pajak ke Kas Negara;
b.   lebih   memberikan   kepastian   hukum   dan   keadilan   bagi
     masyarakat   berpartisipasi   dalam   pembiayaan   pembangunan
     sesuai     dengan    manfaat     yang    dinikmatinya     dari
     kegiatan-kegiatan yang menghasilkan Penerimaan Negara Bukan
     Pajak;
c.   menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan
     pertumbuhan     ekonomi,     pemerataan    pembangunan     dan
     hasil-hasilnya serta investasi di seluruh wilayah Indonesia;
d.   menunjang upaya terciptanya aparat Pemerintah yang kuat,
     bersih dan berwibawa, penyederhanaan prosedur dan pemenuhan
     kewajiban, peningkatan tertib administrasi keuangan dan
     anggaran Negara, serta peningkatan pengawasan.

PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1
     Cukup jelas

Pasal 2
     Ayat (1)
          Huruf a
               Jenis penerimaan yang termasuk kelompok penerimaan
     yang bersumber dari pengelolaan dalam Pemerintah, antara
     lain, penerimaan jasa giro, Sisa Anggaran Pembangunan, dan
     Sisa Anggaran Rutin.
          Huruf b
               Jenis penerimaan yang termasuk kelompok penerimaan
     yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya alam, antara
     lain royalti di bidang perikanan, royalti di bidang
     kehutanan dan royalti di bidang pertambangan. Khusus
     mengenai penerimaan dari minyak dan gas bumi walaupun sesuai
     dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
     Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara terdapat unsur
     royalti,   namun   karena  di   dalamnya  terkandung   banyak
     unsur-unsur perpajakan, maka penerimaan yang merupakan
     bagian Pemerintah dari minyak dan gas bumi tidak termasuk
     jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
          Huruf c
               Jenis penerimaan yang termasuk kelompok penerimaan
     dari hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan,
     antara   lain,   dividen,   bagian   laba  Pemerintah,   dana
     pembangunan semesta, dan hasil penjualan saham Pemerintah.

          *9895 Huruf d
               Jenis penerimaan yang termasuk kelompok penerimaan
     dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah, antara
     lain, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan
     pelatihan, pemberian hak paten, merek, hak cipta, pemberian
     visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan Negara yang
     tidak dipisahkan.
          Huruf e
               Jenis penerimaan yang termasuk kelompok penerimaan
     yang berdasarkan putusan pengadilan, antara lain, lelang
     barang rampasan Negara dan denda.
          Huruf f
               Hibah yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f
     ini adalah penerimaan Negara berupa bantuan hibah dan atau
     sumbangan dari dalam dan luar negeri baik swasta maupun
     pemerintah yang menjadi hak Pemerintah.
               Hibah dalam bentuk natura, antara lain, yang
     secara langsung untuk mengatasi keadaan darurat seperti
     bencana alam atau wabah penyakit tidak dicatat dalam
     Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
          Huruf g
               Cukup jelas.
     Ayat (2)
          Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan
     dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
     ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan
     Rakyat Republik Indonesia dalam rangka pembahasan dan
     penyusunan   Rancangan   Undang-undang  tentang   Anggaran
     Pendapatan dan Belanja Negara.
     Ayat (3)
          Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan
     dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
     ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan
     Rakyat Republik Indonesia dalam rangka pembahasan dan
     penyusunan   Rancangan    Undang-undang tentang   Anggaran
     Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 3
     Ayat (1)
          Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu
     ditetapkan dengan pertimbangan secermat mungkin, karena hal
     ini membebani masyarakat. Pertimbangan dampak pengenaan
     terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, dan beban biaya
     yang ditanggung Pemerintah atas penyelenggaraan kegiatan
     pelayanan, dan pengaturan oleh pemerintah yang berkaitan
     langsung dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
     bersangkutan serta aspek keadilan dimaksudkan agar beban
     yang wajib ditanggung masyarakat adalah wajar, memberikan
     kemungkinan perolehan keuntungan atau tidak menghambat
     kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat.

     *9896 Ayat (2)
          Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
     ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud
     pada ayat ini dikemukakan oleh pemerintah kepada Dewan
     Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam rangka pembahasan
     dan penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Anggaran
     Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 4
     Yang dimaksud dengan Kas Negara adalah rekening tempat
     penyimpanan uang Negara yang dibuka dan ditetapkan oleh
     Menteri untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran
     Negara, dibukukan pada setiap saat dalam 1 (satu) tahun
     anggaran   serta   dipertanggungjawabkan  dalam   Anggaran
     Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 5
     Cukup jelas

Pasal 6
     Ayat (1)
          Kata   dapat  dalam  ayat   ini   dimaksudkan,  apabila
     undang-undang belum menunjuk Instansi Pemerintah untuk
     menagih dan atau memungut Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
     Terutang, maka Menteri perlu menunjuk Instansi Pemerintah
     untuk tujuan dimaksud.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Dalam hal ini sanksi dikenakan terhadap pejabat
     Instansi   Pemerintah  yang   bersangkutan  selaku   pejabat
     pelaksanaan tugas.
          Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang
     berlaku, antara lain, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
     1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri dan Undang-undang Nomor
     3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 7
     Ayat (1)
          Penyampaian rencana dan laporan realisasi Penerimaan
     Negara Bukan Pajak dimaksudkan agar pengelolaan Penerimaan
     Negara Bukan Pajak terencana dan tertib. Penyampaian rencana
     dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu tahun
     anggaran. Laporan realisasi disampaikan sekurang-kurangnya 2
     (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran.
     Ayat (2)
          Hal-hal   yang  diatur   dengan  Peraturan   Pemerintah
     mencakup antara lain materi yang dilaporkan, dan waktu
     penyampaian rencana dan atau laporan realisasi.

Pasal 8
     Ayat (1)
          Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian
     alokasi pembiayaan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan
     jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dana yang dapat
     dialokasikan adalah dana dari jenis Penerimaan Negara Bukan
     Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tertentu tersebut. Dana
     dari pengalokasian tersebut hanya dapat digunakan oleh
     instansi atau unit yang menghasilkan Penerimaan Negara Bukan
     Pajak yang bersangkutan. Penggunaan Penerimaan Negara Bukan
     Pajak tersebut dilakukan secara selektif, dan dengan tetap
     memenuhi terlebih dahulu ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5.
     Penggunaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut
     dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan usulan rencana
     penggunaan kepada Menteri.
     Ayat (2)
          Huruf a
               Kegiatan dalam hal ini, antara lain, meliputi
     penelitian dan pengembangan teknologi di bidang pertanian
     dan pertambangan.
          Huruf b
               Kegiatan dalam hal ini, antara lain, meliputi
     pelayanan rumah sakit dan balai pengobatan.
          Huruf c
               Kegiatan dalam hal ini, antara lain, meliputi
     kegiatan perguruan tinggi dan balai latihan kerja.
          Huruf d
               Kegiatan dalam hal ini, antara lain, dalam rangka
     pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan
     hukum, serta pemberian Hak atas Kekayaan Intelektual.
          Huruf e
               Kegiatan dalam hal ini, antara lain, pemberian
     jasa konsultasi, jasa analisis, uji mutu dan pemantauan
     lingkungan, pembuatan hujan buatan, uji pencemaran radiasi
     pada makanan.
          Huruf f
               Kegiatan dalam hal ini, antara lain, meliputi
     usaha pelestarian sumber daya kehutanan dan perikanan.
     Ayat (3)
          Cukup jelas.

Pasal 9
     Ayat (1)
          Sistem   pemungutan   Penerimaan   Negara   Bukan   Pajak
     mempunyai ciri dan corak tersendiri dan dapat dibagi dalam
     dua kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah Penerimaan
     Negara Bukan Pajak yang Terutang yaitu ditetapkan oleh
     Instansi Pemerintah atau dihitung sendiri oleh Wajib Bayar.
          Untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang menjadi
     terutang sebelum Wajib Bayar menerima manfaat atas kegiatan
     Pemerintah, seperti pemberian hak paten,        *9898
     pelayanan pendidikan, maka penentuan jumlah Penerimaan
     Negara Bukan Pajak yang Terutang dalam hal ini ditetapkan
     oleh Instansi Pemerintah. Namun, dalam hal Wajib Bayar
     menjadi   terutang   setelah    menerima   manfaat,    seperti
     pemanfaatan   sumber  daya   alam,   maka   penentuan   jumlah
     Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutangnya dapat
     dipercayakan kepada Wajib Bayar yang bersangkutan untuk
     menghitung sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan
     sendiri (self assessment).
     Ayat (2)
          Cukup jelas.

Pasal 10
     Ayat (1)
          Terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara
     Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
     dapat dilakukan koreksi dalam bentuk penetapan oleh Instasi
     Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) yang
     berkaitan   dengan  Penerimaan   Negara  Bukan   Pajak  yang
     bersangkutan untuk mendapatkan jumlah yang tepat dan benar.
     Hak untuk mengeluarkan penetapan ini diberikan kepada
     Instansi Pemerintah yang bersangkutan dengan batas waktu
     tertentu guna memberikan kepastian hukum mengenai Penerimaan
     Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dapat ditagih.
     Ayat (2)
          Dalam hal terdapat indikasi bahwa Wajib Bayar melakukan
     tindak pidana di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak,
     Instansi Pemerintah tetap dapat menetapkan jumlah Penerimaan
     Negara Bukan Pajak yang Terutang terhadap Wajib Bayar yang
     bersangkutan dengan tidak mempertimbangkan masa kedaluwarsa.

Pasal 11
     Ayat (1)
          Cukup jelas.
     Ayat (2)
          Instansi   Pemerintah  memberikan  persetujuan  untuk
     mengangsur atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan
     Pajak yang Terutang setelah mendapat persetujuan tertulis
     Menteri.

Pasal 12
     Hal-hal yang diatur dengan Peraturan Pemerintah ini antara
     lain penetapan saat terutang, waktu pembayaran, kegiatan
     Instansi Pemerintah dalam menagih, dan atau memungut dan
     menyetor.

Pasal 13
     Cukup jelas

Pasal 14
     Ayat (1)
           Pemeriksaan dalam hal ini untuk menguji kepatuhan
     pemenuhan       kewajiban      sesuai      dengan       peraturan
     perundang-undangan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan
     dalam    rangka   melaksanakan   peraturan   perundang-undangan
     tersebut. Yang dimaksud dengan instansi yang berwenang
     adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Badan
     Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Badan Pemeriksa
     Keuangan tetap dapat melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan
     sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     Ayat (2)
           Pemeriksaan dalam hal ini dalam rangka melaksanakan
     pengawasan intern dan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
     kewajiban    sesuai    dengan   peraturan    perundang-undangan
     Penerimaan     Negara   Bukan   Pajak   serta     dalam    rangka
     melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut. Yang
     dimaksud dengan instansi yang berwenang adalah Badan
     Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Badan Pengawasan
     Keuangan dan Pembangunan dan Badan Pemeriksa Keuangan tetap
     dapat melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan sesuai dengan
     peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     Ayat (3)
           Cukup jelas.
     Ayat (4)
           Catatan, dokumen dan keterangan-keterangan tambahan
     sangat dibutuhkan untuk mendapatkan Penerimaan Negara Bukan
     Pajak yang Terutang yang benar dan tepat sehingga tidak
     terjadi kerugian pada Wajib Bayar maupun Pemerintah.
     Ayat (5)
           Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang
     berlaku, antara lain, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
     1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
     Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 15
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini antara
     lain bank, akuntan publik, dan notaris.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 16
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Dalam hal ini Instansi Pemerintah menetapkan jumlah
     Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang berdasarkan
     hasil pemeriksaan.

Pasal 17
     Ayat (1)
          Denda dikenakan mulai saat Penerimaan Negara Bukan
     Pajak yang Terutang jatuh tempo, dan bagian dari bulan
     dihitung 1 (satu) bulan. Jatuh tempo dimaksud adalah pada
     saat Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang harus
     dibayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
          Denda dihitung sejak jatuh tempo sampai dengan Wajib
     Bayar melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang,
     tetapi tidak lebih lama dari 24 (dua puluh empat) bulan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas.
     Ayat (3)
          Cukup jelas.
     Ayat (4)
          Cukup jelas.

Pasal 18
     Cukup jelas

Pasal 19
     Ayat (1)
          Apabila ternyata terdapat perbedaan jumlah Penerimaan
     Negara Bukan Pajak yang Terutang antara yang dihitung oleh
     Wajib Bayar dan penetapan Instansi Pemerintah berdasarkan
     hasil pemeriksaan mengenai jumlah Penerimaan Negara Bukan
     Pajak yang Terutang maka terhadap penetapan Penerimaan
     Negara Bukan Pajak yang Terutang tersebut dapat diajukan
     keberatan oleh Wajib Bayar.
     Ayat (2)
          Cukup jelas.
     Ayat (3)
          Cukup jelas.
     Ayat (4)
          Cukup jelas.
     Ayat (5)
          Penetapan atas keberatan yang bersifat final artinya
     penetapan tersebut merupakan keputusan administratif yang
     terakhir dari Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian,
     apabila Wajib Bayar merasa kepentingan dirugikan atas
     penetapan tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan
     gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
     Ayat (6)
          Cukup jelas.
     Ayat (7)
          Cukup jelas.
     Ayat (8)
          Cukup jelas.
     Ayat (9)
          Cukup jelas.
     Ayat (10)
          Cukup jelas.

Ayat (11)
     Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini antara
     lain tata cara pengajuan keberatan, seperti waktu pengajuan
     keberatan atau alasan-alasan pengajuan keberatan.

Pasal 20
     Cukup jelas

Pasal 21
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Untuk mencegah terjadinya penanggulangan tindak pidana
     kejahatan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka bagi
     pelaku   pengulangan   tindak  pidana   kejahatan   tersebut
     dikenakan pidana yang lebih berat.

Pasal 22
     Cukup jelas

Pasal 23
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ini
     mulai dilaksanakan sesegera mungkin dan harus sudah selesai
     secara keseluruhan selambat-lambatnya 5 (lima)tahun sejak
     Undang-undang ini berlaku.

Pasal 24
     Cukup jelas


Silahkan download versi PDF nya sbb:
penerimaan_negara_bukan_pajak_(uu_20_thn_1997)_20.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.