Previous
Next

1999

Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU 22 thn 1999)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah :
                       UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 22 TAHUN 1999
                                  TENTANG
                            PEMERINTAHAN DAERAH

                           PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
   Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kcleluasaan kepada Daerah untuk
   menyelenggarakan Otonomi Daerah;

b. bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih
   menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
   pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman
   Daerah;

c. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar
   negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan
   Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
   bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan
   pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta
   perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip- prinsip
   demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta
   potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara
   Kesatuan Republik Indonesia;

d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
   Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
   3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan
   perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;

e. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran
   Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang
   menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak
   sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta
   menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu
   diganti;

f. bahwa berhubung dengan itu, perlu ditetapkan Undang-undang mengenai
   Pemerintahan Daerah untuk mengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
   tentang Pekok-pokok Pemerintahan Di Daerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun
   1979 tentang Pemerintahan Desa.

Mengingat :
1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/
   1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan
   dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/
   1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
   Nepotisme;

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/
   1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan
   Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan
   Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
   Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat
   Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
   Nomor 3811);

                                 Dengan persetujuan
                    DEWAN PERWAKIIAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


                                      Mem utusk an :


Menetapkan :
     UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.


                 BAB I
               KETENTUAN UMUM
                 Pasal l

   Dalam Undang-undang. ini yang dimaksud dengan:
a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara
   Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari.Presiden beserta para Menteri.

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang
   lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

C. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Selanjutnya disebut DPRD adalah Badan
  Legislatif Daerah.

d. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh
   Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi.

e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
   Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kcsatuan Republik Indonesia.

f. Dekonsentrazi, adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur
   sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah.

g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan
   dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
   pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban
   melaporkan pelaksanaanaya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang
   menugaskan.

h. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
   kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
   aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
   yang mempunyai batas daerah tertentu,berwenang mengatur dan mengurus
   kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
   aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

j. Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil Pemerintah.

k. Instansi Vertikal adalah perangkat Departemen dan atau Lembaga Pemerintah
   Non Departemen di Daerah.

1. Pejabat yang berwenang adalah pejabat Pemerintah di tingkat Pusat dan atau
   pejabat Pemerintah di Daerah Propinsi yang berwenang membina dan mengawasi
   penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

m. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan
  Daerah Kota.

n. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan/
   atau Daerah Kota di bawah Kecamatan.

o. Desa atau yang discbut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
   kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
   mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
   istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada
   di Daerah Kabupaten.

p. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
   termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai
   tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
   dan (2)Pembentukau, nama, batas, dan ibukota kegiatan ekonomi sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Undang.

q. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
   pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
   pemusatan dan distribusi pelayanan jasaserta perubahan nama dan pemindahan ibukota
   pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.


                BAB II
              PEMBAGIAN DAERAH
                Pasal 2

(1) Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi,
   Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom,

(2) Daerah Propinsi berkedudukan juga sebagai Wilayah Administrasi.
                  Pasal 3

   Wilayah Daerah Propinsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua batas mil laut yang diukur
dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.


                BAB III
            PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN DAERAH
               Pasal 4

(1) Dalam rangka Pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah
   Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan
   mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
   berdasarkan aspirasi masyarakat.

(2) Daerah-daerah sebagaimana pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan
   tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama Lain.


                  Pasal 5

(1) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi Daerah,
   sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas Daerah, dan
   pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

(2) Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
   Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ekonomi.

(3) Perubahan,batas yang tidak mengakibatkan ghapusan suatu Daerah, perubahan
   nama Daerah, serta perubahan nama daerah, serta perubahan nama dan
   pemindahan ibukota daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

(4) Syarat-syarat pembentukan Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
   ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


                  Pasal 6

(1) Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan
   atau digabung dengan Daerah lain.

(2) Daerah dapat dimckarkan menjadi lebih dari satu Daerah.

(3) Kriteria tentang penghapusan, penggabungan, dan pemekaran Daerah,
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan
   Pemerintah.

(4) Penghapusan, penggabungan dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Undang-undang.


                 BAB IV
               KEWENANGAN DAERAH
                 Pasal 7
(1) Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
   kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamananan,
   peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
   kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
   nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi
   negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber
   daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
   strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.


                 pasal 8

(1) Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka
   desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan penngalihan pembiayaan,
   sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan
   yang diserahkan tersebut.

(2) Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka
   dekosentrasi harus disertai dengan pcmbiayaan sesuai dengan kewenangan yang
   dilimpahkan tersebut.


                 Pasal 9

(1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang
   pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam
   bidang pemerintahan tertentu lainnya.

(2) Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otononi termasuk juga kewenangan yang
   tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

(3) Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam
   bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.


                 Pasal 10

(1) Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya
   dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
   peraturan perundang-undangan.

(2) Kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
   meliputi:
   a. eksplorasi, eksploitas4 konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
      wilayah laut tersebut;
   b. pengaturan kepentingan administratif;
   c. pengaturan tata ruang;
   d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
      dilimpahkan kewenangannya oieh Pemerintah; dan
   f. bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

(3) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana
   dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah
  Propinsi.

(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
   (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


                 Pasal 11

(1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan
   pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang
   diatur dalam Pasal 9.

(2) Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah
   Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian,
   perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup,
   pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.


                 Pasal 12

  Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dan Pasal 9 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


                 Pasal 13

(1) Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka
   tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
   manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung
   jawabkannya kepada Pemerintah.

(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
   peraturan pcrundang-undangan.


               BAB V
         BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH
              Bab Kesatu
               Umum
              Pasal 14

(1) Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah
   Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.

(2) Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala, Daerah beserta perangkat Daerah
   lainnya.


              Bagian Kedua
           Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
               Pasal 15

   Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak, keanggotaan, pimpinan, dan alat
kelengkapan DPRD diatur dengan Undang-undang.
                Pasal 16

(1) DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk
   melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

(2) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
   dari Pemerintah Daerah.


                Pasal 17

(1) Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota DPRD ditetapkan sesuai dengan peraturan
   perundang-undangan.
(2) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, komisi-komisi, dan panitia-
   panitia.
(3) DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan merupakan alat kelengkapan DPRD.
(4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
   diatur dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.


                Pasal 18

(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
   a. memilih Guberaur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil
      Walikota;
   b. memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah;
   C. mengusulkan pcngangkatan dan pemberhentian Gubcrnur/Wakil Gubernur,
      Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota;
   d. bersama dengan Gubcrnur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah;
   e. bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran
      Pendapatan dan Belanja Daerah;
   f. melaksanakan pengawasan terhadap:
      1). Pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lain;
      2). Pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati,dan Walikota;
      3). pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
      4). kebijakan Pemerintah Daerah; dan
      5). pelaksanaan kerja sama internasional di Daerah.
   g. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana
      perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah; dan.
   h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat.

(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
   dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.


                Pasal 19

(1) DPRD mempunyai hak:
   a. meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota;
   b. meminta keterangan kepada Pemerintah
      Daerah;
   C. mengadakan penyelidikan;
   d. mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah;
   e. mengajukan pernyataan pendapat;
   f. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;
   g. mengajukan Anggaran Belanja DPRD; dan
  h. menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD.

(2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan
   Tata Tertib DPRD.


                 Pasal 20

(1) DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat
   pemerintah, atau warga maryarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu
   hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan
   pembangunan.

(2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak
   permintaan, sebagai dimaksud pada ayat (1), diancam dengan pidana kurungan
   paling lama satu tahun karcna meren-
    dahkan martabat dan kehormatan DPRD.

(3) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur
   dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.


                 Pasal 21

(1) Anggota DPRD mempunyai hak:
   a. pengajuan pertanyaan;
   b. protokoler; dan
   e. keuangan/administrasi.

(2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan
   Tata Tertib DPRD.


                 Pasal 22

DPRD mempunyai kewajiban:
a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta mentaati segala
  peraturan perundang-undangan;

C. membina demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

d. meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi;
  dan

e. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan
  masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.


                 Pasal 23

(1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam
   setahun.

(2) Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas permintaan sekurang-kurangnya
     seperlima dari jumlah anggota atau atas pcrmintaan Kepala Daerah, Ketua
     DPRD dapat mengundang anggotanya untuk mengadakan rapat selambat-lambatnya
     dalam waktu satu bulan setelah permintaan itu diterima.

(3) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua DPRD.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
   ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.


                  Pasal 24

     Peratura Tata Tertib DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD.


                  Pasal 25

    Rapat-rapat DPRD bersifat tcrbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan
tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tcrtib DPRD atau atas kesepakatan di antara
pimpinan DPRD.


                  Pasal 26

     Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai:
a.    pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD;
b.    pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
C.    pemilihan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Utusan Daerah;
d.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e.    penetapan perubahan dan pcnghapusan pajak dan retribusi;
f.   utang piutang, pinjaman, dan pembebanan kepada Daerah;
g.    Badan Usaha Milik Daerah;
h.    penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;
i.   persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai; dan
j.   kebijakan tata ruang.


                  Pasal 27

   Anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan karena pernyataan dan atau
pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD, baik terbuka maupun tertutup, yang
diajukannya secara lisan atau tertulis, kecuali jika yang bersangkutan
mengumumkan ada yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau
hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam
buku Kedua Bab I Kitab Undang-undang Hukum Pidana.


                  Pasal 28

(1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dapat dilaksanakan atas
   persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD Propinsi dan
   Gubernur bagi anggota DPRD Kabupaten dan Kota, kecuali jika yang
   bersangkutan tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
(2) Dalam hal auggota DPRD tertangkap tangan melakukan tindak pidana,
   sebagaimana dimaksud Gubernur berada di bawah dan bertanggungjawab
   pada ayat (1), selambat-lambatnya dalam tempo 2 kali 24 jam diberitahukan
  secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri dan/atau Gubernur.


              Bagian Ketiga
              Sekretariat DPRD
                Pasal 29

(1) Sekretariat DPRD membantu DPRD dalam menyelenggarakan tugas dan
   kewenangannya.

(2) Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang Sekretaris DPRD yang diangkat oleh
   Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas
   persetujuan pimpinan DPRD.

(3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung
   jawab kepada pimpinan DPRD.

(4) Sekretaris DPRD dapat menyediakan tenaga ahli dengan tugas membantu anggota
   DPRD dalam menjalankan fungsinya.

(5) Anggaran Belanja Sekretariat DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan
   dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


                Bagian Keempat
                Kepala Daerah
                 Pasal 30

   Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif
yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah.


                 Pasal 31

(1) Kepala, Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga
   sebagai wakil Pemerintah.

(2) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah, Gubcrnur
   bertanggungjawab kepada DPRD Propinsi.

(3) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat
   (2), ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang
   ditetapkan oleh Pemerintah.

(4) Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, gubernur berada di bawah dan
   bertanggungjawab kepada gubernur

(5) Tata cari pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat
   (4), ditetapkan oleh Pemerintah.


                 Pasal 32

(1) Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati

(2) Kepala Daerah Kota disebut Walikota.
(3) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota
   bertanggungiawab kepada DPRD Kabupaten/Kota.

(4) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat
   (3), ditetapkan dalam Peraturan Tata Tcrtib DPRD sesuai dengan pedoman yang
   ditetapkan oleh Pemerintah.


                 Pasal 33

   Yang dapat ditetapkan menjadi Kepala Daerah adalah warga negara Republik
Indonesia dengan syarat-syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah
   yang sah;
c. tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuau
   Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
   yang dinyatakan dengan surat keterangan Ketua Pengadilan Negeri;
d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan/atau
   sederajat;
e. berumur sekurang-kurangnya tiga puluh tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya;
h. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
i. tidak sedang dicabut bak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan negeri;
j. mengenai daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
k. menyerahkan daftar kckayaan pribadi; dan
1. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah.


                 Pasal 34

(1) Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD
   melalui pemilihan secara bersamaan.

(2) Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah, ditetapkan oleh DPRD
   melalui tahap pencalonan dan pemilihan.

(3) Untuk pcncalonan dan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
   dibentuk Panitia Pemilihan.

(4) Ketua dan para Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil
   Ketua panitia Pemilihan merangkap sebagai anggota.

(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Pemilihan,
   tetapi bukan anggota.


                 Pasal 35

(1) Panitia pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), bertugas:
   a. melakukan pemeriksaan berkas identitas mengenai bakat calon berdasarkan
     persyaratan yang telah ditetapkan dalam ;
   b. melakukan kegiatan teknis peiiailihan calon ; dan
   c. menjadi penanggungjawab penyelenggaraan pemilihan.
(2) Bakal calon Kepala Daerah dan-bakal calon Wakil Kepala Daerah yang memenuhi
   persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia
   Pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada DPRD untuk
   Ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.


                 Pasal 36

(1) Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai
   dengan syarat yang ditetapkan dalam Pasal 33.

(2) Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon
   Wakil Kepala Daerah dan menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada
   pimpinan DPRD.

(3) Dua fraksi atau lebih dapat secara bersama-sama mengajukan pasangan bakal
   calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1).


                 Pasal 37

(1) Dalam Rapat Paripurna DPRD, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan
   penjelasan mengenai bakal calonnya.

(2) Pimpinan DPRD mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi,
   serta rencana-rencana kcbijakan apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai
   Kepala Daerah.

(3) Anggota DPRD dapat melakukan tanya jawab dengan para bakal calon.

(4) Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atas kemampuan
   dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara
   menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil
   Kepala Daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh DPRD.


                 Pasal 38

(1) Nama-nama, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan
   oleh pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan Presiden.

(2) Nama-nama calon-Bupati dan calon Wakil Bupati serta calon Walikota dan calon
   Wakil Walikota yang akan dipilih oieh DPRD ditetapkan dengan keputusan
   pimpinan DPRD.


                 Pasal 39

(1) Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dilaksanakan
   dalam Rapat Paripur na DPRD yang dihadiri oleh sckurang-kurangnya
    dua pertiga dari jumlah anggota DPRD.

(2) Apabila jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum, sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1), pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam.
(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum dicapai, rapat
   paripurna diundur paling lama satu jam Lagi dan selanjutnya pemilihan calon
   Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah
   tetap dilaksanakan.


                  Pasal 40

(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,
   bebas, rahasia, jujur dan adil.

(2) Setiap anggota DPRD dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon
   Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dari pasangan calon yang
   telah ditetapkan oleh pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
   ayat (4).

(3) Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
   suara terbanyak pada pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
   ditetapkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan
   disahkan oleh Presiden.


                  Pasal 41

  Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk sekali masa jabatan.


                  Pasal 42

(1) Kepala Daerah dilantik oieh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk
   bertindak atas nama Presiden.

(2) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Daerah mengueapkan sumpah/janji.

(3) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut:
   "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya selaku Gubernur/
   Bupati/walikota dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya; dan seadil-adilnya;
   bahwa saya akan selalu taat dalam mengenalkan dan mempertahankan Pancasila
   sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan
   Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan
   perundang-undwigan yang berlaku bagi Daerah dan Negara Kesatuan Republik
   Indonesia

(4) Tata cara pengucapan sumpah/janji dan pelantikan bagi Kepala Daerah
   ditetapkan oleh Pemerintah.


                Bagian Kelima
              Kewajiban Kepala Daerah
                 Pasal 43

Kepala Daerah mempunyai -kewajiban:
a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
   sebagaimana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945;
b. memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. menghormati kedaulatan rakyat;

d. menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;

e. meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;

f. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;. dan

g. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya sebagai Peraturan
   Daerah bersama dengan DPRD.


                 Pasal 44

(1) Kepala Daerah memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan
   kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

(2) Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Kepala Daerah bertanggungjawab
   kepada DPRD.

(3) Kepala Daerahlah wajib menyampaikan laporan atas penyelenggaraan
   Pemerintahan Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan
   tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah
   Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, atau jika dipandang perlu
   oleh Kepala Daerah atau apabila diminta oleh Presiden.


                 Pasal 45

(1) Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggung jawaban kepada DPRD pada setiap
   akhir tahun anggaran.

(2) Kepala Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD untuk hal
   tertentu atas permintaan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).


                 Pasal 46

(1) Kepala Daerah yang ditolak pertanggungiawabannya, sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 45, baik pertanggungjawaban kebijakan pemerintahan maupun
   pertanggungjawaban keuangan, harus melengkapi dan/atau menyempurnakannya
   dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari.

(2) Kepala Daerah yang sudah melengkapi dan/atau menyempurnakan
   pertanggungjawabannya menyampaikannya, kembali kepada DPRD, sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1).

(3) Bagi Kepala Daerah yang pcrtanggungjawabannya ditolak untuk kedua kalinya,
   DPRD dapat mengusulkan pemberhentiannya kepada Presiden.

(4) Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Pemerintah.
                 Pasal 47

  Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa untuk mewakilinya.


               Bagian Keenam
           larangan bagi Kepala Daerah
                Pasal 48

Kepala Daerah dilarang:

a. turut serta dalam swata-perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara
   Daerah, atau dalam yayasan bidang apapun juga;

b. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya,
   anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok yang secara
   nyata merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga dan golongan
   masyarakat lain;

C. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik
  secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan Daerah
  yang bersangkutan;

d. menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut dapat hidup
   mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; dan

e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan, selain
   yang dimaksud dalam Pasal 47.


               Bagian Ketujuh
             Pemberhentian Kepala Daerah
                Pasal 49

Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. mengajukan berhenti atas permintaan sendiri;
c. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
d. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
e. melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3);
f. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48; dan
g. mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan
   tanggung jawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh DPRD.


                 Pasal 50

(1) Pemberhentian kepala daerah karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam
   pasal 49 ditetapkan dengan keputusan DPRD dan disahkan oleh presiden

(2) Keputusan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dihadiri oleh
   sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota, DPRD dan putusan
   diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah
   anggota yang hadir.
                 Pasal 51

   Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD
apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, yang diancam, dengan hukuman
lima tahun atau.lebih, atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.


                 Pasal 52

(1) Kepala Daerah yang diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat
   memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberhentikan untuk
   sementara dari jabatannya oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD.

(2) Kepala Daerah yang terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah
   belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan keputusan
   pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap diberhentikan
   dari jabatannya oleh Presiden, tanpa persetujuan DPRD.

(3) Kepala Daerah yang setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti
   melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan
   Republik, Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diaktifkan kembali
   Dan direhabilitasi selaku Kepala Daerah sampai akhir masa jabatannya.


                 Pasal 53

(1) DPRD memberitahukan akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah secara
   tertulis kepada yang bersangkutan, enam bulan sebelumnya.

(2) Dengan adanya pemberitahuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
   Daerah mempersiapkan pertanggungjawaban akhir masa jabatannya kepada DPRD
   dan menyampaikan pertanggungjawaban tersebut selambat-lambatnya empat bulan
   setelah pemberitahuan.

(3) Selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir,
   DPRD mulai memproses pemilihan Kepala Daerah yang baru.


                 Pasal 54

   Kepala Daerah yang ditolak pertanggungjawabannya oleh DPRD, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53, tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah
dalam masa jabatan berikutnya.


               Bagian Kedelapan
        Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah
                Pasal 55

(1) Tindakan pcnyidikan terhadap Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya
   persetujuan tertulis dari Presiden.

(2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
   adalah:
   a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
     pidana penjara lima tahun atau lebih; dan
   b. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
     hukuman mati.

(3) Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
   hal itu harus dilaporkan kepada Presiden selambat-lambatnya dalam 2 kali
   24 jam.


               Bagian Kesembilan
               Wakil Kepala Daerah
                 Pasal 56

(1) Di setiap Daerah terdapat seorang Wakil Kepala Daerah.

(2) Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk,
   bersamaan dengan pelantikan Kepala Daerah.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Wakil Kepala Daerah mengucapkan sumpah/janji.

(4) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut:
   "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menentukan
   kewajiban saya selaku Wakil Gubernur/Wakil Bupati/wakil Walikota dengan
   sebaik-baiknja sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya, bahwa saya akan selalu
   taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan
   bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945
   sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang
   berlaku bagi Daerah dan Negara kesatuan Republik Indonesia".

(5) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 41, Pasal 43,
   kecuali huruf g, Pasal 47 sampai dengan Pasal 54, berlaku juga bagi Wakil
   Kepala Daerah.

(6) Wakil Kepala Daerah Propinsi disebut Wakil Gubernur, Wakil Kepala Daerah
   Kabupaten disebut Wakil Bupati dan Wakil Kepala Daerah Kota disebut
   Wakil Walikota.


                  Pasal 57

(1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas:
   a. membantu.Kcl)ala Daerah dalam melaksanakan kcwajibannya;
   b. mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintahan di Daerah; dan
   c. melaksanakan'tugas-tups lain yang diberikan oieh Kepala Daerah.

(2) Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.

(3) Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah
   apabila Kepala Daerah berhalangan.


                  Pasal 58

(1) Apabila Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Kepala Daerah diganti
   oleh Wakil Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya.
(2) Apabila Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Wakil Kepala Daerah
   tidak diisi.
(3) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, sekretaris
   Daerah melaksanakan tugas Kepala Daerah untuk sementara waktu.
(4) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, DPRD
   menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selambat-
   lambatnya dalam waktu tiga bulan.

               Bagian Kesebelas
               Perangkat Daerah
                Pasal 60

  Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan
lembaga teknis Daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan Daerah.

                 Pasal 61

(1) Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
(2) Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh Gubernur alas persetujuan pimpinan
   DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
(3) Sekretaris Daerah Propinsi karena jabatannya adalah Sekretaris Wilayah
   Administrasi.
(4) Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris Daerah Kota diangkat oleh Bupati
   atau Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil
   yang memenuhi syarat.
(5) Sekretaris Daerah berkewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun
   kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan
   unit pelaksana lainnya.
(6) Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
(7) Apabila Sekretaris Daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas
   Sekretaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala (3)
   Daerah.

                 Pasal 62

(1) Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah.
(2) Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah
   dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat alas usul Sekretaris Daerah.
(3) Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

                 Pasal 63

   Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur
selaku wakil Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3), dilaksanakan oleh Dinas Propinsi.

                 Pasal 64

(1) Penyelenggaraan bidang pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah,
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan oleh instansi vertikal.
(2) Pembentukan, susunan organisasi, formasi dan tata laksananya, sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

                 Pasal 65

  Di Daerah dapat dibentuk lembaga teknis sesuai dengan kebutuhan Daerah.
                 Pasal 66

(1) Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin
   oleh Kepala Kecamatan.
(2) Kepala Kecamatan disebut Camat.
(3) Camat diangkat oleh Bupati/Walikota alas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/
   kota dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
(4) Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/
   Walikota.
(5) Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota.
(6) Pembentulan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

                 Pasal 67

(1) Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan.
(2) Kepala Kelurahan disebut Lurah.
(3) Lurah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat oleh Walikota/
   Bupati atas usul Camat.
(4) Lurah menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Camat.
(5) Lurah bertanggung jawab kepada Camat.
(6) Pembentukan Kelurahan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                 Pasal 68

(1) Susunan organisasi perangkat Daerah ditetapkan (1) Peraturan Daerah dan
   Keputusan Kepala Daerah dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman
   yang ditetapkan Pemerintah.
(2) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat Daerah (2) ditetapkan dengan
   Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

              BAB VI
          PERATURAN DAERAH DAN KEPUTUSAN
             KEPALA DAERAH
              Pasal 69

   Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

                Pasal 70

  Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan
Daerah lain dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

                Pasal 71

(1) Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
   penegakan hukum seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.
(2) Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama enam
   bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
   dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika
   ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

                Pasal 72
(1) Untuk melaksanakan Peraturan Dacrah dan alas kuasa peraturan perundang-
   undangan lain yang berlaku, Kepala Daerah menetapkan keputusan Kepala
   Daerah.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan
   dengan kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan perundang-undangan
   yang lebih tinggi.

                 Pasal 73

(1) Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah yang bersifat mengatur
   diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mempunyai kekuatan hukum dan
   mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah.

                  Pasal 74

(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan
   Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut sesuai dengan peraturan
   perundang-undangan.
(2) Dengan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas
   untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan
   Daerah.

                 BAB VII
               KEPEGAWAIAN DAERAH
                 Pasal 75

    Norma, standar, dan prosedur mengenai pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,
penetapan pensiun gaji , tunjungan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, serta
kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil di Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Daerah,
ditetapkan dengan pcraturan perundang-undangan.

                  Pasal 76

    Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai,
serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan.

                  Pasal 77

   Pemerintah Wilayah Propinsi melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi
kepegawaian dan karir pegawai di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

                  BAB VIII
                KEUANGAN DAERAH
                  Pasal 78

(1) Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas
   beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah dibiayai dari dan atas bebas
   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

                  Pasal 79
  Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
  a. pendapatan asli Dacrah, yaitu:
    1) hasil pajak Daerah;
    2) hasil retribusi Daerah;
    3) hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah
       yang dipisahkan; dan
    4) lain-lain pcndapatan asli Daerah yang sah;
  b. dana perimbangan;
  c. pinjaman Daerah; dan
  d. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

                Pasal 80

(1) Dana perimbangan, sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 79, terdiri atas:
   a. bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak
     atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
   b. dana alokasi umum; dan
  c. dana alokasi khusus.
(2) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan,
   perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima langsung oleh Daerah
   penghasil.
(3) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan
   serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1) huruf a, diterima oleh, Daerah penghasil dan Daerah lainnya
   untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
   ayat (3) ditetapkan dengan Undang-undang.

                Pasal 81

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan/
   atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan dengan
   persetujuan DPRD.
(2) Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada Pemerintah dan dilaksanakan
   sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri,
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapatkan persetetujuan
   Pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tata cara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
   ditetapkan oleh Pemerintah.

                Pasal 82

(1) Pajak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan Undang-undang.
(2) Penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi Daerah
   ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
   undangan.

                Pasal 83

(1) Untuk mendorong pemberdayaan Daerah, Pemerintah memberi intensif fiskal dan
   nonfiskal tertentu.
(2) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
   Pemerintah.
                Pasal 84

   Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah.

                Pasal 85

(1) Barang milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak
   dapat digadaikan, dibebani hak tanggungan dan/atau dipindahtangankan.
(2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang:
   a. penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya;
   b. persetujuan penyelesaian sengketa perdata secara damai; dan
   c. tindakan hukum lain mengenai barang milik Daerah.

                Pasal 86

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
   selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan
   Belanja Negara.
(2) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan
   Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran
   berakhir.
(3) Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan
   Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun
   anggaran yang bersangkutan.
(4) Pedoman tentang penyusunan, perubahan, dan perhitungan Anggaran Pendapatan
   dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dengan
   Peraturan Dacrah disampaikan kepada Gubernur bagi Pemerintah Kabupaten/Kota
   dan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Pemerintah Propinsi
   untuk diketahui.
(6) Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan kcuangan
   Daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pcndapatan dan Belanja Dacrah,
   pelaksanaan tata usaha keuangan Dacrah dan penyusunan perhitungan Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Dacrah ditetapkan sesuai dcngan peraturan perundang-
   undangan.

               BAB IX
       KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
              Pasal 87

(1) Beberapa Daerah dapat mengadakan kerjasama antar Daerah yang diatur dengan
   keputusan bersama.
(2) Daerah dapat membentuk Badan Kerja Sama Antar Daerah.
(3) Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan
   keputusan bersama.
(4) Keputusan bersama dan/atau kerjasama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
   ayat (2), dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan Daerah harus
   mendapatkan persctujuan DPRD masing-masing.

                Pasal 88

   Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/
badan luar negeri, yang diatur dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut
kewenangan Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Tata cara, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Pemerintah.
                 Pasal 89

(1) Perselisihan antar Daerah diselesaikan oleh Pemerintah secara musyawarah.
(2) Apabila dalam penyelesaian perselisihan antar Daerah, sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1), terdapat salah satu pihak yang tidak menerima keputusan
   Pemerintah, pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Mahkamah
   Agung.

                 BAB X
              KAWASAN PERKOTAAN
                Pasal 90

   Selain Kawasan Perkotaan yang berstatus Daerah Kota, perlu ditetapkan
Kawasan Perkotaan yang terdiri atas:
a. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian Daerah Kabupaten;
b. Kawasan Perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah
  Kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan; dan
C. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih Daerah yang
  berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan.

                 Pasal 91

(1) Pemerintah Kota dan/atau Pemerintah Kabupaten yang wilayahnya berbatasan
   langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola Kawasan perkotaan.
(2) Di Kawasan Perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi Kawasan
   Perkotaan di Daerah Kabupaten, dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan
   yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan hal-hal lain
   mengenai pengelolaan Kawasan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
   sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

                 Pasal 92

(1) Dalam penyelenggaraan pembangunan Kawasan Perkotaan, Pemerintah Daerah
   perlu mengikut sertakan masyarakat dan pihak swasta.
(2) Pengikutsertaan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan
   upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perkotaan.
(3) Pengaturan mengenai Kawasan Perkotaan ditetapkan dengan peraturan
   perundang-undangan.

                BAB XI
               DESA
              Bagian Pertama
          Pembentukan, Penghapusan dan/atau
             Penggabungan Desa
               Pasal 93

(1) Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan
   asal-usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan Pemerintah
   Kabupaten dan DPRD.
(2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa, sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

                 Pasal 94
  Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa, yang merupakan
Pemerintahan Desa.

                Bagian Kedua
               Pemerintah Desa
                Pasal 95

(1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
   dan perangkat Desa.
(2) Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa dari calon yang memenuhi
   syarat.
(3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak,
   sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa
   dan disahkan oleh Bupati.

                 Pasal 96

   Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa
jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.

                 Pasal 97

     Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa warga negara
Republik Indonesia dengan syarat-syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
C. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang
   mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau
   kegiatan organisasi terlarang lainnya;
d. berpendidikan sckurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau
   berpengetahuan yang sederajat;
e. berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya;
h. berkelakuan baik, jujur, dan adil;
i. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang
   mempunyai kekuatan hukum tetap;
k. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat;
1. bersedia dicalonkan menjadi Kepala desa; dan
m. memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur
   dalam Peraturan Daerah.

                 Pasal 98

(1) Kepala Desa dilantik oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.
(2) Sebelum memangkujabatannya,Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji.
(3) Susunan kata-kata sumpal/janji dimaksud adalah sebagai berikut:
   "Demi Allah (Tithan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi
   kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya,
   dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
   mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan
   menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
   konstitusi negara setia segala peraturan perundang~undangan yang berlaku
   bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
                 Pasal 99

Kewenangan Desa mencakup:
a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa;
b. kewenangan yang oleh peraturan pcrundang-undangan yang berlaku belum
  dilaksanakan o1eh Daerah dan Pemerintah; dan
c. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan/atau Pemerintah
  Kabupaten.

                 Pasal 100

  Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah
Kabupaten kepada Desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sumber daya manusia.

                 Pasal 101

Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:
a. memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa;
b. membina kehidupan masyarakat Desa;
C. membina perekonomian Desa;
d. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
e. mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa; dan mewakili Desanya di dalam
  dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.

                 Pasal 102

   Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101, Kepala Desa:
a. bertanggungjawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa; dan
b. menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati.

                 Pasal 103

(1) Kepala Desa berhenti karena:
   a. meninggal dunia;
   b. mengajukan berhenti atas permintaan sendiri;
   c. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji;
   d. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; dan
   e. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
     perundang-undangan yang berlaku izin/atau norma yang hidup dan
     berkembang dalam masyarakat Desa.
(2) Pemberhentian Kepala Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
   oleh Bupati atas usul Badan Perwakilan Desa.

               Bagian Ketiga
             Badan Perwakilan Desa
                Pasal 104

  Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi
adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

                 Pasal 105

(1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang
   memenuhi persyaratan.
(2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota.
(3) Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
(4) Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

               Bagian Keempat
               Lembaga Lain
                Pasal 106

    Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa dan
ditetapkan dengan Peraturan Desa.

               Bagian Kelima
               Keuangan Desa
                Pasal 107

(1) Sumber pendapatan Desa terdiri atas:
   a. pendapatan asli desa yang meliputi:
      1. hasil usaha desa;
      2. hasil kekayaan desa;
      3. hasil swadaya dan partisipasi;
      4. hasil gotong royong; dan
      5. lain-lain pendapatan asli desa yang sah.
   b. bantuan pemerintah kabupaten yang meliputi:
      1). bagian dari perolehan pajak dan retribusi daerah; dan
      2). bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
         oleh pemerintah kabupaten;
   c. bantuan dari pemerintah dan pemerintah propinsi;
   d. sumbangan dari pihak ketiga; dan
   e. pinjaman desa.
(2) Sumber pendapatan desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola melalui
   anggaran pendapatan dan belanja desa.
(3) Kepala desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan anggaran pendapatan dan
   belanja desa setiap tahun dengan peraturan desa.
(4) Pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa ditetapkan oleh bupati.
(5) Tatacara dan pungutan objek pendapatan dan belanja desa dan badan perwakilan
   desa.

                Pasal 108

  Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

               Bagian Keenam
             Kerja Sama Antar Desa
                Pasal 109

(1) Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur
   dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat.
(2) Untuk pciaksanaan kerja sama, scbagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
   dibentuk Badan Kerja Sama.

                Pasal 110

  Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga yang merencanakan pembangunan
bagian wilayah Desa menjadi wilayah permukiman, industri, dan jasa wajib
mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasannya.

                Pasal 111

(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah
   Kabupaten, sesuai dengan pedoman umum yang ditetapkan oleh Pemerintah
   berdasarkan undang-undang ini.
2) Peraturan Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat(1), wajib mengakui dan
   menghormati hak, asal-usul dan adat istiadat Dcsa.

               BAB XII
            PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
               Pasal 112

(1) Dalam rangka pembinaan, Pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan Otonomi
   Daerah.
2) Pedoman mengenai pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Otonomi
   Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

                Pasal 113

   Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
disampaikan kepada Pemerintah selabat-lambatnya lima belas hari setelah
ditetapkan.

                Pasal 114

(1) Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala
   Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan
   perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan
   lainnya.
(2) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah,
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan kepada Daerah yang
   bersangkutan dengan mcnyebutkan alasan-alasannya.
(3) Selambat-lambatnya satu minggu setelah keputusan pembatalan Peraturan
   Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat(2),
   Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tersebut dibatalkan
   pelaksanaannya.
(4) Daerah yang tidak dapat mcnerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan
   Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
   mengajukan kcbcratan kcpada Mahkamah Agung setelah mengajukannya kepada
   Pemerintah.

              BAB XIII
          DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH
              Pasal 115

(1) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertugas memberikan pertimbangan kepada
   Presiden mengenai:
   a. pembentukan, penghapusan, penggabungan,dan pemekaran Dcsa;
   b. perimbangan keuangan Pusat dan Daerah; dan
   c. kemampuan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota untuk melaksanakan kewenangan
     tertentu, sebagaiinana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terdiri atas Menteri Dalam Negeri, Menteri
   Keuangan, Menteri Sekretaris Negara, menteri lain sesuai dengan kebutuhan,
   perwakilan Asosiasi Pemerintah Daerah,dan wakil-wakil Dacrah yang dipilih
   oleh DPRD.
(3) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan karena jabatannya adalah Ketua
   dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
(4) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengadakan rapat sekurang-kurangnya satu
   kali dalam enam bulan.
(5) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertanggungjawab kepada Presiden.
(6) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

                 Pasal 116

  Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dibantu oleh
Kepala Sekretariat yang membawahkan Bidang Otonomi Daerah dan Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

                BAB XIV
             KETENTUAN LAIN-LAIN
                Pasal 117

   Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta karena kedudukannya diatur
tersendiri dengan Undang-undang.

                 Pasal 118

(1) Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dapat diberikan otonomi khusus dalam
   kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditetapkan lain oleh
   peraturan perundang-undangan.
(2) Pengaturan mengenai penyelenggaraan otonomi khusus, sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1),ditetapkan dengan Undang-undang.

                 Pasal 119

(1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 11, berlaku juga di kawasan otoritas yang terletak di Daerah
   Otonom, yang mcliputi badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan bandar
   udara, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan,kawasan
   pertambangan, kawasan kehutanan,kawasan, pariwisata, kawasan jalan bebas
   hambatan,dan kawasan lain yang sejenis.
(2) Pengaturan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
   dengan Peraturan Pemcrintah.

                 Pasal 120

(1) Dalam rangka menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum serta
   untuk menegakkan Peraturan Daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja
   sebagai perangkat Pemerintah Daerah.
(2) Susunan organisasi, formasi, kedudukan, wewenang, hak, tugas, dan
   kewajiban Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sesuai
   dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

                 Pasal 121

   Sebutan Propinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten Daerah Tingkat II, dan
Kotamadya Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
5 Tahun 1974, berubah masing-masing menjadi Propinsi, Kabupaten, dan Kota.

                 Pasal 122
    Keistimewaan untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan
Propinsi Istimewa Aceh dan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada
undang-undang ini.

                 Pasal 123

  Kewenangan Daerah, baik kewenangan pangkal alas dasar pembentukan
Daerah maupun kewenangan tambahan alas dasar Peraturan Pemerintah dan/atau
dasar peraturan perundang-undangan lainnya,penyelenggaraannya disesuaikan
dengan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 undang-undang ini.

                BAB XV
             KETENTUAN PERALIHAN
                Pasal 124

  Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas dan ibukota Propinsi
Daerah Tingkat I, Daerah Istimewa, Kabupaten Daerah Tingkat II, dan Kotamadya
Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
adalah tetap.

                 Pasal 125

(1) Kotamadya Batam, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika,
   Kabupaten Simuelue, dan semua Kota Administratif dapat ditingkatkan menjadi
   Daerah Otonom dengan memperhatikan Pasal 5 undang-undang ini.
(2) Selambat-lambatnya dua tahun setelah tanggal ditetapkannya undang-undang
   ini, Kotamadya,Kabupaten, dan Kota Administratif, scbagaimana dimaksud
   pada ayat (1), sudah harus berubah statusnya menjadi Kabupaten/Kota jika
   memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 5 UU ini.
(3) Kotamadya, Kabupatenan dan Kota Administratif,sebagaimana dimaksud pada ayat
   (1), dapat dihapus jika tidak memenuhi ketentuan untuk ditingkatkan
   statusnya mcnjadi Dacrah Otonom.

                 Pasal 126

(1) Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada saat mulai berlakunya
   undang-undang ini tetap sebagai Kecamatan, Kelurahan, dan Desa atau yang
   disebut dengan nama lain, sebagainiana yang dimaksud dalam Pasal 1 huruf
   m, huruf n, dan huruf o undang-undang ini, kecuali ditentukan lain oleh
   peraturan pcrundang-undangan.
(2) Desa-desa yang ada dalam wilayah Kotamadya ,Kotamadya Administratif, dan
   Kota Administratif berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pada saat
   mulai bcrlakunya undang-undang ini ditetapkan sebagai Kelurahan,
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf n undang-undang ini.

                 Pasal 127

   Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini, seluruh
instruksi, petunjuk atau pedoman yang ada atau yang diadakan olch Pemerintah
dan Pemerintah Daerah j1ka tidak bertentangan dengan undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku.

                 Pasal 128
   Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,
Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,
Wakil Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Wakil Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, Bupati,Walikotamadya, Walikota, Camat, Lurah, dan Kepala Desa
beserta perangkatnya yang ada, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, pada saat mulai
berlakunya undang-undang ini tetap menjalankan tugasnya, kecuali ditentukan
lain berdasarkan undang-undang ini.

                    Pasal 129
(1) Dengan diberlakukannya undang-undang ini, Lembaga Pembantu Gubernur,
   Pembantu Bupati, pembantu Walikotamadya, dan Badan Pertimbangan
   Daerah, sebagaimana dimaksud dalain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974,
   dihapus.
(2) Instansi verlikal di Daerah selain yang menangani bidang-bidang luar
   negeri, pertahanan keamanan,peradilan, moneter, dan fiskal, serta agama,
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, menjadi perangkat Daerah.
(3) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat Daerah, sebagaimana
   dimaksud pada ayat (2),kekayaannya dialihkan menjadi milik Daerah.

                 Pasal 130

(1) Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah berakhir lebih awal daripada
   masa jabatan Kepala Daerah, jabatan wakil Kepala Daerah tidak diisi.
(2) Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah berakhir lebih lambat dari
   pada masa jabatan Kepala Daerah, masa jabatan Wakil Kepala Daerah
   disesuaikan dengan masa jabatan Kepala Daerah.

                 BAB XVI
               KETENTUAN PENUTUP
                 Pasal 131

   Pada saat bcrlakunya undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku
lagi:
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
   Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran
   Negara Nomor 3037);
b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tcntang Pemeritahan Desa
   (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lcmbaran Negara Nomor
   3153).

                 Pasal 132

(1) Undang-undang ini sudah selesai sclambat-lambatnya satu tahun sejak
   undang-undang ini ditetapkan.
(2) Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan secara efektif selambat-
   lambatnya dalam waktu dua tahun sejak ditetapkannya undang-undang ini.

                 Pasal 133

   Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidak
sesuai dengan undang-undang ini, diadakan penyesuaian.

                 Pasal 134
  Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundang.

   Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara Republik
Indonesia.


                      Disahkan di Jakarta
                      pada tanggal 7 Mei 1999
                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                           ttd
                       BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

  Diundangkan di Jakarta
  pada tanggal 7 Mei 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
  REPUBLIK INDONESIA
     ttd

     AKBAR TANJUNG
                                 PENJELASAN
                                    ATAS
                       UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 22 TAHUN 1999
                                  TENTANG
                            PEMERINTAHAN DAERAH

I. UMUM

1. Dasar Pemikiran
  a. Negara Republik Indonesia scbagai Negara Kcsatuan menganut asas
    desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan
    kesempatan dan perluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan
    Otonomi Daerah. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945,
    antara lain menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas daerah
    besar dan kecil, dengan bentuk dan susuna pemerintahannya ditetapkan
    dengan Undang-undang.
    Dalam penjelasan pasal tersebut, antara lain dikemukakan bahwa "oleh
    karena Negara Indoncsia itu suatu eenheidsstaat,maka Indonesia tidak
    akan mempunyai Daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.
    Daerah Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah
    Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah
    yang bersifat otonom (streek en locale rechtgemeenscahppen) atau
    bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan
    ditetapkan dengan Undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom
    akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu, di daerah pun,
    pemerintah akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
  b. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang
    kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang
    luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah,sebagaimana tertuang
    dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
    Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya
    Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Kcuangan Pusat dan
    Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  C. Undang-undang ini discbut "Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah"
    karena undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan
    Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
    desentralisasi.
  d. Sesuai dengan Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tersebut di atas,
    Penyelenggaraan Otonomi Dacrah dilaksanakan dengan memberikan
    kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab Kepada Daerah
    secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian,
    dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
    perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Di samping itu,
    penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-
    prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan,
    serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
  e. Hal-hal yang menclasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk
    memberdayakan masyarakat, mcnumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
    meningkatkan peran-serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi
    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, undang-undang
    ini menempatkan Otonami Daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten
    dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
    berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya
    Daerah Tingkat II. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tersebut
    berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan
   keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut
   prakarsa dan aspirasi masyarakat.
f. Propinsi Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974,
   dalam undang-undang ini dijadikan Daerah Propinsi dengan kedudukan
   sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang
   melaksanakan kewenangan pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada
   Gubernur, Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintah alasan dari
   Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonom
   Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai
   hubungan hierarki.
g. Pemberian kedudukan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan sekaligus
   sebagai Wilayah Administrasi dilakukan dengan pertimbangan:
   (1) untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
       dalam kerangka Negara Kesatuan Rcpublik Indoncsia;
   (2) untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas
       Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta melaksanakan kewenangan
       Otonomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah
       Kabupaten dan Daerah Kota; dan
   (3) untuk mclaksanakan tugas-tugas Pemerintahan tertentu yang
       dilimpahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsciitrasi.
 h. Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah
    pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan
    bertanggungjawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan
    kewajiban daripada hak, maka dalam Undang-undang ini pemberian
    kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
    didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi
    yang luas, nyata, dan bertanggung jawab Kewenangan otonomi luas
    adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
    yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan yang mencakup
    kewenangan semua bidang, pertahanan keamanan,Peradilan, moneter dan
    fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan
    dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu keleluasaan otonomi
    mencakup pola kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya
    mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,pengendalian,dan
    evaluasi.
    Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk
    menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang
    secara nyata ada diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di
    Daerah.
    Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa
    penyuluhan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
    kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
    dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa
    peningkatan pelayanan dan kesejahtentan masyarakat yang semakin
    baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan , pemerataan,
    serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
    serta antar-Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
    Republik Indonesia.
    Otonomi untuk Daerah Propinsi diberikat secara terbatas yang meliputi
    kewenangan lintas Kabupaten dan Kota, dan kewenangan yang tidak atau
    belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,serta
    kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya.
 i. Atas dasar pemikiran di atas, prinsip-prinsip pemberian Otonomi
    Daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-undang ini adalah sebagai
    berikut:
    (1) Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
      aspek demokrasi, keadilan,pemerataan, serta potensi dan
      keanekaragaman Daerah.
   (2) Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata,
      dan bertanggungjawab.
   (3) Pelaksanaan otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
      Daerah kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi
      merupakan otonomi yang terbatas.
   (4) Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara,
      sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan
      Daerah scrta antar-Daerah.
   (5) Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
      Daerah Otonomi, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah
      Kota tidak ada lagi Wilayah Adminitrasi.
      Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah
      atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan
      perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan,
      kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan
      semacamnya berlaku Ketentuan peraturan Daerah Otonom.
   (6) Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
      badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi
      pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan
      Daerah.
   (7) Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam
      kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan
      kewenangan pemerintahan tertetu yang dilimpahkan kepada Gubernur
      sebagai wakil pernerintah.
   (8) Pelaksanaan asas tugas pcmbantuan dimungkinkan, tidak hanya.dari
      Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah
      Kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
      serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
      mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

2. Pembagian Daerah
   Isi dan jiwa yang terkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945
   Beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini
   dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
   a. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembinaan
     kewenangan berdasarkan asas dekosentrasi dan desentralisasi dalam
     kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   b. Daerah yang dibcntuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
     adalah Daerah Propinsi, sedangkan Daerah yang dibentuk berdasarkan asas
     desentralisasi adalah Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah yang
     dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan
     melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
     masyarakat.
   c. Pembagian Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah
     Otonom. Dengan demikian, Wilayah Administrasi yang berada dalam Daerah
     Kabupaten dan Daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
   d. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah
     Administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut undang-undang ini
     kedudukannya diubah menjadi perangkat Daerah Kabupaten atau Daerah Kota.

    Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
    Prinsip penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah:
    a. digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
    b. penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang
      dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
    c. asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi,
      Daerah Kabupaten, Daerah Kota dan Desa.

4. Susunan Pemerintahan Daerah dan Hak DPRD
   Susunan Pemerintahan Daerah Otonom meliputi DPRD dan Pemerintah Daerah.
   DPRD dipisahkan dari Pemerintah Daerah dengan maksud untuk lebih
   memberdayakan DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah
   kepada rakyat. Oleh karena itu, hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk
   menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi kcbijakan Daerah dan
   melakukan fungsi pengawasan.

5. Kepala Daerah
   Untuk menjadi Kepala Daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyaratan
   Tertentu yang intinya agar Kepala Daerah selalu bertakwa kepaga Tuhan Yang
   Maha Esa, memiliki etika dan moral, berpengetahuan dan berkemampuan sebagai
   Pimpinan pemerintahan, berwawasan kebangsaan, serta mendapatkan kepercayaan
   masyarakat.
   Kepala Daerah di samping sebagai pimpinan pemerintahan, sekaligus adalah
   Pimpinan Daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu
   berpikir, bertindak, dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan
   bangsa, negara, dan masyarakat umum dari pada kepentingan pribadi, golongan,
   dan aliran. Oieh karena itu, dari kclompok atau etnis, dan keyakinan mana
   pun Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil, dan netral.

6. Pertanggungjawaban Kepala Daerah
   Dalam menjalankan tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah, Gubernur
   bertanggungjawab kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam kedudukannya sebagai
   wakil Pemerintah, Gubernur bertanggungjawab kepada Presiden. Sementara itu,
   dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
   Bupati atau Walikota bertanggungjawab kepada DPRD Kabupaten/DPRD Kota dan
   Berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
   Dalam rangka pembinaan dan pengawasan.

7. Kepegawaian
   Kebijakan kepegawaian dalam undang-undang ini dianut kebijakan yang mendorong
   pengembangan Otonomi Daerah sehingga kebijakan kepegawaian di Daerah yang
   dilaksanakan oieh Daerah Otonomi sesuai dengan kebutuhannya, baik
   pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan mutasi maupun pemberhentian sesuai
   dengan peraturan perundang-undangan. Mutasi antar-Daerah Kabupaten dan
   Daerah Kota dalam Daerah Propinsi diatur oleh Gubernur, sedangkan mutasi
   antar-Daerah Propinsi diatur oleh Pemerintah. Mutasi antar-Daerah Propinsi
   dan/atau antar-Daerah Kabupaten dan Daerah Kota atau Daerah Propinsi dengan
   Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan pada kesepakatan Daerah Otonom
   tersebut.

8. Keuangan Daerah
   (1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
      jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan
      sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
      dan Daerah serta antara Propinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan
      prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah.
   (2) Dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah kewenangan keuangan yang
      melekat pada setiap kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan Daerah.

9. Pemerintahan Desa
  (1) Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan
     nama lain sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
     susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa,
     sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang- Undang Dasar 1945
     Landasan penlikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah
     keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan
     pemberdayaan masyarakat.
  (2) Penyelenggaraan Pemerintahan merupakan subsistem dari sistem
     penyelenggaraan pemerintahan sehingga Desa memiliki kewenangan untuk
     mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggug
     jawab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan
     tugas tersebut kepada Bupati.
  (3) Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum
     perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat
     dituntut dan rncnuntut di pengadilan. Untuk itu, Kepala Dcsa dengan
     persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan
     perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.
  (4) Sebagai perwuludan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa
     atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa
     yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan
     pengawasan dalam hal pefaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan
     dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
  (5) Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa lainnya sesuai dengan
     kebutuhan Desa. Lembaga dimaksud merupakan mitra Pemerintah. Desa
     dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa.
  (6) Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan Desa, bantuan
     Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pendapatan lain-lain yang sah,
     sumbangan pihak ketiga dan pinjaman Desa.
  (7) Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkutan, Kepala Desa
     mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara/sengketa dari para
     warganya.
  (8) Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat
     yang berdirikan perkotaan dibentuk Kelurahan sebagai unit Pemerintah
     Kelurahan yang berada di dalam Daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota.

10. Pembinaan dan Pengawasan
   Yang dimaksud dengan pembinaan adalah lebih ditekankan pada memfasilitasi
   Dalam upaya pemberdayaan Daerah Otonom, sedangkan pengawasan lebih
   Ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada
   Daerah Otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD
   Dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan
   Otonomi Daerah. Karena itu, Peraturan Daerah yang ditetapkan Daerah Otonom
   tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang.

II PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
  Cukup jelas

Pasal 2
  ayat (1)
  cukup jelas
  ayat (2)
  Yang dimaksud Wilayah Administrasi adalah daerah administrasi menurut
  Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
  Cukup jelas

Pasal 4
  Ayat (1)
  Cukup jelas
  Ayat (2)
  Yang dimaksud dengan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain adalah
  Bahwa Daerah. Propinsi tidak membawahkan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
  tetapi dalam praktek. penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan
  koordinasi, kerja sama, dan/atau kemitraan dengan Daerah Kabupaten dan
  Daerah Kota dalam kedudukan masing-masing sebagai Daerah Otonom. Sementara
  itu, dalam kedudukan sebagai Wilayah Administrasi, Gubernur selaku wakil
  Pemerintah melakukan hubungan pemnbinaan dan pengawasan terhadap Daerah
  Kabupaten dan Daerah Kota.

Pasal 5
  Ayat (1)
  Cukup jelas
  Ayat (2)
  Untuk menentukan batas dimaksud, setiap Undang-undang mengenai pembentukan
  Daerah dilengkapi dengan peta yang dapat menunjukkan dengan tepat letak
  geografis Daerah yang bersangkutan, demikian pula mengenai perubahan batas
  Daerah.
  Ayat (3)
  Yang dimaksud ditetapkan Peraturan Pemerintah didasarkan pada usul Pemerintah
  Daerah dengan persetujuan DPRD.
  Ayat (4)
  Cukup jelas

Pasal 6
  Cukup jelas

Pasal 7
  Ayat (1)
  Yang dimaksud dengan moneter dan fiskal adalah kebijakan makro ekonomi.
  Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh
  Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah
  dalam menumbuh kembangkan kehidupan beragama.
  Ayat (2)
  Cukup jelas

Pasal 8
  Dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerintah yang diserahkan dan atau
  Dilimpahkan kepada Daerah/Gubernur mempunyai kewenangan untuk mengelolanya
  mulai dari pembiayaan, perijinan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
  sesuai dengan standar, norma, dan kebijakan Pemerintah.

Pasal 9
  Ayat (1)
  Kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota
  seperti kewenangan di bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan
  perkebunan.
  Yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya
  adalah:
  a. perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;
  b. pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial, dan
     penelitian yang mencakup wilayah Propinsi;
  c. pengelolaan pelabuhan regional;
  d. pengendalian lingkugan hidup;
  e. promosi dagang dan budaya/pariwisata;
  f. penanganan penyakit menular dan hama
     tanaman; dan
  g. perencanaan tata ruang propinsi

  Ayat (2)
  Yang dimaksud dengan kewenangan ini adalah kewenangan Daerah Kabupaten
  dan Daerah Kota yang ditangani oleh Propinsi setelah ada pernyataan
  dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

  Ayat (3)
  cukup jelas

Pasal 10
  ayat (1)
  Yang dimaksud dengan sumber daya nasional Ayat (1) adalah sumber daya
  alam, sumber daya buatan, dan sumber daya manusia yang tcrsedia di
  Daerah
Pasal 11
  Ayat (1)
  Dengan diberlakukannya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan
  sudah berada pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Oleh karena itu,
  penyerahan kewenangan tidak perlu dilakukan secara aktif, tetapi dilakukan
  melalui pengakuan oleh Pemerintah.
  Ayat (2)
  Tanpa mengurangi arti dan pentingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan
  otonominya, untuk menghindarkan terjadinya kekosongan penyelenggaraan
  pelayanan dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupatcri dan Daerah Kota
  wajib melaksanakan kcwenangan dalam Bidang pemerintahan tertentu menurut
  pasal ini, sesuai dengan kondisi Daerah masing-masing.
  Kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
  tidak dapat dialihkan ke Daerah Propinsi.
  Khusus kewenangan Daerah Kota disesuaikan dengan kebutuhan perkotaan,
  antara lain, pemadam kebakaran, kebersihan, pertamanan,dan tata kota.

Pasal 12
  cukup jelas

Pasal 13
  cukup jelas

Pasal 14
  Cukup jelas

Pasal 15
  Cukup jelas

Pasal 16
  Ayat(1)
  Khusus untuk penan~kapan ikan secara tradisional tidak dibatasi
  wilayah laut.
  Ayat(2)
  Dalam kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, DPRD bukan
  merupakan bagian dari Pemerintah Daerah.

Pasal 17
  Cukup jelas

Pasal 18
  Ayat (1)
  Huruf a
  Cukup jelas
  Huruf b
  Pemilihan anggota MPR dari Utusan Daerah hanya dilakukan oleh DPRD
  Propinsi.
  Huruf c
  Cukup jelas
  Huruf d
  Cukup jelas
  Huruf e
  Cukup jelas
  Huruf f
  Cukup jelas
  Huruf g
  Cukup jelas
  Huruf h

  Ayat (2)
  cukup jelas

Pasal 19
  cukup jelas

Pasal 20
  Ayat (1)
  Yang dimaksud dengan pejabat negara dan pejabat pemerintah adalah pejabat
  di lingkungan kerja DPRD bersangkutan.
  Ayat (2)
  Cukup jelas
  Ayat (3)
  Cukup jelas

Pasal 21
  cukup jelas

Pasal 22
  cukup jelas

Pasal 23
  cukup jelas

Pasal 24
  cukup jelas

Pasal 25
  cukup jelas
Pasal 26
  Cukup jelas

Pasal 27
  cukup jelas

Pasal 28
  cukup jelas

Pasal 29
  cukup jelas

Pasal 30
  cukup jelas

Pasal 31
  cukup jelas

Pasal 32
  cukup jelas

Pasal 33
  cukup jelas

Pasal 34
  Ayat (1)
  Yang dimaksud dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
  Daerah secara bersamaan adalah bahwa calon Kepala Daerah dan calon
  Wakil Kepala Daerah dipilih secara berpasangan. Pemilihan secara
  bersamaan ini dimaksudkan untuk menjamin kerja sama yang harmonis
  antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

  Ayat (2)
  Cukup jelas

  Ayat (3)
  Cukup jelas

Pasal 35
  Cukup jelas

Pasal 36
  Ayat (1)
  cukup jelas

  Ayat (2)
  Yang dimaksud dengan rapat paripurna adalah rapat yang khusus diadakan
  untuk pemilihan Kepala Daerah.

  ayat (3)
  cukup jelas

Pasal 38
  ayat (1)
  Calon Gubernur dan calon wakil Gubernur dikonsultasikan dengan
  Presiden, karena kedudukannya sclaku wakil Pemerintah di Daerah.
  ayat (2)
  Calon Bupati dan calon Wakil Bupati serta calon Walikota dan calon
  Wakil Walikota diberitahukan kepada Gubernur selaku wakil
  Pemerintah.

Pasal 39
  cukup jelas

Pasal 40
  cukup jelas

Pasal 41
  Cukup jelas

Pasal 42
  Cukup jelas
  Pengucapan sumpah/juanji dan pelantikan Kepala Daerah dapat dilakukan
  di GedungDPRD atau di gedung lain, dan tidak dilaksanakan dalam rapat
  DPRD. Pengucapan sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui
  Pemerintah, yakni:
  a. diawali dengan ucapan "Demi Allah" untuk Pasal 48 penganut agama
    Islam;
  b. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan Menolong saya" untuk penganut
    agama Kristen Protestan/Katolik;
  c. diawali denngan ucapan "Om atah paramawisesa' untuk pcnganut agama
    Hindu; dan
  d. diawali dengan ucapan "Denii Sanghyang Adi Buddha" untuk penganut
    agama Budha.

  Ayat (3)
  cukup jelas

  Ayat (4)
  cukup jelas

Pasal 43
  huruf a
  cukup jelas
  huruf b
  cukup jelas
  huruf c
  cukup jelas
  huruf d
  cukup jelas
  huruf e
  Dalam upaya meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat, Kepala Daerah
  berkewajiban mewujudkan demokrasi ekonomi dengan melaksanakan Pembinaan
  dan pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah yang mencakup
  permodalan, pemasaran, pengembangan teknologi,produksi, dan pengolahan
  serta pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia.
  huruf f
  cukup jelas
  huruf g
  cukup jelas

Pasal 44
  cukup jelas

Pasal 45
  cukup jelas

Pasal 46
  cukup jelas

Pasal 47
  cukup jelas

Pasal 48
  huruf a dan c
  Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan kemungkinan
  terjadinya konflik kepentingan bagi Kepala Daerah dalam melaksanakan
  tugasnya untuk memberikan pelayanan pemerintahan dengan tidak
  membeda-bedakan warga masyarakat.

  Huruf b, huruf e, dan huruf d
  Larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan,
  antara lain, yang berwujud korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pasal 49
  cukup jelas

Pasal 50
  cukup jelas

Pasal 51
  cukup jelas

Pasal 52
  cukup jelas

Pasal 53
  Ayat (1)
  Pemberitahuan secara tertulis tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur,
  tembusannya dikirimkan kepada Presiden, sedangkan berakhirnya masa jabatan
  Bupati/Walikota, tembusannya dikirimkan kepada Gubernur.
  Ayat (2)
  cukup jelas

Pasal 54
  cukup jelas

Pasal 55
  cukup jelas

Pasal 56
  Ayat (1)
  cukup jelas
  Ayat (2)
  cukup jelas
  Ayat (3)
  Pengucapan sumpah/janji dan pelantikan Wakil Kepala Daerah dapat
  dilakukan di Gcdung Pasal 66 DPRD atau di gedung lain, tidak
  dilaksanakan dalam rapat DPRD. Pcngucapan sumpah/janji dilakukan
  menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni:
  a. diawali dengan ucapan
    "Demi Allah" untuk penganut agarna Islam;
  b. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan Menolong saya" untuk
    penganut agama Kristen Protestan/Katolik;
  c. diawali dengan "Om atah paramawisesa untuk penganut agama
    Hindu; dan
  d. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Ad Buddha" untuk penganut
    agama Buddha.
  Ayat (4)
  cukup jelas
  Ayat (5)
  cukup jelas

Pasal 57
  cukup jelas

Pasal 58
  cukup jelas

Pasal 59
  cukup jelas

Pasal 60
  cukup jelas

Pasal 61
  cukup jela

Pasal 62
  cukup jelas

Pasal 63
  cukup jelas

Pasal 64
  cukup jelas

Pasal 65
  Yang dimaksud dengan lcmbaga teknis adalah Badan Penelitian dan
  Pengembangan, Badan Perencana, Lembaga Pengawasan, Badan Pendidikan
  dan Pelatihan, dan lain-lain.

Pasal 66
  cukup jelas

Pasal 67
  Ayat (1)
  cukup jelas
  Ayat (2)
  cukup jelas
  Ayat (3)
  Sekretaris Daerah Kota/Kabupaten memberi pertimbangan kepada
  Walikota,Bupati dalam proses pengangakatan Lurah.
  Ayat(4)
  Camat dapat melimpahkan sebagian kewenangan kepada Lurah.
  Ayat (5)
  cukup jelas
  Ayat (6)
  cukup jelas

Pasal 68
  cukup jelas

Pasal 69
  Peraturan Daerah hanya ditandatangani oleh Kepala Daerah dan
  tidak ditandatangani-serta Pimpinan DPRD karena DPRD bukan
  merupakan bagian dari Pemerintah Daerah.

Pasal 70

  cukup jelas

Pasal 71
  Ayat (1)
  Paksaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menegakkan hukum
  dengan Undang-undang ini disebut "paksaan penegakan Hukum" atau
  "paksaan pemeliharaan hukum".
  Paksaan penegakan hukum itu pada umumnya berwujud mengambil atau
  meniadakan, mencegah atau memperbaiki segala sesuatu, melakukan
  sesuatu yang telah dibuat, diadakan, dijalankan, dialpakan, atau
  ditiadakan yang bertentangan dengan hukum.
  Paksaan itu harus didahului oleh suatu perintah tertulis oleh penguasa
  eksekutif kepada pelanggar. Apabila pelanggar tidak mengindahkannya,
  diambil suatu tindakan paksaan. Pejabat yang menjalankan tindakan
  paksaan penegakan hukum terhadap pelanggar harus dengan
  tegas diserahi tugas tersebut. Paksaan penegakan hukum itu hendaknya
  hanya dilakukan dalam hal yang sangat perlu saja dengan cara seimbang
  sesuai dengan berat pelanggaran, karena paksaan tersebut pada
  umumnya dapat menimbulkan kerugian atau penderitaan. Jumlah denda dapat
  disesuaikan dengan perkembangan tingkat kemahalan.

  Ayat (2)
  cukup jelas

Pasal 72
  cukup jelas

Pasal 73
  ayat (1)
  Pengundangan peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat
  mengatur dilakukan mcnurut cara yang sah, yang merupakan keharusan agar
  Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah tersebut mempunyai kekuatan
  hukum dan mengikat. Pengundangan dimaksud kecuali untuk memenuhi
  formalitas hukum juga dalam rangka keterbukaan pemerintahan Cara
  pengundangan yang sah adalah dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah
  oleh Sekretaris Daerah. Untuk lebih mengefcktifkan pelaksanaan Peraturan
  Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, peraturan dan keputusan tersebut
  perlu dimasyarakatkan.

  ayat (2)
   cukup jelas

Pasal 74
  cukup jelas

Pasal 75
  cukup jelas

Pasal 76
  Pemindahan pegawai dalam Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bupati/
  Walikota, pemindahan pegawai antar-Daerah kabupaten/Kota dan/atau
  antara Daerah Kabupaten/Kota dan Daerah Propinsi dilakukan oleh Gubernur
  setelah berkonsultasi dengan Bupati/Walikota, dan pemindahan pegawai
  antar-Daerah Propinsi atau antara Daerah Propinsi dan Pusat serta
  pemindahan pegawai Daerah antara Daerah Kabupaten/Kota dan Daerah
  Kabupaten/Kota di Daerah Propinsi lainnya ditetapkan oleh Pemerintah
  setelah berkonsultasi dengan Kepala Daerah.

Pasal 77
  Cukup jelas

Pasal 78
  Cukup jelas

Pasal 79
  huruf a
  angka 1 Cukup jelas
  angka 2 cukup jelas
  angka 3 cukup jelas
  angka 4
  lain-lain pendapatan aslidaerah yang sah antara lain hasil penjualan
  asset daerah dan jasa giro

   huruf b
   cukup jelas

   huruf c
   cukup jelas

   huruf d
   lain-lain pendapatan Daerah yang sah adalah antara lain hibah atau
   penerimaan dari Daerah Propinsi atau Daerah Kabupatcii/Kota lainnya,
   dan peneriniaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 80
  Ayat (1)
  huruf a
  Yang dimaksud dengan pcncrimaan sumber daya alam adalah penerimaan
  negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam antara lain di
  bidang pertambangan umum, pertambangan minyak dan gas bumi, kehutanan,
  dan perikanan.

   huruf b Cukup jelas

   huruf c cukup jelas
  ayat (2)
  Tidak termasuk bagian Pemerintah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
  dan Bea Perolchan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dikembalikan kepada
  Daerah.

  ayat (3)
  Cukup jelas

  ayat (4)
  Cukup jelas

Pasal 81
  Ayat (1)
  Pinjaman dalam negeri bersumber dari Pemerintah, lembaga komersial,
  dan/atau pembiayaan obligasi Daerah dengan diberitahukan kepada
  Pemerintah sebelum peminjaman tersebut dilaksanakan.
  Yang berwenang mengadakan dan menanggung pinjaman Daerah adalah Kepala
  Daerah, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah atas persetujuan
  DPRD.
  Di dalam Keputusan Kepala Daerah harus dicantumkan jumlah pinjaman dan
  sumber dana untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman.

  Ayat (2)

  Ayat (3)
  Mekanisme pinjaman dari sumber luar negeri harus mendapat persetujuan
  Pemerintah mengandung pengertian bahwa Pemerintah akan melakukan evaluasi
  dari berbagai aspek mengenai dapat tidaknya usulan pinjaman Daerah
  untuk memproses lebih lanjut. Dengan demikian pemrosesan lebih lanjut
  usulan pinjaman Daerah secara tidak langsung sudah mencerminkan
  persetujuan Pemerintah atas usulan termaksud.

Pasal 82
  Ayat (1)
  Daerah dapat menetapkan pajak dan retribusi dengan Peraturan Daerah
  sesuai dengan ketentuan Undang-undang.

  Ayat (2)
  Penentuan tata cara pemungutan pajak dan retribusi Daerah termasuk
  pengembalian atau pembebasan pajak dan/atau rciribusi Daerah yang
  dilakukan dengan bcrpcdoman pada ketentuan yang ditetapkan dengan
  Peraturan Daerah.

Pasal 83
  Ayat (1)
  Yang dimaksud dengan inswitif nonfiskal adalah bantuan Pemerintah
  berupa kemudahan pembangunan prasarana, penyebaran lokasi industri
  strategis, penyebaran lokasi pusat-pusat perbankan nasional, dan
  lain-lain.
  Ayat (2)
  Cukup jelas

Pasal 84
  Cukup jelas

Pasal 85
  Ayat (1)
  cukup jelas
  Ayat (2)
  Huruf a Cukup jelas
  Huruf b Cukup jelas
  Huruf c
  Yang dimaksud dengan tindakan hukum lain adalah menjual, menggadaikan,
  menghibahkan, tukar guling, dan/atau memindahtangankan

Pasal 86
  cukup jelas

Pasal 87
  cukup jelas

Pasal 88
  cukup jelas

Pasal 89
  cukup jelas

Pasal 90
  cukup jelas

Pasal 91
  ayat (1)
  Yang dimaksud dengan lembaga bersama adalah lembaga yang dibentuk
  secara bersama oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang berbatasan dalam
  rangka meningkatkan pelayanan, kepada masyarakat.

  Ayat (2)
  Cukup jelas

  Ayat (3)
  Cukup jelas

Pasal 92
  Ayat (1)
  Pemerintah Daerah perlu memfasilitasi pembentukan forum perkotaan
  untuk menciptakan sinergi Pemerintah Daerah, masyarakat, dan pihak
  swasta.
  Ayat (2)
  Yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat adalah pengikutsertaan
  dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan.
  ayat (3)
  cukup jelas

Pasal 93
  Ayat (1)
  Istilah Dcsa discsuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat
  setempat seperti nagari,kampung, huta, bori, dan marga.
  Yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan pcnjelasannya.

  Ayat (2)
  Dalam pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa perlu
  dipertimbangkan luas wilayah, jumlah penduduk, sosial budaya,
  potensi Desa, dan lain-lain.

Pasal 94
  Istilah Badan Perwakilan Desa dapat disesuaikan dengan kondisi
  sosial budaya masyarakat Desa setempat.
  Pembentukan Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Dcsa dilakukan oleh
  masyarakat Desa.


Pasal 95
  Ayat (1)
  Istilah Kepala Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
  Desa setempat.
  Ayat (2)
  cukup jelas

Pasal 96
  Daerah Kabupaten dapat menetapkan masa jabatan Kepala Desa sesuai
  dengan sosial budaya setempat.

Pasal 97
  cukup jelas

Pasal 98
  Ayat (1)
  cukup jelas
  Ayat (2)
  Pengucapan sumpah/janji Kepala Desa dilakukan menurut agama yang
  diakui Pemerintah, yakni:
  a. diawali dengan ucapan "Demi Allah" untuk penganut agama Islam;
  b. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan Menolong saya" untuk
    penganut agama Kristen Protestan/Katolik;
  c. diawali dengan ucapan "Om atah paramawisesa" untuk penganut agama
    Hindu; dan
  d. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" untuk penganut
    agama Buddha.

  Ayat (3)
  cukup jelas

Pasal 99
  cukup jelas

Pasal 100
  Pemerintah Desa berhak mcnolak pelaksanaan Tugas Pembantuan yang
  tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
  sumber daya manusia.

Pasal 101
  Huruf a
  Cukup jelas
  Huruf b
  Cukup Jelas
  Huruf c
  Cukup Jelas
  huruf d
  Cukup jelas
  Huruf e
  Untuk mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa, Kepala Desa dapat
  dibantu oleh lembaga adat Desa. Segala perselisihan yang telah
  didamaikan oleh Kepala Desa bersifat mengikat pihak-pihak yang
  berselisih.
  Huruf f
  cukup jelas

Pasal 102
  Huruf a
  cukup jelas
  Huruf b
  Laporan Kepala Desa disampaikan kepada Bupati dengan
  tembusan kepada Camat

Pasal 103
  ayat (1)
  Huruf a
  cukup jelas
  Huruf b
  cukup jelas
  Huruf c
  cukup jelas
  Huruf d
  Untuk menghindari kekosongan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
  Kepala Desa yang setelah berakhir masa jabatannya tetap melaksanakan
  tugasnya sebagai Kepala Desa sampai dengan dilantiknya Kepala Desa yang
  baru.
  Huruf e
  cukup jelas

  Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliputi pengawasaan terhadap
  pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan
  Keputusan Kepala Desa.

Pasal 105
  Ayat (1)
  Cukup jelas
  Ayat (2)
  Cukup jelas
  Ayat (3)
  Peraturan Desa tidak memerlukan pengesahan Bupati, tetapi wajib
  disampaikan kcpadanya selambat-lambatnya dua minggu setelah
  ditetapkan dengan tembusan kepada Camat.
  Ayat (4)
  Cukup jelas

Pasal 106
  Cukup jelas

Pasal 107
  Ayat (1)
  Sumber pcndapatan yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak
  dibenarkan diambilalih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
  Pemberdayaaii potcnsi Desa dalam meningkatkan pendapatan Desa
  dilakukan, antara lain, dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa,
  kerja sama dengan piliak ketiga, dan kewenangan melakukan pinjaman.
  Sumber Pendapatan Daerah yang berada di Desa, baik pajak maupun
  retribusi yang sudah dipungut oleh Daerah Kabupaten, tidak Ayat (2)
  dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa.
  Pendapatan Daerah dari sumber tersebut harus diberikan kepada Desa
  yang bersangkutan dengan pembagian secara proporsional dan adil.
  Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan beban biaya ekonomi
  tinggi dan dampak lainnya.

  Ayat (2)
  Kegiatan pengclolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang
  ditetapkan setiap tahun meliputi penyusunan anggaran, pelaksanaan
  tata usaha kcuangan, dan perubahan serta perhitungan anggaran.

  Ayat (3)
  Cukup jelas

  Ayat (4)
  cukup jelas

  Ayat (5)
  cukup jelas

Pasal 108
  cukup jelas

Pasal 109
  Ayat (1)
  Kerja sama antar-Desa yang memberi beban kepada masyarakat harus
  mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa.
  Ayat (2)
  Cukup jelas

Pasal 110
  Pemerintah Desa yang tidak diikutsertakan dalam kegiatan dimaksud
  berhak menolak pembangunan tersebut.

Pasal 111
  Ayat (1)
  Cukup jelas
  Ayat (2)
  Yang dimaksud dengan asal-usul adalah asal-usul terbentuknya Desa
  yang bersangkutan.

Pasal 112
  Ayat (1)
  Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah upaya memberdayakan Daerah
  Otonom melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan
  supervisi.
  Ayat (2)
  Cukup jelas

Pasal 113
  cukup jelas
Pasal 114
  Ayat (1)
  Cukup jelas
  Ayat (2)
  Cukup jelas
  Ayat (3)
  Cukup jelas
  Ayat (4)
  Pengajuan keberatan kepada Mahkamahi Agung sebagai upaya hukum terakhir
  dilakukan selambat-lambatnya lima belas hari setelah adanya keputusan
  pembatalan dari Pemerintah.

Pasal 115
  Ayat (1)
  Mekanisme pemnbentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau pemekaran
  Daerah dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  a. Daerah yang akan dibentuk, dihapus, digabung dan/atau dimekarkan
    diusulkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD kepada
    Pemerintah;
  b. Pemerintah menugaskan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah untuk
    melakukan penelitian dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi
    daerah, sosial udaya, sosial-polilik, jumlah penduduk luas daerah,
    dan pertimbangan lain;
  C. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyampaikan pertimbangan untuk
    menyusun rancangan undang-undang yang mengatur pembentukan,
    penghapusan, penggabungan, dan/atau pemekaran Daerah Otonom.

  Ayat (2)
  Yang dimaksud dengan Asosiasi Pemerintah Daerah adalah organisasi yang
  dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka kerja sama antar-Pemerintah
  Propinsi, antar Pemerintah Kabupaten, dan/atau antar-Pcmerintah Kota
  berdasarkan pcdoman yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
  Wakil-wakil Daerah dipilih oleh DPRD dari berbagai keahlian terutama di
  bidang keuangan dan pemerintahan, serta bersikap independen sebanyak 6
  orang, yang terdiri atas 2 orang wakil Daerah Propinsi, 2 orang wakil
  Daerah Kabupaten dan 2 orang wakil Daerah Kota dengan masa tugas selama
  dua tahun.

  Ayat (3)
  Cukup jelas
  Ayat (4)
  Cukup jelas
  Ayat (5)
  Cukup jelas
  Ayat (6)
  Cukup jelas

Pasal 116
  cukup jelas

Pasal 117
  cukup jelas

Pasal 118
  Ayat (1)
  Pemberian otonomi khusus kepada Propinsi Daerah I Timor Timur
  didasarkan pada perjanjian bilateral antara Pemerintah Indonesia
  dan Pemerintah Portugal di bawah supervisi Perserikatan
  Bangsa-Bangsa.
  Yang dimaksud dengan ditetapkan lain adalah Ayat(1) Ketetapan MPR
  RI yang mengatur status Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur lebih

  Ayat (2)
  cukup jelas

Pasal 119
  cukup jelas

Pasal 120
  cukup jelas

Pasal 121
  cukup jelas

Pasal 122
  Pengakuan keistinicwaan Propinsi Daerah Aceh didasarkan pada
  sejarah perjuangan kemerdekaan nasional, sedangkan isi
  keistimewaannya berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat,
  dan pendidikan serta mempcrhatikan peranan ulama dalam
  penetapan kebijlakan Daerah.
  Pengakuan keistimewaan Propinsi istimewa Yogyakarta didasarkan
  pada asal-usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional,
  sedangkan isi keistimewaannya adalah Pengangkatan Gubernur
  dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta
  dan Wakil Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan
  Paku Alam yang memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang ini.

Pasal 123
  Cukup jelas

Pasal 124
  Cukup jelas

Pasal 125
  Cukup jelas

Pasal 126
  Cukup jelas

Pasal 127
  Cukup jelas

Pasal 128
  Cukup jelas

Pasal 129
  Cukup jelas

Pasal 130
  Cukup jelas
Pasal 131
  Cukup jelas

Pasal 132
  Ayat (1)
  Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan
  undang-undang ini sudah harus selesai selambat-lambatnya dalam
  waktu satu tahun.
  Ayat (2)
  Pelaksanaan penataan dimulai sejak ditetapkannya undang-undang ini
  dan sudah selesa dalam waktu dua tahun.

Pasal 133
  Cukup jelas

Pasal 134
  Cukup jelas


      TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3839


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pemerintahan_daerah_(uu_22_thn_1999)_22.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.