Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2001
  • » Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (UU 18 thn 2001)

2001

Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (UU 18 thn 2001)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam :
                        UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                              NOMOR 18 TAHUN 2001
                                   TENTANG

                                OTONOMI KHUSUS
                      BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
                  SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                       DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

   a. bahwa sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-
      Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah
      yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang;
   b. bahwa salah satu karakter khas yang alami di dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh
      adalah adanya ketahanan dan daya juang yang tinggi yang bersumber pada pandangan
      hidup, karakter sosial dan kemasyarakatan dengan budaya Islam yang kuat sehingga
      Daerah Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan
      mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

   c. bahwa untuk memberi kewenangan yang luas dalam menjalankan pemerintahan bagi
       Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dipandang perlu memberikan otonomi khusus;

   d. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerin-tahan Daerah serta
       Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
       Pemerintah Pusat dan Daerah dipandang belum menampung sepenuhnya hak asal-usul
       dan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh;

   e. bahwa pelaksanaan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
       Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh perlu diselaraskan dalam
       penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
       Nanggroe Aceh Darussalam;

   f. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e, pemberian
       otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, perlu ditetapkan dengan undang-
       undang;

Mengingat :

   1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 B ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang-
       Undang Dasar 1945;
   2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999
      tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara;
   3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000
      tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah;
   4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2000
      tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan
      Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000;

   5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Propinsi Atjeh dan
       Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor
       64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);

   6. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
       Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
       Nomor 2951);

   7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
       Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
   8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
      Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 3848);
   9. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggara-an Keistimewaan
      Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 3893);

                               Dengan Persetujuan Bersama

                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                    DAN
                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                       Memutuskan :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.

                                         BAB I
                                    KETENTUAN UMUM

                                           Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

          1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara
               Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri.
          2. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Provinsi Daerah Istimewa Aceh
               yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
               Indonesia.
           3. Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah lembaga yang merupakan simbol
               bagi pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan pemersatu
               masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
           4. Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Gubernur Propinsi
               Daerah Istimewa Aceh.
           5. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Gubernur
               beserta perangkat lain pemerintah Daerah Istimewa Aceh sebagai Badan
               Eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
           6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
               adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh
               sebagai Badan Legislatif Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.
           7. Mahkamah Syar'iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga
               peradilan yang bebas dari pengaruh dari pihak mana pun dalam wilayah Provinsi
               Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk pemeluk agama Islam.
           8. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai
               pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
               dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus.
           9. Kabupaten, yang selanjutnya disebut Sagoe atau nama lain, adalah Daerah
               Otonom dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang dipimpin oleh
               Bupati/Wali Sagoe atau nama lain.
           10. Kota, yang selanjutnya disebut Banda atau nama lain, adalah Daerah Otonom
               dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang dipimpin oleh Walikota/Wali
               Banda atau nama lain.
           11. Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain adalah perangkat daerah
               Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda, yang dipimpin oleh Camat atau nama lain.
           12. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Nanggroe Aceh
               Darussalam yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai
               batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di
               bawah Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain, yang dipimpin oleh Imum Mukim
               atau nama lain.
           13. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang merupakan
               organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Mukim atau nama lain
               yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Keuchik atau nama lain
               dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
           14. Lambang daerah termasuk alam atau panji kemegahan adalah lambang yang
               mencerminkan keistimewaan dan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh
               Darussalam.

                                       BAB II
                              SUSUNAN DAN KEDUDUKAN
                        PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                           Pasal 2

(1) Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibagi dalam Kabupaten/Sagoe atau nama lain
dan Kota/Banda atau nama lain sebagai daerah otonom.

(2) Kabupaten/Sagoe atau nama lain dan Kota/Banda atau nama lain terdiri atas
Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain.

(3) Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain terdiri atas Mukim atau nama lain dan Mukim terdiri
atas Gampong atau nama lain.
(4) Penyetaraan jenjang pemerintahan di dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang
diperlukan untuk penentuan kebijakan nasional diajukan oleh Pemerintah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam kepada Pemerintah.

(5) Susunan, kedudukan, penjenjangan, dan penyebutan pemerintahan sebagaimana disebut
pada ayat (2) dan (3) ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(6) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki otonomi khusus dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

                                       BAB III
                                    KEWENANGAN
                        PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                          Pasal 3

(1) Kewenangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang diatur dalam undang-undang ini
adalah kewenangan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus.

(2) Kewenangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selain yang diatur pada ayat (1) tetap
berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                                    BAB IV
                 KEUANGAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                          Pasal 4

(1) Sumber penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi:

                   a. pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
                   b. dana perimbangan;
                   c. penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi
                        khusus;
                   d. pinjaman Daerah; dan
                   e. lain-lain penerimaan yang sah.

(2) Sumber pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

                   a. pajak Daerah;
                   b. retribusi Daerah;
                   c. zakat;
                   d. hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
                      lainnya yang dipisahkan; dan
                   e. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

(3) Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah dana perimbangan
bagian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten dan Kota atau nama lain, yang terdiri
atas:
   a. bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan, yaitu bagian dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
      sebesar 90% (sembilan puluh persen), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
      sebesar 80% (delapan puluh persen), pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20% (dua
      puluh persen), penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan sebesar 80%
      (delapan puluh persen), pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen),
      perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen), pertambangan minyak bumi sebesar
      15% (lima belas persen), dan pertambangan gas alam sebesar 30% (tiga puluh persen);
   b. Dana Alokasi Umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
      dan
   c. Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      dengan memberikan prioritas bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(4) Penerimaan dalam rangka otonomi khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c,
berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dari hasil sumber daya
alam di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar 55%
(lima puluh lima persen) untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 40% (empat puluh
persen) untuk pertambangan gas alam selama delapan tahun sejak berlakunya undang-undang
ini.

(5) Mulai tahun kesembilan setelah berlakunya undang-undang ini pemberian tambahan
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi sebesar 35% (tiga puluh lima persen)
untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 20% (dua puluh persen) untuk pertambangan gas
alam.

(6) Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) antara
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten, Kota atau nama lain diatur secara adil dengan
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                          Pasal 5

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menerima bantuan dari luar negeri setelah
memberitahukannya kepada Pemerintah.

(2) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri
dan/atau luar negeri untuk membiayai sebagian anggarannya.

(3) Pinjaman dari sumber dalam negeri untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(4) Pinjaman dari sumber luar negeri untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Pemerintah dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
selanjutnya diatur dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                          Pasal 6

(1) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan penyertaan modal pada
badan usaha milik negara (BUMN) yang hanya berdomisili dan beroperasi di wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang besarnya ditetapkan bersama dengan Pemerintah.
(2) Tata cara penyertaan modal Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Sebagian pendapatan Pemerintah yang berasal dari pembagian keuntungan badan usaha
milik negara (BUMN) yang hanya beroperasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang
besarnya ditetapkan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah yang
bersangkutan.

                                              Pasal 7

(4) Perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (APBDPNAD) ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(5) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pendapatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a, ayat (4), dan ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

(6) Tata cara penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (APBDPNAD), perubahan dan perhitungannya serta
pertanggungjawaban dan pengawasannya diatur dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

                                         BAB V
                                LAMBANG TERMASUK ALAM
                        DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                              Pasal 8

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menentukan lambang Daerah, yang di dalamnya
temasuk alam atau panji kemegahan, yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Lambang Daerah, yang di dalamnya termasuk alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diperlakukan sebagai bendera kedaulatan di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                        BAB VI
                                  LEMBAGA LEGISLATIF
                         PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                              Pasal 9

(1) Kekuasaan legislatif di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai fungsi
legislasi, penganggaran, dan pengawasan kebijakan Daerah.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai
wewenang dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan undang-undang ini.

(4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai hak
angket dan hak mengajukan pernyataan pendapat.

(5) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta mewujudkan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat.

(6) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai
hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

(7) Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari yang ditetapkan undang-undang.

(8) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.




                                     BAB VII
                        WALI NANGGROE DAN TUHA NANGGROE
                     SEBAGAI PENYELENGGARA ADAT, BUDAYA, DAN
                              PEMERSATU MASYARAKAT

                                           Pasal 10

(1) Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah lembaga yang merupakan simbol bagi pelestarian
penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.

(2) Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe bukan merupakan lembaga politik dan pemerintahan
dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                      BAB VIII
                                  BADAN EKSEKUTIF
                        PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                           Pasal 11

(1) Lembaga Eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Gubernur yang
dibantu oleh seorang Wakil Gubernur dan perangkat Daerah.

(2) Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertanggung jawab dalam penetapan
kebijakan ketertiban, ketenteraman, dan keamanan di luar yang terkait dengan tugas teknis
kepolisian.
(3) Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam karena jabatannya adalah juga wakil
Pemerintah.

(4) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(5) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden.

                                          Pasal 12

(1) Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dipilih secara langsung
setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta
dilaksanakan secara jujur dan adil.

(2) Seseorang yang dapat ditetapkan menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Provinsi
Nanggroe Aceh Darusalam adalah warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:

   a. menjalankan syariat agamanya;
   b. setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah yang sah;
   c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau yang sederajat;
   d. berumur paling sedikit 35 (tiga puluh lima) tahun;
   e. sehat jasmani dan rohani;
   f. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
   g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
      mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan
   h. tidak pernah menjadi warga negara asing.

                                          Pasal 13

(1) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan
oleh Komisi Independen Pemilihan dan diawasi oleh Komisi Pengawas Pemilihan, yang masing-
masing dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Anggota Komisi Independen Pemilihan terdiri atas anggota Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia dan anggota masyarakat.

(3) Anggota Komisi Pengawas Pemilihan terdiri atas unsur anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, unsur pengawas pemilu nasional, dan anggota masyarakat yang independen.

                                          Pasal 14

(1) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dilaksanakan
melalui tahap-tahap: pencalonan, pelaksanaan pemilihan, serta pengesahan hasil pemilihan dan
pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur.

(2) Tahap pencalonan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui:

   a. pendaftaran dan seleksi administratif pasangan bakal calon oleh Komisi Independen
        Pemilihan;
   b. pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon di depan Dewan Perwakilan Rakyat
      Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
   c. penetapan pasangan bakal calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
      Nanggroe Aceh Darussalam;
   d. konsultasi pasangan bakal calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
      Nanggroe Aceh Darussalam kepada Pemerintah;
   e. penetapan pasangan calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe
      Aceh Darussalam; dan
   f. pendaftaran pemilih oleh Komisi Independen Pemilihan bersama dengan Pemerintah
      Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Tahap pelaksanaan pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

   a. pemilihan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilaksanakan secara
      langsung oleh masyarakat pemilih serentak pada hari yang sama di seluruh wilayah
      Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
   b. penghitungan suara secara transparan dan terintegrasi yang dilaksanakan oleh Komisi
      Independen Pemilihan;
   c. penyerahan hasil penghitungan suara oleh Komisi Independen Pemilihan kepada Dewan
      Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; dan
   d. pengesahan hasil penghitungan suara yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan
      Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(4) Tahap pengesahan dan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih meliputi:

   a. penyerahan hasil pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe
       Aceh Darussalam kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
   b. pengesahan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih oleh Presiden; dan
   c. pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang
       dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dan pengangkatan
       sumpahnya yang dilakukan di hadapan Ketua Mahkamah Syar'iyah Provinsi Nanggroe
       Aceh Darussalam dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
       Nanggroe Aceh Darussalam.

(5) Pengawasan proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, dilakukan oleh
Komisi Pengawas Pemilihan.

(6) Hal-hal lain mengenai pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang belum diatur dalam undang-undang ini dapat diatur lebih lanjut dalam Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                           Pasal 15

(1) Pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atau nama lain dilakukan sesuai
dengan ketentuan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14.

(2) Pelaksanaan ketentuan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 disesuaikan dengan kepentingan
pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali :

   a. penyerahan hasil pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota atau
       nama lain kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur;
   b. pengesahan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atau nama lain terpilih oleh
      Menteri Dalam Negeri; dan
   c. pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atau nama lain oleh
      Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri dan pengangkatan sumpahnya dilakukan di
      hadapan Ketua Mahkamah Syar'iyah dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
      Daerah Kabupaten/Kota atau nama lain.

(3) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.

                                          Pasal 16

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilaksanakan paling cepat 5 (lima) tahun
sejak undang-undang ini diundangkan.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dimungkinkan
pelaksanaannya, atas rekomendasi Komisi Independen Pemilihan dan Komisi Pengawas
Pemilihan, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                         BAB IX
                                PEMILIH DAN HAK PEMILIH

                                          Pasal 17

Pemilih adalah warga Negara Republik Indonesia yang berdomisili di wilayah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam yang berumur 17 (tujuh belas) tahun ke atas atau yang sudah pernah nikah
dan hak pilihnya tidak sedang dicabut oleh pengadilan.

                                          Pasal 18

Pemilih di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
mempunyai hak:

                           a. memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
                           b. mengawasi proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
                               Daerah;
                           c. mengajukan penarikan kembali (recall) anggota Dewan
                               Perwakilan Rakyat Daerah;
                           d. mengajukan pemberhentian sebelum habis masa jabatan Kepala
                               Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
                           e. mengajukan usulan kebijakan pelaksanaan pemerintahan
                               Daerah;
                           f. mengajukan usulan penyempurnaan dan perubahan Qanun
                               Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; dan
                           g. mengawasi penggunaan anggaran.

                                          Pasal 19

Hak-hak pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, diatur lebih lanjut dengan Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam.
                                           Pasal 20

(1) Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau nama lain
dapat berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota atau nama lain
dapat berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                       BAB X
                                 KEPOLISIAN DAERAH
                        PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                           Pasal 21

(1) Tugas kepolisian dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melaksanakan kebijakan
teknis kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang keamanan.

(3) Kebijakan mengenai keamanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikoordinasikan oleh
Kepala Kepolisian Daerah kepada Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(4) Hal-hal mengenai tugas fungsional kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang
ketertiban dan ketenteraman masyarakat diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.

(5) Pelaksanaan tugas fungsional kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di bidang
ketertiban dan ketenteraman masyarakat dipertanggungjawabkan oleh Kepala Kepolisian Daerah
kepada Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(6) Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.

(7) Pemberhentian Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan
oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(8) Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertanggung jawab kepada
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas pembinaan kepolisian di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dalam kerangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                                           Pasal 22

(1) Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh
Darussalam dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan kebijakan
Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik
Indonesia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberi kurikulum muatan lokal, dan lulusannya
diutamakan untuk penugasan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Pendidikan dan pembinaan perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berasal dari
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan secara nasional oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

(4) Penempatan perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia dari luar
Aceh ke Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan atas keputusan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum, budaya,
dan adat istiadat di daerah penugasan.

                                          Pasal 23

Hal-hal mengenai pendidikan dan pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dilaksanakan berdasarkan keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                                       BAB XI
                                     KEJAKSAAN
                        PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                          Pasal 24

(1) Tugas kejaksaan dilakukan oleh kejaksaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai
bagian dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

(2) Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh
Jaksa Agung dengan persetujuan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Pemberhentian Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan
oleh Jaksa Agung.

                                      BAB XII
                                MAHKAMAH SYAR'IYAH
                        PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

                                          Pasal 25

(1) Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem
peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar'iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana
pun.

(2) Kewenangan Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas
syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan bagi pemeluk agama Islam.

                                          Pasal 26
(1) Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) terdiri atas Mahkamah
Syar'iyah Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda atau nama lain sebagai pengadilan tingkat pertama,
dan Mahkamah Syar'iyah Provinsi sebagai pengadilan tingkat banding di ibukota Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Mahkamah Syar'iyah untuk pengadilan tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia.

(3) Hakim Mahkamah Syar'iyah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sebagai Kepala
Negara atas usul Menteri Kehakiman setelah mendapat pertimbangan Gubernur Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Ketua Mahkamah Agung.

                                      BAB XIII
                                KETENTUAN PERALIHAN

                                         Pasal 27

Sengketa-wewenang antara Mahkamah Syar'iyah dan Pengadilan dalam lingkungan peradilan
lain menjadi wewenang Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk tingkat pertama dan tingkat
terakhir.

                                         Pasal 28

Susunan organisasi, perangkat Daerah, jabatan dalam pemerintahan Daerah, dan peraturan
perundang-undangan yang ada tetap berlaku hingga dibentuk Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sesuai dengan undang-undang ini.

                                         Pasal 29

Semua peraturan perundang-undangan yang ada sepanjang tidak diatur dengan undang-undang
ini dinyatakan tetap berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                         Pasal 30

Semua Peraturan Daerah yang ada dinyatakan sebagai Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sesuai dengan yang dimaksud dalam undang-undang ini.

                                      BAB XIV
                                 KETENTUAN PENUTUP

                                         Pasal 31

(1) Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

                                         Pasal 32
Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini secara bertahap harus telah dibentuk paling lambat
dalam masa satu tahun setelah undang-undang ini diundangkan.

                                         Pasal 33

Perubahan atas undang-undang ini dapat dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

                                         Pasal 34

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2001
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MUHAMMAD M. BASYUNI




          LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 114


Silahkan download versi PDF nya sbb:
otonomi_khusus_bagi_provinsi_daerah_istimewa_aceh_18.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Http://carapedia.com/otonomi_khusus_bagi_provinsi_daerah_istimewa_aceh_info1546.html. Isi pp otsus aceh.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.