Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2008
  • » Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 10 thn 2008)

2008

Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 10 thn 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah :
               UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 10 TAHUN 2008

                             TENTANG

      PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang: a. bahwa untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
              dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyalur
              aspirasi politik rakyat serta anggota Dewan Perwakilan
              Daerah sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah
              sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (2)
              Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
              1945, diselenggarakan pemilihan umum;

            b. bahwa pemilihan umum secara langsung oleh rakyat
               merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna
               menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis
               berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
               Republik Indonesia Tahun 1945;

            c. bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
               2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
               Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan
               Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
               Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
               Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
               Menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 22
               Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum serta
               adanya perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat,
               maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
               Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
               Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
               perlu diganti;

                                                              d. bahwa . . .
                                      -2-

               d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                  dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
                  Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
                  Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
                  Perwakilan Rakyat Daerah;

Mengingat :    1. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 2 ayat (1), Pasal 5
                  ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20,
                  Pasal 22C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22E, Pasal 24,  Pasal
                  24A, Pasal 24C, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal
                  28D ayat (1), dan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar
                  Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

               2. Undang-Undang      Nomor    22   Tahun 2007    tentang
                  Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik
                  Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran
                  Negara Republik Indonesia Nomor 4721);

               3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
                  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
                  Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                  Nomor 4801);

                         Dengan Persetujuan Bersama

              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                     dan
                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                               MEMUTUSKAN:


Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA
             DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN
             DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.


                                  BAB I
                             KETENTUAN UMUM

                                       Pasal 1

                Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


                                                                    1. Pemilihan . . .
                     -3-

1.   Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah
     sarana    pelaksanaan     kedaulatan    rakyat yang
     dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
     jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
     Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
     Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.   Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
     Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
     Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan
     Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
     Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan
     Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara
     Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
     1945.

3.   Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR,
     adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud
     dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
     Tahun 1945.

4.   Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disebut DPD,
     adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud
     dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
     Tahun 1945.

5.   Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut
     DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi
     dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
     sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
     Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.   Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU,
     adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat
     nasional, tetap, dan mandiri.

7.   Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan
     Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU
     provinsi dan KPU kabupaten/kota, adalah penyelenggara
     Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota.

8.   Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK,
     adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota
     untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan
     atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut kecamatan.


                                                    9. Panitia . . .
                      -4-

9.   Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS,
     adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota
     untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa atau
     sebutan lain/kelurahan, yang selanjutnya disebut
     desa/kelurahan.

10. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN,
    adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk
    menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.

11. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya
    disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS
    untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat
    pemungutan suara.

12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri,
    selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang
    dibentuk    oleh   PPLN   untuk   menyelenggarakan
    pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar
    negeri.

13. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS,
    adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.

14. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya
    disebut TPSLN,    adalah     tempat dilaksanakannya
    pemungutan suara di luar negeri.

15. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu,
    adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
    Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
    Indonesia.

16. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas
    Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu
    provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, adalah panitia
    yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi
    penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan
    kabupaten/kota.

17. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut
    Panwaslu kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh
    Panwaslu      kabupaten/kota      untuk      mengawasi
    penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan.




                                                  18. Pengawas . . .
                      -5-

18. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang
    dibentuk oleh Panwaslu kecamatan untuk mengawasi
    penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.

19. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang
    dibentuk     oleh    Bawaslu       untuk mengawasi
    penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.

20. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia yang
    berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar
    negeri.

21. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
    Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
    dengan undang-undang sebagai warga negara.

22. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap
    berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau
    sudah/pernah kawin.

23. Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota
    DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan
    perseorangan untuk Pemilu anggota DPD.

24. Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang
    telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.

25. Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang
    telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.

26.   Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk
      meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi,
      dan program Peserta Pemilu.

27.   Bilangan Pembagi Pemilihan bagi kursi DPR, selanjutnya
      disebut BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari
      pembagian jumlah suara sah seluruh Partai Politik
      Peserta Pemilu yang memenuhi ambang batas perolehan
      suara 2,5% (dua koma lima perseratus) dari suara sah
      secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah
      kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan
      jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu.



                                                   28. Bilangan . . .
                        -6-

28.   Bilangan   Pembagi     Pemilihan  bagi kursi      DPRD,
      selanjutnya disebut BPP DPRD, adalah bilangan yang
      diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan
      jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk
      menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta
      Pemilu dan terpilihnya anggota DPRD provinsi dan DPRD
      kabupaten/kota.


                   BAB II
          ASAS, PELAKSANAAN, DAN
      LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

                        Pasal 2

Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

                        Pasal 3

Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

                        Pasal 4

(1)   Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

(2)   Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi:
      a. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar
         pemilih;
      b. pendaftaran Peserta Pemilu;
      c. penetapan Peserta Pemilu;
      d. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah
         pemilihan;
      e. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
         DPRD kabupaten/kota;
      f. masa kampanye;
      g. masa tenang;
      h. pemungutan dan penghitungan suara;
      i. penetapan hasil Pemilu; dan
      j. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD
         provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

                                                 (3) Pemungutan . . .
                       -7-

 (3)   Pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur atau
       hari yang diliburkan.

                        Pasal 5

 (1)   Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan
       DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem
       proporsional terbuka.

 (2)   Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan
       sistem distrik berwakil banyak.

                        Pasal 6

 (1)   Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
       dan DPRD kabupaten/kota diselenggarakan oleh KPU.

 (2)   Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan oleh
       Bawaslu.

                 BAB III
PESERTA DAN PERSYARATAN MENGIKUTI PEMILU

                   Bagian Kesatu
       Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD

                        Pasal 7

 Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
 dan DPRD kabupaten/kota adalah partai politik.

                        Pasal 8

 (1)   Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu setelah
       memenuhi persyaratan:
       a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-
          Undang tentang Partai Politik;
       b. memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah
          provinsi;
       c. memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah
          kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
       d. menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
          perseratus)   keterwakilan       perempuan pada
          kepengurusan partai politik tingkat pusat;

                                                    e. memiliki . . .
                        -8-


       e. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu)
          orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah
          Penduduk pada setiap kepengurusan partai politik
          sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
          yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda
          anggota;
       f.   mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan
            sebagaimana pada huruf b dan huruf c; dan
       g. mengajukan nama dan tanda gambar partai politik
          kepada KPU.

(2) Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu sebelumnya
    dapat menjadi Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya.

                         Pasal 9

(1)    KPU melaksanakan penelitian dan penetapan keabsahan
       syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian dan
       penetapan    keabsahan      syarat-syarat  sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU.

                        Pasal 10

Nama dan tanda gambar partai politik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g dilarang sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang pemerintah;
c.    nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan
      internasional;
d. nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau
   organisasi terlarang;
e. nama atau gambar seseorang; atau
f.    yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
      keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda
      gambar partai politik lain.


                                                    Bagian Kedua . . .
                          -9-

                   Bagian Kedua
            Peserta Pemilu Anggota DPD

                         Pasal 11

(1)    Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah
       perseorangan.

(2)    Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
       menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan.

                         Pasal 12

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2):
a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh
   satu) tahun atau lebih;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
   Indonesia;
d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa
   Indonesia;
e. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
   (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
   (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
   yang sederajat;
f.    setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
      Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
      cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
   pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
   karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
   pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
h. sehat jasmani dan rohani;
i.    terdaftar sebagai pemilih;
j.    bersedia bekerja penuh waktu;
k. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota
   Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara
   Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik
   negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan
   lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara,
   yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak
   dapat ditarik kembali;

                                                    l. bersedia . . .
                        - 10 -

l.    bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik,
      advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah
      (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang
      dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta
      pekerjaan   lain  yang   dapat    menimbulkan   konflik
      kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai
      anggota DPD sesuai peraturan perundang-undangan;
m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-
   negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara,
   dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang
   anggarannya bersumber dari keuangan negara;
n. mencalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan;
o. mencalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan; dan
p. mendapat dukungan minimal dari pemilih dari daerah
   pemilihan yang bersangkutan.

                        Pasal 13

(1)    Persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud
       dalam Pasal 12 huruf p meliputi:
       a. provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000
          (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan dari
          paling sedikit 1.000 (seribu) pemilih;
       b. provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu
          juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus
          mendapatkan dukungan dari paling sedikit 2.000 (dua
          ribu) pemilih;
       c. provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima
          juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang
          harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit
          3.000 (tiga ribu) pemilih;
       d. provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000
          (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas
          juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling
          sedikit 4.000 (empat ribu) pemilih; dan
       e. provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima
          belas juta) orang harus mendapatkan dukungan dari
          paling sedikit 5.000 (lima ribu) pemilih.

(2)    Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar
       di paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah
       kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.

                                                   (3) Persyaratan . . .
                          - 11 -

   (3)   Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
         ayat (2) dibuktikan dengan daftar dukungan yang
         dibubuhi tanda tangan atau cap jempol dan dilengkapi
         fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.

   (4)   Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan
         dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota
         DPD.

   (5)   Dukungan yang diberikan kepada lebih dari satu orang
         calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
         dinyatakan batal.

   (6)   Jadwal waktu pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD
         ditetapkan oleh KPU.

                    Bagian Ketiga
Pendaftaran Partai Politik sebagai Calon Peserta Pemilu

                         Pasal 14

   (1)   Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan
         mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon Peserta
         Pemilu kepada KPU.

   (2)   Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
         diajukan dengan surat yang ditandatangani oleh ketua
         umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lain pada
         kepengurusan pusat partai politik.

   (3)   Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada            ayat   (2)
         dilengkapi dengan dokumen persyaratan.

   (4)   Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu
         ditetapkan oleh KPU.

                         Pasal 15

   Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
   ayat (3) meliputi:
   a. Berita Negara Republik Indonesia yang memuat tanda
      terdaftar bahwa partai politik tersebut menjadi badan
      hukum;
   b. keputusan pengurus pusat partai politik tentang pengurus
      tingkat provinsi dan pengurus tingkat kabupaten/kota;

                                                             c. surat . . .
                          - 12 -

c. surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang
   kantor dan alamat tetap pengurus tingkat pusat, pengurus
   tingkat provinsi, dan pengurus tingkat kabupaten/kota;
d. surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang
   penyertaan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya
   30% (tiga puluh perseratus) sesuai dengan peraturan
   perundang-undangan;
e. surat keterangan tentang pendaftaran nama, lambang, dan
   tanda gambar partai politik dari departemen; dan
f.    surat keterangan mengenai perolehan kursi partai politik di
      DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPU.

                    Bagian Keempat
     Verifikasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu

                         Pasal 16

(1)     KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan
        kebenaran persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 15.

(2)     Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
        selesai dilaksanakan paling lambat 9 (sembilan) bulan
        sebelum hari/tanggal pemungutan suara.

(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan waktu
        verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
        ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.

               Bagian Kelima
Penetapan Partai Politik sebagai Peserta Pemilu

                           Pasal 17

(1)     Partai politik calon Peserta Pemilu yang lulus verifikasi
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan
        sebagai Peserta Pemilu oleh KPU.

(2)    Penetapan partai politik sebagai Peserta Pemilu dilakukan
       dalam sidang pleno KPU.

(3)    Penetapan nomor urut partai politik sebagai Peserta
       Pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU
       terbuka dan dihadiri oleh wakil seluruh Partai Politik
       Peserta Pemilu.

                                                          (4) Hasil . . .
                       - 13 -


(4)   Hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
      ayat (3) diumumkan oleh KPU.


                  Bagian Keenam
      Pengawasan atas Pelaksanaan Verifikasi
        Partai Politik Calon Peserta Pemilu

                        Pasal 18

(1)   Bawaslu,    Panwaslu       provinsi,     dan     Panwaslu
      kabupaten/kota      melakukan         pengawasan      atas
      pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu
      yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota.

(2)   Dalam hal Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu
      kabupaten/kota menemukan kesengajaan atau kelalaian
      yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi sehingga
      merugikan dan/atau menguntungkan partai politik calon
      Peserta Pemilu, maka Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
      Panwaslu    kabupaten/kota    menyampaikan      temuan
      tersebut kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota.

(3)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
      menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
      Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2).


                    BAB IV
                  HAK MEMILIH

                        Pasal 19

(1)   Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan
      suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
      lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

(2)   Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar
      pemilih.



                                                         Pasal 20 . . .
                            - 14 -

                             Pasal 20

     Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara
     Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.

                         BAB V
           JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN

                    Bagian Kesatu
    Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPR

                             Pasal 21

     Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 (lima
     ratus enam puluh).banyak

                             Pasal 22

     (1)    Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau
            bagian provinsi.

     (2)    Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling
            sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh)
            kursi.

     (3)    Penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan
            dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada
            Pemilu 2004 berdasarkan ketentuan pada ayat (2).

     (4)    Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
            merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari
            Undang-Undang ini.

                     Bagian Kedua
Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Provinsi

                           Pasal 23

     (1)    Jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35
            (tiga puluh lima) dan paling banyak 100 (seratus).

     (2)    Jumlah kursi DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada
            ayat (1) didasarkan pada jumlah Penduduk provinsi yang
            bersangkutan dengan ketentuan:



                                                           a. provinsi . . .
                        - 15 -

      a. provinsi dengan jumlah Penduduk sampai dengan
         1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 35 (tiga
         puluh lima) kursi;
      b. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
         1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga
         juta) jiwa memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima)
         kursi;
      c. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
         3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima
         juta) jiwa memperoleh alokasi 55 (lima puluh lima)
         kursi;
      d. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
         5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh
         juta) jiwa memperoleh alokasi 65 (enam puluh lima)
         kursi;
      e. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
         7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000
         (sembilan juta) jiwa memperoleh alokasi 75 (tujuh
         puluh lima) kursi;
      f.   provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
           9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 11.000.000
           (sebelas juta) jiwa memperoleh alokasi 85 (delapan
           puluh lima) kursi; dan
      g. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
         11.000.000 (sebelas juta) jiwa memperoleh alokasi 100
         (seratus) kursi.

                        Pasal 24

(1)   Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah
      kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.

(2)   Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD
      provinsi ditetapkan sama dengan Pemilu sebelumnya.

                       Pasal 25

      Jumlah kursi anggota DPRD provinsi yang dibentuk
(1)
      setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam
      Undang-Undang ini.

      Alokasi kursi pada daerah pemilihan anggota DPRD
(2)
      provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
      paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua
      belas) kursi.
                                                       (3) Dalam . . .
                                - 16 -

               Dalam hal terjadi pembentukan provinsi baru setelah
         (3)
               Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di provinsi
               induk sesuai dengan jumlah Penduduk berdasarkan
               alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

               Penataan daerah pemilihan di provinsi induk dan
         (4)
               pembentukan daerah pemilihan di provinsi baru
               dilakukan untuk Pemilu berikutnya.

               Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi kursi dan daerah
         (5)
               pemilihan anggota DPRD provinsi ditetapkan dalam
               peraturan KPU.

                         Bagian Ketiga
Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota

                               Pasal 26

         (1)   Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling
               sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh).

         (2)   Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota sebagaimana
               dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah
               Penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan dengan
               ketentuan:
               a. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk sampai
                  dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa memperoleh
                  alokasi 20 (dua puluh) kursi;
               b. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
                  100.000 (seratus ribu) sampai dengan 200.000 (dua
                  ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 25 (dua puluh
                  lima) kursi;
               c. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
                  200.000 (dua ratus ribu) sampai dengan 300.000 (tiga
                  ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 30 (tiga puluh)
                  kursi;
               d. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
                  300.000 (tiga ratus ribu) sampai dengan 400.000
                  (empat ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 35 (tiga
                  puluh lima) kursi;
               e. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
                  400.000 (empat ratus ribu) sampai dengan 500.000
                  (lima ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 40 (empat
                  puluh) kursi;

                                                        f. kabupaten/kota . . .
                        - 17 -

      f.   kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
           500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000
           (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 45 (empat puluh
           lima) kursi; dan
      g. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
         1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 50 (lima
         puluh) kursi.

                       Pasal 27

(1)   Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah
      kecamatan atau gabungan kecamatan.

(2)   Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD
      kabupaten/kota ditetapkan sama dengan Pemilu
      sebelumnya.

(3)   Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota di
      kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk lebih
      dari 1.000.000 (satu juta) jiwa berlaku ketentuan Pasal 26
      ayat (2) huruf g.

(4)   Penambahan jumlah kursi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 26 ayat (2) huruf g diberikan kepada daerah
      pemilihan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak
      secara berurutan.

                       Pasal 28

(1)   Dalam hal terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya
      daerah pemilihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan.

(2)   Alokasi kursi akibat hilangnya daerah pemilihan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan
      kembali sesuai dengan jumlah Penduduk.

                       Pasal 29

(1)   Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang
      dibentuk   setelah Pemilu  ditetapkan berdasarkan
      ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(2)   Alokasi kursi pada daerah pemilihan anggota DPRD
      kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditentukan paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak
      12 (dua belas) kursi.

                                                         (3) Dalam . . .
                       - 18 -


(3)   Dalam hal terjadi pembentukan kabupaten/kota baru
      setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di
      kabupaten/kota induk sesuai dengan jumlah penduduk
      berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2).

(4)   Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan
      pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru
      dilakukan untuk Pemilu berikutnya.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi kursi dan daerah
      pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan
      dalam peraturan KPU.


               Bagian Keempat
Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPD

                       Pasal 30

Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan
4 (empat).

                       Pasal 31

Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi.


                 BAB VI
        PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH

                Bagian Kesatu
              Data Kependudukan

                       Pasal 32

(1)   Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan data
      kependudukan.

(2)   Data kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus sudah tersedia dan diserahkan kepada KPU paling
      lambat 12 (dua belas) bulan sebelum hari/tanggal
      pemungutan suara.


                                                 Bagian Kedua . . .
                      - 19 -

                Bagian Kedua
                Daftar Pemilih

                      Pasal 33

(1)   KPU kabupaten/kota menggunakan data kependudukan
      sebagai bahan penyusunan daftar pemilih.

(2)   Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      sekurang-kurangnya     memuat        nomor      induk
      kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan
      alamat Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak
      memilih.

(3)   Dalam penyusunan daftar pemilih sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), KPU kabupaten/kota dibantu oleh PPS.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
      daftar pemilih diatur dalam peraturan KPU.

               Bagian Ketiga
          Pemutakhiran Data Pemilih

                      Pasal 34

(1)   KPU kabupaten/kota melakukan pemutakhiran data
      pemilih berdasarkan data kependudukan dari Pemerintah
      dan pemerintah daerah.

(2)   Pemutakhiran data pemilih diselesaikan paling lama
      3 (tiga) bulan setelah diterimanya data kependudukan.

(3)   Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU kabupaten/kota
      dibantu oleh PPS dan PPK.

(4)   Hasil pemutakhiran data pemilih digunakan sebagai
      bahan penyusunan daftar pemilih sementara.

                      Pasal 35

(1)   Dalam    pemutakhiran     data   pemilih sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), PPS dibantu oleh
      petugas pemutakhiran data pemilih yang terdiri atas
      perangkat desa/kelurahan, rukun warga, rukun tetangga
      atau sebutan lain, dan warga masyarakat.



                                                   (2) Petugas . . .
                       - 20 -


(2)   Petugas pemutakhiran data pemilih sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
      PPS.


               Bagian Keempat
      Penyusunan Daftar Pemilih Sementara

                       Pasal 36

(1)   Daftar pemilih sementara disusun oleh PPS berbasis
      rukun tetangga atau sebutan lain.

(2)   Daftar pemilih sementara disusun paling lambat 1 (satu)
      bulan sejak berakhirnya pemutakhiran data pemilih.

(3)   Daftar pemilih sementara diumumkan selama 7 (tujuh)
      hari oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan
      tanggapan dari masyarakat.

(4)   Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3), salinannya harus diberikan oleh PPS kepada
      yang mewakili Peserta Pemilu di tingkat desa/kelurahan
      sebagai bahan untuk mendapatkan masukan dan
      tanggapan.

(5)   Masukan dan tanggapan dari masyarakat dan Peserta
      Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
      diterima PPS paling lama 14 (empat belas) hari sejak hari
      pertama daftar pemilih sementara diumumkan.

(6)   PPS wajib memperbaiki daftar pemilih sementara
      berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat
      dan Peserta Pemilu.


                       Pasal 37

(1)   Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6) diumumkan kembali
      oleh PPS selama 3 (tiga) hari untuk mendapatkan
      masukan dan tanggapan dari masyarakat dan Peserta
      Pemilu.


                                                         (2) PPS . . .
                       - 21 -

(2)   PPS wajib melakukan perbaikan terhadap daftar pemilih
      sementara hasil perbaikan berdasarkan masukan dan
      tanggapan dari masyarakat dan Peserta Pemilu
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga)
      hari setelah berakhirnya pengumuman.

(3)   Daftar pemilih sementara hasil perbaikan akhir
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh
      PPS kepada KPU kabupaten/kota melalui PPK untuk
      menyusun daftar pemilih tetap.

(4)   PPS harus memberikan salinan daftar pemilih sementara
      hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      kepada yang mewakili Peserta Pemilu di tingkat
      desa/kelurahan.

                Bagian Kelima
        Penyusunan Daftar Pemilih Tetap

                       Pasal 38

(1)   KPU kabupaten/kota menetapkan daftar pemilih tetap
      berdasarkan daftar pemilih sementara hasil perbaikan
      dari PPS.

(2)   Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disusun dengan basis TPS.

(3)   Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      ditetapkan paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
      diterimanya daftar pemilih sementara hasil perbaikan dari
      PPS.

(4)   Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disampaikan oleh KPU kabupaten/kota kepada KPU, KPU
      provinsi, PPK, dan PPS.

(5)   KPU kabupaten/kota harus memberikan salinan daftar
      pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      kepada Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat
      kabupaten/kota.

                       Pasal 39

(1)   PPS mengumumkan daftar pemilih tetap sejak diterima
      dari  KPU    kabupaten/kota  sampai    hari/tanggal
      pemungutan suara.
                                                      (2) Daftar . . .
                          - 22 -

   (2)   Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
         digunakan KPPS dalam melaksanakan pemungutan
         suara.

                          Pasal 40

   (1)   Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dalam
         Pasal 38 ayat (2) dapat dilengkapi dengan daftar pemilih
         tambahan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum
         hari/tanggal pemungutan suara.

   (2)   Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada
         ayat (1) terdiri atas data pemilih yang telah terdaftar
         dalam daftar pemilih tetap di suatu TPS, tetapi karena
         keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya
         untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan
         terdaftar.

   (3)   Untuk dapat dimasukkan dalam daftar pemilih
         tambahan, seseorang harus menunjukkan bukti identitas
         diri dan bukti yang bersangkutan telah terdaftar sebagai
         pemilih dalam daftar pemilih tetap di TPS asal.

                  Bagian Keenam
Penyusunan Daftar Pemilih bagi Pemilih di Luar Negeri

                          Pasal 41

   (1)   Setiap    Kepala Perwakilan    Republik    Indonesia
         menyediakan data penduduk Warga Negara Indonesia
         dan data penduduk potensial pemilih Pemilu di negara
         akreditasinya.

   (2)   PPLN menggunakan data penduduk potensial pemilih
         Pemilu untuk menyusun daftar pemilih di luar negeri.

                          Pasal 42

   (1)   PPLN melakukan pemutakhiran data pemilih paling lama
         3 (tiga) bulan setelah diterimanya data penduduk Warga
         Negara Indonesia dan data penduduk potensial pemilih
         Pemilu.

   (2)   Pemutakhiran data pemilih oleh PPLN dibantu petugas
         pemutakhiran data pemilih.



                                                        (3) Petugas . . .
                      - 23 -

(3)   Petugas pemutakhiran data pemilih sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) terdiri atas pegawai Perwakilan
      Republik Indonesia dan warga masyarakat Indonesia di
      negara yang bersangkutan.

(4)   Petugas pemutakhiran data      pemilih    diangkat   dan
      diberhentikan oleh PPLN.

                      Pasal 43

(1)   PPLN menyusun daftar pemilih sementara.

(2)   Penyusunan daftar pemilih sementara dilaksanakan
      paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhirnya
      pemutakhiran data pemilih.

(3)   Daftar pemilih sementara diumumkan selama 7 (tujuh)
      hari oleh PPLN untuk mendapatkan masukan dan
      tanggapan dari masyarakat.

(4)   Masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) diterima PPLN paling lama
      7 (tujuh) hari sejak diumumkan.

(5)   PPLN wajib memperbaiki daftar pemilih sementara
      berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat.

(6)   Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (5) digunakan PPLN untuk bahan
      penyusunan daftar pemilih tetap.

                      Pasal 44

(1)   PPLN menetapkan daftar pemilih sementara hasil
      perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (6)
      menjadi daftar pemilih tetap.

(2)   PPLN mengirim daftar pemilih tetap sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) kepada KPU dengan tembusan
      kepada Kepala Perwakilan Republik Indonesia.

                      Pasal 45

(1)   PPLN menyusun daftar pemilih tetap dengan basis TPSLN
      berdasarkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 44 ayat (1).


                                                       (2) Daftar . . .
                          - 24 -

   (2)   Daftar pemilih tetap dengan basis TPSLN digunakan
         KPPSLN dalam melaksanakan pemungutan suara.

                          Pasal 46

   (1)   Daftar pemilih tetap dengan basis TPSLN sebagaimana
         dimaksud Pasal 45 ayat (2) dapat dilengkapi dengan
         daftar   pemilih    tambahan    sampai  hari/tanggal
         pemungutan suara.

   (2)   Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada
         ayat (1) terdiri atas data pemilih yang telah terdaftar
         dalam daftar pemilih tetap di suatu TPSLN, tetapi karena
         keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya
         untuk memilih di TPSLN tempat yang bersangkutan
         terdaftar.

                   Bagian Ketujuh
           Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap

                          Pasal 47

   (1)   KPU kabupaten/kota melakukan          rekapitulasi   daftar
         pemilih tetap di kabupaten/kota.

   (2)   KPU provinsi melakukan rekapitulasi daftar pemilih tetap
         di provinsi.

   (3)   KPU melakukan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara
         nasional.

                 Bagian Kedelapan
      Pengawasan dan Penyelesaian Perselisihan
dalam Pemutakhiran Data dan Penetapan Daftar Pemilih

                          Pasal 48

   (1)   Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
         Panwaslu kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan
         melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran
         data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar
         pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar
         pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan
         pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih
         tambahan, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang
         dilaksanakan   oleh    KPU,   KPU    provinsi,  KPU
         kabupaten/kota, PPK dan PPS.
                                                         (2) Pengawas . . .
                         - 25 -

  (2)   Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan
        atas    pelaksanaan     pemutakhiran     data   pemilih,
        penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara,
        perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara
        hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar
        pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan rekapitulasi
        daftar pemilih tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh
        PPLN.

                         Pasal 49

  (1)   Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 48 menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian
        anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
        PPS, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia
        yang memiliki hak pilih, maka Bawaslu, Panwaslu
        provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
        kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas
        Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan kepada KPU,
        KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan
        PPLN.

  (2)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS,
        dan PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu,
        Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
        kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas
        Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


                 BAB VII
PENCALONAN ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI
        DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

                 Bagian Kesatu
        Persyaratan Bakal Calon Anggota
 DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

                         Pasal 50

  (1)   Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
        kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan:
        a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua
           puluh satu) tahun atau lebih;
        b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
        c. bertempat tinggal di     wilayah   Negara   Kesatuan
           Republik Indonesia;

                                                          d. cakap . . .
                  - 26 -

d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa
   Indonesia;
e. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah
   Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
   Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),
   atau bentuk lain yang sederajat;
f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
   Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
   1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
   putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
   hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
   diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
   lebih;
h. sehat jasmani dan rohani;
i. terdaftar sebagai pemilih;
j. bersedia bekerja penuh waktu;
k. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil,
   anggota    Tentara   Nasional   Indonesia,    anggota
   Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada
   badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
   daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber
   dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat
   pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
l.   bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan
     publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat
     akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan
     penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan
     keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat
     menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas,
     wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD
     provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai peraturan
     perundang-undangan;
m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai
   pejabat-negara lainnya, pengurus pada badan usaha
   milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta
   badan lain yang anggarannya bersumber dari
   keuangan negara;
n. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
o. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
p. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.

                                            (2) Kelengkapan . . .
                       - 27 -

(2)   Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
      a. kartu tanda Penduduk Warga Negara Indonesia;
      b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB,
         syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang
         dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program
         pendidikan menengah;
      c. surat keterangan catatan kepolisian tentang tidak
         tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara
         Republik Indonesia setempat;
      d. surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani;
      e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
      f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja
         penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas
         bermeterai cukup;
      g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik
         sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris,
         pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak
         melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
         berhubungan dengan keuangan negara           serta
         pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik
         kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
         sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
         kabupaten/kota yang ditandatangani di atas kertas
         bermeterai cukup;
      h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik
         kembali sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara
         Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara
         Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik
         negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus
         pada badan lain yang anggarannya bersumber dari
         keuangan negara;
      i. kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
      j. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan
         oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga
         perwakilan yang ditandatangani di atas kertas
         bermeterai cukup;
      k. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan
         pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di
         atas kertas bermeterai cukup.


                                                     Bagian Kedua . . .
                       - 28 -

               Bagian Kedua
  Tata Cara Pengajuan Bakal Calon Anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

                       Pasal 51

(1)   Partai Politik Peserta Pemilu melakukan seleksi bakal
      calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota.

(2)   Seleksi bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan
      mekanisme internal partai politik.

                       Pasal 52

(1)   Bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
      disusun dalam daftar bakal calon oleh partai politik
      masing-masing.

(2)   Daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh pengurus
      Partai Politik Peserta Pemilu tingkat pusat.

(3)   Daftar bakal calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh
      pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat provinsi.

(4)   Daftar bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota
      ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu
      tingkat kabupaten/kota.

                       Pasal 53

Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus)
keterwakilan perempuan.

                       Pasal 54

Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
memuat paling banyak 120% (seratus dua puluh perseratus)
dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan.

                      Pasal 55

(1)   Nama-nama calon dalam daftar bakal calon sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 54 disusun berdasarkan nomor
      urut.
                                                      (2) Di dalam . . .
                               - 29 -


         (2)   Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada
               ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat
               sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal
               calon.

         (3)   Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
               disertai dengan pas foto diri terbaru.

                               Pasal 56

         Daftar bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
         kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
         diajukan kepada:
         a.    KPU untuk daftar bakal calon anggota DPR yang
               ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal
               atau sebutan lain.

         b.    KPU provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD
               provinsi yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris
               atau sebutan lain.

         c.    KPU kabupaten/kota untuk daftar bakal calon anggota
               DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani oleh ketua
               dan sekretaris atau sebutan lain.

                           Bagian Ketiga
               Verifikasi Kelengkapan Administrasi
Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota

                               Pasal 57

         (1)   KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan
               kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon
               anggota DPR dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah
               sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus)
               keterwakilan perempuan.

         (2)   KPU provinsi melakukan verifikasi terhadap kelengkapan
               dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal
               calon anggota DPRD provinsi dan verifikasi terhadap
               terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga
               puluh perseratus) keterwakilan perempuan.


                                                                (3) KPU . . .
                      - 30 -



(3)   KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi terhadap
      kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan
      administrasi bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota
      dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-
      kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
      perempuan.


                      Pasal 58

(1)   Dalam     hal   kelengkapan    dokumen    persyaratan
      administrasi bakal calon sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 57 tidak terpenuhi, KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota mengembalikan dokumen persyaratan
      administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota kepada Partai Politik Peserta
      Pemilu.

(2)   Dalam hal daftar bakal calon tidak memuat sekurang-
      kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
      perempuan, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
      memberikan kesempatan kepada partai politik untuk
      memperbaiki daftar bakal calon tersebut.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai proses verifikasi bakal
      calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota diatur dengan peraturan KPU.


                      Pasal 59

(1)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota meminta
      kepada partai politik untuk mengajukan bakal calon baru
      anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
      sebagai pengganti bakal calon yang terbukti memalsukan
      atau menggunakan dokumen palsu.

(2)   Partai politik mengajukan nama bakal calon baru
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama
      7 (tujuh) hari sejak surat permintaan dari KPU, KPU
      provinsi, dan KPU kabupaten/kota diterima oleh partai
      politik.


                                                     (3) Partai . . .
                                - 31 -

         (3)   Partai Politik Peserta Pemilu yang bersangkutan tidak
               dapat mengajukan bakal calon pengganti apabila putusan
               pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap
               membuktikan terjadinya pemalsuan atau penggunaan
               dokumen       palsu   tersebut    dikeluarkan   setelah
               ditetapkannya daftar calon tetap oleh KPU, KPU provinsi,
               dan KPU kabupaten/kota.
         (4)   KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten kota melakukan
               verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen
               persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD
               provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
               dimaksud pada ayat (2).

                         Bagian Keempat
       Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi
Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
                               Pasal 60
         (1)   Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
               melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi
               kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR,
               DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang
               dilakukan oleh   KPU, KPU provinsi, dan KPU
               kabupaten/kota.
         (2)   Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada
               ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian
               anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
               sehingga merugikan bakal calon anggota DPR, DPRD
               provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, maka Bawaslu,
               Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota
               menyampaikan temuan kepada KPU, KPU provinsi, dan
               KPU kabupaten/kota.
         (3)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
               menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi,
               dan Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
               pada ayat (2).

                        Bagian Kelima
           Penyusunan Daftar Calon Sementara Anggota
          DPR, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota
                                Pasal 61

         (1)   Bakal calon yang lulus verifikasi sebagaimana dimaksud
               dalam Pasal 57 disusun dalam daftar calon sementara
               oleh:
               a. KPU untuk daftar calon sementara anggota DPR.
                                                                  b. KPU . . .
                      - 32 -

      b. KPU provinsi untuk daftar calon sementara anggota
         DPRD provinsi.
      c. KPU kabupaten/kota untuk daftar calon sementara
         anggota DPRD kabupaten/kota.

(2)   Daftar calon sementara sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU, KPU
      provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

(3)   Daftar calon sementara sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) disusun berdasarkan nomor urut dan dilengkapi
      dengan pas foto diri terbaru.

(4)   Daftar calon sementara anggota DPR, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diumumkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota sekurang-kurangnya pada 1 (satu) media
      massa cetak harian dan media massa elektronik nasional
      dan 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa
      elektronik daerah serta sarana pengumuman lainnya
      selama 5 (lima) hari.

(5)   Masukan dan tanggapan dari masyarakat disampaikan
      kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota
      paling lama 10 (sepuluh) hari sejak daftar calon
      sementara diumumkan.

(6)   KPU,   KPU    provinsi,   dan    KPU kabupaten/kota
      mengumumkan persentase keterwakilan perempuan
      dalam daftar calon sementara partai politik masing-
      masing pada media massa cetak harian nasional dan
      media massa elektronik nasional.

                       Pasal 62

(1)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota meminta
      klarifikasi kepada partai politik atas masukan dan
      tanggapan dari masyarakat.

(2)   Pimpinan partai politik harus memberikan kesempatan
      kepada calon yang bersangkutan untuk mengklarifikasi
      masukan dan tanggapan dari masyarakat.

(3)   Pimpinan partai politik menyampaikan hasil klarifikasi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis
      kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.


                                                     (4) Dalam . . .
                      - 33 -

(4)   Dalam hal hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) menyatakan bahwa calon sementara tersebut
      tidak memenuhi syarat, KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota memberitahukan dan memberikan
      kesempatan kepada partai politik untuk mengajukan
      pengganti calon dan daftar calon sementara hasil
      perbaikan.

(5)   Pengajuan pengganti calon dan daftar calon sementara
      hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
      paling lama 7 (tujuh) hari setelah surat pemberitahuan
      dari KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
      diterima oleh partai politik.

(6)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota melakukan
      verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen
      persyaratan administrasi pengganti calon anggota DPR,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(7)   Dalam hal partai politik tidak mengajukan pengganti
      calon dan daftar calon sementara hasil perbaikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (5), urutan nama
      dalam daftar calon sementara diubah oleh KPU, KPU
      provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai dengan urutan
      berikutnya.

                      Pasal 63

Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan
dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan
administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, maka KPU, KPU provinsi,
dan KPU kabupaten/kota berkoordinasi dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia untuk dilakukan proses lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                      Pasal 64

Dalam hal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap yang menyatakan tidak terbukti adanya
pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dibacakan setelah
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menetapkan
daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota, putusan tersebut tidak memengaruhi daftar
calon tetap.

                                                Bagian Keenam . . .
                      - 34 -

                Bagian Keenam
      Penetapan dan Pengumuman Daftar
      Calon Tetap Anggota DPR dan DPRD

                      Pasal 65

(1)   KPU menetapkan daftar calon tetap anggota DPR.

(2)   KPU provinsi menetapkan daftar calon tetap anggota
      DPRD provinsi.

(3)   KPU kabupaten/kota menetapkan daftar calon tetap
      anggota DPRD kabupaten/kota.

(4)   Daftar calon tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      ayat (2), dan ayat (3) disusun berdasarkan nomor urut
      dan dilengkapi dengan pas foto diri terbaru.

                      Pasal 66

(1)   Daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 65 diumumkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota.

(2)   KPU,   KPU     provinsi,   dan KPU     kabupaten/kota
      mengumumkan persentase keterwakilan perempuan
      dalam daftar calon tetap partai politik masing-masing
      pada media massa cetak harian nasional dan media
      massa elektronik nasional.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis
      pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU.


               Bagian Ketujuh
Tata Cara Pendaftaran Bakal Calon Anggota DPD

                      Pasal 67

(1)   Perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat
      mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPD
      kepada KPU melalui KPU provinsi.


                                                (2) Kelengkapan . .
                                                .
                       - 35 -




(2)   Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPD
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:

      a. kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia;

      b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB,
         syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang
         dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program
         pendidikan menengah;

      c. surat keterangan catatan kepolisian tentang tidak
         tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara
         Republik Indonesia setempat;

      d. surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani;

      e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;

      f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja
         penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas
         bermeterai cukup;

      g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik
         sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris,
         dan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
         berhubungan     dengan   keuangan   negara   serta
         pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik
         kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
         sebagai anggota DPD yang ditandatangani di atas
         kertas bermeterai cukup;

      h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik
         kembali sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara
         Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara
         Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik
         negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus
         pada badan lain yang anggarannya bersumber dari
         anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
         anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan

      i. surat    pernyataan     tentang   kesediaan     hanya
         mencalonkan untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang
         ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.


                                                 Bagian Kedelapan . . .
                                  - 36 -



                           Bagian Kedelapan
                 Verifikasi Kelengkapan Administrasi
                       Bakal Calon Anggota DPD

                                  Pasal 68

           (1)   KPU melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran
                 dokumen persyaratan bakal calon anggota DPD.

           (2)   KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota membantu
                 pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
                 ayat (1).

                                  Pasal 69

           (1)   Persyaratan dukungan minimal pemilih sebagaimana
                 dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dibuktikan dengan
                 daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap
                 jempol dan dilengkapi fotokopi kartu tanda Penduduk
                 setiap pendukung.

           (2)   Seorang pemilih tidak dibolehkan memberikan dukungan
                 kepada lebih dari 1 (satu) orang bakal calon anggota DPD.

           (3)   Dalam hal ditemukan bukti adanya data palsu atau data
                 yang sengaja digandakan oleh bakal calon anggota DPD
                 terkait dengan dokumen persyaratan dukungan minimal
                 pemilih, bakal calon anggota DPD dikenai pengurangan
                 jumlah dukungan minimal pemilih sebanyak 50 (lima
                 puluh) kali temuan bukti data palsu atau data yang
                 digandakan.


                           Bagian Kesembilan
Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi Calon Anggota DPD

                                  Pasal 70

           (1)   Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota
                 melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi
                 kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon
                 anggota DPD yang dilakukan oleh KPU, KPU provinsi, dan
                 KPU kabupaten/kota.



                                                                   (2) Dalam . . .
                      - 37 -

(2)   Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian
      anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
      sehingga merugikan bakal calon anggota DPD, maka
      Bawaslu,     Panwaslu    provinsi,    dan Panwaslu
      kabupaten/kota menyampaikan temuan kepada KPU,
      KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

(3)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
      menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi,
      dan Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2).

              Bagian Kesepuluh
Penetapan Daftar Calon Sementara Anggota DPD

                      Pasal 71

(1)   KPU menetapkan daftar calon sementara anggota DPD.

(2)   Daftar calon sementara sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU.

(3)   Daftar calon sementara anggota DPD sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh KPU sekurang-
      kurangnya pada 1 (satu) media massa cetak harian dan
      media massa elektronik nasional dan 1 (satu) media
      massa cetak harian dan media massa elektronik daerah
      serta sarana pengumuman lainnya untuk mendapatkan
      masukan dan tanggapan dari masyarakat.

(4)   Masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada KPU paling
      lama 10 (sepuluh) hari sejak daftar calon sementara
      diumumkan.

                      Pasal 72

(1)   Masukan dan tanggapan dari masyarakat untuk
      perbaikan daftar calon sementara anggota DPD
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3)
      disampaikan secara tertulis kepada KPU dengan disertai
      bukti identitas diri.

(2)   KPU,   KPU     provinsi, dan  KPU    kabupaten/kota
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meminta klarifikasi
      kepada bakal calon anggota DPD atas masukan dan
      tanggapan dari masyarakat.

                                                      Pasal 73 . . .
                           - 38 -

                            Pasal 73

     Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan
     dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan
     administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPD, maka
     KPU dan KPU provinsi berkoordinasi dengan Kepolisian Negara
     Republik Indonesia untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai
     dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                            Pasal 74

     Dalam hal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
     hukum tetap yang menyatakan tidak terbukti adanya
     pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dibacakan setelah
     KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menetapkan
     daftar calon tetap anggota DPD, putusan tersebut tidak
     memengaruhi daftar calon tetap.

                    Bagian Kesebelas
Penetapan dan Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPD

                            Pasal 75

     (1)   Daftar calon tetap anggota DPD ditetapkan oleh KPU.

     (2)   Daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud
           pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad dan dilengkapi
           dengan pas foto diri terbaru.

     (3)   Daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud
           pada ayat (2) diumumkan oleh KPU.

     (4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman           teknis
           pencalonan anggota DPD ditetapkan oleh KPU.

                         BAB VIII
                        KAMPANYE

                      Bagian Kesatu
                     Kampanye Pemilu

                            Pasal 76

     Kampanye Pemilu dilakukan dengan prinsip bertanggung
     jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik
     masyarakat.

                                                             Pasal 77 . . .
                       - 39 -

                        Pasal 77

(1)   Kampanye      Pemilu      dilaksanakan   oleh   pelaksana
      kampanye.

(2)   Kampanye Pemilu diikuti oleh peserta kampanye.

(3)   Kampanye Pemilu didukung oleh petugas kampanye.

                        Pasal 78

(1)   Pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD
      provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota terdiri atas
      pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD
      provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru kampanye, orang-
      seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta
      Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota.

(2)   Pelaksana kampanye Pemilu anggota DPD terdiri atas
      calon anggota DPD, orang-seorang, dan organisasi yang
      ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPD.

(3)   Peserta kampanye terdiri atas anggota masyarakat.

(4)   Petugas kampanye terdiri atas seluruh petugas yang
      memfasilitasi pelaksanaan kampanye.

                        Pasal 79

(1)   Pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 78 harus didaftarkan pada KPU, KPU provinsi, dan
      KPU kabupaten/kota.

(2)   Pendaftaran pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditembuskan kepada Bawaslu, Panwaslu
      provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota.

                   Bagian Kedua
                  Materi Kampanye

                        Pasal 80

(1)   Materi kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang
      dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD
      provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota meliputi
      visi, misi, dan program partai politik.
                                                          (2) Materi . . .
                        - 40 -

(2)    Materi kampanye Perseorangan Peserta Pemilu yang
       dilaksanakan oleh calon anggota DPD meliputi visi, misi,
       dan program yang bersangkutan.

                  Bagian Ketiga
                 Metode Kampanye

                         Pasal 81

Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
dapat dilakukan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka;
c. media massa cetak dan media massa elektronik;
d. penyebaran bahan kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga di tempat umum;
f.    rapat umum; dan
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan
   peraturan perundang-undangan.

                         Pasal 82

(1)    Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
       huruf a sampai dengan huruf e dilaksanakan sejak 3
       (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai
       Peserta Pemilu sampai dengan dimulainya masa tenang.

(2)    Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
       huruf f dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan
       berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.

(3)    Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
       ayat (2) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum
       hari/tanggal pemungutan suara.

                         Pasal 83

(1)    Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan kampanye
       Pemilu secara nasional diatur dengan peraturan KPU.

(2)    Waktu, tanggal, dan tempat pelaksanaan kampanye
       Pemilu anggota DPR dan DPD ditetapkan dengan
       keputusan KPU setelah KPU berkoordinasi dengan
       Peserta Pemilu.
                                                           (3) Waktu . . .
                       - 41 -

(3)   Waktu, tanggal, dan tempat pelaksanaan kampanye
      Pemilu anggota DPRD provinsi ditetapkan dengan
      keputusan    KPU    provinsi   setelah KPU provinsi
      berkoordinasi dengan Peserta Pemilu.

(4)   Waktu, tanggal, dan tempat pelaksanaan kampanye
      Pemilu anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan dengan
      keputusan    KPU    kabupaten/kota      setelah   KPU
      kabupaten/kota berkoordinasi dengan Peserta Pemilu.


                 Bagian Keempat
            Larangan dalam Kampanye

                       Pasal 84

(1)   Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang:
      a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan
         Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
         Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik
         Indonesia;
      b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan
         Negara Kesatuan Republik Indonesia;
      c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan,
         calon dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
      d. menghasut dan mengadu          domba    perseorangan
         ataupun masyarakat;
      e. mengganggu ketertiban umum;
      f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau
         menganjurkan     penggunaan    kekerasan    kepada
         seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau
         Peserta Pemilu yang lain;
      g. merusak dan/atau menghilangkan           alat   peraga
         kampanye Peserta Pemilu;
      h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah,
         dan tempat pendidikan;
      i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau
         atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut
         Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
      j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi
         lainnya kepada peserta kampanye.


                                                   (2) Pelaksana . . .
                        - 42 -

(2)   Pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang
      mengikutsertakan:
      a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada
         Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan
         peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim
         konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
      b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
         Keuangan;
      c. Gubernur, Deputi Gubernur        Senior,   dan   deputi
         gubernur Bank Indonesia;
      d. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik
         daerah;
      e. pegawai negeri sipil;
      f. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
         Negara Republik Indonesia;
      g. kepala desa;
      h. perangkat desa;
      i. anggota badan permusyaratan desa; dan
      j. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak
         memilih.

(3)   Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai
      pelaksana kampanye.

(4)   Sebagai peserta kampanye, pegawai negeri sipil dilarang
      menggunakan atribut partai atau atribut pegawai negeri
      sipil.

(5)   Sebagai peserta kampanye, pegawai negeri sipil dilarang
      mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya
      dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

(6)   Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1)
      huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, ayat (2),
      dan ayat (5) merupakan tindak pidana Pemilu.

                        Pasal 85

(1)   Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil
      Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati,
      wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus
      memenuhi ketentuan:


                                                          a. tidak . . .
                       - 43 -

      a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
         jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat
         negara   sebagaimana       diatur  dalam   peraturan
         perundang-undangan; dan
      b. menjalani cuti di luar tanggungan negara.

(2)   Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf    b   dilaksanakan     dengan   memperhatikan
      keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan
      penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat
      negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diatur dengan peraturan KPU.

                 Bagian Kelima
  Sanksi atas Pelanggaran Larangan Kampanye

                       Pasal 86

Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya
pelanggaran larangan kampanye sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (1) dan ayat (2) oleh pelaksana dan peserta
kampanye, maka KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.


                       Pasal 87

Dalam hal terbukti pelaksana kampanye menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung
agar:
a. tidak menggunakan hak pilihnya;
b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu
   dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
d. memilih calon anggota DPR,         DPRD    provinsi,    DPRD
   kabupaten/kota tertentu; atau
e. memilih calon anggota DPD tertentu,
dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


                                                          Pasal 88 . . .
                        - 44 -

                          Pasal 88

Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 yang dikenai kepada pelaksana kampanye yang
berstatus sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota, dan DPD digunakan sebagai dasar KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk mengambil tindakan
berupa:
a. pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
   dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau
b. pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD
   provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.


                Bagian Keenam
  Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye

                     Paragraf 1
                      Umum

                         Pasal 89

(1)   Pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye dapat
      dilakukan melalui media massa cetak dan lembaga
      penyiaran   sesuai  dengan  peraturan  perundang-
      undangan.

(2)   Pemberitaan,    penyiaran,   dan    iklan   kampanye
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam
      rangka penyampaian pesan kampanye Pemilu oleh
      Peserta Pemilu kepada masyarakat.

(3)   Pesan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar,
      atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis,
      karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat
      diterima melalui perangkat penerima pesan.

(4)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam
      memberitakan,    menyiarkan, dan    mengiklankan
      kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
      mematuhi larangan dalam kampanye sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 84.



                                                          (5) Media . . .
                       - 45 -

(5)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang
      menyiarkan berita, iklan, rekam jejak Peserta Pemilu,
      atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan
      kampanye yang menguntungkan atau merugikan Peserta
      Pemilu.

                       Pasal 90

(1)   Lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia
      (TVRI), lembaga penyiaran publik Radio Republik
      Indonesia (RRI), lembaga penyiaran publik lokal, lembaga
      penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran berlangganan
      memberikan      alokasi   waktu    yang     sama     dan
      memperlakukan secara berimbang Peserta Pemilu untuk
      menyampaikan materi kampanye.

(2)   Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses
      Pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat, tetapi
      tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye
      bagi Peserta Pemilu.

(3)   Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia
      menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan
      kampanye yang sama kepada Peserta Pemilu.

                  Paragraf 2
             Pemberitaan Kampanye

                       Pasal 91
(1)   Pemberitaan    kampanye     dilakukan   oleh    lembaga
      penyiaran dengan cara siaran langsung atau siaran tunda
      dan oleh media massa cetak.

(2)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang
      menyediakan     rubrik  khusus untuk  pemberitaan
      kampanye harus berlaku adil dan berimbang kepada
      seluruh Peserta Pemilu.

                   Paragraf 3
              Penyiaran Kampanye

                       Pasal 92

(1)   Penyiaran kampanye dilakukan oleh lembaga penyiaran
      dalam bentuk siaran monolog, dialog yang melibatkan
      suara dan/atau gambar pemirsa atau suara pendengar,
      debat Peserta Pemilu, serta jajak pendapat.

                                                  (2) Pemilihan . . .
                      - 46 -

(2)   Pemilihan narasumber, tema dan moderator, serta tata
      cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog, dan debat
      diatur oleh lembaga penyiaran.

(3)   Narasumber penyiaran monolog, dialog, dan debat harus
      mematuhi larangan dalam kampanye sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 84.

(4)   Siaran monolog, dialog, dan debat yang diselenggarakan
      oleh lembaga penyiaran dapat melibatkan masyarakat
      melalui    telepon,    layanan   pesan   singkat, surat
      elektronik (e-mail), dan/atau faksimile.

                   Paragraf 4
                Iklan Kampanye

                       Pasal 93

(1)   Iklan kampanye Pemilu dapat dilakukan oleh Peserta
      Pemilu pada media massa cetak dan/atau lembaga
      penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan
      layanan masyarakat.

(2)   Iklan kampanye Pemilu dilarang berisikan hal yang dapat
      mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau
      pemirsa.

(3)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
      memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta
      Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan
      kampanye.

(4)   Pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan
      iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) dilaksanakan oleh media massa cetak dan
      lembaga penyiaran.

                       Pasal 94

(1)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang
      menjual blocking segment dan/atau blocking time untuk
      kampanye Pemilu.

(2)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang
      menerima program sponsor dalam format atau segmen
      apa pun yang dapat dikategorikan sebagai iklan
      kampanye Pemilu.

                                                      (3) Media . . .
                       - 47 -

(3)   Media massa cetak, lembaga penyiaran, dan Peserta
      Pemilu dilarang menjual spot iklan yang tidak
      dimanfaatkan oleh salah satu Peserta Pemilu kepada
      Peserta Pemilu yang lain.

                       Pasal 95

(1)   Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di
      televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif
      sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga
      puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari
      selama masa kampanye.

(2)   Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di
      radio untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif
      sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama
      60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap
      hari selama masa kampanye.

(3)   Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah
      untuk semua jenis iklan.

(4)   Pengaturan   dan   penjadwalan   pemasangan   iklan
      kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      untuk setiap Peserta Pemilu diatur sepenuhnya oleh
      lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan
      kesempatan yang sama kepada setiap Peserta Pemilu
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3).

                       Pasal 96

(1)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran melakukan
      iklan kampanye Pemilu dalam bentuk iklan kampanye
      Pemilu komersial atau iklan kampanye Pemilu layanan
      masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
      menentukan standar tarif iklan kampanye Pemilu
      komersial yang berlaku sama untuk setiap Peserta
      Pemilu.

(3)   Tarif iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat harus
      lebih rendah daripada tarif iklan kampanye Pemilu
      komersial.


                                                        (4) Media . . .
                       - 48 -

(4)   Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
      menyiarkan iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat
      non-partisan paling sedikit satu kali dalam sehari dengan
      durasi 60 (enam puluh) detik.

(5)   Iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4) dapat diproduksi sendiri oleh
      media massa cetak dan lembaga penyiaran atau dibuat
      oleh pihak lain.

(6)   Penetapan dan penyiaran iklan kampanye Pemilu layanan
      masyarakat yang diproduksi oleh pihak lain sebagaimana
      dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh media massa
      cetak dan lembaga penyiaran.

(7)   Jumlah waktu tayang iklan kampanye Pemilu layanan
      masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
      termasuk jumlah kumulatif sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

                       Pasal 97

Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil
dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta
untuk pemasangan iklan kampanye bagi Peserta Pemilu.

                       Pasal 98

(1)   Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers melakukan
      pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan
      kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran
      atau media massa cetak.

(2)   Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan
      dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Komisi Penyiaran
      Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi
      sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(3)   Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diberitahukan kepada KPU dan KPU provinsi.

(4)   Dalam hal Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers
      tidak menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak
      ditemukan bukti pelanggaran kampanye, KPU, KPU
      provinsi, dan KPU kabupaten/kota menjatuhkan sanksi
      kepada pelaksana kampanye.

                                                        Pasal 99 . . .
                        - 49 -

                        Pasal 99

(1)   Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
      dapat berupa:
      a. teguran tertulis;
      b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
      c. pengurangan durasi dan waktu pemberitaan,
         penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu;
      d. denda;
      e. pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan
         iklan kampanye Pemilu untuk waktu tertentu; atau
      f. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran       atau
         pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian
      sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
      oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers
      bersama KPU.

                        Pasal 100

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran, iklan
kampanye, dan pemberian sanksi diatur dengan peraturan
KPU.

                Bagian Ketujuh
        Pemasangan Alat Peraga Kampanye

                        Pasal 101

(1)   KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan
      PPLN berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah
      provinsi,  pemerintah   kabupaten/kota,  kecamatan,
      desa/kelurahan, dan kantor perwakilan Republik
      Indonesia untuk menetapkan lokasi pemasangan alat
      peraga untuk keperluan kampanye Pemilu.

(2)   Pemasangan alat peraga kampanye Pemilu oleh pelaksana
      kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika,
      kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat
      sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



                                                (3) Pemasangan . . .
                        - 50 -

  (3)   Pemasangan alat peraga kampanye Pemilu pada tempat
        yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta
        harus dengan izin pemilik tempat tersebut.

  (4)   Alat peraga kampanye Pemilu harus sudah dibersihkan
        oleh Peserta Pemilu paling lambat 1 (satu) hari sebelum
        hari/tanggal pemungutan suara.

  (5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan dan
        pembersihan alat peraga kampanye diatur dalam
        peraturan KPU.

                  Bagian Kedelapan
Peranan Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Kampanye

                        Pasal 102

  (1)   Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
        kabupaten/kota,   kecamatan, dan   desa/kelurahan
        memberikan kesempatan yang sama kepada pelaksana
        kampanye dalam penggunaan fasilitas umum untuk
        penyampaian materi kampanye.

  (2)   Pemerintah,     pemerintah    provinsi,    pemerintah
        kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, Tentara
        Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik
        Indonesia   dilarang    melakukan    tindakan    yang
        menguntungkan atau merugikan salah satu pelaksana
        kampanye.

               Bagian Kesembilan
    Pengawasan atas Pelaksanaan Kampanye Pemilu

                        Pasal 103

  Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
  Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
  Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas
  pelaksanaan kampanye Pemilu.

                        Pasal 104

  (1)   Pengawas Pemilu Lapangan melakukan pengawasan atas
        pelaksanaan kampanye di tingkat desa/kelurahan.



                                                    (2) Pengawas . . .
                      - 51 -



(2)   Pengawas Pemilu Lapangan menerima laporan dugaan
      adanya pelanggaran pelaksanaan kampanye di tingkat
      desa/kelurahan yang dilakukan oleh PPS, pelaksana
      kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye.

                     Pasal 105

(1)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
      PPS dengan sengaja melakukan atau lalai dalam
      pelaksanaan     kampanye      yang     mengakibatkan
      terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu di tingkat
      desa/kelurahan,     Pengawas     Pemilu    Lapangan
      menyampaikan laporan kepada Panwaslu kecamatan.

(2)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
      pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau petugas
      kampanye dengan sengaja melakukan atau lalai dalam
      pelaksanaan     kampanye      yang     mengakibatkan
      terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu di tingkat
      desa/kelurahan,     Pengawas     Pemilu    Lapangan
      menyampaikan laporan kepada PPS.


                     Pasal 106

(1)   PPS wajib menindaklanjuti temuan dan laporan tentang
      dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan
      kampanye di tingkat desa/kelurahan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2) dengan melakukan:
      a. penghentian pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu
         yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
      b. pelaporan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti
         permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana
         Pemilu terkait dengan pelaksanaan kampanye;
      c. pelarangan kepada pelaksana kampanye        untuk
         melaksanakan kampanye berikutnya; dan
      d. pelarangan kepada peserta kampanye untuk mengikuti
         kampanye berikutnya.

(2)   PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan hukum
      sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


                                                    Pasal 107 . . .
                      - 52 -

                     Pasal 107

Dalam hal ditemukan dugaan bahwa pelaksana kampanye,
peserta kampanye, dan petugas kampanye dengan sengaja
atau lalai yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
kampanye Pemilu di tingkat desa/kelurahan dikenai tindakan
hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


                     Pasal 108

(1)   Panwaslu kecamatan wajib menindaklanjuti laporan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) dengan
      melaporkan kepada PPK.

(2)   PPK wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dengan meneruskan kepada KPU
      kabupaten/kota.

(3)   KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memberikan
      sanksi administratif kepada PPS.


                     Pasal 109

(1)   Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan          atas
      pelaksanaan kampanye di tingkat kecamatan.

(2)   Panwaslu    kecamatan    menerima    laporan   dugaan
      pelanggaran pelaksanaan kampanye di tingkat kecamatan
      yang dilakukan oleh PPK, pelaksana kampanye, peserta
      kampanye, dan petugas kampanye.


                     Pasal 110

(1)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
      PPK melakukan kesengajaan atau kelalaian dalam
      pelaksanaan     kampanye      yang    mengakibatkan
      terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu di tingkat
      kecamatan, Panwaslu kecamatan menyampaikan laporan
      kepada Panwaslu kabupaten/kota.




                                                   (2) Dalam . . .
                      - 53 -



(2)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
      pelaksana kampanye, peserta kampanye atau petugas
      kampanye melakukan kesengajaan atau kelalaian dalam
      pelaksanaan     kampanye      yang    mengakibatkan
      terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu di tingkat
      kecamatan, Panwaslu kecamatan menyampaikan laporan
      kepada Panwaslu kabupaten/kota dan menyampaikan
      temuan kepada PPK.


                     Pasal 111

(1)   PPK wajib menindaklanjuti temuan dan laporan tentang
      dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan
      kampanye di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 110 ayat (2) dengan melakukan:
      a. penghentian pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu
         yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
      b. pelaporan kepada KPU kabupaten/kota dalam hal
         ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya
         tindak pidana Pemilu terkait dengan pelaksanaan
         kampanye;
      c. pelarangan kepada pelaksana kampanye untuk
         melaksanakan kampanye berikutnya; dan/atau
      d. pelarangan kepada peserta kampanye untuk mengikuti
         kampanye berikutnya.

(2)   KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
      melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam
      Undang-Undang ini.


                     Pasal 112

(1)   Panwaslu kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dengan
      melaporkan kepada KPU kabupaten/kota.

(2)   KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan
      sanksi administratif kepada PPK.



                                                   Pasal 113 . . .
                      - 54 -

                     Pasal 113

(1)   Panwaslu   kabupaten/kota   melakukan   pengawasan
      pelaksanaan kampanye di     tingkat kabupaten/kota,
      terhadap:
      a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
         anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai
         sekretariat KPU kabupaten/kota melakukan tindak
         pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang
         mengakibatkan terganggunya kampanye yang sedang
         berlangsung; atau
      b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
         pelaksana kampanye, peserta kampanye dan petugas
         kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau
         pelanggaran   administratif yang    mengakibatkan
         terganggunya kampanye yang sedang berlangsung.

(2)   Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), Panwaslu kabupaten/kota:
      a. menerima laporan dugaan pelanggaran      terhadap
         ketentuan pelaksanaan kampanye Pemilu;
      b. menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran
         kampanye Pemilu yang tidak mengandung unsur
         pidana;
      c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
         kabupaten/kota tentang pelanggaran kampanye
         Pemilu untuk ditindaklanjuti;
      d. meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran
         tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara
         Republik Indonesia;
      e. menyampaikan laporan dugaan adanya tindakan yang
         mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye
         Pemilu oleh anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris
         dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota kepada
         Bawaslu; dan/atau
      f. mengawasi pelaksanaan rekomendasi Bawaslu tentang
         pengenaan     sanksi    kepada     anggota    KPU
         kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat
         KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan
         tindakan   yang      mengakibatkan    terganggunya
         kampanye yang sedang berlangsung.



                                                    Pasal 114 . . .
                      - 55 -

                      Pasal 114

(1)   Panwaslu kabupaten/kota menyelesaikan laporan dugaan
      pelanggaran     administratif   terhadap     ketentuan
      pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 113 ayat (2) huruf a, pada hari yang sama
      dengan diterimanya laporan.

(2)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
      pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta
      kampanye     di  tingkat   kabupaten/kota,  Panwaslu
      kabupaten/kota menyampaikan temuan dan laporan
      tersebut kepada KPU kabupaten/kota.

(3)   KPU kabupaten/kota menetapkan penyelesaian laporan
      dan temuan yang mengandung bukti permulaan yang
      cukup adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana
      dan peserta kampanye pada hari diterimanya laporan.

(4)   Dalam hal Panwaslu kabupaten/kota menerima laporan
      dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan
      pelaksanaan kampanye Pemilu oleh anggota KPU
      kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
      kabupaten/kota, Panwaslu kabupaten/kota meneruskan
      laporan tersebut kepada Bawaslu.

                      Pasal 115

(1)   KPU bersama Bawaslu dapat menetapkan sanksi
      tambahan       terhadap   pelanggaran  administratif
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (3) selain
      yang diatur dalam Undang-Undang ini.

(2)   Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 114 ayat (4) selain yang diatur
      dalam Undang-Undang ini, ditetapkan dalam kode etik
      yang disusun secara bersama oleh KPU dan Bawaslu
      sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                      Pasal 116

Dalam hal Panwaslu kabupaten/kota menerima laporan
dugaan adanya tindak pidana dalam pelaksanaan kampanye
Pemilu oleh anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan
pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota, pelaksana dan
peserta kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113,
Panwaslu kabupaten/kota melakukan:

                                                  a. pelaporan . . .
                      - 56 -

a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana Pemilu
   dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
   atau
b. pelaporan  kepada   Bawaslu   sebagai   dasar    untuk
   mengeluarkan rekomendasi Bawaslu tentang sanksi.

                     Pasal 117

Panwaslu kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.

                     Pasal 118

(1)   Panwaslu provinsi melakukan pengawasan pelaksanaan
      kampanye di tingkat provinsi, terhadap:
      a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
         anggota KPU provinsi, sekretaris dan pegawai
         sekretariat KPU provinsi melakukan tindak pidana
         Pemilu     atau   pelanggaran administratif yang
         mengakibatkan terganggunya kampanye yang sedang
         berlangsung; atau
      b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
         pelaksana kampanye, peserta kampanye dan petugas
         kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau
         pelanggaran   administratif yang    mengakibatkan
         terganggunya kampanye yang sedang berlangsung.

(2)   Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), Panwaslu provinsi:
      a. menerima laporan dugaan pelanggaran      terhadap
         ketentuan pelaksanaan kampanye Pemilu;
      b. menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran
         kampanye Pemilu yang tidak mengandung unsur
         pidana;
      c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
         provinsi tentang pelanggaran kampanye Pemilu untuk
         ditindaklanjuti;
      d. meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran
         tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara
         Republik Indonesia;


                                             e. menyampaikan . . .
                       - 57 -

      e. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar
         untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang
         berkaitan dengan dugaan adanya tindak pidana
         Pemilu    atau    pelanggaran     administratif yang
         mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye
         Pemilu oleh anggota KPU provinsi, sekretaris dan
         pegawai sekretariat KPU provinsi; dan/atau
      f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
         Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota
         KPU provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
         provinsi yang terbukti melakukan tindak pidana
         Pemilu atau administratif yang mengakibatkan
         terganggunya kampanye yang sedang berlangsung.

                       Pasal 119

(1)   Panwaslu provinsi menyelesaikan laporan dugaan
      pelanggaran     administratif  terhadap     ketentuan
      pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a pada hari yang sama
      dengan diterimanya laporan.

(2)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
      pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta
      kampanye di tingkat provinsi, Panwaslu provinsi
      menyampaikan temuan dan laporan tersebut kepada KPU
      provinsi.

(3)   KPU provinsi menetapkan penyelesaian laporan dan
      temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup
      adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan
      peserta kampanye pada hari diterimanya laporan.

(4)   Dalam hal Panwaslu provinsi menerima laporan dugaan
      pelanggaran      administratif    terhadap      ketentuan
      pelaksanaan kampanye Pemilu oleh anggota KPU
      provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi,
      Panwaslu provinsi meneruskan laporan tersebut kepada
      Bawaslu.

                       Pasal 120

(1)   KPU bersama Bawaslu dapat menetapkan sanksi
      tambahan       terhadap   pelanggaran  administratif
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1) selain
      yang diatur dalam Undang-Undang ini.

                                                        (2) Sanksi . . .
                       - 58 -

(2)   Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 119 ayat (4) selain yang diatur
      dalam Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik
      yang disusun secara bersama oleh KPU dan Bawaslu
      sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                      Pasal 121

Dalam hal Panwaslu provinsi menerima laporan dugaan
adanya tindak pidana dalam pelaksanaan kampanye Pemilu
oleh anggota KPU provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat
KPU provinsi, pelaksana dan peserta kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119, Panwaslu provinsi melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana Pemilu
   dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
   atau
b. pelaporan  kepada   Bawaslu   sebagai   dasar    untuk
   mengeluarkan rekomendasi Bawaslu tentang sanksi.

                      Pasal 122

Panwaslu   provinsi   melakukan   pengawasan    terhadap
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120.

                      Pasal 123

(1)   Bawaslu melakukan pengawasan pelaksanaan tahapan
      kampanye secara nasional, terhadap:
      a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
         anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
         Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Seretariat Jenderal
         KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU
         provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai
         sekretariat KPU kabupaten/kota melakukan tindak
         pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang
         mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye
         Pemilu yang sedang berlangsung; atau
      b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
         pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas
         kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau
         pelanggaran    administratif yang  mengakibatkan
         terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu yang
         sedang berlangsung.


                                                       (2) Dalam . . .
                       - 59 -

(2)   Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), Bawaslu:
      a. menerima laporan dugaan adanya pelanggaran
         terhadap ketentuan pelaksanaan kampanye Pemilu;
      b. menyelesaikan   temuan   dan    laporan  adanya
         pelanggaran   kampanye    Pemilu    yang   tidak
         mengandung unsur pidana;
      c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
         tentang adanya pelanggaran kampanye Pemilu untuk
         ditindaklanjuti;
      d. meneruskan temuan dan laporan tentang dugaan
         adanya tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian
         Negara Republik Indonesia;
      e. memberikan rekomendasi kepada KPU tentang dugaan
         adanya tindakan yang mengakibatkan terganggunya
         pelaksanaan kampanye Pemilu oleh anggota KPU, KPU
         provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal
         KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris
         KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi,
         sekretaris   KPU   kabupaten/kota,   dan   pegawai
         sekretariat KPU kabupaten/kota berdasarkan laporan
         Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota;
         dan/atau
      f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
         pengenaan sanksi kepada anggota KPU, KPU provinsi,
         KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU,
         pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
         provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris
         KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
         kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindakan
         yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
         kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.

                       Pasal 124

(1)   Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya
      pelanggaran     administratif   terhadap      ketentuan
      pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 123 ayat (2) huruf a, Bawaslu menetapkan
      penyelesaian pada hari yang sama diterimanya laporan.

(2)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup tentang
      dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana
      dan peserta kampanye di tingkat pusat, Bawaslu
      menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU.


                                                        (3)Dalam . . .
                       - 60 -

(3)   Dalam hal KPU menerima laporan dan temuan yang
      mengandung bukti permulaan yang cukup tentang
      dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana
      dan peserta kampanye sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2), KPU langsung menetapkan penyelesaian pada
      hari yang sama dengan hari diterimanya laporan.

(4)   Dalam     hal  Bawaslu      menerima    laporan    dugaan
      pelanggaran      administratif    terhadap      ketentuan
      pelaksanaan kampanye Pemilu oleh anggota KPU, KPU
      provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU,
      pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
      provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
      kabupaten/kota,     dan     pegawai    sekretariat     KPU
      kabupaten/kota,       maka      Bawaslu       memberikan
      rekomendasi kepada KPU untuk memberikan sanksi.

                       Pasal 125

(1)   Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3) selain yang diatur
      dalam Undang-Undang ini ditetapkan oleh KPU bersama
      Bawaslu.

(2)   Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 124 ayat (4) selain yang diatur
      dalam Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik
      yang disusun secara bersama oleh KPU dan Bawaslu
      sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                       Pasal 126

Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya tindak
pidana Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi,
KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai
sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan
pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota, pelaksana dan
peserta kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123
ayat (1) dalam pelaksanaan kampanye Pemilu, Bawaslu
melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana Pemilu
   dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
   atau
b. pemberian rekomendasi kepada KPU untuk menetapkan
   sanksi.

                                                         Pasal 127 . . .
                           - 61 -

                           Pasal 127

Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak
lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
penonaktifan sementara dan/atau sanksi administratif kepada
anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
Jenderal, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota
yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu atau
pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya
pelaksanaan kampanye yang sedang berlangsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 126.

                           Pasal 128

Pengawasan oleh Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu
kabupaten/kota serta tindak lanjut KPU, KPU provinsi, dan
KPU kabupaten/kota terhadap temuan atau laporan yang
diterima tidak memengaruhi jadwal pelaksanaan kampanye
sebagaimana yang telah ditetapkan.

                Bagian Kesepuluh
              Dana Kampanye Pemilu

                           Pasal 129

(1)   Kegiatan kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota didanai dan menjadi tanggung
      jawab Partai Politik Peserta Pemilu masing-masing.

(2)   Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) bersumber dari:
      a. partai politik;
      b. calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
         kabupaten/kota dari partai politik yang bersangkutan;
         dan
      c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

(3)   Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dapat berupa uang, barang dan/atau jasa.

(4)   Dana kampanye Pemilu berupa uang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) ditempatkan pada rekening
      khusus dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu pada
      bank.
                                                       (5) Dana . . .
                       - 62 -

(5)   Dana kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk
      barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada
      saat sumbangan itu diterima.

(6)   Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dicatat dalam pembukuan penerimaan dan
      pengeluaran khusus dana kampanye Pemilu yang
      terpisah dari pembukuan keuangan partai politik.

(7)   Pembukuan dana kampanye Pemilu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (6) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah
      partai politik ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan
      ditutup 1 (satu) minggu sebelum penyampaian laporan
      penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada
      kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

                       Pasal 130

Dana kampanye Pemilu yang bersumber dari sumbangan
pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2)
huruf c bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari
perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha
nonpemerintah.

                       Pasal 131

(1)   Dana kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan
      pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh melebihi
      Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2)   Dana kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan
      pihak lain kelompok, perusahaan dan/atau badan
      usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh melebihi
      Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3)   Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.

                       Pasal 132

(1)   Kegiatan kampanye Pemilu anggota DPD didanai dan
      menjadi tanggung jawab calon anggota DPD masing-
      masing.

                                                         (2) Dana . . .
                       - 63 -

(2)   Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) bersumber dari:
      a. calon anggota DPD yang bersangkutan; dan
      b. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

(3)   Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat berupa uang, barang dan/atau jasa.

(4)   Dana kampanye Pemilu berupa uang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) ditempatkan pada rekening
      khusus dana kampanye Pemilu calon anggota DPD yang
      bersangkutan pada bank.

(5)   Dana kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk
      barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada
      saat sumbangan itu diterima.

(6)   Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dicatat dalam pembukuan penerimaan dan
      pengeluaran khusus dana kampanye Pemilu yang
      terpisah dari pembukuan keuangan pribadi calon anggota
      DPD yang bersangkutan.

(7)   Pembukuan dana kampanye Pemilu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (6) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah
      calon anggota DPD ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan
      ditutup 1 (satu) minggu sebelum penyampaian laporan
      penerimaan dan pengeluaran dana kampanye Pemilu
      kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

                       Pasal 133

(1)   Dana kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal
      dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) huruf b tidak boleh
      melebihi Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
      rupiah).

(2)   Dana kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal
      dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan
      dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) huruf b tidak boleh
      melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


                                                       (3) Pemberi . . .
                       - 64 -

(3)   Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.

                      Pasal 134

(1)   Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya
      memberikan laporan awal dana kampanye Pemilu dan
      rekening khusus dana kampanye kepada KPU, KPU
      provinsi, dan KPU kabupaten/kota paling lambat 7
      (tujuh) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan
      kampanye dalam bentuk rapat umum.

(2)   Calon anggota DPD Peserta Pemilu memberikan laporan
      awal dana kampanye Pemilu dan rekening khusus dana
      kampanye kepada KPU melalui KPU provinsi paling
      lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pertama jadwal
      pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum.

                      Pasal 135

(1)   Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu
      yang meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan
      kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU
      paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari/tanggal
      pemungutan suara.

(2)   Laporan dana kampanye calon anggota DPD yang
      meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan
      kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU
      paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari/tanggal
      pemungutan suara.

(3)   Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada
      KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota paling lama
      30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4)   KPU,   KPU    provinsi,  dan   KPU    kabupaten/kota
      memberitahukan hasil audit dana kampanye Peserta
      Pemilu masing-masing kepada Peserta Pemilu paling lama
      7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU provinsi, dan KPU
      kabupaten/kota menerima hasil audit dari kantor
      akuntan publik.


                                                        (5) KPU . .
                                                        .
                       - 65 -

(5)   KPU,    KPU    provinsi,   dan   KPU   kabupaten/kota
      mengumumkan hasil pemeriksaan dana kampanye
      kepada publik paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah
      diterimanya laporan hasil pemeriksaan.

                      Pasal 136

(1)   KPU menetapkan kantor akuntan publik sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) yang
      memenuhi persyaratan di setiap provinsi.

(2)   Kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai
      berikut:
      a. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai
         cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas
         pemeriksaan laporan dana kampanye tidak berafiliasi
         secara langsung ataupun tidak langsung dengan partai
         politik dan calon anggota DPD Peserta Pemilu;
      b. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai
         cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas
         pemeriksaan  laporan    dana      kampanye     bukan
         merupakan anggota atau pengurus partai politik.

(3)   Biaya jasa akuntan publik sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan
      belanja negara.

                      Pasal 137

(1)   Dalam hal kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) dalam
      proses pelaksanaan audit diketahui tidak memberikan
      informasi yang benar mengenai persyaratan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2), KPU membatalkan
      penunjukan kantor akuntan publik yang bersangkutan.

(2)   Kantor akuntan publik yang dibatalkan pekerjaannya
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak
      mendapatkan pembayaran jasa sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 136 ayat (3).

(3)   KPU menunjuk kantor akuntan publik pengganti untuk
      melanjutkan pelaksanaan audit atas laporan dana
      kampanye partai yang bersangkutan.

                                                       Pasal 138 . . .
                        - 66 -

                        Pasal 138

(1)   Dalam hal pengurus partai politik Peserta Pemilu tingkat
      pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota tidak
      menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada
      KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sampai
      batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134
      ayat (1), partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi
      berupa pembatalan sebagai Peserta Pemilu pada wilayah
      yang bersangkutan.

(2)   Dalam hal calon anggota DPD Peserta Pemilu tidak
      menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada KPU
      melalui KPU provinsi sampai batas waktu sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 134 ayat (2), calon anggota DPD
      yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan
      sebagai Peserta Pemilu.

(3)   Dalam hal pengurus partai politik Peserta Pemilu tingkat
      pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota tidak
      menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran
      dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang
      ditunjuk oleh KPU sampai batas waktu sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1), partai politik yang
      bersangkutan dikenai sanksi berupa tidak ditetapkannya
      calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota menjadi calon terpilih.

(4)   Dalam hal calon anggota DPD Peserta Pemilu tidak
      menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran
      dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang
      ditunjuk oleh KPU sampai batas waktu sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2), calon anggota DPD
      yang bersangkutan dikenai sanksi berupa tidak
      ditetapkan menjadi calon terpilih.

                        Pasal 139

(1)   Peserta Pemilu dilarang menerima sumbangan yang
      berasal dari:
      a. pihak asing;
      b. penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
      c. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik
         negara, dan badan usaha milik daerah; atau
      d. pemerintah desa dan badan usaha milik desa.

                                                       (2) Peserta . . .
                        - 67 -

(2)   Peserta Pemilu yang menerima sumbangan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan
      dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan
      menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara
      paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa
      kampanye berakhir.

(3)   Peserta Pemilu yang tidak memenuhi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana
      diatur dalam Undang-Undang ini.

                        Pasal 140

Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
pelaksana kampanye Peserta Pemilu melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, KPU, KPU provinsi,
dan KPU kabupaten/kota melakukan tindakan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

                  BAB IX
      PERLENGKAPAN PEMUNGUTAN SUARA

                        Pasal 141

(1)   KPU bertanggung jawab dalam merencanakan dan
      menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan
      pendistribusian perlengkapan pemungutan suara.

(2) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, dan
    sekretaris KPU kabupaten/kota bertanggung jawab dalam
    pelaksanaan      pengadaan     dan     pendistribusian
    perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1).

                        Pasal 142

(1)   Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
      a. kotak suara;
      b. surat suara;
      c. tinta;
      d. bilik pemungutan suara;
      e. segel;
      f. alat untuk memberi tanda pilihan; dan
      g. tempat pemungutan suara.
                                                          (2) Selain . . .
                       - 68 -

(2)   Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan,
      kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan
      suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan
      perlengkapan lainnya.

(3)   Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan
      pemungutan suara ditetapkan dengan peraturan KPU.

(4)   Pengadaan      perlengkapan    pemungutan     suara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,
      huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan oleh
      Sekretariat Jenderal KPU dengan berpedoman pada
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5)   Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d, huruf f, dan
      ayat (2), Sekretaris Jenderal KPU dapat melimpahkan
      kewenangannya kepada sekretaris KPU provinsi.

(6)   Pengadaan      perlengkapan   pemungutan  suara
      sebagaimana    dimaksud pada ayat (1) huruf g
      dilaksanakan    oleh  KPPS  bekerja sama dengan
      masyarakat.

(7)   Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
      huruf e, huruf f, dan ayat (2) harus sudah diterima KPPS
      paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal
      pemungutan suara.

(8)   Pendistribusian    perlengkapan    pemungutan      suara
      dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU
      provinsi, dan sekretariat KPU kabupaten/kota.

(9)   Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan
      pemungutan suara, KPU dapat bekerja sama dengan
      Pemerintah, pemerintah daerah, Tentara Nasional
      Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                       Pasal 143

(1)   Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142
      ayat (1) huruf b untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda gambar partai
      politik, nomor urut partai politik, nomor urut calon, dan
      nama calon tetap partai politik untuk setiap daerah
      pemilihan.
                                                        (2) Surat . . .
                       - 69 -

(2)   Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142
      ayat (1) huruf b untuk calon anggota DPD berisi pas foto
      diri terbaru dan nama calon anggota DPD untuk setiap
      daerah pemilihan.

(3)   Ketentuan    lebih   lanjut  mengenai surat suara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      ditetapkan dalam peraturan KPU.

                       Pasal 144

(1)   Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan spesifikasi teknis lain
      surat suara ditetapkan dalam peraturan KPU.

(2)   Nomor urut tanda gambar partai politik dan calon
      anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143
      ditetapkan dengan keputusan KPU.

                       Pasal 145

(1)   Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan
      mengutamakan kapasitas cetak yang sesuai dengan
      kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang berkualitas
      baik.

(2)   Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah
      pemilih tetap ditambah dengan 2% (dua perseratus) dari
      jumlah pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan
      dengan keputusan KPU.

(3)   Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya
      jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan
      suara ulang.

(4)   Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      ditetapkan oleh KPU untuk setiap daerah pemilihan
      sebanyak 1.000 (seribu) surat suara pemungutan suara
      ulang yang diberi tanda khusus, masing-masing surat
      suara untuk anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota.

                       Pasal 146

(1)   Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak
      surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU
      dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, serta
      keutuhan surat suara.
                                                         (2) KPU . . .
                       - 70 -

(2)   KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik
      Indonesia untuk mengamankan surat suara selama
      proses pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan
      pendistribusian ke tempat tujuan.

(3)   KPU memverifikasi jumlah surat suara yang telah dicetak,
      jumlah yang sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih
      tersimpan   dengan     membuat     berita  acara   yang
      ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU.

(4)   KPU mengawasi dan mengamankan desain, film separasi,
      dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat
      suara, sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel
      dan menyimpannya.

(5)   Tata    cara   pelaksanaan    pengamanan  terhadap
      pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan,
      dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan
      ditetapkan dengan peraturan KPU.

                      Pasal 147

Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota serta Sekretariat Jenderal
KPU, sekretariat KPU provinsi, dan sekretariat KPU
kabupaten/kota mengenai pengadaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 142 dilaksanakan oleh Bawaslu dan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

                 BAB X
            PEMUNGUTAN SUARA

                      Pasal 148

(1)   Pemungutan suara Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
      provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselenggarakan
      secara serentak.

(2)   Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilihan
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota    untuk   semua  daerah   pemilihan
      ditetapkan dengan keputusan KPU.

                      Pasal 149
(1)   Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS
      meliputi:

                                                     a. pemilih . . .
                       - 71 -

      a. pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap pada
         TPS yang bersangkutan; dan
      b. pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan.

(2)   Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS
      lain/TPSLN dengan menunjukkan surat pemberitahuan
      dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain/TPSLN.

(3)   Dalam hal pada suatu TPS terdapat pemilih sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b, KPPS pada TPS tersebut
      mencatat dan melaporkan kepada KPU kabupaten/kota
      melalui PPK.

                      Pasal 150

(1)   Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 (lima ratus)
      orang.

(2)   Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah
      pemilih yang tercantum di dalam daftar pemilih tetap dan
      daftar pemilih tambahan ditambah dengan 2% (dua
      perseratus) dari daftar pemilih tetap sebagai cadangan.

(3)   Penggunaan   surat     suara   cadangan     sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara.

(4)   Format berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      ditetapkan dengan peraturan KPU.

                      Pasal 151

(1)   Pelaksanaan pemungutan suara dipimpin oleh KPPS.

(2)   Pemberian suara dilaksanakan oleh pemilih.

(3)   Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
      Peserta Pemilu.

(4)   Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di
      setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
      ditetapkan oleh PPS.

(5)   Pengawasan pemungutan suara          dilaksanakan   oleh
      Pengawas Pemilu Lapangan.


                                                (6) Pemantauan . . .
                       - 72 -

(6)   Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
      pemantau Pemilu yang telah diakreditasi oleh KPU, KPU
      provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

(7)   Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
      menyerahkan mandat tertulis dari Partai Politik Peserta
      Pemilu atau dari calon anggota DPD.

                       Pasal 152

(1)   Dalam rangka persiapan pemungutan             suara,   KPPS
      melakukan kegiatan yang meliputi:
      a. penyiapan TPS;
      b. pengumuman dengan menempelkan daftar pemilih
         tetap, daftar pemilih tambahan, dan daftar calon tetap
         anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
         kabupaten/kota di TPS; dan
      c. penyerahan salinan daftar pemilih tetap dan daftar
         pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan
         Pengawas Pemilu Lapangan.

(2)   Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPS
      melakukan kegiatan yang meliputi:
      a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
      b. rapat pemungutan suara;
      c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan
         petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
      d. penjelasan kepada pemilih        tentang     tata   cara
         pemungutan suara; dan
      e. pelaksanaan pemberian suara.

                       Pasal 153

(1)   Pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
      provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan
      memberikan tanda satu kali pada surat suara.

(2)   Memberikan tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan
      pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisien
      dalam penyelenggaraan Pemilu.


                                                      (3) Ketentuan . . .
                       - 73 -

(3)   Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara memberikan
      tanda diatur dengan peraturan KPU.


                       Pasal 154

(1)   Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
      a. membuka kotak suara;
      b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
      c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
      d. menghitung    jumlah   setiap   jenis   dokumen    dan
         peralatan;
      e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
      f.   menandatangani surat suara yang akan digunakan
           oleh pemilih.

(2)   Saksi Peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu,
      dan warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPS
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)   Ketua KPPS wajib membuat dan menandatangani berita
      acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
      berita acara tersebut ditandatangani oleh paling sedikit
      2 (dua) orang anggota KPPS dan saksi Peserta Pemilu yang
      hadir.

                       Pasal 155

(1)   Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh
      KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.

(2)   Apabila pemilih menerima surat suara yang ternyata
      rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti
      kepada KPPS dan KPPS wajib memberikan surat suara
      pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara
      yang rusak dalam berita acara.

(3)   Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara,
      pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada
      KPPS dan KPPS hanya memberikan surat suara pengganti
      1 (satu) kali.

                                                         Pasal 156 . . .
                       - 74 -

                      Pasal 156

(1)   Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai
      halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS
      dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.

(2)   Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan
      suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      merahasiakan pilihan pemilih.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan
      kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.

                      Pasal 157

(1)   Pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia yang
      berada di luar negeri hanya memilih calon anggota DPR.

(2)   Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan di setiap Perwakilan Republik Indonesia
      dan dilakukan pada waktu yang sama atau waktu yang
      disesuaikan dengan waktu pemungutan suara di
      Indonesia.

(3)   Dalam hal pemilih tidak dapat memberikan suara di
      TPSLN yang telah ditentukan, pemilih dapat memberikan
      suara melalui pos yang disampaikan kepada PPLN di
      Perwakilan Republik Indonesia setempat.

                      Pasal 158

(1)   Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di
      TPSLN meliputi:
      a. pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap pada
         TPSLN yang bersangkutan; dan
      b. pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan.

(2)   Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPSLN
      lain/TPS dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari
      PPLN untuk memberikan suara di TPSLN lain/TPS.

(3)   KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat
      dan melaporkan kepada PPLN.


                                                       Pasal 159 . . .
                       - 75 -

                       Pasal 159

Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri yang tidak
terdaftar sebagai pemilih tidak dapat menggunakan haknya
untuk memilih.

                       Pasal 160

(1)   Pelaksanaan pemungutan suara di TPSLN dipimpin oleh
      KPPSLN.

(2)   Pemberian suara dilaksanakan oleh pemilih.

(3)   Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
      Partai Politik Peserta Pemilu.

(4)   Pengawasan pemungutan suara          dilaksanakan   oleh
      Pengawas Pemilu Luar Negeri.

(5)   Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan            oleh
      pemantau Pemilu yang telah diakreditasi oleh KPU.

(6)   Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
      menyerahkan mandat tertulis dari Partai Politik Peserta
      Pemilu.

                       Pasal 161

(1)   Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPSLN
      melakukan kegiatan yang meliputi:
      a. penyiapan TPSLN;
      b. pengumuman dengan menempelkan daftar pemilih
         tetap, daftar pemilih tambahan, dan daftar calon tetap
         anggota DPR di TPSLN; dan
      c. penyerahan salinan daftar pemilih tetap dan daftar
         pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan
         Pengawas Pemilu Luar Negeri.

(2)   Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPSLN
      melakukan kegiatan yang meliputi:
      a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
      b. rapat pemungutan suara;

                                                   c. pengucapan . . .
                       - 76 -

      c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPSLN dan
         petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
         TPSLN;
      d. penjelasan kepada pemilih        tentang   tata   cara
         pemungutan suara; dan
      e. pelaksanaan pemberian suara.

                       Pasal 162

(1)   Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPSLN:
      a. membuka kotak suara;
      b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
      c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
      d. menghitung    jumlah   setiap   jenis   dokumen   dan
         peralatan;
      e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
      f.   menandatangani surat suara yang akan digunakan
           oleh pemilih.

(2)   Saksi Partai Politik Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Luar
      Negeri, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat berhak
      menghadiri kegiatan KPPSLN sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1).

(3)   Ketua KPPSLN wajib membuat dan menandatangani berita
      acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
      berita acara tersebut ditandatangani oleh paling sedikit
      2 (dua) orang anggota KPPSLN dan saksi Partai Politik
      Peserta Pemilu yang hadir.

                       Pasal 163

(1)   Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh
      KPPSLN berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.

(2)   Apabila pemilih menerima surat suara yang ternyata
      rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti
      kepada KPPSLN dan KPPSLN wajib memberikan surat
      suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat
      suara yang rusak dalam berita acara.



                                                      (3) Apabila . . .
                      - 77 -

(3)   Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara,
      pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada
      KPPSLN dan KPPSLN hanya memberikan surat suara
      pengganti 1 (satu) kali.

                      Pasal 164

(1)   Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai
      halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPSLN
      dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.

(2)   Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan
      suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      merahasiakan pilihan pemilih.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan
      kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.

                      Pasal 165

(1)   Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau
      catatan lain pada surat suara.

(2)   Surat suara yang terdapat tulisan dan/atau catatan lain
      dinyatakan tidak sah.

                      Pasal 166

(1)   Pemilih yang telah memberikan suara, diberi tanda
      khusus oleh KPPS/KPPSLN.

(2)   Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan dalam peraturan KPU.

                      Pasal 167

(1)   KPPS/KPPSLN dilarang mengadakan penghitungan suara
      sebelum pemungutan suara berakhir.

(2)   Ketentuan mengenai waktu berakhirnya pemungutan
      suara ditetapkan dalam peraturan KPU.

                      Pasal 168

(1)   KPPS/KPPSLN bertanggung jawab atas pelaksanaan
      pemungutan suara secara tertib dan lancar.


                                                     (2) Pemilih . . .
                      - 78 -

(2)   Pemilih melakukan pemberian suara dengan tertib dan
      bertanggung jawab.

(3)   Saksi   melakukan    tugasnya    dengan    tertib      dan
      bertanggung jawab.

(4)   Petugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan wajib
      menjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan di
      lingkungan TPS/TPSLN.

(5)   Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri
      wajib  melakukan    pengawasan     atas   pelaksanaan
      pemungutan suara dengan tertib dan bertanggung jawab.

                      Pasal 169

(1)   Warga masyarakat yang tidak memiliki hak pilih atau
      yang tidak sedang melaksanakan pemberian suara
      dilarang berada di dalam TPS/TPSLN.

(2)   Pemantau Pemilu dilarang berada di dalam TPS/TPSLN.

(3)   Warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) memelihara ketertiban dan kelancaran
      pelaksanaan pemungutan suara.

                      Pasal 170

(1)   Dalam    hal   terjadi   penyimpangan    pelaksanaan
      pemungutan suara oleh KPPS/KPPSLN, Pengawas Pemilu
      Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri memberikan
      saran perbaikan disaksikan oleh saksi yang hadir dan
      petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
      TPS/TPSLN.

(2)   KPPS/KPPSLN seketika itu juga menindaklanjuti saran
      perbaikan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                      Pasal 171

(1)   Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban,
      dan keamanan pelaksanaan pemungutan suara oleh
      anggota masyarakat dan/atau oleh pemantau Pemilu,
      petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
      melakukan penanganan secara memadai.

                                                          (2) Dalam . . .
                      - 79 -


(2)   Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau
      Pemilu tidak mematuhi penanganan oleh petugas
      ketenteraman,    ketertiban, dan keamanan,  yang
      bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.


                  BAB XI
            PENGHITUNGAN SUARA

                Bagian Kesatu
       Penghitungan Suara di TPS/TPSLN

                      Pasal 172

(1)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di TPS dilaksanakan oleh KPPS.

(2)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR di TPSLN dilaksanakan oleh
      KPPSLN.

(3)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di TPS disaksikan oleh saksi
      Peserta Pemilu.

(4)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR di TPSLN disaksikan oleh saksi
      Peserta Pemilu.

(5)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di TPS diawasi oleh Pengawas
      Pemilu Lapangan.

(6)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR di TPSLN diawasi oleh Pengawas
      Pemilu Luar Negeri.

(7)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di TPS dipantau oleh pemantau
      Pemilu dan masyarakat.


                                              (8) Penghitungan . .
                                              .
                      - 80 -

(8)   Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR di TPSLN dipantau oleh
      pemantau Pemilu dan masyarakat.

(9)   Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
      yang belum menyerahkan mandat tertulis pada saat
      pemungutan suara harus menyerahkan mandat tertulis
      dari Peserta Pemilu kepada ketua KPPS/KPPSLN.

                     Pasal 173

(1)   Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah
      waktu pemungutan suara berakhir.

(2)   Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang
      bersangkutan pada hari/tanggal pemungutan suara.

                     Pasal 174

(1)   KPPS melakukan penghitungan suara Partai Politik
      Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD
      provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di dalam TPS.

(2)   KPPSLN melakukan penghitungan suara Partai Politik
      Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di dalam
      TPSLN.

(3)   Saksi   menyaksikan    dan   mencatat     pelaksanaan
      penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di dalam TPS/TPSLN.

(4)   Pengawas Pemilu Lapangan mengawasi pelaksanaan
      penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di dalam TPS.

(5)   Pengawas Pemilu Luar Negeri mengawasi pelaksanaan
      penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR di dalam TPSLN.

(6)   Pemantau Pemilu memantau pelaksanaan penghitungan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota di luar TPS.


                                                (7) Pemantau . . .
                       - 81 -

(7)   Pemantau Pemilu memantau pelaksanaan penghitungan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon
      anggota DPR di luar TPSLN.

(8)   Warga     masyarakat     menyaksikan      pelaksanaan
      penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota di luar TPS.

(9)   Warga      masyarakat     menyaksikan     pelaksanaan
      penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      suara calon anggota DPR di luar TPSLN.

                       Pasal 175

(1)   Sebelum   melaksanakan          penghitungan     suara,
      KPPS/KPPSLN menghitung:
      a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan
         salinan daftar pemilih tetap;
      b. jumlah pemilih yang berasal dari TPS/TPSLN lain;
      c. jumlah surat suara yang tidak terpakai;
      d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih
         karena rusak atau salah dalam cara memberikan
         suara; dan
      e. sisa surat suara cadangan.

(2)   Penggunaan      surat   suara   cadangan  sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf e dibuatkan berita acara
      yang ditandatangani oleh ketua KPPS/KPPSLN dan oleh
      paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS/KPPSLN yang
      hadir.

                       Pasal 176

(1)   Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota dinyatakan sah apabila:
      a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
      b. pemberian tanda satu kali pada kolom nama partai
         atau kolom nomor calon atau kolom nama calon
         anggota   DPR,   DPRD     provinsi, dan   DPRD
         kabupaten/kota.


                                                       (2) Suara . . .
                      - 82 -

(2)   Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan            sah
      apabila:
      a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
      b. pemberian tanda satu kali pada foto salah satu calon
         anggota DPD.

(3)   Ketentuan mengenai pedoman teknis pelaksanaan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
      lebih lanjut dengan peraturan KPU.

                      Pasal 177

(1)   Ketua KPPS/KPPSLN melakukan penghitungan suara
      dengan suara yang jelas dan terdengar dengan
      memperlihatkan surat suara yang dihitung.

(2)   Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dan di
      tempat yang terang atau yang mendapat penerangan
      cahaya cukup.

(3)   Penghitungan suara dicatat pada lembar/papan/layar
      penghitungan dengan tulisan yang jelas dan terbaca.

(4)   Format penulisan penghitungan suara sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam peraturan KPU.

                      Pasal 178

(1)   Peserta     Pemilu,    saksi,    Pengawas    Pemilu
      Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dan masyarakat
      dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam
      pelaksanaan penghitungan suara kepada KPPS/KPPSLN.

(2)   Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
      Peserta Pemilu atau Pengawas Pemilu Lapangan/
      Pengawas Pemilu Luar Negeri yang hadir dapat
      mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan
      suara oleh KPPS/KPPSLN apabila ternyata terdapat hal
      yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
      undangan.

(3)   Dalam hal keberatan yang diajukan melalui saksi Peserta
      Pemilu atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas
      Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat diterima, KPPS/KPPSLN seketika itu juga
      mengadakan pembetulan.

                                                      Pasal 179 . . .
                       - 83 -

                       Pasal 179

(1)   Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke
      dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara
      serta ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota dengan menggunakan format yang
      ditetapkan dalam peraturan KPU.

(2)   Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta
      sertifikat  hasil penghitungan  suara   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh
      anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang
      hadir.

(3)   Dalam hal terdapat anggota KPPS/KPPSLN dan saksi
      Peserta Pemilu yang hadir tidak bersedia menandatangani
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara
      pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat
      hasil penghitungan suara ditandatangani oleh anggota
      KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir yang
      bersedia menandatangani.


                       Pasal 180

(1)   KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara
      di TPS/TPSLN.

(2)   KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara
      pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat
      hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu,
      Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS
      pada hari yang sama.

(3)   KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita
      acara pemungutan dan penghitungan suara serta
      sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta
      Pemilu, Pengawas Pemilu Luar Negeri dan PPLN pada hari
      yang sama.

(4)   KPPS/KPPSLN      wajib   menyegel,      menjaga,    dan
      mengamankan      keutuhan   kotak       suara    setelah
      penghitungan suara.



                                              (5) KPPS/KPPSLN . . .
                          - 84 -


   (5)   KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel
         yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara
         serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK
         melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari
         yang sama.

   (6)   Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara,
         berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta
         sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK
         sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh
         Pengawas Pemilu Lapangan dan Panwaslu kecamatan
         serta wajib dilaporkan kepada Panwaslu kabupaten/kota.


                         Pasal 181

   PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan
   suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dari
   seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan
   salinan tersebut di tempat umum.


                     Bagian Kedua
Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kecamatan

                         Pasal 182

   (1)   PPK    membuat   berita   acara    penerimaan   hasil
         penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
         suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
         DPRD kabupaten/kota dari TPS melalui PPS.

   (2)   PPK    melakukan    rekapitulasi   hasil  penghitungan
         perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara
         calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
         kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
         dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan
         Panwaslu kecamatan.

   (3)   Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan
         membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul
         yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat
         hasil penghitungan suara, kemudian kotak ditutup dan
         disegel kembali.


                                                           (4) PPK . . .
                       - 85 -


(4)   PPK     membuat     berita  acara  rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan membuat
      sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
      suara.

(5)   PPK mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) di tempat umum.

(6)   PPK menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan sertifikat
      rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut
      kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu kecamatan, dan
      KPU kabupaten/kota.

                      Pasal 183

(1)   Panwaslu kecamatan wajib menyampaikan laporan atas
      dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau
      kesalahan   dalam    pelaksanaan  rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada PPK.

(2)   Saksi dapat menyampaikan laporan dugaan adanya
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam
      pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara
      calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota kepada PPK.

(3)   PPK     wajib   langsung     menindaklanjuti  laporan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada
      hari pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota.


                                                       Pasal 184 . . .
                       - 86 -




                       Pasal 184

(1)   Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK
      dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
      hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan
      menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan
      KPU.

(2)   Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
      suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota PPK dan
      saksi Peserta Pemilu yang hadir.

(3)   Dalam hal terdapat anggota PPK dan saksi Peserta Pemilu
      yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara
      rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
      sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
      Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota PPK dan
      saksi Peserta Pemilu yang hadir yang bersedia
      menandatangani.

                       Pasal 185

PPK wajib menyerahkan kepada KPU kabupaten/kota surat
suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dari TPS dalam kotak suara tersegel serta
berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat PPK yang dilampiri
berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari TPS.



                                                       Pasal 186 . . .
                             - 87 -

                             Pasal 186

      (1)   PPLN melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
            perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara
            calon anggota DPR dari seluruh KPPSLN di wilayah
            kerjanya serta melakukan penghitungan perolehan suara
            yang diterima melalui pos dengan disaksikan oleh saksi
            Peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar
            Negeri.

      (2)   PPLN wajib membuat dan menyerahkan berita acara
            rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
            sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
            dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya kepada KPU.

                        Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kabupaten/Kota

                             Pasal 187

      (1)   KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan
            rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai
            Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota
            DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
            dari PPK.

      (2)   KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi hasil
            penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
            Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
            DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
            dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi
            Peserta Pemilu dan Panwaslu kabupaten/kota.

      (3)   KPU kabupaten/kota membuat berita acara rekapitulasi
            hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat
            rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai
            Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota
            DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

      (4)   KPU kabupaten/kota mengumumkan rekapitulasi hasil
            penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
            Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
            DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
            dimaksud pada ayat (3).


                                                                (5) KPU . . .
                       - 88 -

(5)   KPU kabupaten/kota menetapkan rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPRD
      kabupaten/kota.

(6)   KPU      kabupaten/kota      menyerahkan    berita   acara
      rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
      sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
      Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu
      kabupaten/kota, dan KPU provinsi.

                       Pasal 188

(1)   Panwaslu kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan
      atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan
      dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU
      kabupaten/kota.

(2)   Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam
      pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara
      calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota kepada KPU kabupaten/kota.

(3)   KPU kabupaten/kota wajib langsung menindaklanjuti
      laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      pada hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota.

                       Pasal 189

(1)   Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU
      kabupaten/kota dituangkan ke dalam berita acara
      rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
      sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
      Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota dengan menggunakan format yang
      ditetapkan dalam peraturan KPU.
                                                         (2) Berita . . .
                         - 89 -


  (2)   Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
        suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
        perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
        perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD, provinsi
        dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
        ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU
        kabupaten/kota dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.

  (3)   Dalam hal terdapat anggota KPU kabupaten/kota dan
        saksi Peserta Pemilu yang hadir tetapi tidak bersedia
        menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
        berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
        suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
        perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
        perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
        dan DPRD kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota
        KPU kabupaten/kota dan saksi Peserta Pemilu yang hadir
        yang bersedia menandatangani.

                        Pasal 190

  KPU kabupaten/kota menyimpan, menjaga dan mengamankan
  keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil
  penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu
  dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
  dan DPRD kabupaten/kota.


                  Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Provinsi

                        Pasal 191

  (1)   KPU provinsi membuat berita acara penerimaan
        rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai
        Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota
        DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
        dari KPU kabupaten/kota.

  (2)   KPU provinsi melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
        perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
        perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
        dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
        ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu.

                                                          (3) KPU . . .
                       - 90 -

(3)   KPU provinsi membuat berita acara rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
      hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(4)   KPU    provinsi  mengumumkan      rekapitulasi    hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5)   KPU provinsi menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPRD provinsi.

(6)   KPU provinsi menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
      hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada saksi
      Peserta Pemilu, Panwaslu provinsi, dan KPU.

                       Pasal 192

(1)   Panwaslu provinsi wajib menyampaikan laporan atas
      dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau
      kesalahan   dalam   pelaksanaan   rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU
      provinsi.

(2)   Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam
      pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara
      calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota kepada KPU provinsi.

(3)   KPU provinsi wajib langsung menindaklanjuti laporan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada
      hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara
      calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota.



                                                        Pasal 193 . . .
                            - 91 -

                             Pasal 193

     (1)   Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU
           provinsi dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi
           hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat
           rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai
           Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota
           DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
           dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam
           peraturan KPU.

     (2)   Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
           suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
           perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
           perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
           dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
           ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU provinsi
           dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.

     (3)   Dalam hal terdapat anggota KPU provinsi dan saksi
           Peserta Pemilu yang hadir tetapi tidak bersedia
           menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
           berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
           suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
           perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
           perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
           dan DPRD kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota
           KPU provinsi dan saksi Peserta Pemilu yang hadir yang
           bersedia menandatangani.

                      Bagian Kelima
Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Secara Nasional

                             Pasal 194

    (1)    KPU membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil
           penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
           Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
           DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPU
           provinsi.

    (2)    KPU     melakukan    rekapitulasi hasil   rekapitulasi
           penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
           Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
           DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
           dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi
           Peserta Pemilu dan Bawaslu.
                                                             (3) KPU . . .
                       - 92 -



(3)   KPU     membuat    berita   acara   rekapitulasi    hasil
      penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
      hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(4)   KPU mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR dan DPD
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5)   KPU menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR dan DPD.

(6)   KPU menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
      penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
      hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
      Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada saksi
      Peserta Pemilu dan Bawaslu.

                         Pasal 195

(1)   Bawaslu wajib menyampaikan laporan atas dugaan
      adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan
      dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
      perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU.

(2)   Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam
      pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara
      calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota kepada KPU.

      KPU     wajib    langsung     menindaklanjuti   laporan
(3)
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada
      hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan
      suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara
      calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota.

                                                        Pasal 196 . . .
                                - 93 -

                                Pasal 196
         (1)   Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU
               dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
               penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
               hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta
               Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
               DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan
               menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan
               KPU.
         (2)   Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
               suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
               perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
               perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
               dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
               ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU dan
               saksi Peserta Pemilu yang hadir.

         (3)   Dalam hal terdapat anggota KPU dan saksi Peserta Pemilu
               yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani
               sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara
               rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
               sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
               Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon
               anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
               kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota KPU dan
               saksi Peserta Pemilu yang hadir yang bersedia
               menandatangani.

                                Pasal 197
         Saksi Peserta Pemilu dalam rekapitulasi suara anggota DPR,
         DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di PPK, KPU
         kabupaten/kota, KPU provinsi, dan KPU harus menyerahkan
         mandat tertulis dari Peserta Pemilu.

                        Bagian Keenam
                 Pengawasan dan Sanksi dalam
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara

                                Pasal 198

         (1)   Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
               Panwaslu    kecamatan      dan   Pengawas     Pemilu
               Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan
               pengawasan atas rekapitulasi penghitungan perolehan
               suara yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU
               kabupaten/kota, PPK, dan PPS/PPSLN.

                                                            (2) Pengawasan . . .
                      - 94 -

(2)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran,
      penyimpangan dan/atau kesalahan oleh anggota KPU,
      KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK/PPLN, PPS, dan
      KPPS/KPPSLN       dalam     melakukan    rekapitulasi
      penghitungan perolehan suara.

(3)   Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam
      rekapitulasi penghitungan perolehan suara, Bawaslu,
      Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
      kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas
      Pemilu Luar Negeri melaporkan adanya pelanggaran,
      penyimpangan dan/atau kesalahan kepada Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.

(4)   Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
      PPK/PPLN, PPS, dan KPPS/KPPSLN yang melakukan
      pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dikenai
      tindakan hukum sesuai dengan ketentuan dalam
      Undang-Undang ini.

                  BAB XII
           PENETAPAN HASIL PEMILU

                 Bagian Kesatu
                  Hasil Pemilu

                        Pasal 199
(1)   Hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
      DPRD kabupaten/kota terdiri atas perolehan suara partai
      politik serta perolehan suara calon anggota DPR, DPD,
      DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(2)   KPU wajib menetapkan secara nasional hasil Pemilu
      anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
      kabupaten/kota.

                 Bagian Kedua
           Penetapan Perolehan Suara

                        Pasal 200

(1)   Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR
      dan perolehan suara untuk calon anggota DPD ditetapkan
      oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh
      para saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu.

                                                   (2) Perolehan . . .
                       - 95 -

(2)   Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD
      provinsi ditetapkan oleh KPU provinsi dalam sidang pleno
      terbuka yang dihadiri oleh para saksi Peserta Pemilu dan
      Panwaslu provinsi.

(3)   Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD
      kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota
      dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi
      Peserta Pemilu dan Panwaslu kabupaten/kota.

                      Pasal 201

(1)   KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil
      perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR
      dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling
      lambat 30 (tiga puluh) hari setelah hari/tanggal
      pemungutan suara.

(2)   KPU provinsi menetapkan hasil perolehan suara partai
      politik untuk calon anggota DPRD provinsi paling lambat
      15 (lima belas) hari setelah hari/tanggal pemungutan
      suara.

(3)   KPU kabupaten/kota menetapkan hasil perolehan suara
      partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota
      paling lambat 12 (dua belas) hari setelah hari/tanggal
      pemungutan suara.

                      Pasal 202

(1) Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang
    batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua
    koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara
    nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan
    kursi DPR.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
    berlaku dalam penentuan perolehan kursi DPRD provinsi
    dan DPRD kabupaten/kota.

                      Pasal 203

(1) Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang
    batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 202 ayat (1), tidak disertakan pada penghitungan
    perolehan kursi DPR di masing-masing daerah pemilihan.

                                                       (2) Suara . . .
                          - 96 -

  (2) Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR di suatu
      daerah pemilihan ialah jumlah suara sah seluruh Partai
      Politik Peserta Pemilu dikurangi jumlah suara sah Partai
      Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang batas
      perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202
      ayat (1).

  (3) Dari hasil penghitungan suara sah yang diperoleh partai
      politik peserta pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      di suatu daerah pemilihan ditetapkan angka BPP DPR
      dengan cara membagi jumlah suara sah Partai Politik
      Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dengan jumlah kursi di satu daerah pemilihan.

                  BAB XIII
PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN CALON TERPILIH

                    Bagian Kesatu
              Penetapan Perolehan Kursi

                         Pasal 204

  (1)   Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk
        anggota DPR ditetapkan oleh KPU.

  (2)   Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk
        anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU provinsi.

  (3)   Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk
        anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU
        kabupaten/kota.

                         Pasal 205

  (1)   Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR Partai
        Politik Peserta Pemilu didasarkan atas hasil penghitungan
        seluruh suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu
        yang memenuhi ketentuan Pasal 202 di daerah pemilihan
        yang bersangkutan.

  (2)   Dari hasil penghitungan seluruh suara sah sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) ditetapkan angka BPP DPR.

  (3)   Setelah    ditetapkan   angka    BPP   DPR     dilakukan
        penghitungan perolehan kursi tahap pertama dengan
        membagi jumlah suara sah yang diperoleh suatu Partai
        Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan
        BPP DPR.
                                                            (4) Dalam . . .
                      - 97 -

(4)   Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan
      penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara
      membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada
      Partai Politik Peserta Pemilu yang memperoleh suara
      sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari
      BPP DPR.
(5)   Dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dilakukan
      penghitungan      tahap     kedua,   maka   dilakukan
      penghitungan perolehan kursi tahap ketiga dengan cara
      seluruh sisa suara Partai Politik Peserta Pemilu
      dikumpulkan di provinsi untuk menentukan BPP DPR
      yang baru di provinsi yang bersangkutan.
(6)   BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan
      membagi jumlah sisa suara sah seluruh Partai Politik
      Peserta Pemilu dengan jumlah sisa kursi.
(7)   Penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu
      sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan
      cara memberikan kursi kepada partai politik yang
      mencapai BPP DPR yang baru di provinsi yang
      bersangkutan.

                      Pasal 206
Dalam hal masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi
dengan BPP DPR yang baru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 205, penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta
Pemilu dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi kepada
Partai Politik Peserta Pemilu di provinsi satu demi satu
berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi
berdasarkan sisa suara terbanyak.

                      Pasal 207
Dalam hal masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206 dan sisa suara Partai
Politik Peserta Pemilu sudah terkonversi menjadi kursi, maka
kursi diberikan kepada partai politik yang memiliki akumulasi
perolehan suara terbanyak secara berturut-turut di provinsi
yang bersangkutan.

                      Pasal 208
Penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (7) dan Pasal 206
dialokasikan bagi daerah pemilihan yang masih memiliki sisa
kursi.

                                                      Pasal 209 . . .
                       - 98 -

                       Pasal 209

Dalam hal daerah pemilihan adalah provinsi maka
penghitungan sisa suara dilakukan habis di daerah pemilihan
tersebut.

                       Pasal 210

Ketentuan    lebih  lanjut   penetapan    perolehan  kursi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal          205, Pasal 206,
Pasal 207, Pasal 208, dan Pasal 209 diatur dalam peraturan
KPU.

                       Pasal 211

(1)   Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk
      anggota DPRD provinsi ditetapkan dengan cara membagi
      jumlah perolehan suara sah yang telah ditetapkan oleh
      KPU provinsi dengan angka BPP DPRD di daerah
      pemilihan masing-masing.

(2)   BPP DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan dengan cara membagi jumlah perolehan suara
      sah Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPRD
      provinsi dengan jumlah kursi anggota DPRD provinsi di
      daerah pemilihan masing-masing.

(3)   Dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan
      berdasarkan BPP DPRD, maka perolehan kursi Partai
      Politik  Peserta  Pemilu    dilakukan     dengan    cara
      membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak
      satu persatu sampai habis.

                       Pasal 212

(1)   Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk
      anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan dengan cara
      membagi jumlah perolehan suara sah yang telah
      ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota dengan angka BPP
      DPRD di daerah pemilihan masing-masing.

(2)   BPP DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan dengan cara membagi jumlah perolehan suara
      sah Partai Politik Peserta Pemilu untuk pemilihan anggota
      DPRD kabupaten/kota dengan jumlah kursi anggota
      DPRD kabupaten/kota di daerah pemilihan masing-
      masing.

                                                      (3) Dalam . . .
                        - 99 -

(3)    Dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan
       berdasarkan BPP DPRD, maka perolehan kursi partai
       politik  peserta  pemilu    dilakukan     dengan    cara
       membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak
       satu persatu sampai habis.

                    Bagian Kedua
               Penetapan Calon Terpilih

                         Pasal 213

(1)    Calon terpilih anggota DPR dan anggota DPD ditetapkan
       oleh KPU.

(2)    Calon terpilih anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU
       provinsi.

(3)    Calon terpilih anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan
       oleh KPU kabupaten/kota.

                         Pasal 214

Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu
didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu
di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan:
     pemilihan.
(1)
a. calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
    kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang
    memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
    perseratus) dari BPP;

b. dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a
   jumlahnya lebih banyak daripada jumlah kursi yang
   diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi
   diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih
   kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-
   kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

c.    dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi
      ketentuan huruf a dengan perolehan suara yang sama,
      maka penentuan calon terpilih diberikan kepada calon yang
      memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang
      memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
      perseratus) dari BPP, kecuali bagi calon yang memperoleh
      suara 100% (seratus perseratus) dari BPP;

                                                        d. dalam . . .
                       - 100 -

d. dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a
   jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai
   politik peserta pemilu, maka kursi yang belum terbagi
   diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut;

e.    dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara
      sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP,
      maka calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut.

                         Pasal 215

(1)    Penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan pada
       nama calon yang memperoleh suara terbanyak pertama,
       kedua,   ketiga,  dan    keempat   di provinsi  yang
       bersangkutan.

(2)    Dalam hal perolehan suara calon terpilih keempat
       terdapat jumlah suara yang sama, calon yang
       memperoleh dukungan pemilih yang lebih merata
       penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di provinsi
       tersebut ditetapkan sebagai calon terpilih.

(3)    KPU menetapkan calon pengganti antar waktu anggota
       DPD dari nama calon yang memperoleh suara terbanyak
       kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan di provinsi yang
       bersangkutan.

                  BAB XIV
        PEMBERITAHUAN CALON TERPILIH

                        Pasal 216

(1)    Pemberitahuan calon terpilih anggota DPR, DPRD
       provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan setelah
       ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU
       kabupaten/kota.

(2)    Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       disampaikan secara tertulis kepada pengurus Partai
       Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya dengan
       tembusan kepada calon terpilih yang bersangkutan.

                         Pasal 217

(1)    Pemberitahuan calon terpilih anggota DPD dilakukan
       setelah ditetapkan oleh KPU.


                                              (2) Pemberitahuan . . .
                      - 101 -

(2)   Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disampaikan secara tertulis kepada calon terpilih anggota
      DPD yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua,
      ketiga, dan keempat dengan tembusan kepada gubernur
      dan KPU provinsi yang bersangkutan.

                 BAB XV
        PENGGANTIAN CALON TERPILIH

                       Pasal 218

(1)   Penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD
      provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan apabila
      calon terpilih yang bersangkutan:
      a. meninggal dunia;
      b. mengundurkan diri;
      c. tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi anggota
         DPR,     DPD,    DPRD    provinsi, atau    DPRD
         kabupaten/kota; atau
      d. terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa
         politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan
         putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
         hukum tetap.

(2)   Dalam hal calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD
      provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau
      huruf d telah ditetapkan dengan keputusan KPU, KPU
      provinsi atau KPU kabupaten/kota, keputusan penetapan
      yang bersangkutan batal demi hukum.

(3) Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
    kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diganti dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik
    Peserta Pemilu pada daerah pemilihan yang sama
    berdasarkan surat keputusan pimpinan partai politik
    yang bersangkutan.
nyesuaikan hasi
(4) Calon terpilih anggota DPD sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diganti dengan calon yang memperoleh suara
    terbanyak berikutnya.

(5)   KPU,   KPU    provinsi, atau    KPU    kabupaten/kota
      menetapkan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
      dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih
      pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan
      keputusan KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota.


                                                        BAB XVI . . .
                             - 102 -

                      BAB XVI
PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN
              REKAPITULASI SUARA ULANG

                       Bagian Kesatu
                   Pemungutan Suara Ulang

                             Pasal 219

       (1)   Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi
             bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan
             hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau
             penghitungan suara tidak dapat dilakukan.

       (2)   Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil
             penelitian dan pemeriksaan Pengawas Pemilu Lapangan
             terbukti terdapat keadaan sebagai berikut:

             a. pembukaan     kotak   suara     dan/atau    berkas
                pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan
                menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan
                perundang-undangan;
             b. petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda
                khusus, menandatangani, atau menuliskan nama
                atau alamatnya pada surat suara yang sudah
                digunakan; dan/atau
             c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara
                yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat
                suara tersebut menjadi tidak sah.


                             Pasal 220

       (1)   Pemungutan suara ulang diusulkan oleh KPPS dengan
             menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya
             pemungutan suara ulang.

       (2)   Usul KPPS diteruskan kepada PPK untuk selanjutnya
             diajukan   kepada    KPU    kabupaten/kota   untuk
             pengambilan keputusan diadakannya pemungutan suara
             ulang.

       (3)   Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling
             lama 10 (sepuluh) hari setelah hari/tanggal pemungutan
             suara berdasarkan keputusan PPK.


                                                          Bagian Kedua . . .
                      - 103 -

                  Bagian Kedua
            Penghitungan Suara Ulang
           dan Rekapitulasi Suara Ulang

                        Pasal 221

(1)   Penghitungan suara ulang berupa penghitungan ulang
      surat suara di TPS, penghitungan suara ulang di PPK,
      dan rekapitulasi suara ulang di PPK, di KPU
      kabupaten/kota, dan di KPU provinsi.

(2)   Penghitungan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi
      hal sebagai berikut:
      a. kerusuhan yang mengakibatkan penghitungan suara
         tidak dapat dilanjutkan;
      b. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
      c. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
         terang atau yang kurang mendapat penerangan
         cahaya;
      d. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang
         kurang jelas;
      e. penghitungan suara dicatat dengan      tulisan yang
         kurang jelas;
      f. saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
         warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses
         penghitungan suara secara jelas;
      g. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar
         tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau
      h. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
         suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.

                        Pasal 222

(1)   Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 221 ayat (2), saksi Peserta Pemilu atau Pengawas
      Pemilu Lapangan dapat mengusulkan penghitungan
      ulang surat suara di TPS yang bersangkutan.

(2)   Penghitungan ulang surat suara di TPS harus
      dilaksanakan dan selesai pada hari/tanggal yang sama
      dengan hari/tanggal pemungutan suara.


                                                         Pasal 223 . . .
                      - 104 -

                        Pasal 223
Rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU
kabupaten/kota, dan KPU provinsi dapat diulang apabila
terjadi keadaan sebagai berikut:
a. kerusuhan   yang     mengakibatkan     rekapitulasi     hasil
   penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara
   tertutup;
c. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
   yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan
   cahaya;
d. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan
   suara yang kurang jelas;
e. rekapitulasi hasil penghitungan    suara   dicatat    dengan
   tulisan yang kurang jelas;
f. saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan,
   pemantau Pemilu, dan warga masyarakat tidak dapat
   menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara
   secara jelas; dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
   lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan.

                        Pasal 224

(1)   Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 223, saksi Peserta Pemilu atau Panwaslu
      kecamatan, Panwaslu kabupaten/kota, dan Panwaslu
      provinsi   dapat   mengusulkan    untuk   dilaksanakan
      rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU
      kabupaten/kota, dan KPU provinsi yang bersangkutan.

(2)   Rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU
      kabupaten/kota, dan KPU provinsi harus dilaksanakan
      dan selesai pada hari/tanggal pelaksanaan rekapitulasi.

                        Pasal 225

(1)   Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada
      sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan
      sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK
      melalui PPS, saksi Peserta Pemilu tingkat kecamatan dan
      saksi Peserta Pemilu di TPS, Panwaslu kecamatan, atau
      Pengawas Pemilu Lapangan, maka PPK melakukan
      penghitungan suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.

                                              (2) Penghitungan . . .
                       - 105 -

(2)   Penghitungan suara ulang di TPS dan rekapitulasi hasil
      penghitungan suara ulang di PPK sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 221 ayat (2) dan Pasal 223 dilaksanakan
      paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal
      pemungutan suara berdasarkan keputusan PPK.

                       Pasal 226
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 225 ayat (1) dilakukan dengan cara membuka
kotak suara hanya dilakukan di PPK.

                       Pasal 227
(1)   Dalam hal terjadi perbedaan jumlah suara pada sertifikat
      rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dari PPK
      dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara yang diterima oleh KPU kabupaten/kota,
      saksi Peserta Pemilu tingkat kabupaten/kota dan saksi
      Peserta    Pemilu     tingkat   kecamatan,     Panwaslu
      kabupaten/kota, atau Panwaslu kecamatan, maka KPU
      kabupaten/kota melakukan pembetulan data melalui
      pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang
      termuat pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara untuk PPK yang bersangkutan.
(2)   Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara pada
      sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU
      kabupaten/kota dengan sertifikat rekapitulasi hasil
      penghitungan suara yang diterima oleh KPU provinsi,
      saksi Peserta Pemilu tingkat provinsi dan saksi Peserta
      Pemilu tingkat kabupaten/kota, panitia pengawas Pemilu
      provinsi, atau panitia pengawas Pemilu kabupaten/kota,
      maka KPU provinsi melakukan pembetulan data melalui
      pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang
      termuat pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara untuk KPU kabupaten/kota yang
      bersangkutan.
(3)   Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara pada
      sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU
      provinsi dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
      suara yang diterima oleh KPU, saksi Peserta Pemilu
      tingkat pusat dan saksi Peserta Pemilu tingkat provinsi,
      Badan Pengawas Pemilu, atau panitia pengawas Pemilu
      provinsi, maka KPU melakukan pembetulan data melalui
      pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang
      termuat pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
      perolehan suara untuk KPU provinsi yang bersangkutan.

                                                         BAB XVII . . .
                       - 106 -

                   BAB XVII
      PEMILU LANJUTAN DAN PEMILU SUSULAN

                         Pasal 228

(1)    Dalam hal di sebagian atau seluruh daerah pemilihan
       terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam
       atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian
       tahapan     penyelenggaraan    Pemilu    tidak dapat
       dilaksanakan, dilakukan Pemilu lanjutan.

(2)    Pelaksanaan Pemilu lanjutan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilu
       yang terhenti.

                         Pasal 229

(1)    Dalam hal di suatu daerah pemilihan terjadi kerusuhan,
       gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan
       lainnya   yang    mengakibatkan    seluruh     tahapan
       penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan,
       dilakukan Pemilu susulan.

(2)    Pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan untuk seluruh
       tahapan penyelengaraan Pemilu.

                         Pasal 230

(1)    Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan dilaksanakan setelah
       ada penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu.

(2)    Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu dilakukan
       oleh:
       a. KPU kabupaten/kota atas usul PPK apabila
          penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau
          beberapa desa/kelurahan;
       b. KPU kabupaten/kota atas usul PPK apabila
          penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau
          beberapa kecamatan;
       c. KPU provinsi atas usul KPU kabupaten/kota apabila
          penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau
          beberapa kabupaten/kota;
       d. KPU atas usul KPU provinsi apabila penundaan
          pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa
          provinsi.

                                                       (3) Dalam . . .
                      - 107 -

(3)   Dalam hal Pemilu tidak dapat dilaksanakan di
      40% (empat puluh perseratus) jumlah provinsi atau
      50% (lima puluh perseratus) dari jumlah pemilih terdaftar
      secara nasional tidak dapat menggunakan haknya untuk
      memilih, penetapan Pemilu lanjutan atau Pemilu susulan
      dilakukan oleh Presiden atas usul KPU.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu
      pelaksanaan Pemilu lanjutan atau Pemilu susulan diatur
      dalam peraturan KPU.

                  BAB XVIII
              PEMANTAUAN PEMILU

                  Bagian Kesatu
                 Pemantau Pemilu

                        Pasal 231

(1)   Pelaksanaan Pemilu dapat dipantau        oleh pemantau
      Pemilu.

(2)   Pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi:
      a. lembaga swadaya masyarakat pemantau Pemilu dalam
         negeri;
      b. badan hukum dalam negeri;
      c. lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri;
      d. lembaga pemilihan luar negeri; dan
      e. perwakilan negara sahabat di Indonesia.

                   Bagian Kedua
Persyaratan dan Tata Cara Menjadi Pemantau Pemilu

                        Pasal 232

(1)   Pemantau Pemilu harus memenuhi persyaratan:
      a. bersifat independen;
      b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
      c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KPU
         provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan
         cakupan wilayah pemantauannya.


                                                        (2) Selain . . .
                       - 108 -

(2)   Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), pemantau dari luar negeri sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2) huruf c, huruf d, dan
      huruf e harus memenuhi persyaratan khusus:
      a. mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai
         pemantau Pemilu di negara lain, yang dibuktikan
         dengan surat pernyataan dari organisasi pemantau
         yang bersangkutan atau dari pemerintah negara lain
         tempat yang bersangkutan pernah melakukan
         pemantauan;
      b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau Pemilu dari
         Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
      c. memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang
         diatur dalam peraturan perundang-undangan.

                       Pasal 233

(1)   Pemantau    Pemilu  sebagaimana   dimaksud   dalam
      Pasal 231 ayat (2) mengajukan permohonan untuk
      melakukan pemantauan Pemilu dengan mengisi formulir
      pendaftaran yang disediakan oleh KPU, KPU provinsi,
      atau KPU kabupaten/kota.

(2)   Pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mengembalikan formulir pendaftaran kepada KPU, KPU
      provinsi, atau KPU kabupaten/kota dengan menyerahkan
      kelengkapan administrasi yang meliputi:
      a. profil organisasi/lembaga;
      b. nama dan jumlah anggota pemantau;
      c. alokasi anggota pemantau yang akan ditempatkan ke
         daerah;
      d. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah
         yang ingin dipantau; dan
      e. nama, alamat, dan pekerjaan penanggung jawab
         pemantau yang dilampiri pas foto diri terbaru.

(3)   KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota meneliti
      kelengkapan administrasi pemantau Pemilu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2).

(4)   Pemantau Pemilu yang memenuhi persyaratan diberi
      tanda terdaftar sebagai pemantau Pemilu serta
      mendapatkan sertifikat akreditasi.

                                                      (5) Dalam . . .
                      - 109 -

(5)   Dalam     hal  pemantau    Pemilu  tidak  memenuhi
      kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2), pemantau Pemilu yang bersangkutan dilarang
      melakukan pemantauan Pemilu.

(6)   Khusus pemantau yang berasal dari perwakilan negara
      sahabat di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 231 ayat (2) huruf e, yang bersangkutan harus
      mendapatkan rekomendasi Menteri Luar Negeri.

(7)   Tata cara akreditasi pemantau Pemilu diatur lebih lanjut
      dalam peraturan KPU.

                  Bagian Ketiga
          Wilayah Kerja Pemantau Pemilu

                        Pasal 234

(1)   Pemantau Pemilu melakukan pemantauan pada satu
      daerah pemantauan sesuai dengan rencana pemantauan
      yang telah diajukan kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU
      kabupaten/kota.

(2)   Pemantau Pemilu yang melakukan pemantauan pada
      lebih dari satu provinsi harus mendapatkan persetujuan
      KPU dan wajib melapor ke KPU provinsi masing-masing.

(3)   Pemantau Pemilu yang melakukan pemantauan pada
      lebih dari satu kabupaten/kota pada satu provinsi harus
      mendapatkan persetujuan KPU provinsi dan wajib
      melapor ke KPU kabupaten/kota masing-masing.

(4)   Persetujuan atas wilayah kerja pemantau luar negeri
      dikeluarkan oleh KPU.

                 Bagian Keempat
         Tanda Pengenal Pemantau Pemilu

                        Pasal 235

(1)   Tanda pengenal pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 231 ayat (2) huruf a dan huruf b dikeluarkan
      oleh KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai
      dengan wilayah kerja yang bersangkutan.

(2)   Tanda pengenal pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 231 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e
      dikeluarkan oleh KPU.

                                                     (3) Tanda . . .
                      - 110 -

(3)   Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      terdiri atas:
      a. tanda pengenal pemantau asing biasa; dan
      b. tanda pengenal pemantau asing diplomat.

(4)   Pada tanda pengenal pemantau Pemilu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimuat informasi
      tentang:
      a. nama dan alamat pemantau Pemilu yang memberi
         tugas;
      b. nama anggota pemantau yang bersangkutan;
      c. pas foto diri    terbaru    anggota   pemantau        yang
         bersangkutan;
      d. wilayah kerja pemantauan; dan
      e. nomor dan tanggal akreditasi.

(5)   Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      digunakan dalam setiap kegiatan pemantauan Pemilu.

(6)   Bentuk dan format tanda pengenal pemantau Pemilu
      diatur dalam peraturan KPU.

                  Bagian Kelima
         Hak dan Kewajiban Pemantau Pemilu

                         Pasal 236

(1)   Pemantau Pemilu mempunyai hak:
      a. mendapat perlindungan hukum dan keamanan dari
         Pemerintah Indonesia;
      b. mengamati dan mengumpulkan            informasi     proses
         penyelenggaraan Pemilu;
      c. memantau proses pemungutan dan penghitungan
         suara dari luar TPS;
      d. mendapatkan akses informasi yang tersedia dari KPU,
         KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota; dan
      e. menggunakan            perlengkapan       untuk
         mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang
         berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu.
(2)   Pemantau asing yang berasal dari perwakilan negara
      asing yang berstatus diplomat berhak atas kekebalan
      diplomatik selama menjalankan tugas sebagai pemantau
      Pemilu.
                                                           Pasal 237 . . .
                     - 111 -

                       Pasal 237

Pemantau Pemilu mempunyai kewajiban:
a. mematuhi    peraturan          perundang-undangan  dan
   menghormati kedaulatan         Negara Kesatuan Republik
   Indonesia;
b. mematuhi kode etik pemantau Pemilu yang diterbitkan oleh
   KPU;
c. melaporkan diri, mengurus proses akreditasi dan tanda
   pengenal ke KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota
   sesuai dengan wilayah kerja pemantauan;
d. menggunakan    tanda     pengenal       selama     menjalankan
   pemantauan;
e. menanggung     semua        biaya      pelaksanaan     kegiatan
   pemantauan;
f. melaporkan jumlah dan keberadaan personel pemantau
   Pemilu serta tenaga pendukung administratif kepada KPU,
   KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan
   wilayah pemantauan;
g. menghormati     kedudukan,          tugas,   dan     wewenang
   penyelenggara Pemilu;
h. menghormati adat istiadat dan budaya setempat;
i. bersikap netral   dan       objektif    dalam    melaksanakan
   pemantauan;
j. menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan
   yang dilakukan dengan mengklarifikasikan kepada KPU,
   KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota; dan
k. melaporkan hasil akhir pemantauan pelaksanaan Pemilu
   kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

               Bagian Keenam
        Larangan bagi Pemantau Pemilu

                       Pasal 238

Pemantau Pemilu dilarang:
a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan
   Pemilu;
b. memengaruhi pemilih dalam menggunakan haknya untuk
   memilih;


                                                      c. mencampuri . . .
                       - 112 -

c. mencampuri     pelaksanaan        tugas   dan      wewenang
   penyelenggara Pemilu;
d. memihak kepada Peserta Pemilu tertentu;
e. menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang
   memberikan kesan mendukung Peserta Pemilu;
f.    menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas
      apa pun dari atau kepada Peserta Pemilu;
g. mencampuri dengan cara apa pun urusan politik dan
   pemerintahan dalam negeri Indonesia;
h. membawa senjata, bahan peledak dan/atau bahan
   berbahaya lainnya selama melakukan tugas pemantauan;
i.    masuk ke dalam TPS; dan/atau
j.    melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan
      sebagai pemantau Pemilu.

                   Bagian Ketujuh
            Sanksi bagi Pemantau Pemilu

                         Pasal 239

Pemantau Pemilu yang melanggar kewajiban dan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 dan Pasal 238
dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu.

                         Pasal 240

(1)    Pelanggaran oleh pemantau Pemilu atas kewajiban dan
       larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 dan
       Pasal 238 dilaporkan kepada KPU kabupaten/kota untuk
       ditindaklanjuti.

(2)    Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan larangan
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 dan Pasal 238
       dilakukan oleh pemantau dalam negeri dan terbukti
       kebenarannya, maka KPU, KPU provinsi, atau KPU
       kabupaten/kota mencabut status dan haknya sebagai
       pemantau Pemilu.

(3)    Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan larangan
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 dan Pasal 238
       dilakukan   oleh   pemantau  asing   dan   terbukti
       kebenarannya, maka KPU mencabut status dan haknya
       sebagai pemantau Pemilu.


                                                   (4) Pelanggaran . . .
                      - 113 -

(4)   Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang bersifat
      tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh
      pemantau Pemilu, pemantau Pemilu yang bersangkutan
      dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

                       Pasal 241

Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi
manusia menindaklanjuti penetapan pencabutan status dan
hak pemantau asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240
ayat (3) setelah berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                 Bagian Kedelapan
             Pelaksanaan Pemantauan

                        Pasal 242

Sebelum melaksanakan pemantauan, pemantau Pemilu
melapor kepada KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah.

                        Pasal 243

Petunjuk teknis pelaksanaan pemantauan diatur dalam
peraturan KPU dengan memperhatikan pertimbangan dari
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                   BAB XIX
           PARTISIPASI MASYARAKAT
       DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU

                        Pasal 244

(1)   Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.

(2)   Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi Pemilu,
      pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak
      pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil
      Pemilu, dengan ketentuan:
      a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan
         atau merugikan salah satu Peserta Pemilu.
      b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
         Pemilu.
      c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat
         secara luas.

                                                   d. mendorong . . .
                      - 114 -

      d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
         penyelenggaraan Pemilu yang aman, damai, tertib, dan
         lancar.

                        Pasal 245

(1)   Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu,
      pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak
      pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil
      Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.

(2)   Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh
      dilakukan pada masa tenang.

(3)   Pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh
      dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari
      hari/tanggal pemungutan suara.

(4)   Pelaksana    kegiatan   penghitungan     cepat wajib
      memberitahukan metodologi yang digunakannya dan
      hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan
      merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu.

(5)   Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (3), dan
      ayat (4) merupakan tindak pidana Pemilu.

                        Pasal 246

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu diatur dalam
peraturan KPU.

                   BAB XX
      PENYELESAIAN PELANGGARAN PEMILU
        DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU
                  Bagian Kesatu
         Penyelesaian Pelanggaran Pemilu

                   Paragraf 1
      Penanganan Laporan Pelanggaran Pemilu

                        Pasal 247

(1)   Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
      Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan
      Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima laporan
      pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan
      Pemilu.
                                                   (2) Laporan . . .
                       - 115 -

(2)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      disampaikan oleh:
      a.   Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
      b.   pemantau Pemilu; atau
      c.   Peserta Pemilu.

(3)   Laporan    sebagaimana    dimaksud     pada   ayat  (1)
      disampaikan secara tertulis kepada Bawaslu, Panwaslu
      provinsi,    Panwaslu     kabupaten/kota,     Panwaslu
      kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas
      Pemilu Luar Negeri dengan paling sedikit memuat:
      a. nama dan alamat pelapor;
      b. pihak terlapor;
      c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
      d. uraian kejadian.

(4)   Laporan   sebagaimana   dimaksud     pada   ayat    (1)
      disampaikan paling lama 3 (tiga) hari sejak terjadinya
      pelanggaran Pemilu.

(5)   Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
      Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan
      Pengawas Pemilu Luar Negeri mengkaji setiap laporan
      pelanggaran yang diterima.

(6)   Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terbukti kebenarannya,      Bawaslu, Panwaslu provinsi,
      Panwaslu      kabupaten/kota,   Panwaslu     kecamatan,
      Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar
      Negeri wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga)
      hari setelah laporan diterima.

(7)   Dalam hal Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
      kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu
      Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri memerlukan
      keterangan tambahan dari pelapor mengenai tindak
      lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
      paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima.

(8)   Laporan pelanggaran administrasi Pemilu diteruskan
      kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

(9)   Laporan pelanggaran pidana Pemilu diteruskan kepada
      penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                                                  (10) Ketentuan . . .
                     - 116 -

(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan
     pelanggaran Pemilu diatur dalam peraturan Bawaslu.

                   Paragraf 2
         Pelanggaran Administrasi Pemilu
                       Pasal 248

Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran terhadap
ketentuan Undang-Undang ini yang bukan merupakan
ketentuan pidana Pemilu dan terhadap ketentuan lain yang
diatur dalam peraturan KPU.

                       Pasal 249

Pelanggaran administrasi Pemilu diselesaikan oleh KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota berdasarkan laporan dari
Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota
sesuai dengan tingkatannya.

                       Pasal 250

KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memeriksa dan
memutus pelanggaran administrasi Pemilu dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya laporan dari Bawaslu,
Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota.

                       Pasal 251

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian
pelanggaran administrasi Pemilu diatur dalam peraturan KPU.

                    Paragraf 3
            Pelanggaran Pidana Pemilu

                       Pasal 252

Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap
ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang
ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum.

                       Pasal 253

(1)   Penyidik   Kepolisian   Negara   Republik   Indonesia
      menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas
      perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat
      belas) hari sejak menerima laporan dari Bawaslu,
      Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota.
                                                    (2) Dalam . . .
                      - 117 -

(2)   Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap,
      dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum
      mengembalikan     berkas    perkara kepada   penyidik
      kepolisian disertai petunjuk tentang hal yang harus
      dilakukan untuk dilengkapi.

(3)   Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
      waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan
      berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah
      menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada
      penuntut umum.

(4)   Penuntut     umum     melimpahkan      berkas  perkara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pengadilan
      negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas
      perkara.

                       Pasal 254

(1)   Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan
      memutus perkara pidana Pemilu menggunakan Kitab
      Undang-Undang       Hukum    Acara   Pidana, kecuali
      ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

(2)   Sidang pemeriksaan perkara pidana Pemilu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh hakim khusus.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur
      dengan peraturan Mahkamah Agung.

                       Pasal 255

(1)   Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus
      perkara pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah
      pelimpahan berkas perkara.

(2)   Dalam hal terhadap putusan pengadilan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan
      banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah
      putusan dibacakan.

(3)   Pengadilan     negeri    melimpahkan    berkas    perkara
      permohonan banding kepada pengadilan tinggi paling
      lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
(4)   Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara
      banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama
      7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.

                                                     (5) Putusan . . .
                      - 118 -


(5)   Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta
      tidak ada upaya hukum lain.


                        Pasal 256

(1)   Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 255 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan
      kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah
      putusan dibacakan.

(2)   Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 255 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari
      setelah putusan diterima oleh jaksa.

                        Pasal 257

(1)   Putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana
      Pemilu yang menurut Undang-Undang ini dapat
      memengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus
      sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU
      menetapkan hasil Pemilu secara nasional.

(2)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
      menindaklanjuti  putusan pengadilan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1).

(3)   Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU provinsi, atau
      KPU kabupaten/kota dan Peserta Pemilu pada hari
      putusan pengadilan tersebut dibacakan.

                   Bagian Kedua
             Perselisihan Hasil Pemilu

                        Pasal 258

(1)   Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU
      dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara
      hasil Pemilu secara nasional.

(2)   Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu
      secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang
      dapat memengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.

                                                     Pasal 259 . . .
                      - 119 -

                        Pasal 259

(1)   Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara
      hasil Pemilu secara nasional, Peserta Pemilu dapat
      mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil
      penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada
      Mahkamah Konstitusi.

(2)   Peserta   Pemilu    mengajukan    permohonan     kepada
      Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) paling lama 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat)
      jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil
      Pemilu secara nasional oleh KPU.
(3)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
      menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.

                   BAB XXI
               KETENTUAN PIDANA
                        Pasal 260
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).

                        Pasal 261

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain
tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar
pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                        Pasal 262

Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada
padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu
menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah).

                                                       Pasal 263 . . .
                     - 120 -




                      Pasal 263

Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki
daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari
masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).


                      Pasal 264

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu,
Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih,
penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara,
perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara,
penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan
rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).


                      Pasal 265

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa
atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota
DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                                                       Pasal 266 . . .
                     - 121 -




                     Pasal 266

Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau
dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk
menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam)
bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).


                     Pasal 267

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu
provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan
verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), dipidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).


                     Pasal 268

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu
provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan
verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi
kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).



                                                    Pasal 269 . . .
                      - 122 -



                      Pasal 269

Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar
jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi,
dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dipidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) atau paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

                      Pasal 270

Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan
kampanye       Pemilu    sebagaimana       dimaksud      dalam
Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).

                      Pasal 271

Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2), dikenai pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).

                      Pasal 272

Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim
Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan,
Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan,
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
Bank Indonesia serta Pejabat badan usaha milik negara/
badan usaha milik daerah yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).


                                                      Pasal 273 . . .
                      - 123 -

                      Pasal 273
Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan
perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang
melanggar      larangan     sebagaimana     dimaksud      dalam
Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                      Pasal 274
Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung
agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih
Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk
memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak
sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                      Pasal 275
Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris
KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota
yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 123 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).

                      Pasal 276

Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye
melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
                                                        Pasal 277 . . .
                       - 124 -


                        Pasal 277

Peserta Pemilu yang terbukti menerima sumbangan dan/atau
bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

                        Pasal 278

Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi,
atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                        Pasal 279

(1)   Pelaksana      kampanye     yang     karena   kelalaiannya
      mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
      Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 107 dipidana dengan pidana penjara paling
      singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
      dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
      dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
      rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan
      pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
      lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
      Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
      Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

                        Pasal 280

Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang
terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).


                                                          Pasal 281 . . .
                     - 125 -



                      Pasal 281

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                      Pasal 282

Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau hasil jajak
pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

                      Pasal 283

Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat
suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus
empat puluh juta rupiah).

                      Pasal 284

Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja
mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh
KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).

                                                      Pasal 285 . . .
                     - 126 -



                   Pasal 285
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga
kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).

                      Pasal 286
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan
suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau
memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak
sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

                      Pasal 287

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang
yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan
kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                      Pasal 288

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai
atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat
tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi
berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah).

                                                     Pasal 289 . . .
                     - 127 -

                     Pasal 289

Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan
suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

                     Pasal 290

Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan
sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau
lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

                     Pasal 291

Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan
suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan
dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).

                     Pasal 292

Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan
kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada
pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan
tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).

                     Pasal 293

Setiap   orang   yang   dengan     sengaja   merusak    atau
menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                                                    Pasal 294 . . .
                      - 128 -




                       Pasal 294

Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak
memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada
pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak
mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                       Pasal 295

Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan
sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                       Pasal 296

(1) Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan
    pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 220 ayat (2) sementara persyaratan dalam
    Undang-Undang ini telah terpenuhi, anggota KPU
    kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling
    singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
    empat)     bulan    dan     denda     paling   sedikit
    Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
    Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

(2)   Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
      melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk
      melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS dipidana
      dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
      paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
      Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
      Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).



                                                        Pasal 297 . . .
                      - 129 -

                      Pasal 297

Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak
atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah
disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

                      Pasal 298

Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil
penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan
suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

                      Pasal 299

(1)   Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan
      PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau
      berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan
      perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara,
      dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
      bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda
      paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
      paling banyak Rp12.000.000,00 (duabelas juta rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan
      pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
      paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
      sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
      paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
      rupiah).

                      Pasal 300

Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau
mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam
puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan
dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).


                                                       Pasal 301 . . .
                      - 130 -

                      Pasal 301

Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak
membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara
Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 36 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                      Pasal 302

Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan
salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan
penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara
kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS,
dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180
ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                      Pasal 303

Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan
keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel
yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan
sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS
atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

                      Pasal 304

Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu
kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara
tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 180 ayat (6), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).


                                                        Pasal 305 . . .
                     - 131 -



                     Pasal 305

Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan
suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 181, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).


                     Pasal 306

Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu
anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199
ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam
puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua
ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

                     Pasal 307

Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan
cepat dan mengumumkan hasil penghitungan cepat pada
hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).


                     Pasal 308

Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan
cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan
cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).


                                                     Pasal 309 . . .
                     - 132 -

                      Pasal 309

Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 257 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                      Pasal 310

Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas
Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan
sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan
pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau
KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

                      Pasal 311

Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran
pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260,
Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269,
Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286,
Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291,
Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300,
maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu
pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam pasal-
pasal tersebut.

                BAB XXII
           KETENTUAN LAIN-LAIN

                      Pasal 312

Ketentuan mengenai keikutsertaan partai politik lokal di Aceh
dalam    Pemilu    anggota  DPRD    provinsi     dan    DPRD
kabupaten/kota sepanjang tidak diatur khusus dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh, berlaku ketentuan Undang-Undang ini.


                                                     Pasal 313 . . .
                     - 133 -

                     Pasal 313

Hasil perolehan suara dari pemilih di luar negeri dimasukkan
sebagai perolehan suara untuk daerah pemilihan Provinsi DKI
Jakarta II.

                     Pasal 314

(1)   Dalam hal terdapat daerah pemilihan anggota DPRD
      provinsi yang sama dengan daerah pemilihan anggota
      DPR pada Pemilu 2004, maka daerah pemilihan DPRD
      provinsi tersebut disesuaikan dengan perubahan daerah
      pemilihan anggota DPR.

(2)   Ketentuan lebih lanjut tentang penyesuaian perubahan
      daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan dengan peraturan KPU.

                BAB XXIII
           KETENTUAN PERALIHAN

                     Pasal 315

Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2004 yang memperoleh
sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) jumlah kursi DPR
atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat perseratus)
jumlah kursi DPRD provinsi yang tersebar sekurang-
kurangnya di 1/2 (setengah) jumlah provinsi seluruh
Indonesia, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat
perseratus) jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar
sekurang-kurangnya di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kota
seluruh Indonesia, ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta
Pemilu setelah Pemilu tahun 2004.

                     Pasal 316

Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2004 yang tidak memenuhi
ketentuan Pasal 315 dapat mengikuti Pemilu tahun 2009
dengan ketentuan:
a. bergabung dengan Partai Politik Peserta Pemilu yang
    memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 315; atau
b. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi
    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 dan
    selanjutnya menggunakan nama dan tanda gambar salah
    satu partai politik yang bergabung sehingga memenuhi
    perolehan minimal jumlah kursi; atau

                                                  c. bergabung . . .
                    - 134 -

c. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi
   ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 dengan
   membentuk partai politik baru dengan nama dan tanda
   gambar baru sehingga memenuhi perolehan minimal
   jumlah kursi; atau
d. memiliki kursi di DPR RI hasil Pemilu 2004; atau
e. memenuhi persyaratan verifikasi oleh KPU untuk menjadi
   Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana ditentukan
   dalam Undang-Undang ini.

                     Pasal 317

Untuk Pemilu tahun 2009 KPU melakukan penataan ulang
daerah pemilihan bagi provinsi dan kabupaten/kota induk
serta provinsi dan kabupaten/kota yang dibentuk setelah
Pemilu tahun 2004.

                     Pasal 318

Dalam Pemilu tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia
dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak
menggunakan haknya untuk memilih.

                BAB XXIV
           KETENTUAN PENUTUP

                     Pasal 319

Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4277) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4631), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

                     Pasal 320

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

                                                       Agar . . .
                                  - 135 -

             Agar   setiap   orang   mengetahuinya,    memerintahkan
             pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
             dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                                   Disahkan di Jakarta
                                   pada tanggal 31 Maret 2008
                                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                 ttd.


                                   DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 Diundangkan di Jakarta
 pada tanggal 31 Maret 2008
 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
         REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd.

             ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 51




        Salinan sesuai dengan aslinya
         SEKRETARIAT NEGARA RI
 Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
  Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




              Wisnu Setiawan
                          PENJELASAN
                             ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 10 TAHUN 2008

                                TENTANG
       PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


I. UMUM
        Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  Tahun 1945 menyatakan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan
  dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Makna dari "kedaulatan
  berada di tangan rakyat" dalam hal ini ialah bahwa rakyat memiliki
  kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis
  memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus
  dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat
  untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan kedaulatan rakyat
  dimaksud dilaksanakan melalui pemilihan umum secara langsung sebagai
  sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan
  fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat,
  membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara
  Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing,
  serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai
  pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.
         Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
  Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota
  Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
  Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung,
  umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilihan
  umum dimaksud diselenggarakan dengan menjamin prinsip keterwakilan,
  yang artinya setiap orang Warga Negara Indonesia terjamin memiliki wakil
  yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat
  di setiap tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga ke daerah.
       Dengan asas langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk
  memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati
  nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan yang bersifat umum mengandung
  makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga

                                                                Dengan . . .
                                 -2-




negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Setiap warga negara
yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan
paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga
negara dijamin keamanannya oleh negara, sehingga dapat memilih sesuai
dengan kehendak hati nurani. Dalam memberikan suaranya, pemilih
dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun.
Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat
diketahui oleh orang lain. Dalam penyelenggaraan pemilu ini, penyelenggara
pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau
pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap
pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas
dari kecurangan pihak manapun.
      Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk dan
berwawasan kebangsaan, partai politik merupakan saluran untuk
memperjuangkan aspirasi masyarakat, sekaligus sebagai sarana kaderisasi
dan rekrutmen pemimpin baik untuk tingkat nasional maupun daerah,
serta untuk rekrutmen pimpinan berbagai komponen penyelenggara negara.
Oleh karena itu, peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD
adalah partai politik. Selain itu, untuk mengakomodasi aspirasi
keanekaragaman daerah, sesuai dengan ketentuan Pasal 22 C Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibentuk Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang anggota-anggotanya dipilih dari
perseorangan yang memenuhi persyaratan dalam pemilihan umum
bersamaan dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan
DPRD.
       Dalam pemilihan umum, keberadaan partai politik sebagai peserta
ditandai dengan tanda gambar dan nama-nama calon anggota lembaga
perwakilan dari partai yang bersangkutan. Untuk memudahkan rakyat
dalam menentukan pilihannya, tanda gambar partai politik peserta
pemilihan umum tentu harus berbeda antara satu partai politik dengan
partai politik lainnya dan tidak boleh menggunakan simbol-simbol/tanda
identitas kelembagaan yang digunakan oleh gerakan separatis atau
organisasi terlarang. Bagi calon anggota DPD, keberadaan sebagai peserta
pemilihan umum ditandai dengan pasfoto diri dan nama-nama calon
anggota DPD yang bersangkutan. Pengaturan lebih lanjut mengenai
keikutsertaan partai politik dan perseorangan dalam pemilihan umum
dituangkan dalam pasal-pasal Undang-Undang ini.
                                                         pemilihan . . .
                                  -3-




        Agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan
  mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki
  mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, maka penyelenggaraan
  pemilihan umum harus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke
  waktu. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengganti landasan hukum
  penyelenggaraan pemilihan umum yang tertuang dalam Undang-Undang
  Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
  Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
  sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10
  Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
  Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
  Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
  Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
  Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang, dengan undang-undang baru yang
  lebih komprehensif dan sesuai untuk menjawab tantangan permasalahan
  baru dalam penyelenggaraan pemilihan umum.
         Di dalam undang-undang ini diatur beberapa perubahan pokok
  tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
  Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
  khususnya yang berkaitan dengan penguatan persyaratan peserta pemilu,
  kriteria penyusunan daerah pemilihan, sistem pemilu proporsional dengan
  daftar calon terbuka terbatas, dan penetapan calon terpilih, serta
  penyelesaian sengketa pemilu. Perubahan-perubahan ini dilakukan untuk
  memperkuat lembaga perwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan
  sistem multipartai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan pula
  sistem pemerintahan presidensiil sebagaimana dimaksudkan dalam
  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
        Cukup jelas.

  Pasal 2
        Cukup jelas.

  Pasal 3
        Cukup jelas.

  Pasal 4
        Ayat (1)
              Cukup jelas.
                                                             Ayat (2) . . .
                              -4-




     Ayat (2)
           Huruf a
              Cukup jelas.
           Huruf b
              Cukup jelas.
           Huruf c
              Cukup jelas.
           Huruf d
              Cukup jelas.
           Huruf e
              Cukup jelas.
           Huruf f
              Yang dimaksud dengan "masa kampanye" adalah tenggang
              waktu berlakunya kampanye yang ditetapkan Undang-
              Undang ini.
           Huruf g
              Cukup jelas.
           Huruf h
              Cukup jelas.
           Huruf i
              Cukup jelas.
           Huruf j
              Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 5
      Cukup jelas.

Pasal 6
      Cukup jelas.

Pasal 7
      Cukup jelas.

Pasal 8
      Ayat (1)
            Huruf a
               Cukup jelas.

                                                    Huruf b . . .
                                -5-




           Huruf b
              Cukup jelas.

           Huruf c
              Cukup jelas.

           Huruf d
              Cukup jelas.

           Huruf e
              Cukup jelas.

           Huruf f
              "kantor tetap" adalah kantor yang layak, milik sendiri,
              sewa, pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.

           Huruf g
              Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan "Pemilu sebelumnya" adalah mulai
           Pemilu tahun 2009 dan selanjutnya.

Pasal 9
      Cukup jelas.

Pasal 10
      Cukup jelas.

Pasal 11
      Cukup jelas.

Pasal 12
      Huruf a
           Cukup jelas.

     Huruf b
          Yang dimaksud dengan "bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
          Esa" dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.

     Huruf c
          Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di wilayah Negara
          Kesatuan Republik Indonesia" dalam ketentuan ini termasuk
          Warga Negara Indonesia yang karena alasan tertentu pada saat
          pendaftaran calon, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan


                                                               Melengkapi . . .
                                 -6-




     melengkapi persyaratan surat keterangan dari Perwakilan
     Negara Republik Indonesia setempat.

Huruf d
     Cukup jelas.

Huruf e
     Yang dimaksud dengan "bentuk lain yang sederajat" antara lain
     Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Pondok Pesantren
     Salafiah, Sekolah Menengah Theologia Kristen, dan Sekolah
     Seminari.
     Kesederajatan pendidikan dengan SMA ditetapkan oleh
     Pemerintah    dan/atau  pemerintah    daerah    berdasarkan
     peraturan perundang-undangan.
Huruf f
     Cukup jelas.
Huruf g
     Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan
     dari ketentuan ini.
Huruf h
     Yang dimaksud dengan "sehat jasmani dan rohani" adalah
     sehat yang dibuktikan dengan surat kesehatan dari rumah
     sakit Pemerintah termasuk puskesmas.
Huruf i
     Cukup jelas.
Huruf j
     Yang dimaksud dengan "bersedia bekerja penuh waktu" adalah
     bersedia untuk tidak menekuni pekerjaan lain apa pun yang
     dapat menggangu tugas dan kewajibannya sebagai anggota
     DPD.
Huruf k
     Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali dibuktikan dengan surat
     keterangan telah diterima dan diteruskan oleh instansi terkait.
     Yang dimaksud            dengan      "keuangan        negara"      termasuk
     APBN/APBD.
Huruf l
     Cukup jelas.
Huruf m
     Cukup jelas.
Huruf n
     Cukup jelas.
                                                                       Huruf o . . .
                                -7-




     Huruf o
          Cukup jelas.
     Huruf p
          Cukup jelas.
Pasal 13
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Yang dinyatakan batal dalam ketentuan ini adalah dukungan
           kepada semua calon yang didukung.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 14
      Cukup jelas.

Pasal 15
      Huruf a
           Cukup jelas.
     Huruf b
          Proses pembentukan pengurus partai politik berdasarkan
          mekanisme partai politik masing-masing.
     Huruf c
          Cukup jelas.

     Huruf d
          Yang dimaksud dengan "penyertaan keterwakilan perempuan
          sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) sesuai dengan
          peraturan perundang-undangan" adalah sebagaimana diatur
          dalam Pasal 2 ayat (5), Pasal 20, dan Pasal 51 ayat (2) Undang-
          Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
     Huruf e
                                                            Yang . . .
                               -8-




            Yang dimaksud dengan "departemen" adalah departemen yang
            membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.
      Huruf f
           Yang dimaksud dengan "surat keterangan mengenai perolehan
           kursi" adalah surat keputusan KPU mengenai perolehan kursi
           partai politik yang telah mengikuti Pemilu sebelumnya.

Pasal 16
      Cukup jelas.

Pasal 17
      Cukup jelas.

Pasal 18
      Cukup jelas.

Pasal 19
      Cukup jelas.

Pasal 20
      Cukup jelas.

Pasal 21
      Cukup jelas.

Pasal 22
      Cukup jelas.
ukup jelas.
Pasal 23
      Cukup jelas.p jelas.

Pasal 24
      Cukup jelas.

Pasal 25
      Cukup jelas.

Pasal 26
      Cukup jelas.
Pasal 27
      Cukup jelas.

Pasal 28
      Cukup jelas.


                                                          Pasal 29 . . .
                                -9-




Pasal 29
      Cukup jelas.

Pasal 30
      Cukup jelas.

Pasal 31
      Cukup jelas.

Pasal 32
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan data kependudukan adalah data
            penduduk dan data penduduk potensial Pemilih Pemilu (DP4).

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 33
      Cukup jelas.

Pasal 34
      Cukup jelas.

Pasal 35
      Cukup jelas.

Pasal 36
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Pengumuman daftar pemilih sementara dilakukan dengan cara
           menempelkannya pada sarana pengumuman desa/kelurahan
           dan/atau sarana umum yang mudah dijangkau dan dilihat
           masyarakat.
           Yang dimaksud    dengan    "hari"   adalah   hari   berdasarkan
           kalender.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
                                                               Yang . . .
                               - 10 -




           Yang dimaksud dengan "masukan dan tanggapan dari
           masyarakat dan Peserta Pemilu tentang daftar pemilih
           sementara" adalah untuk menambah data pemilih yang
           memenuhi persyaratan tetapi belum terdaftar dan/atau
           mengurangi data pemilih karena tidak memenuhi persyaratan.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 37
      Cukup jelas.

Pasal 38
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Yang dimaksud dengan "salinan daftar pemilih tetap" adalah
           salinan yang dalam bentuk kopi peranti lunak (softcopy),
           cakram padat (compact disk), atau fotokopi. Salinan atau
           fotokopi Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dapat
           diperoleh di Kantor KPU kabupaten/kota bersangkutan.

Pasal 39
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "mengumumkan daftar pemilih tetap"
            adalah menempelkan salinan daftar pemilih tetap di papan
            pengumuman dan/atau tempat yang mudah dijangkau dan
            dilihat oleh masyarakat.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 40
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
                                                             Yang . . .
                               - 11 -




           Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" meliputi keadaan
           karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara atau
           karena kondisi tidak terduga di luar kemauan dan kemampuan
           yang bersangkutan, misalnya karena sakit, menjadi tahanan,
           tertimpa bencana alam sehingga tidak dapat menggunakan hak
           suaranya di TPS yang bersangkutan.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 41
      Cukup jelas.

Pasal 42
      Cukup jelas.

Pasal 43
      Cukup jelas.

Pasal 44
      Cukup jelas.

Pasal 45
      Cukup jelas.

Pasal 46
      Cukup jelas.

Pasal 47
      Cukup jelas.

Pasal 48
      Cukup jelas.

Pasal 49
      Cukup jelas.

Pasal 50
      Ayat (1)
            Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
              Yang dimaksud dengan "bertakwa kepada Tuhan Yang
              Maha Esa" dalam arti taat menjalankan kewajiban
              agamanya.

                                                             Huruf c . . .
                     - 12 -




Huruf c
   Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di wilayah
   Negara Kesatuan Republik Indonesia" dalam ketentuan ini
   termasuk Warga Negara Indonesia yang karena alasan
   tertentu pada saat pendaftaran calon, bertempat tinggal di
   luar negeri, dan dengan melengkapi persyaratan surat
   keterangan dari Perwakilan Negara Republik Indonesia
   setempat.

Huruf d
   Persyaratan sebagaimana tercantum dalam ketentuan ini
   tidak dimaksudkan untuk membatasi hak politik warga
   negara penyandang cacat yang memiliki kemampuan
   untuk melakukan tugasnya sebagai anggota DPR, DPRD
   provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Huruf e
   Yang dimaksud dengan "bentuk lain yang sederajat" antara
   lain Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Pondok
   Pesantren Salafiah, Sekolah Menengah Teologia Kristen,
   dan Sekolah Seminari.
    Kesederajatan pendidikan dengan SMA ditetapkan oleh
    Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berdasarkan
    peraturan perundang-undangan.

Huruf f
   Cukup jelas.

Huruf g
   Orang yang dipidana penjara        karena   alasan   politik
   dikecualikan dari ketentuan ini.

Huruf h
   Yang dimaksud dengan "sehat jasmani dan rohani" adalah
   sehat yang dibuktikan dengan surat kesehatan dari rumah
   sakit Pemerintah termasuk puskesmas.

Huruf i
   Cukup jelas.


Huruf j
   yang dimaksud dengan "bersedia bekerja penuh waktu"
   adalah bersedia untuk tidak menekuni pekerjaan lain apa
   pun yang dapat menggangu tugas dan kewajibannya


                                                  sebagai . . .
                           - 13 -




         sebagai anggota      DPR,   DPRD   provinsi,   dan   DPRD
         kabupaten/kota.

     Huruf k
         Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali
         dibuktikan dengan surat keterangan telah diterima dan
         diteruskan oleh instansi terkait.
         Yang dimaksud dengan "keuangan         negara" termasuk
         APBN/APBD.

     Huruf l
        Cukup jelas.

     Huruf m
        Cukup jelas.

     Huruf n
        Cukup jelas.

     Huruf o
        Cukup jelas.

     Huruf p
        Cukup jelas.

Ayat (2)
      Huruf a
         Cukup jelas.

     Huruf b
        1) Bukti kelulusan dalam bentuk fotokopi yang dilegalisasi
            atas ijazah, STTB, syahadah dari satuan pendidikan
            yang terakreditasi, atau ijazah, syahadah, STTB,
            sertifikat, dan surat keterangan lain yang menerangkan
            kelulusan dari satuan pendidikan atau program
            pendidikan yang diakui sama dengan kelulusan satuan
            pendidikan jenjang pendidikan menengah. Termasuk
            dalam kategori ini adalah surat keterangan lain yang
            menerangkan bahwa seseorang diangkat sebagai guru
            atau dosen berdasarkan keahliannya sesuai dengan
            peraturan perundang-undangan.
         2) KPU dalam menyusun peraturan KPU dalam kaitan ini
            berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan Nasional dan
            Menteri Agama.
         3) Legalisasi oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen
            Pendidikan    Nasional,  Departemen   Agama,    atau


                                                        Pemerintah . ..
                                 - 14 -




                     Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan,
                     kantor wilayah/kantor Departemen Agama sesuai
                     dengan peraturan perundang-undangan.

           Huruf c
              Cukup jelas.

           Huruf d
              Persyaratan sebagaimana tercantum dalam ketentuan ini
              tidak dimaksudkan untuk membatasi hak politik warga
              negara penyandang cacat yang memiliki kemampuan
              untuk melakukan tugasnya sebagai anggota DPR, DPRD
              provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

           Huruf e
              Cukup jelas.

           Huruf f
              Cukup jelas.

           Huruf g
              Cukup jelas.

           Huruf h
              Cukup jelas.

           Huruf i
              Bagi pegawai negeri sipil yang sudah mengundurkan diri
              dapat memperoleh kartu tanda anggota partai politik.

           Huruf j
              Cukup jelas

           Huruf k
              Cukup jelas.

Pasal 51
      Cukup jelas.

Pasal 52
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
      Ayat (2)
            Yang dimaksud dengan Pengurus Pusat Partai Politik adalah
            Ketua Dewan Pimpinan Pusat partai politik atau nama lainnya.

     Ayat (3)
                                                                Yang ....
                                 - 15 -




            Yang dimaksud dengan Pengurus Partai Politik tingkat provinsi
            adalah Ketua Dewan Pimpinan daerah partai politik tingkat
            provinsi atau nama lainnya.

      Ayat (4)
            Yang dimaksud dengan Pengurus Partai Politik tingkat
            kabupaten/kota adalah Ketua Dewan Pimpinan daerah partai
            politik tingkat kabupaten/kota atau nama lainnya.

Pasal 53
      Cukup jelas.

Pasal 54
      Cukup jelas.

Pasal 55
      Cukup jelas.

Pasal 56
      Cukup jelas.

Pasal 57
      Cukup jelas.

Pasal 58
      Ayat (1)
            Pengembalian dapat berupa penolakan karena tidak memenuhi
            persyaratan sebagai bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi
            dan DPRD kabupaten/kota, atau berupa permintaan untuk
            melengkapi, memperbaiki atau mengganti kelengkapan
            dokumen.

      Ayat (2)
            Cukup jelas.

      Ayat (3)
            Dalam menyusun peraturan KPU, KPU berkoordinasi dengan
            instansi terkait.

Pasal 59
      Cukup jelas.

Pasal 60
      Cukup jelas.

Pasal 61
      Ayat (1)
                                                               Cukup . . .
                                - 16 -




           Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.
     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Yang dimaksud dengan "masukan dan tanggapan dari
           masyarakat" adalah yang berkaitan dengan persyaratan
           administrasi calon sementara anggota DPR, DPRD provinsi, dan
           DPRD kabupaten/kota yang disertai identitas diri pemberi
           masukan dan tanggapan.

     Ayat (6)
           Pengumuman persentase keterwakilan perempuan dalam daftar
           calon sementara dalam ketentuan ini dilakukan sekurang-
           kurangnya pada 1 (satu) media cetak selama satu hari dan pada
           1 (satu) media elektronik selama satu hari.

Pasal 62
      Cukup jelas.

Pasal 63
      Cukup jelas.

Pasal 64
      Cukup jelas.

Pasal 65
      Cukup jelas.

Pasal 66
      Ayat (1)
            Pengumuman Daftar Calon Tetap oleh KPU, KPU provinsi, dan
            KPU kabupaten/kota dalam ketentuan ini dilakukan sekurang-
            kurangnya pada 1 (satu) media cetak dan media elektronik
            nasional untuk Daftar Calon Tetap anggota DPR dan 1 (satu)
            media cetak dan media elektronik daerah untuk Daftar Calon
            Tetap anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota
            selama satu hari.
                                                               Ayat (2) . . .
                                - 17 -




     Ayat (2)
           Pengumuman persentase keterwakilan perempuan dalam daftar
           calon sementara dalam ketentuan ini dilakukan sekurang-
           kurangnya pada 1 (satu) media cetak selama satu hari dan pada
           1 (satu) media elektronik selama satu hari.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 67
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
     Ayat (2)
           Huruf a
              Cukup jelas.
           Huruf b
              1) Bukti kelulusan dalam bentuk fotokopi yang dilegalisasi
                  atas ijazah, STTB, syahadah dari satuan pendidikan
                  yang terakreditasi, atau ijazah, syahadah, STTB,
                  sertifikat, dan surat keterangan lain yang menerangkan
                  kelulusan dari satuan pendidikan atau program
                  pendidikan yang diakui sama dengan kelulusan satuan
                  pendidikan jenjang pendidikan menengah. Termasuk
                  dalam kategori ini adalah surat keterangan lain yang
                  menerangkan bahwa seseorang diangkat sebagai guru
                  atau dosen berdasarkan keahliannya sesuai dengan
                  peraturan perundang-undangan.
                2) KPU dalam menyusun peraturan KPU dalam kaitan ini
                   berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan Nasional dan
                   Menteri Agama.
                3) Legalisasi oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen
                   Pendidikan    Nasional,  Departemen   Agama,    atau
                   Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan,
                   kantor wilayah/kantor Departemen Agama sesuai
                   dengan peraturan perundang-undangan.

           Huruf c
              Cukup jelas.

           Huruf d
              Persyaratan sebagaimana tercantum dalam ketentuan ini
              tidak dimaksudkan untuk membatasi hak politik warga
              negara penyandang cacat yang memiliki kemampuan
              untuk melakukan tugasnya sebagai anggota DPD.

                                                                Huruf e . . .
                             - 18 -




           Huruf e
              Cukup jelas.

           Huruf f
              Cukup jelas.

           Huruf g
              Cukup jelas.

           Huruf h
              Cukup jelas.

           Huruf i
              Cukup jelas.

Pasal 68
      Cukup jelas.

Pasal 69
      Cukup jelas.

Pasal 70
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Peran KPU kabupaten/kota    terbatas   verifikasi   terhadap
           dukungan minimal Pemilih.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 71
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           KPU    provinsi dan  KPU  kabupaten/kota   membantu
           penyebarluasan pengumuman tersebut di daerah masing-
           masing.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.



                                                               Pasal 72 . . .
                                 - 19 -




Pasal 72
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "masukan dan tanggapan dari
            masyarakat" adalah yang berkaitan dengan persyaratan
            administrasi calon sementara anggota DPD dan dapat
            disampaikan melalui KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 73
      Cukup jelas.

Pasal 74
      Cukup jelas.

Pasal 75
      Cukup jelas.

Pasal 76
      Cukup jelas.

Pasal 77
      Cukup jelas.

Pasal 78
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "organisasi yang ditunjuk oleh Peserta
            Pemilu" antara lain organisasi sayap partai politik Peserta
            Pemilu dan organisasi penyelenggara kegiatan (event organizer).

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

Pasal 79
      Cukup jelas.

Pasal 80
      Cukup jelas.


                                                             Pasal 81 . . .
                               - 20 -




Pasal 81
      Cukup jelas.

Pasal 82
      Cukup jelas.

Pasal 83
      Cukup jelas.

Pasal 84
      Ayat (1)
            Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
              Cukup jelas.

           Huruf c
              Cukup jelas.

           Huruf d
              Cukup jelas.

           Huruf e
              Yang dimaksud dengan ketertiban umum adalah suatu
              keadaan      yang    memungkinkan       penyelenggaraan
              pemerintahan, pelayanan umum, dan kegiatan masyarakat
              dapat berlangsung sebagaimana biasanya.

           Huruf f
              Cukup jelas.

           Huruf g
              Cukup jelas.

           Huruf h
              Yang dimaksud dengan "tempat pendidikan" pada ayat ini
              adalah gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggi.

           Huruf i
              Cukup jelas.

           Huruf j
              Cukup jelas.


                                                             Ayat (2) . . .
                                     - 21 -




     Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan "dilarang mengikutsertakan" pada ayat
           ini adalah dilarang secara aktif melibatkan pejabat dan/atau
           pegawai negeri sipil serta anggota Tentara Nasional Indonesia
           dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kegiatan
           kampanye pemilihan umum sebagai panitia pelaksana
           kampanye dan/atau juru kampanye.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Cukup jelas.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 85
      Cukup jelas.

Pasal 86
      Cukup jelas.

Pasal 87
      Yang dimaksud menjanjikan atau memberi adalah inisiatifnya berasal
      dari pelaksana kampanye yang menjanjikan dan memberikan untuk
      mempengaruhi pemilih.
     Yang dimaksud materi dalam Pasal ini tidak termasuk barang-barang yang merupakan
     atribut kampanye pemilu, antara lain kaos, bendera, topi dan atribut lainya.

Pasal 88
      Cukup jelas.

Pasal 89
      Cukup jelas.

Pasal 90
      Cukup jelas.

Pasal 91
      Cukup jelas.

Pasal 92
      Cukup jelas.                                                         Pasal 92 . . .
                               - 22 -




Pasal 93
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan "dilarang berisikan hal yang dapat
           mengganggu kenyamanan" antara lain bersifat fitnah,
           menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; menonjolkan
           unsur kekerasan, cabul, perjudian, atau mempertentangkan
           suku, agama, ras, dan antar golongan; memperolok-olokkan,
           merendahkan, melecehkan, dan/atau mengabaikan nilai-nilai
           agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
           internasional.

     Ayat (3)
           Yang dimaksud dengan "kesempatan yang sama" adalah
           peluang yang sama untuk menggunakan kolom pada media
           cetak dan jam tayang pada lembaga penyiaran bagi semua
           peserta kampanye.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

Pasal 94
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "blocking segment" adalah kolom pada
            media cetak dan sub-acara pada lembaga penyiaran yang
            digunakan untuk keperluan pemberitaan bagi publik.
           Yang dimaksud dengan "blocking time" adalah hari/tanggal
           penerbitan media cetak dan jam tayang pada lembaga
           penyiaran yang digunakan untuk keperluan pemberitaan bagi
           publik.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 95
      Cukup jelas.

Pasal 96
      Cukup jelas.

                                                            Pasal 97 . . .
                               - 23 -




Pasal 97
      Cukup jelas.

Pasal 98
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "Komisi Penyiaran Indonesia" adalah
            Komisi  sebagaimana    dimaksud    dalam Undang-Undang
            Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
            Yang dimaksud dengan "Dewan Pers" adalah Dewan
            sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40
            Tahun 1999 tentang Pers.

      Ayat (2)
            Cukup jelas.

      Ayat (3)
            Cukup jelas.

      Ayat (4)
            Cukup jelas.

Pasal 99
      Cukup jelas.

Pasal 100
      KPU dalam merumuskan peraturan tentang pemberitaan, penyiaran,
      iklan kampanye, dan pemberian sanksi berkoordinasi dengan Komisi
      Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers.

Pasal 101
      Cukup jelas.

Pasal 102
      Cukup jelas.

Pasal 103
      Cukup jelas.

Pasal 104
      Cukup jelas.

Pasal 105
      Cukup jelas.

Pasal 106
      Ayat (1)                                               Pasal 106 . . .
                               - 24 -




           Huruf a
              Cukup jelas.

           Huruf b
              Yang dimaksud dengan "tindak pidana pemilu pada tahap
              pelaksanaan kampanye di tingkat desa/kelurahan", antara
              lain: tidak adil terhadap peserta pemilu, mengubah jadwal
              yang menguntungkan salah satu peserta pemilu dan
              merugikan peserta lain, melepas atau menyobek alat
              peraga kampanye, merusak tempat kampanye, berbuat
              keonaran, mengancam pelaksana dan atau peserta
              kampanye.

           Huruf c
              Cukup jelas.

           Huruf d
              Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 107
      Cukup jelas.

Pasal 108
      Cukup jelas.

Pasal 109
      Cukup jelas.

Pasal 110
      Cukup jelas.

Pasal 111
      Ayat (1)
            Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
              Yang dimaksud dengan "tindak pidana pemilu pada tahap
              pelaksanaan kampanye di tingkat kecamatan", antara lain:
              tidak adil terhadap peserta pemilu, mengubah jadwal yang
              menguntungkan salah satu peserta pemilu dan merugikan
              peserta lain, melepas atau menyobek alat peraga
              kampanye, merusak tempat kampanye, berbuat keonaran,
              mengancam pelaksana dan atau peserta kampanye.

           Huruf c
                                                               Huruf c . . .
                               - 25 -




                Cukup jelas.

           Huruf d
              Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 112
      Cukup jelas.

Pasal 113
      Cukup jelas.

Pasal 114
      Ayat (1)
            Penyelesaian dalam ketentuan ini dapat berupa peringatan
            tertulis, penghentian kegiatan kampanye.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

Pasal 115
      Cukup jelas.

Pasal 116
      Cukup jelas.

Pasal 117
      Cukup jelas.

Pasal 118
      Cukup jelas.

Pasal 119
      Cukup jelas.

Pasal 120
      Cukup jelas.
                                                           Pasal 121 . . .
                                - 26 -




Pasal 121
      Cukup jelas.

Pasal 122
      Cukup jelas.

Pasal 123
      Cukup jelas.

Pasal 124
      Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "menetapkan penyelesaian" dapat bersifat
          final, dapat juga bersifat tindak lanjut.

     Ayat (2)
         Cukup jelas.

     Ayat (3)
         Cukup jelas.

     Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 125
      Cukup jelas.

Pasal 126
      Cukup jelas.

Pasal 127
      Cukup jelas.

Pasal 128
      Cukup jelas.

Pasal 129
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Huruf a
              Cukup jelas.

           Huruf b
              Cukup jelas.



                                                              Huruf c . . .
                                - 27 -




           Huruf c
              Yang dimaksud dengan "sumbangan yang sah menurut
              hukum dari pihak lain" adalah sumbangan yang tidak
              berasal dari tindak pidana, bersifat tidak mengikat, berasal
              dari perseorangan, kelompok, dan/atau perusahaan.

     Ayat (3)
           Yang dimaksud dengan "jasa" adalah pelayanan/pekerjaan yang
           dilakukan pihak lain yang manfaatnya dinikmati oleh penerima
           jasa.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Cukup jelas.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

     Ayat (7)
           Termasuk yang harus dibukukan adalah kontrak-kontrak yang
           dibuat maupun pengeluaran yang dilakukan sebelum masa
           yang diatur dalam ketentuan ini tetapi pelaksanaan dan
           penggunaannya dilakukan pada saat kampanye sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2).

Pasal 130
      Cukup jelas.

Pasal 131
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Yang dimaksud dengan "identitas yang jelas" adalah nama dan
           alamat penyumbang.

Pasal 132
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Huruf a
              Cukup jelas.

                                                                  Huruf b . . .
                                - 28 -




           Huruf b
              Yang dimaksud dengan "sumbangan yang sah menurut
              hukum dari pihak lain" adalah sumbangan yang tidak
              berasal dari tindak pidana, bersifat tidak mengikat, berasal
              dari perseorangan, kelompok, dan/atau perusahaan.

     Ayat (3)
           Yang dimaksud dengan "jasa" adalah pelayanan/pekerjaan yang
           dilakukan pihak lain yang manfaatnya dinikmati oleh penerima
           jasa.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Cukup jelas.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

     Ayat (7)
           Cukup jelas.

Pasal 133
      Cukup jelas.

Pasal 134
      Cukup jelas.

Pasal 135
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Pengumuman dapat dilakukan melalui papan pengumuman
           dan internet.


                                                                Pasal 136 . . .
                                 - 29 -




Pasal 136
      Ayat (1)
            Dalam menetapkan kantor akuntan publik yang memenuhi
            persyaratan di setiap provinsi, KPU bekerja sama dan
            memperhatikan masukan dari Ikatan Akuntan Indonesia.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 137
      Cukup jelas.

Pasal 138
      Cukup jelas.

Pasal 139
      Cukup jelas.

Pasal 140
      Cukup jelas.

Pasal 141
      Cukup jelas.

Pasal 142
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan "dukungan perlengkapan pemungutan
           suara lainnya" meliputi sampul kertas, tanda pengenal
           KPPS/KPPSLN, tanda pengenal petugas keamanan TPS/TPSLN,
           tanda pengenal saksi, karet pengikat surat suara, lem/perekat,
           kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita
           acara dan sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat
           alat pemberi tanda pilihan, dan alat bantu tuna netra.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.



                                                                   Ayat (5) . . .
                                 - 30 -




     Ayat (5)
           Cukup jelas.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

     Ayat (7)
           Cukup jelas.

     Ayat (8)
           Cukup jelas.

     Ayat (9)
           Cukup jelas.

Pasal 143
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           KPU menetapkan peraturan tentang format surat suara setelah
           berkonsultasi dengan Pemerintah dan DPR.

Pasal 144
      Cukup jelas.

Pasal 145
      Cukup jelas.

Pasal 146
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Yang dimaksud dengan "memverifikasi jumlah":
           -   surat suara yang telah dicetak adalah memverifikasi jumlah
               surat suara yang dicetak sesuai dengan ketentuan;
           -   surat suara yang dicetak yang       tidak   sesuai   dengan
               ketentuan untuk dimusnahkan;

                                                                    - surat . . .
                                 - 31 -




           -   surat suara yang dikirim adalah memverifikasi jumlah surat
               suara yang sudah dikirim ke KPU provinsi atau KPU
               kabupaten/kota;
           -   surat suara yang masih tersimpan adalah memverifikasi
               jumlah surat suara yang masih tersimpan di percetakan.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Cukup jelas.

Pasal 147
      Cukup jelas.

Pasal 148
      Cukup jelas.

Pasal 149
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Selain menunjukkan surat pemberitahuan sebagaimana
           dimaksud pada ayat ini, pemilih harus menunjukkan kartu
           tanda penduduk atau identitas lainnya.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 150
      Cukup jelas.

Pasal 151
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Petugas yang menangani ketenteraman, ketertiban, dan
           keamanan dalam ketentuan ini berasal dari satuan pertahanan
           sipil/perlindungan masyarakat.
                                                                 Ayat (5) . . .
                               - 32 -




     Ayat (5)
           Cukup jelas.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

     Ayat (7)
           Cukup jelas.

Pasal 152
      Cukup jelas.

Pasal 153
      Cukup jelas.

Pasal 154
      Cukup jelas.

Pasal 155
      Cukup jelas.

Pasal 156
      Cukup jelas.

Pasal 157
      Cukup jelas.

Pasal 158
      Ayat (1)
            Huruf a
               Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap pada
               TPSLN dalam melaksanakan haknya untuk memilih
               menunjukkan alat bukti diri berupa paspor atau
               keterangan lain yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan
               Republik Indonesia.

           Huruf b
              Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 159
      Cukup jelas.
                                                            Pasal 160 . . .
                               - 33 -




Pasal 160
      Cukup jelas.

Pasal 161
      Cukup jelas.

Pasal 162
      Cukup jelas.

Pasal 163
      Cukup jelas.

Pasal 164
      Cukup jelas.

Pasal 165
      Cukup jelas.

Pasal 166
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "tanda khusus" adalah tanda yang
            menandai pemilih dengan tinta sehingga tanda itu jelas dan
            mudah terlihat, tidak terhapus sampai penghitungan suara
            dilaksanakan.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 167
      Cukup jelas.

Pasal 168
      Cukup jelas.

Pasal 169
      Cukup jelas.

Pasal 170
      Cukup jelas.

Pasal 171
      Cukup jelas.

Pasal 172
      Cukup jelas.


                                                            Pasal 173 . . .
                                - 34 -




Pasal 173
      Cukup jelas.

Pasal 174
      Cukup jelas.

Pasal 175
      Cukup jelas.

Pasal 176
      Cukup jelas.

Pasal 177
      Cukup jelas.

Pasal 178
      Cukup jelas.

Pasal 179
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Format berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan
           sertifikat penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada
           ayat (2) dibuat dengan menyediakan tempat untuk memuat
           hasil penghitungan suara dan penandatanganannya di halaman
           yang sama. Dalam hal penyediaan tempat dimaksud tidak
           memungkinkan, KPU menyediakan kolom untuk tanda tangan
           pada setiap halaman.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 180
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Sertifikat hasil penghitungan suara yang disampaikan kepada
           saksi peserta pemilu dan Panwaslu lapangan yang hadir
           memuat surat suara yang diterima, yang digunakan, yang
           rusak, yang keliru di coblos, sisa surat suara cadangan, jumlah
           pemilih dalam daftar pemilih tetap, dan dari TPS lain, serta
           jumlah perolehan suara sah tiap peserta pemilu.


                                                                 Ayat (3) . . .
                                    - 35 -




         Ayat (3)
               Cukup jelas.

         Ayat (4)
               Cukup jelas.

         Ayat (5)
               Yang dimaksud dengan "surat suara" adalah surat suara
               terpakai, surat suara tidak terpakai, surat suara rusak, dan
               sisa surat suara cadangan yang masing-masing dimasukkan ke
               dalam amplop terpisah.

         Ayat (6)
               Cukup jelas.

    Pasal 181
          Cukup jelas.

    Pasal 182
          Cukup jelas.
`
    Pasal 183
          Cukup jelas.

    Pasal 184
          Cukup jelas.

    Pasal 185
          Yang dimaksud dengan "surat suara" adalah surat suara terpakai,
          surat suara tidak terpakai, surat suara rusak, dan sisa surat suara
          cadangan yang masing-masing dimasukkan ke dalam amplop
          terpisah.

    Pasal 186
          Cukup jelas.

    Pasal 187
          Cukup jelas.

    Pasal 188
          Cukup jelas.

    Pasal 189
          Cukup jelas.

    Pasal 190
          Cukup jelas.

                                                                   Pasal 191 . . .
                     - 36 -




Pasal 191
      Cukup jelas.

Pasal 192
      Cukup jelas.

Pasal 193
      Cukup jelas.

Pasal 194
      Cukup jelas.

Pasal 195
      Cukup jelas.

Pasal 196
      Cukup jelas.

Pasal 197
      Cukup jelas.

Pasal 198
      Cukup jelas.

Pasal 199
      Cukup jelas.

Pasal 200
      Cukup jelas.

Pasal 201
      Cukup jelas.

Pasal 202
      Cukup jelas.

Pasal 203
      Cukup jelas.

Pasal 204
      Cukup jelas.

Pasal 205
      Cukup jelas.

Pasal 206
      Cukup jelas.

                              Pasal 207 . . .
                                 - 37 -




Pasal 207
      Cukup jelas.

Pasal 208
      Cukup jelas.

Pasal 209
     Cukup jelas.

Pasal 210
      Cukup jelas.

Pasal 211
      Cukup jelas.

Pasal 212
      Cukup jelas.

Pasal 213
      Cukup jelas.

Pasal 214
      Cukup jelas.

Pasal 215
      Cukup jelas.

Pasal 216
      Cukup jelas.

Pasal 217
      Cukup jelas.

Pasal 218
      Ayat (1)
            Huruf a
               Cukup jelas.

            Huruf b
               Pengunduran diri calon terpilih yang dimaksud dalam
               ketentuan ini dinyatakan dengan surat penarikan
               pencalonan calon terpilih oleh Partai Politik Peserta Pemilu
               berdasarkan surat pengunduran diri calon terpilih yang
               bersangkutan.

            Huruf c
               Cukup jelas.
                                                                  Huruf d . . .
                               - 38 -




           Huruf d
              Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Cukup jelas.

Pasal 219
      Cukup jelas.

Pasal 220
      Cukup jelas.

Pasal 221
      Cukup jelas.

Pasal 222
      Cukup jelas.

Pasal 223
      Cukup jelas.

Pasal 224
      Cukup jelas.

Pasal 225
      Cukup jelas.

Pasal 226
      Cukup jelas.

Pasal 227
      Cukup jelas.

Pasal 228
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "Pemilu lanjutan" adalah Pemilu untuk
            melanjutkan tahapan yang terhenti dan/atau tahapan yang
            belum dilaksanakan.
                                                              Ayat (2) . . .
                               - 39 -




     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 229
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "Pemilu susulan" adalah Pemilu untuk
            melaksanakan semua tahapan Pemilu yang tidak dapat
            dilaksanakan.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 230
      Cukup jelas.

Pasal 231
      Cukup jelas.

Pasal 232
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Huruf a
              Kompetensi dan pengalaman sebagai pemantau Pemilu di
              negara lain dibuktikan dengan rekam jejak yang
              bersangkutan.

           Huruf b
              Cukup jelas.

           Huruf c
              Cukup jelas.

Pasal 233
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Huruf a
              Cukup jelas.

           Huruf b
              Cukup jelas.

           Huruf c
              Cukup jelas.
                                                             Huruf d . . .
                               - 40 -




           Huruf d
              Yang dimaksud "daerah yang ingin dipantau" adalah
              wilayah   administrasi  pemerintahan   dapat    berupa
              desa/kelurahan,    kecamatan,   kabupaten/kota,    dan
              provinsi.

           Huruf e
              Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Cukup jelas.

     Ayat (6)
           Cukup jelas.

     Ayat (7)
           Cukup jelas.

Pasal 234
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Persyaratan bagi pemantau luar negeri sesuai dengan
           persyaratan bagi pemantau sebagaimana termuat di Pasal 232.

Pasal 235
      Cukup jelas.

Pasal 236
      Cukup jelas.

Pasal 237
      Cukup jelas.
                                                            Pasal 238 . . .
                                - 41 -




Pasal 238
      Huruf a
          Yang dimaksud dengan kegiatan yang mengganggu proses
          pelaksanaan Pemilu antara lain penggunaan alat elektronik yang
          dapat mengganggu sistem komunikasi dan informasi Pemilu.

     Huruf b
        Cukup jelas.

     Huruf c
        Cukup jelas.

     Huruf d
        Cukup jelas.

     Huruf e
        Cukup jelas.

     Huruf f
        Cukup jelas.

     Huruf g
        Cukup jelas.

     Huruf h
        Cukup jelas.

     Huruf i
        Cukup jelas.

     Huruf j
        Cukup jelas.

Pasal 239
      Cukup jelas.

Pasal 240
      Cukup jelas.

Pasal 241
      Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti penetapan pencabutan
      status dan hak pemantau asing" dalam ketentuan ini adalah
      melakukan tindakan hukum yang diperlukan terhadap pemantau
      asing sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.



                                                              Pasal 242 . . .
                                - 42 -




Pasal 242
      Pelaporan rencana pelaksanaan kegiatan pemantauan Pemilu kepada
      KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dimaksudkan agar KPU,
      KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dapat mengatur
      keseimbangan distribusi penempatan pemantau Pemilu sehingga
      tidak terjadi penumpukan pemantau Pemilu di suatu lokasi tertentu.
      Pelaporan rencana kegiatan pemantauan oleh pemantau kepada
      kepolisian ditujukan untuk memudahkan kepolisian memberikan
      pelayanan perlindungan hukum dan keamanan sesuai ketentuan
      Pasal 236 ayat (1) huruf a, disamping untuk memenuhi kewajiban
      melaporkan diri.
      Bagi pemantau dalam negeri, pelaporan rencana pemantauan Pemilu
      disesuaikan dengan cakupan pemantauan. Dalam hal cakupan
      pemantauan meliputi hanya satu wilayah kabupaten/kota saja,
      pelaporan kehadiran pemantau di kabupaten/kota tersebut
      dilaporkan kepada kepala kepolisian resor setempat. Dalam hal
      cakupan pemantauan meliputi lebih dari satu kabupaten/kota, maka
      pelaporan dilakukan kepada kepala kepolisian daerah provinsi.
      Bagi pemantau asing, pelaporan rencana pemantauan Pemilu
      ditujukan kepada kepala kepolisian daerah provinsi, mengikuti
      ketentuan      perundang-undangan   yang     mengatur     pelaporan
      keberadaan orang asing.

Pasal 243
      Cukup jelas.

Pasal 244
      Cukup jelas.

Pasal 245
      Cukup jelas.

Pasal 246
      Cukup jelas.

Pasal 247
      Cukup jelas.

Pasal 248
      Cukup jelas.

Pasal 249
      Cukup jelas.

Pasal 250
      Cukup jelas.

                                                               Pasal 251 . . .
                               - 43 -




Pasal 251
      Cukup jelas.

Pasal 252
      Cukup jelas.

Pasal 253
      Cukup jelas.

Pasal 254
      Ayat (1)
            Cukup Jelas.

     Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan "hakim khusus" adalah hakim karier
           pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang ditetapkan
           secara khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
           perkara pidana Pemilu.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 255
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Cukup jelas.

     Ayat (5)
           Yang dimaksud dengan "upaya hukum lain" adalah kasasi
           ataupun peninjauan kembali (PK).

Pasal 256
      Cukup jelas.

Pasal 257
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "putusan pengadilan" dalam ketentuan
            ini adalah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
            hukum tetap.
                                                               Ayat (2) . . .
                               - 44 -




     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.        Cukup jelas.

Pasal 258
      Cukup jelas.

Pasal 259
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "pengajuan permohonan pembatalan
            penetapan hasil penghitungan perolehan suara" yang diajukan
            kepada Mahkamah Konstitusi hanya yang berkaitan dengan
            yang dimohonkan untuk dibatalkan.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 260
      Cukup jelas.

Pasal 261
      Cukup jelas.

Pasal 262
      Cukup jelas.

Pasal 263
      Cukup jelas.

Pasal 264
      Cukup jelas.

Pasal 265
      Cukup jelas.

Pasal 266
      Cukup jelas.

Pasal 267
      Cukup jelas.

Pasal 268
      Cukup jelas.
                                                             Pasal 269 . . .
                                    - 45 -




Pasal 269
      Cukup jelas.

Pasal 270
      Cukup jelas.

Pasal 271
      Cukup jelas.

Pasal 272
      Cukup jelas.   Cukup jelas.

Pasal 273
      Cukup jelas.

Pasal 274
      Cukup jelas.

Pasal 275
      Cukup jelas.

Pasal 276
      Cukup jelas.

Pasal 277
      Cukup jelas.

Pasal 278
      Cukup jelas.

Pasal 279
      Cukup jelas.

Pasal 280
      Cukup jelas.

Pasal 281
      Cukup jelas.

Pasal 282
      Cukup jelas.

Pasal 283
      Cukup jelas.




                                             Pasal 284 . . .
                                - 46 -




Pasal 284
      Cukup jelas.

Pasal 285
      Cukup jelas.

Pasal 286
      Cukup jelas.

Pasal 287
      Cukup jelas.

Pasal 288
      Cukup jelas.

Pasal 289
      Cukup jelas.

Pasal 290
      Cukup jelas.

Pasal 291
      Cukup jelas.

Pasal 292
    Yang dimaksud dengan "pekerjaan tidak bisa ditinggalkan" adalah
    pekerjaan yang penanganannya tidak dapat digantikan oleh orang lain
    atau pekerjaan tersebut tidak dapat dihentikan, misalnya tenaga medis
    dan paramedis yang sedang melakukan operasi, penjaga mercu suar,
    dan lain-lain.

Pasal 293
      Cukup jelas.

Pasal 294
      Cukup jelas.

Pasal 295
      Cukup jelas.

Pasal 296
      Cukup jelas.

Pasal 297
      Cukup jelas.


                                                                Pasal 298 . . .
                     - 47 -




Pasal 298
      Cukup jelas.

Pasal 299
      Cukup jelas.

Pasal 300
      Cukup jelas.

Pasal 301
      Cukup jelas.

Pasal 302
      Cukup jelas.

Pasal 303
      Cukup jelas.

Pasal 304
      Cukup jelas.

Pasal 305
      Cukup jelas.

Pasal 306
      Cukup jelas.

Pasal 307
      Cukup jelas.

Pasal 308
      Cukup jelas.

Pasal 309
      Cukup jelas.

Pasal 310
      Cukup jelas.

Pasal 311
      Cukup jelas.

Pasal 312
      Cukup jelas.

Pasal 313
      Cukup jelas.

Pasal 314
      Cukup jelas.
                              Pasal 315 . . .
                           - 48 -




 Pasal 315
       Cukup jelas.

 Pasal 316
       Cukup jelas.

 Pasal 317
       Cukup jelas.

 Pasal 318
       Cukup jelas.

 Pasal 319
       Cukup jelas.

 Pasal 320
       Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4836
                                      LAMPIRAN
                                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                                      NOMOR    : 10 TAHUN 2008
                                      TANGGAL : 31 MARET 2008
                                      .

                    PEMBAGIAN DAERAH PEMILIHAN
                         ANGGOTA DPR RI


                                                        WILAYAH DAPIL
                                           JUMLAH
                   JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                             KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI     DAPIL       PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
1.    Nanggroe       13     Nanggroe         7        1. Kab. Aceh Barat
      Aceh                  Aceh                      2. Kab. Aceh Barat
      Darussalam            Darussalam                    Daya
                            I                         3. Kab. Aceh Besar
                                                      4. Kab. Aceh Jaya
                                                      5. Kab. Aceh
                                                          Selatan
                                                      6. Kab. Aceh
                                                          Singkil
                                                      7. Kota
                                                          Subulussalam
                                                      8. Kota Banda Aceh
                                                      9. Kab. Nagan Raya
                                                      10. Kab. Simeulue
                                                      11. Kab. Gayo Luwes
                                                      12. Kota Sabang
                                                      13. Kab. Aceh
                                                          Tenggara
                                                      14. Kab. Pidie
                                                      15. Kab. Pidie Jaya
                            Nanggroe         6        1. Kab. Aceh
                            Aceh                          Tamiang
                            Darussalam                2. Kab. Bener
                            II                            Meriah
                                                      3. Kab. Aceh
                                                          Tengah
                                                      4. Kab. Aceh Timur
                                                      5. Kab. Aceh Utara

                                                              6. Kab. Bireun . . .
                               -2-




                                                     WILAYAH DAPIL
                                        JUMLAH
                  JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                          KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI     DAPIL     PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                   6. Kab. Bireuen
                                                   7. Kota Langsa
                                                   8. Kota
                                                       Lhokseumawe
2.    Sumatera      30     Sumatera       10       1. Kota Medan
      Utara                Utara I                 2. Kab. Deli
                                                       Serdang
                                                   3. Kab. Serdang
                                                       Bedagai
                                                   4. Kota Tebing
                                                       Tinggi
                           Sumatera       10       1. Kab. Labuhan
                           Utara II                    Batu
                                                   2. Kab. Tapanuli
                                                       Selatan
                                                   3. Kota Padang
                                                       Sidempuan
                                                   4. Kab. Mandailing
                                                       Natal
                                                   5. Kab. Nias
                                                   6. Kab. Nias
                                                       Selatan
                                                   7. Kota Sibolga
                                                   8. Kab. Tapanuli
                                                       Tengah
                                                   9. Kab. Tapanuli
                                                       Utara
                                                   10. Kab. Humbang
                                                       Hasundutan
                                                   11. Kab. Toba
                                                       Samosir
                                                   12. Kab. Samosir
                                                   13. Kab. Padang
                                                       Lawas Utara
                                                   14. Kab. Padang
                                                       Lawas
                           Sumatera       10       1. Kab. Asahan
                           Utara III


                                                          2. Kota Tanjung . . .
                               -3-




                                                       WILAYAH DAPIL
                                       JUMLAH
                  JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                         KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI     DAPIL    PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                  2. Kota Tanjung
                                                      Balai
                                                  3. Kota Pematang
                                                      Siantar
                                                  4. Kab. Simalungun
                                                  5. Kab. Pakpak
                                                      Bharat
                                                  6. Kab. Dairi
                                                  7. Kab. Karo
                                                  8. Kota Binjai
                                                  9. Kab. Langkat
                                                  10. Kab. Batubara
3.    Sumatera      14     Sumatera      8        1. Kab. Kepulauan
      Barat                Barat I                    Mentawai
                                                  2. Kab. Pesisir
                                                      Selatan
                                                  3. Kota Padang
                                                  4. Kota Solok
                                                  5. Kab. Solok
                                                  6. Kab. Solok
                                                      Selatan
                                                  7. Kota Sawah
                                                      Lunto
                                                  8. Kab. Sijunjung
                                                  9. Kab.
                                                      Dharmasraya
                                                  10. Kota Padang
                                                      Panjang
                                                  11. Kab. Tanah
                                                      Datar
                           Sumatera      6        1. Kab. Pasaman
                           Barat II
                                                  2.    Kab. Pasaman
                                                        Barat
                                                  3.    Kota
                                                        Payakumbuh
                                                  4.    Kab. Lima puluh
                                                        Koto


                                                        5. Kota Bukittinggi . . .
                                -4-




                                                     WILAYAH DAPIL
                                        JUMLAH
                  JUMLAH      NAMA
NO.    PROVINSI                          KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI      DAPIL    PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                   5. Kota Bukittinggi
                                                   6. Kab. Agam
                                                   7. Kota Pariaman
                                                   8. Kab. Padang
                                                       Pariaman
4.    Riau          11     Riau I         6        1. Kab. Siak
                                                   2. Kota Pakanbaru
                                                   3. Kab. Rokan Hilir
                                                   4. Kab. Rokan Hulu
                                                   5. Kab. Bengkalis
                                                   6. Kota Dumai
                           Riau II        5        1. Kab. Kuantan
                                                       Singingi
                                                   2. Kab. Indragiri
                                                       Hulu
                                                   3. Kab. Indragiri
                                                       Hilir
                                                   4. Kab. Pelalawan
                                                   5. Kab. Kampar
5.    Kepulauan     3      Kepulauan      3        1. Kota Batam
      Riau                 Riau                    2. Kab. Karimun
                                                   3. Kab. Bintan
                                                   4. Kab. Lingga
                                                   5. Kab. Natuna
                                                   6. Kota Tanjung
                                                       Pinang
6.    Jambi         7      Jambi          7        1. Kab. Kerinci
                                                   2. Kab. Merangin
                                                   3. Kab. Sarolangun
                                                   4. Kab. Batang
                                                       Hari
                                                   5. Kab. Muaro
                                                       Jambi
                                                   6. Kab. Tanjung
                                                       Jabung Timur
                                                   7. Kab. Tanjung
                                                       Jabung Barat


                                                             8. Kab. Tebo . . .
                                 -5-




                                                          WILAYAH DAPIL
                                          JUMLAH
                   JUMLAH      NAMA
NO.     PROVINSI                           KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI      DAPIL     PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                     8. Kab. Tebo
                                                     9. Kab. Bungo
                                                     10. Kota Jambi
7.    Sumatera       17     Sumatera        8        1. Kab. Banyuasin
      Selatan               Selatan I                2. Kab. Musi Banyu
                                                         Asin
                                                     3. Kab. Musi Rawas
                                                     4. Kota Palembang
                                                     5. Kota Lubuk
                                                         Linggau
                            Sumatera        9        1. Kab. Muara Enim
                            Selatan II               2. Kab. Lahat
                                                     3. Kab. Ogan
                                                         Komering Ulu
                                                     4. Kab. Ogan
                                                         Komering Ulu
                                                         Timur
                                                     5. Kab. Ogan
                                                         Komering Ulu
                                                         Selatan
                                                     6. Kota Pagar Alam
                                                     7. Kota Prabumulih
                                                     8. Kab. Ogan
                                                         Komering Ilir
                                                     9. Kab. Ogan Ilir
                                                     10. Kab. Empat
                                                         Lawang
8.    Bangka         3      Bangka          3        1. Kab. Bangka
      Belitung              Belitung                 2.    Kab. Belitung
                                                     3.    Kab. Belitung
                                                           Timur
                                                     4.    Kab. Bangka
                                                           Selatan
                                                     5.    Kab. Bangka
                                                           Tengah
                                                     6.    Kab. Bangka
                                                           Barat


                                                             7. Kota Pangkal . . .
                                 -6-




                                                         WILAYAH DAPIL
                                            JUMLAH
                    JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                              KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                     KURSI     DAPIL       PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                       7. Kota Pangkal
                                                           Pinang
9.    Bengkulu        4      Bengkulu         4        1. Kota Bengkulu
                                                       2. Kab. Bengkulu
                                                           Selatan
                                                       3. Kab. Kaur
                                                       4. Kab. Seluma
                                                       5. Kab. Rejang
                                                           Lebong
                                                       6. Kab. Lebong
                                                       7. Kab. Kepahiang
                                                       8. Kab. Bengkulu
                                                           Utara
                                                       9. Kab. Muko Muko
10.   Lampung         18     Lampung I        9        1. Kota Bandar
                                                           Lampung
                                                       2. Kab. Lampung
                                                           Barat
                                                       3. Kab. Lampung
                                                           Selatan
                                                       4. Kab. Tanggamus
                                                       5. Kab. Pesawaran
                                                       6. Kota Metro
                             Lampung II       9        1. Kab. Lampung
                                                           Tengah
                                                       2. Kab. Lampung
                                                           Utara
                                                       3. Kab. Tulang
                                                           Bawang
                                                       4. Kab. Way Kanan
                                                       5. Kab. Lampung
                                                           Timur
11.   DKI Jakarta     21     DKI Jakarta      6        1. Kodya Jakarta
                             I                             Timur
                             DKI Jakarta      7        1. Kodya Jakarta
                             II                            Pusat + Luar
                                                           Negeri


                                                             2. Kodya Jakarta . . .
                                -7-




                                                           WILAYAH DAPIL
                                           JUMLAH
                   JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                             KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI     DAPIL       PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                      2. Kodya Jakarta
                                                          Selatan
                            DKI Jakarta      8        1. Kodya Jakarta
                            III                           Barat
                                                      2. Kodya Jakarta
                                                          Utara
                                                      3. Kab Adm.
                                                          Kepulauan
                                                          Seribu
12.   Jawa Barat     91     Jawa Barat       7        1. Kota Bandung
                            I                         2. Kota Cimahi
                            Jawa Barat       10       1. Kab. Bandung
                            II                        2. Kab. Bandung
                                                          Barat
                            Jawa Barat       9        1. Kab. Cianjur
                            III                       2. Kota Bogor
                            Jawa Barat       6        1. Kab. Sukabumi
                            IV                        2. Kota Sukabumi
                            Jawa Barat       9        1. Kab. Bogor
                            V
                            Jawa Barat       6        1.     Kota   Bekasi
                            VI                        2.     Kota   Depok
                            Jawa Barat       10       1.     Kab.   Purwakarta
                            VII                       2.     Kab.   Karawang
                                                      3.     Kab.   Bekasi
                            Jawa Barat       9        1.     Kab.   Cirebon
                            VIII                      2.     Kab.   Indramayu
                                                      3.     Kota   Cirebon
                            Jawa Barat       8        1.     Kab.   Majalengka
                            IX                        2.     Kab.   Sumedang
                                                      3.     Kab.   Subang
                            Jawa Barat       7        1.     Kab.   Ciamis
                            X                         2.     Kab.   Kuningan
                                                      3.     Kota   Banjar
                            Jawa Barat       10       1.     Kab.   Garut
                            XI                        2.     Kab.   Tasikmalaya


                                                           3. Kota Tasikmalaya . . .
                                 -8-




                                                        WILAYAH DAPIL
                                           JUMLAH
                    JUMLAH      NAMA
NO.    PROVINSI                             KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                     KURSI      DAPIL     PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                      3. Kota Tasikmalaya
13.   Banten          22     Banten I        6        1. Kab. Pandeglang
                                                      2. Kab. Lebak
                             Banten II       6        1. Kota Cilegon
                                                      2. Kab. Serang
                                                      3. Kota Serang
                             Banten III      10       1. Kab. Tangerang
                                                      2. Kota Tangerang
14.   Jawa Tengah     77     Jawa            8        1. Kab. Semarang
                             Tengah I                 2. Kab. Kendal
                                                      3. Kota Salatiga
                                                      4. Kota Semarang
                             Jawa            7        1. Kab. Kudus
                             Tengah II                2. Kab. Jepara
                                                      3. Kab. Demak
                             Jawa            9        1. Kab. Grobogan
                             Tengah III               2. Kab. Blora
                                                      3. Kab. Rembang
                                                      4. Kab. Pati
                             Jawa            7        1. Kab. Wonogiri
                             Tengah IV                2. Kab.
                                                          Karanganyar
                                                      3. Kab. Sragen
                             Jawa            8        1. Kab. Boyolali
                             Tengah V                 2. Kab. Klaten
                                                      3. Kab. Sukoharjo
                                                      4. Kota Surakarta
                             Jawa            8        1. Kab. Purworejo
                             Tengah VI                2. Kab. Wonosobo
                                                      3. Kab. Magelang
                                                      4. Kab.
                                                          Temanggung
                                                      5. Kota Magelang
                             Jawa            7        1. Kab. Purbalingga
                             Tengah VII



                                                       2. Kab. Banjarnegara . . .
                                -9-




                                                        WILAYAH DAPIL
                                           JUMLAH
                   JUMLAH      NAMA
NO.    PROVINSI                             KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI      DAPIL      PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                      2. Kab.
                                                          Banjarnegara
                                                      3. Kab. Kebumen
                            Jawa             8        1. Kab. Cilacap
                            Tengah VIII               2. Kab. Banyumas
                            Jawa             8        1. Kab. Tegal
                            Tengah IX                 2. Kab. Brebes
                                                      3. Kota Tegal
                            Jawa             7        1. Kab. Batang
                            Tengah X                  2. Kab. Pekalongan
                                                      3. Kab. Pemalang
                                                      4. Kota Pekalongan
15.   Daerah         8      Daerah           8        1. Kab. Kulonprogo
      Istimewa              Istimewa                  2. Kab. Bantul
      Yogyakarta            Yogyakarta
                                                      3. Kab. Gunung
                                                          Kidul
                                                      4. Kab. Sleman
                                                      5. Kota Yogyakarta
16.   Jawa Timur     87     Jawa Timur       10       1. Kota Surabaya
                            I                         2. Kab. Sidoarjo
                            Jawa Timur       7        1. Kab. Pasuruan
                            II                        2. Kota Probolinggo
                                                      3. Kota Pasuruan
                                                      4. Kab. Probolinggo
                            Jawa Timur       7        1. Kab. Bondowoso
                            III                       2. Kab. Banyuwangi
                                                      3. Kab. Situbondo
                            Jawa Timur       8        1. Kab. Lumajang
                            IV                        2. Kab. Jember
                            Jawa Timur       8        1. Kota Malang
                            V                         2. Kota Batu
                                                      3. Kab. Malang
                            Jawa Timur       9        1. Kab.
                            VI                            Tulungagung
                                                      2. Kota Kediri



                                                               3. Kota Blitar . . .
                                   - 10 -




                                                          WILAYAH DAPIL
                                             JUMLAH
                   JUMLAH      NAMA
NO.     PROVINSI                              KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI      DAPIL        PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                        3. Kota Blitar
                                                        4. Kab. Kediri
                                                        5. Kab. Blitar
                            Jawa Timur         8        1. Kab. Pacitan
                            VII                         2. Kab. Ponorogo
                                                        3. Kab. Trenggalek
                                                        4. Kab. Magetan
                                                        5. Kab. Ngawi
                            Jawa Timur         10       1. Kab. Jombang
                            VIII                        2. Kab. Nganjuk
                                                        3. Kab. Madiun
                                                        4. Kota Mojokerto
                                                        5. Kota Madiun
                                                        6. Kab. Mojokerto
                            Jawa Timur         6        1. Kab. Bojonegoro
                            IX                          2. Kab. Tuban
                            Jawa Timur         6        1. Kab. Lamongan
                            X                           2. Kab. Gresik
                            Jawa Timur         8        1. Kab. Bangkalan
                            XI                          2. Kab. Pamekasan
                                                        3. Kab. Sampang
                                                        4. Kab. Sumenep
17.   Bali           9      Bali               9        1. Kab. Jembrana
                                                        2. Kab. Tabanan
                                                        3. Kab. Badung
                                                        4. Kab. Gianyar
                                                        5. Kab. Klungkung
                                                        6. Kab. Bangli
                                                        7. Kab. Karangasem
                                                        8. Kab. Buleleng
                                                        9. Kota Denpasar
18.   Nusa           10     Nusa               10       1. Kab. Lombok
      Tenggara              Tenggara                        Barat
      Barat                 Barat                       2. Kab. Lombok
                                                            Tengah



                                                               3. Kab. Lombok . . .
                              - 11 -




                                                        WILAYAH DAPIL
                                        JUMLAH
                  JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                          KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI     DAPIL     PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                   3. Kab. Lombok
                                                       Timur
                                                   4. Kab. Sumbawa
                                                   5. Kab. Sumbawa
                                                       Barat
                                                   6. Kab. Dompu
                                                   7. Kab. Bima
                                                   8. Kota Mataram
                                                   9. Kota Bima
19.   Nusa          13     Nusa           6        1. Kab. Manggarai
      Tenggara             Tenggara                    Barat
      Timur                Timur I                 2. Kab. Manggarai
                                                   3. Kab. Ngada
                                                   4. Kab. Ende
                                                   5. Kab. Sikka
                                                   6. Kab. Flores
                                                       Timur
                                                   7. Kab. Lembata
                                                   8. Kab. Alor
                                                   9. Kab. Nagekeo
                                                   10. Kab. Manggarai
                                                       Timur
                           Nusa           7        1. Kab. Sumba
                           Tenggara                    Barat
                           Timur II                2.    Kab. Sumba
                                                         Tengah
                                                   3.    Kab. Sumba
                                                         Barat Daya
                                                   4.    Kab. Sumba
                                                         Timur
                                                   5.    Kab. Rote Ndao
                                                   6.    Kab. Kupang
                                                   7.    Kota Kupang
                                                   8.    Kab. Belu
                                                   9.    Kab. Timor
                                                         Tengah Utara

                                                            10. Kab. Timor . . .
                               - 12 -




                                                          WILAYAH DAPIL
                                          JUMLAH
                   JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                            KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI     DAPIL      PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                     10. Kab. Timor
                                                         Tengah Selatan
20.   Kalimantan     10     Kalimantan      10       1. Kab. Sambas
      Barat                 Barat                    2. Kab. Bengkayang
                                                     3. Kab. Landak
                                                     4. Kab. Pontianak
                                                     5. Kab. Sanggau
                                                     6. Kab. Sekadau
                                                     7. Kab. Ketapang
                                                     8. Kab. Sintang
                                                     9. Kab. Melawi
                                                     10. Kab. Kapuas
                                                         Hulu
                                                     11. Kota Pontianak
                                                     12. Kota Singkawang
                                                     13. Kab. Kayong
                                                         Utara
                                                     14. Kab. Kubu Raya
21.   Kalimantan     6      Kalimantan      6        1. Kab.
      Tengah                Tengah                       Kotawaringin
                                                         Barat
                                                     2.    Kab.
                                                           Kotawaringin
                                                           Timur
                                                     3.    Kab. Kapuas
                                                     4.    Kab. Barito
                                                           Selatan
                                                     5.    Kab. Barito Utara
                                                     6.    Kab. Sukamara
                                                     7.    Kab. Lamandau
                                                     8.    Kab. Seruyan
                                                     9.    Kab. Katingan
                                                     10. Kab. Pulang
                                                         Pisau
                                                     11. Kab. Gunung
                                                         Mas

                                                              12. Kab. Barito . . .
                               - 13 -




                                                       WILAYAH DAPIL
                                          JUMLAH
                   JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                            KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                    KURSI     DAPIL      PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                     12. Kab. Barito
                                                         Timur
                                                     13. Kab. Murung
                                                         Raya
                                                     14. Kota
                                                         Palangkaraya
22.   Kalimantan     11     Kalimantan      6        1. Kab. Banjar
      Selatan               Selatan I                2. Kab. Barito Kuala
                                                     3. Kab. Tapin
                                                     4. Kab. Hulu Sungai
                                                         Selatan
                                                     5. Kab. Hulu Sungai
                                                         Tengah
                                                     6. Kab. Hulu Sungai
                                                         Utara
                                                     7. Kab. Tabalong
                                                     8. Kab. Balangan
                            Kalimantan      5        1. Kab. Tanah Laut
                            Selatan II               2. Kab. Kota Baru
                                                     3. Kab. Tanah
                                                         Bumbu
                                                     4. Kota Banjarmasin
                                                     5. Kota Banjar Baru
23.   Kalimantan     8      Kalimantan      8        1. Kab. Paser
      Timur                 Timur                    2. Kab. Kutai Barat
                                                     3. Kab. Kutai
                                                         Kartanegara
                                                     4. Kab. Kutai Timur
                                                     5. Kab. Berau
                                                     6. Kab. Malinau
                                                     7. Kab. Bulungan
                                                     8. Kab. Nunukan
                                                     9. Kab. Penajam
                                                         Paser Utara
                                                     10. Kota Balikpapan
                                                     11. Kota Samarinda
                                                     12. Kota Tarakan

                                                          13. Kota Bontang . . .
                               - 14 -




                                                         WILAYAH DAPIL
                                         JUMLAH
                  JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                           KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI     DAPIL      PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                    13. Kota Bontang
                                                    14. Kab. Tana Tidung
24.   Sulawesi      6      Sulawesi        6        1.    Kab. Bolaang
      Utara                Utara                          Mongondow
                                                    2.    Kab. Minahasa
                                                    3.    Kab. Minahasa
                                                          Utara
                                                    4.    Kab. Kepulauan
                                                          Sangihe
                                                    5.    Kab. Kepulauan
                                                          Talaud
                                                    6.    Kab. Minahasa
                                                          Selatan
                                                    7.    Kota Manado
                                                    8.    Kota Bitung
                                                    9.    Kota Tomohon
                                                    10. Kab. Minahasa
                                                        Tenggara
                                                    11. Kab. Bolaang
                                                        Mongondow
                                                        Utara
                                                    12. Kab. Siau
                                                        Tagulandang
                                                        Biaro
                                                    13. Kota Kotamobagu
25.   Gorontalo     3      Gorontalo       3        1.    Kab. Boalemo
                                                    2.    Kab. Gorontalo
                                                    3.    Kab. Pohuwato
                                                    4.    Kab. Bone
                                                          Bolango
                                                    5.    Kota Gorontalo
                                                    6.    Kab. Gorontalo
                                                          Utara
26.   Sulawesi      6      Sulawesi        6        1.    Kab. Banggai
      Tengah               Tengah                         Kepulauan
                                                    2.    Kab. Banggai

                                                           3. Kab. Morowali . . .
                               - 15 -




                                                       WILAYAH DAPIL
                                          JUMLAH
                  JUMLAH      NAMA
NO.    PROVINSI                            KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI      DAPIL      PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                     3. Kab. Morowali
                                                     4. Kab. Poso
                                                     5. Kab. Tojo Una-
                                                         una
                                                     6. Kab. Donggala
                                                     7. Kab. Toli-Toli
                                                     8. Kab. Buol
                                                     9. Kab. Parigi
                                                         Moutong
                                                     10. Kota Palu
27.   Sulawesi      24     Sulawesi         8        1. Kab. Selayar
      Selatan              Selatan I                 2. Kab. Bantaeng
                                                     3. Kab. Jeneponto
                                                     4. Kab. Takalar
                                                     5. Kab. Gowa
                                                     6. Kota Makassar
                           Sulawesi         9        1. Kab. Sinjai
                           Selatan II                2. Kab. Bone
                                                     3. Kab. Maros
                                                     4. Kab. Bulukumba
                                                     5. Kab. Pangkajene
                                                         Kepulauan
                                                     6. Kab. Barru
                                                     7. Kota Pare Pare
                                                     8. Kab. Soppeng
                                                     9. Kab. Wajo
                           Sulawesi         7        1. Kab. Sidenrang
                           Selatan III                   Rapang
                                                     2. Kab. Enrekang
                                                     3. Kab. Luwu
                                                     4. Kab. Tanah
                                                         Toraja
                                                     5. Kab. Luwu Utara
                                                     6. Kab. Luwu Timur
                                                     7. Kab. Pinrang
                                                     8. Kota Palopo


                                                               28. Sulawesi . . .
                              - 16 -




                                                     WILAYAH DAPIL
                                        JUMLAH
                  JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                          KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                   KURSI     DAPIL     PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
28.   Sulawesi      5      Sulawesi       5        1. Kab. Buton
      Tenggara             Tenggara                2. Kab. Wakatobi
                                                   3. Kab. Bombana
                                                   4. Kab. Muna
                                                   5. Kab. Konawe
                                                   6. Kab. Kolaka
                                                   7. Kab. Kolaka
                                                       Utara
                                                   8. Kab. Konawe
                                                       Selatan
                                                   9. Kota Kendari
                                                   10. Kota Bau Bau
                                                   11. Kab. Konawe
                                                       Utara
                                                   12. Kab. Buton Utara
29.   Sulawesi      3      Sulawesi       3        1. Kab. Mamuju
      Barat                Barat                       Utara
                                                   2. Kab. Mamuju
                                                   3. Kab. Mamasa
                                                   4. Kab. Polewali
                                                       Mamasa
                                                   5. Kab. Majene
30.   Maluku        4      Maluku         4        1. Kab. Maluku
                                                       Tenggara Barat
                                                   2. Kab. Maluku
                                                       Tenggara
                                                   3. Kab. Kepulauan
                                                       Aru
                                                   4. Kab. Maluku
                                                       Tengah
                                                   5. Kab. Seram
                                                       Bagian Barat
                                                   6. Kab. Seram
                                                       Bagian Timur
                                                   7. Kab. Buru
                                                   8. Kota Ambon
                                                   9. Kota Tual


                                                             31. Maluku . . .
                                 - 17 -




                                                        WILAYAH DAPIL
                                           JUMLAH
                     JUMLAH     NAMA
NO.    PROVINSI                             KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                      KURSI     DAPIL     PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
31.   Maluku Utara     3      Maluku         3        1. Kab. Halmahera
                              Utara                       Barat
                                                      2. Kab. Halmahera
                                                          Tengah
                                                      3. Kab. Kepulauan
                                                          Sula
                                                      4. Kab. Halmahera
                                                          Selatan
                                                      5. Kab. Halmahera
                                                          Utara
                                                      6. Kab. Halmahera
                                                          Timur
                                                      7. Kota Ternate
                                                      8. Kota Tidore
                                                          Kepulauan
32.   Papua            10     Papua          10       1. Kab. Merauke
                                                      2. Kab. Jayawijaya
                                                      3. Kab. Jayapura
                                                      4. Kab. Nabire
                                                      5. Kab. Yapen
                                                          Waropen
                                                      6. Kab. Biak
                                                          Numfor
                                                      7. Kab. Supiori
                                                      8. Kab. Paniai
                                                      9. Kab. Puncak
                                                          Jaya
                                                      10. Kab. Mimika
                                                      11. Kab. Boven Digul
                                                      12. Kab. Mappi
                                                      13. Kab. Asmat
                                                      14. Kab. Yahukimo
                                                      15. Kab. Pegunungan
                                                          Bintang
                                                      16. Kab. Tolikara
                                                      17. Kab. Sarmi
                                                      18. Kab. Keerom


                                                          19. Kab. Waropen . . .
                                       - 18 -




                                                                 WILAYAH DAPIL
                                                    JUMLAH
                         JUMLAH       NAMA
    NO.    PROVINSI                                  KURSI     (Nama Kabupaten/Kota)
                          KURSI       DAPIL        PER DAPIL     Kabupaten/Kota)
                                                               19. Kab. Waropen
                                                               20. Kota Jayapura
                                                               21. Kab. Mamberamo
                                                                   Raya
                                                               22. Kab. Yalimo
                                                               23. Kab. Mamberamo
                                                                   Tengah
                                                               24. Kab. Nduga
                                                               25. Kab. Lanny Jaya
                                                               26. Kab. Puncak
                                                               27. Kab. Dogiyai
    33.   Papua Barat         3    Papua Barat        3        1. Kab. Fak-fak
                                                               2. Kab. Sorong
                                                               3. Kab. Manokwari
                                                               4. Kab. Kaimana
                                                               5. Kab. Sorong
                                                                   Selatan
                                                               6. Kab. Raja Ampat
                                                               7. Kab. Teluk
                                                                   Bintuni
                                                               8. Kab. Teluk
                                                                   Wondama
                                                               9. Kota Sorong

                                                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                                ttd.

                                                DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



       Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
 Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




             Wisnu Setiawan


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pemilihan_umum_anggota_dewan_perwakilan_rakyat,_d_10.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Alokasi dana yg maauk di desa2 kab waykanan.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK