Previous
Next

1992

Undang-Undang Kesehatan (UU 23 thn 1992)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan :

UU 23/1992, KESEHATAN

Bentuk:   UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:     23 TAHUN 1992 (23/1992)

Tanggal:   17 SEPTEMBER 1992 (JAKARTA)

Sumber:    LN 1992/100; TLN NO. 3495

Tentang:   KESEHATAN

Indeks:    KESEHATAN. Kesejahteraan. Warganegara.

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                  Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :
a.   bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
     harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
     sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
     1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan
     berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.   bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi
     derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan
     pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal
     bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya
     adalah   pembangunan   manusia   Indonesia   seutuhnya   dan
     pembangunan seluruh masyarakat Indonesia;
c.   bahwa dengan memperhatikan peranan kesehatan di atas,
     diperlukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat
     kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan
     secara menyeluruh dan terpadu;
d.   bahwa dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat
     sebagaimana dimaksud butir b dan butir c, beberapa
     undang-undang di bidang kesehatan dipandang sudah tidak
     sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan
     kesehatan;
e.   bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu
     ditetapkan Undang-undang tentang Kesehatan;

Mengingat :
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

                       Dengan persetujuan
           DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:
Menetapkan:    UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN.

                              BAB I
                         KETENTUAN UMUM

                           *8353 Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.   Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
     sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
     sosial dan ekonomis.
2.   Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
     meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
     atau masyarakat.
3.   Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
     dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
     keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
     untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
     upaya kesehatan.
4.   Sarana   kesehatan   adalah   tempat  yang  digunakan  untuk
     menyelenggarakan upaya kesehatan.
5.   Transplantasi   adalah    rangkaian  tindakan   medis  untuk
     memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang
     berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam
     rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan
     tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
6.   Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang
     ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan
     kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan
     kesehatan, dan atau kosmetika.
7.   Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan
     dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada
     pengalaman dan keterampilan turun temurun, dan diterapkan
     sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
8.   Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk
     meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan
     diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik
     lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
9.   Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional,
     dan kosmetika.
10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
     bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
     (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
     turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
     pengalaman.
11. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan
     yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
     mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
     orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau
     untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan
     kctergantungan psikis.
13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
     mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan
     distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
     doktcr, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
     bahan obat, dan obat tradisional.
14. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
     diperlukan untuk menyclenggarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu
     cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna
     berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang
     berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta
     pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya.

                              BAB II
                         ASAS DAN TUJUAN

                             Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan
yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama
dan   kekeluargaan,  adil   dan   merata,  perikehidupan   dalam
keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan kckuatan
sendiri.

                             Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

                             BAB III
                        HAK DAN KEWAJIBAN

                           Pasal 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
keschatan yang optimal.

                            Pasal 5
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan
lingkungannya.

                             BAB IV
                    TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

                             Pasal 6
Pemerintah    bertugas   mengatur,   membina,    dan    mengawasi
penyelenggaraan upaya keschatan.

                             Pasal 7
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata
dan terjangkau oleh masyarakat.

                            Pasal 8
Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan
fungsi sosial sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang
kurang mampu tetap terjamin.

                             Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

                            *8355 BAB V
                          UPAYA KESEHATAN

                          Bagian Pertama
                               Umum

                             Pasal 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan    kesehatan    (promotif),   pencegahan    penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rchabilitatif) yang dilaksanakan secara menycluruh,
terpadu, dan berkesinambungan.

                            Pasal 11
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dilaksanakan melalui kegiatan :
     a.        kesehatan keluarga;
     b.        perbaikan gizi;
     c.        pengamanan makanan dan minuman;
     d.        kesehatan lingkungan;
     e.        kesehatan kerja;
     f.        kesehatan jiwa;
     g.        pemberantasan penyakit;
     h.        penyembuhan penyakit dan pemulihan kcschatan;
     i.        penyuluhan kesehatan masyarakat;
     j.        pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
     k.        pengamanan zat adiktif;
     1.        kesehatan sekolah;
     m.        kesceatan olahraga;
     n.        pengobatan tradisional
     o.        keschatan matra.
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
     ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.

                           Bagian Kedua
                        Kesehatan Keluarga

                              Pasal 12
(1)   Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga
      sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera.
(2)   Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      meliputi kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga
      lainnya.

                             Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran
data rangka menciptakan ketuarga yang sehat dan harmonis.

                           Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan       pada masa prakehamilan,
kehamilan, pascapersalinan dan masa      di luar kehamilan, dan
persalinan.

                           *8356 Pasal 15
(1)   Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa
      ibu hamil dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis
      tertentu.
(2)   Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      hanya dapat dilakukan :
      a.        berdasarkan   indikasi   medis  yang  mengharuskan
      diambilnya tindakan tersebut;
      b.        oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan
      kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung
      jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
      c.        dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
      atau suami atau keluarganya;
      d.        pada sarana kesehatan tertentu.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
      dengan Peraturan Pemerintah.

                               Pasal 16
(1)   Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai
      upaya   terakhir   untuk   membantu   suami istri   mendapat
      keturunan.
(2)   Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri
      yang sah dengan ketentuan :
      a.         hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri
      yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana
      ovum berasal;
      b.         dilakukan oleh tenaga keschatan yang mempunyai
      keahlian dan kewenangan untuk itu;
      c.         pada sarana kesehatan tertentu.
(3)   Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di
      luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
      (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 17
(1)   Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan
      dan perkembangan anak.
(2)   Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
      melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa
      bayi, masa balita, usia prasekolah, dan usia sekolah.

                              Pasal 18
(1)   Setiap keluarga melakukan dan      mengembangkan   kesehatan
      keluarga dalam keluarganya.
(2)   Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan
      keluarga melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan
      kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.

                              Pasal 19
(1)  Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan
     meningkatkan    kesehatan   dan   kemampuannya  agar   tetap
     produktif.
(2) Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan
     manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya
     secara optimal.

                            Bagian Ketiga
                           Perbaikan Gizi

                              Pasal 20
(1)   Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya
      kebutuhan gizi.
(2)   Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu
      gizi, pencegahan, penyembuhan, dan atau pemulihan akibat
      gizi salah.

                           Bagian Keempat
                   Pengamanan Makanan dan Minuman

                               Pasal 21
(1)   Pengamanan    makanan   dan   minuman   diselenggarakan    untuk
      melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak
      memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan
      keschatan.
(2)   Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda
      atau label yang berisi :
      a.         bahan yang dipakai;
      b.         komposisi setiap bahan;
      c.         tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa;
      d.         ketentuan lainnya.
(3)   Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar
      dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan
      kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk
      diedarkan,    ditarik   dari   peredaran,   dan   disita   untuk
      dimusnahkan      sesuai      dengan     ketentuan     peraturan
      perundang-undangan yang berlaku.
(4)   Ketentuan    mengenai    pengamanan    makanan    dan    minuman
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayal (2), dan ayat (3)
      ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                            Bagian Kelima
                        Kesehatan Lingkungan

                              Pasal 22
(1)   Kesehatan   lingkungan   diselenggarakan untuk mewujudkan
      kualitas lingkungan yang sehat.
(2)   Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum,
     lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan
     lingkungan lainnya.
(3) Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara,
     pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi
     dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan
     atau pengamanan lainnya.
(4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara
     dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar
     dan persyaratan.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
     ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                           Bagian Keenam
                          Kesehatan Kerja

                              Pasal 23
(1)   Kesehatan    kerja    diselenggarakan    untuk    mewujudkan
      produktivitas kerja yang optimal.
(2)   Kesehatan   kerja   meliputi   pclayanan  kesehatan   kerja,
      pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan
      kerja.
(3)   Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
(4)   Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.

                          Bagian Ketujuh
                          Kesehatan Jiwa

                              Pasal 24
(1)   Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang
      schat secara optimal baik intelektual maupun emotional.
(2)   Kesehatan   jiwa   meliputi  pemeliharaan   dan  peningkatan
      kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah
      psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemulihan
      penderita gangguan jiwa.
(3)   Kesehatan   jiwa   dilakukan  oleh   perorangan,  lingkungan
      keluarga,    lingkungan   sekolah,   lingkungan   pekerjaan,
      lingkungan masyarakat, didukung sarana pelayanan kesehatan
      jiwa dan sarana lainnya.

                              Pasal 25
(1)   Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan,
      dan penyaluran bekas penderita gangguan jiwa yang telah
      selesai menjalani pengobatan dan atau perawatan ke dalam
      masyarakat.
(2)   Pemerintah membangkitkan, membantu, dan membina kegiatan
      masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan masalah
      psikososial dan gangguan jiwa, pengobatan dan perawatan
      penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas
      penderita ke dalam masyarakat.
                              Pasal 26
(1)   Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan
      terhadap kcamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan
      dirawat di sarana pelayanan keschatan jiwa atau sarana
      pelayanan kesehatan lainnya.
(2)   Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat
      dilakukan atas permintaan suami atau istri atau wali atau
      anggota keluarga penderita atau atas prakarsa pejabat yang
      bertanggung jawab atas kcamanan dan ketertiban di wilayah
      *8359 setcmpat atau hakim pengadilan bilamana dalam suatu
      perkara timbul persangkaan bahwa yang bersangkutan adalah
      penderita gangguan jiwa.

                             Pasal 27
Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan     upaya   penanggulangannya
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                         Bagian Kedelapan
                      Pemberantasan Penyakit

                              Pasal 28
(1)   Pemberantasan penyakit diselenggarakan untuk menurunkan
      angka kesakitan dan atau angka kematian.
(2)   Pemberantasan   penyakit   dilaksanakan  terhadap penyakit
      menular dan penyakit tidak menular.
(3)   Pemberantasan penyakit menular atau penyakit yang dapat
      menimbulkan angka kesakitan dan atau angka kematian yang
      tinggi dilaksanakan sedini mungkin.

                             Pasal 29
Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk mencegah
dan mengurangi penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku
masyarakat dan dengan cara lain.

                            Pasal 30
Pemberantasan  penyakit   menular   dilaksanakan dengan   upaya
penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan
perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain yang
diperlukan.

                             Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan
penyakit   karantina   dilaksanakan   sesuai  dengan  ketentuan
undang-undang yang berlaku.

                        Bagian Kesembilan
                     Penyembuhan Penyakit dan
                       Pemulihan Kesehatan

                              Pasal 32
(1)   Penyembuhan penyakit dan pemulihan keschatan diselenggarakan
      untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit,
      mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan
     cacat.
(2)  Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan
     dengan pengobatan dan atau perawatan.
(3) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan
     ilmu kedoktcran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang
     dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
     kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh
     tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
     untuk itu.
(5) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
     pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara
     lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

                              Pasal 33
(1)   Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
      dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh,
      transfuse darah, implan obat dan atau alat kesehatan, serta
      bedah plastik dan rekonstruksi.
(2)   Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi
      darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya
      untuk   tujuan  kemanusiaan   dan  dilarang  untuk   tujuan
      komersial.

                              Pasal 34
(1)   Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat
      dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
      kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan
      tertentu.
(2)   Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor
      harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan
      ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.
(3)   Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
      transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
      (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 35
(1)   Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
      yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2)   Ketentuan mengenai syarat dan tata cara transfusi darah
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
      Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 36
(1)   Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia
      hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
      keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana
      kesehatan tertentu.
(2)   Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
      implan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
      Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 37
(1)   Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh
      tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
      untuk itu dan dilakukan di sarana keschatan tertentu.
(2)   Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan
      dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(3)   Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan
      rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
      (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                          Bagian Kesepuluh
                  Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
                                *8361
                              Pasal 38
(1)   Penyuluhan   kesehatan    masyarakat  diselenggarakan   guna
      meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan
      masyarakat untuk hidup sehat, dan aktif berperan serta dalam
      upaya kesehatan.
(2)   Ketentuan    mengenai   penyuluhan    kesehatan   masyarakat
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
      Peraturan Pemerintah.

                         Bagian Kesebelas
                    Pengamanan Sediaan Farmasi
                        dan Alat Kesehatan

                             Pasal 39
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.

                              Pasal 40
(1)   Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus
      memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar
      lainnya.
(2)   Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika
      serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau
      persyaratan yang ditentukan.

                              Pasal 41
(1)   Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan
      sctelah mendapat izin edar.
(2)   Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
      harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan
      serta tidak menyesatkan.
(3)   Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan
      penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
      yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti
      tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau kcamanan dan atau
      kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal 42
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu
sediaan farmasi yang beredar.

                             Pasal 43
Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat keschatan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                        Bagian Kedua Belas
                      Pengamanan Zat Adiktif

                             Pasal 44
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
     diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
     perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
(2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung
     zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang
     ditentukan.
(3) Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat
     adiktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
     ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                        Bagian Ketiga Belas
                         Kesehatan Sekolah

                              Pasal 45
(1)   Keschatan   sekolah   diselenggarakan   untuk   meningkatkan
      kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup
      sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan
      berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya
      manusia yang lebih bcrkualitas.
(2)   Keschatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      diselenggarakan   melalui   sekolah  atau  melalui   lembaga
      pendidikan lain.
(3)   Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.

                       Bagian Keempat Belas
                        Kesehatan Olahraga

                              Pasal 46
(1)   Kesehatan olahraga diselenggarakan untuk memelihara dan
      meningkatkan kesehatan melalui kegiatan olahraga.
(2)   Kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      diselenggarakan melalui sarana olahraga atau sarana lain.
(3)   Ketentuan mengenai kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.

                        Bagian Kelima Belas
                      Pengobatan Tradisional

                             Pasal 47
(1)  Pengobatan traditional merupakan salah satu upaya pengobatan
     dan atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau
     ilmu keperawatan.
(2) Pengobatan traditional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
     perlu dibina dan diawasi untuk diarahkan agar dapat menjadi
     pengobatan dan atau perawatan cara lain yang dapat
     dipertanggungjawabkan manfaat dan kcamanannya.
(3) Pengobatan       tradisional       yang      sudah      dapat
     dipertanggungjawabkan manfaat dan kcamanannya perlu terus
     ditingkatkan   dan   dikembangkan   untuk  digunakan   dalam
     mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai pengobatan tradisional sebagaimana
     dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan
     Peraturan Pemerintah.

                       Bagian Keenam Belas
                         Kesehatan Matra

                              Pasal 48
(1)   Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya keschatan
      diselenggarakan untuk mewujudkan derajat keschatan yang
      optimal dalam lingkungan matra yang serba berubah.
(2)   Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan
      kelautan dan bawah air, serta kesehatan kedirgantaraan.
(3)   Ketentuan mengenai kesehatan Matra sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.

                              BAB VI
                      SUMBER DAYA KESEHATAN
                         Bagian Pertama
                               Umum

                             Pasal 49
Sumber daya kesehatan merupakan semua perangkat keras dan
perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan, meliputi :
     a.        tenaga kesehatan;
     b.        sarana kesehatan;
     c.        perbekalan kesehatan;
     d.        pembiayaan kesehatan;
     e.        pengelolaan kesehatan;
     f.        penelitian dan pengembangan keschatan,

                          Bagian Kedua
                        Tenaga Kesehatan

                              Pasal 50
(1)   Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan
      kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
      kewenangan tenaga kesehatan yang bcrsangkutan.
(2)   Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga
      keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
                              Pasal 51
(1)   Pengadaan   tenaga   kesehatan   untuk   memenuhi   kebutuhan
      di-selenggarakan   antara   lain   melalui   pendidikan   dan
      pelatihan yang dilaksanakan olch pemerintah dan atau
      masyarakat.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyclenggaraan pendidikan
      dan pelatihan tenaga keschatan ditetapkan sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal 52
(1)) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka
     pemeralaan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan   mengenai    penempatan   tenaga   kesehatan
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
     Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 53
(1)   Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
      melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2)   Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
      mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
(3)   Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat
      melakukan   tindakan   medis    terhadap  seseorang   dengan
      memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4)   Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dcngan
      Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 54
(1)   Terhadap tenaga keschatan yang melakukan kesalahan atau
      kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan
      tindakan disiplin.
(2)   Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin
      Tenaga Keschatan.
(3)   Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata
      kerja Majelis Disiplin Tenaga Keschatan ditetapkan dcngan
      Keputusan Presiden.

                              Pasal 55
(1)   Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau
      kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2)   Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
      sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                           Bagian Ketiga
                         Sarana Kesehatan

                             Pasal 56
(1)   Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan
      masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktik
      dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spcsialis,
      praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko obat,
      apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat,
      laboratorium, sekolah dan akademi kesehatan, balai pelatihan
      kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.
(2)   Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
      diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

                             Pasal 57
(1)  Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan
     dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan
     penunjang.
(2) Sarana kesehatan dalam penyclenggaraan kegiatan sebagaimana
     dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan fungsi sosial.
(3) Sarana   kesehatan   dapat  juga   dipergunakan   untuk
     kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penclitian dan
     pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
     kesehatan.

                              Pasal 58
(1)   Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat
      harus berbentuk badan hukum.
(2)   Sarana kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1) ditetapkan oleh pemerintah.

                              Pasal 59
(1)   Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin.
(2)   Izin penyelenggaraan sarana kesehatan diberikan dengan
      mem-perhatikan pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan
      kesehatan.
(3)   Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperolch izin
      penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.

                          Bagian Keempat
                       Perbekalan Kesehatan

                            Pasal 60
Perbekalan keschatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan   meliputi  sediaan  farmasi,   alat  kesehatan,   dan
perbekalan lainnya.

                              Pasal 61
(1)   Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar dapat
      terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan
      serta perbekalan lainnya yang terjangkau oleh masyarakat.
(2)   Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi
      dan   alat  keschatan   dilaksanakan  dengan   memperhatikan
      pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan faktor yang
      berkaitan dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan.
(3)   Pemerintah membantu penyediaan perbekalan kesehatan yang
      menurut pertimbangan diperlukan olch sarana kesehatan.

                             Pasal 62
(1)   Pengadaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
      dibina dan diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang
      tersedia dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
      termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.
(2)   Produksi sediaan farmasi dan alat keschatan harus dilakukan
      dengan cara produksi yang baik yang berlaku dan memenuhi
      syarat-syarat yang ditetapkan dalam farmakope Indonesia atau
      buku standar lainnya dan atau syarat lain yang ditetapkan.
(3)   Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan
      obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
      rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

                             Pasal 63
(1) Pekerjaan   kefarmasiaan   dalam   pengadaan,   produksi,
     distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan
     olch tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
     untuk itu.
(2) Ketentuan    mengenai   pelaksanaan    pekerjaan    kefarmasian
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
     Peraturan Pemerintah.

                            Pasal 64
Ketentuan   mengenai  perbekalan  kesehatan     ditetapkan   dengan
Peraturan Pemerintah.

                           Bagian Kelima
                       Pembiayaan Kesehatan

                              Pasal 65
(1)   Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan
      atau masyarakat.
(2)   Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan
      oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      yang berlaku, terutama upaya kesehatan bagi masyarakat
      rentan.

                              Pasal 66
(1)   Pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan
      pemeliharaan   kesehatan   masyarakat  sebagai  cara,    yang
      dijadikan landasan setiap penyerlenggaraan pemeliharaan
      kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara praupaya,
      berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan.
(2)   Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara
      pcnyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya,
      dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat
      kesehatan, wajib dilaksanakan olch setiap penyclenggara.
(3)   Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
      harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin operasional
      serta kepesertaannya bersifat aktif.
(4)   Ketentuan mengenai penyclenggaraan jaminan pemeliharaan
      kesehatan masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                           Bagian Keenam
                       Pengelolaan Kesehatan

                              Pasal 67
(1)   Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan olch pcmerintah
      dan  atau   masyarakat   diarahkan   pada  pengembangan   dan
      peningkatan   kcmampuan    agar    upaya   kesehatan    dapat
      dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna.
(2)   Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
      kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
      pengendalian program serta sumber daya yang dapat menunjang
      peningkatan upaya kesehatan.

                             Pasal 68
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
dilaksanakan olch perangkat kesehatan dan badan pemerintah
lainnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

                          Bagian Ketujuh
               Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

                              Pasal 69
(1)   Penelitian dan pengembangan kcsehatan dilaksanakan untuk
      memilih dan menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat
      guna yang diperlukan dalam rangka meningkatkan derajat
      kesehatan.
(2)   Penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penclitian
      pada   manusia   sebagaimana    dimaksud  dalam   ayat    (1)
      dilaksanakan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam
      masyarakat.
(3)   Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
      dan teknologi kesehatan pada manusia harus dilakukan dengan
      memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4)   Ketentuan mengenai penclitian, pengembangan, dan penerapan
      hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
      (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 70
(1)   Dalam   melaksanakan   penelitian   dan   pengembangan   dapat
      dilakukan bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan
      atau sebab kematian serta pendidikan tenaga keschatan.
(2)   Bedah mayat hanya dapat dilakukan koleh tenaga kesehatan
      yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan
      memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(3)   Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam
      ayat   (1)   dan  ayat   (2)   ditetapkan   dengan   Peraturan
      Pemerintah.

                               BAB VII
                       PERAN SERTA MASYARAKAT

                              Pasal 71
(1)   Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam
      penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.
(2)   Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya
      masyarakat yang bergerak di bidang keschatan agar dapat
      lebih berdayaguna dan berhasilguna.
(3)   Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serla
      masyarakat di bidang keschatan ditetapkan dengan Peraturan
      Pemerintah.

                             Pasal 72
(1)  Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam
     ikut     menentukan     kebijaksanaan   pemerintah    pada
     penyelenggaraan keschatan dapat dilakukan mclalui Badan
     Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang beranggotakan tokoh
     masyarakat dan pakar lainnya.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi,
     dan tata kerja Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional
     ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

                             BAB VIII
                    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
                         Bagian Pertama
                            Pembinaan

                             Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua       kegiatan   yang
berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.

                             Pasal 74
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diarahkan untuk
1.   mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal;
2.   terpenuhinya   kebutuhan   masyarakat  akan  pelayanan   dan
     perbekalan   kesehatan   yang  cukup,  aman,  bermutu,   dan
     terjangkau olch seluruh lapisan masyarakat;
3.   melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian
     yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap
     kesehatan;
4.   memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan
     upaya kesehatan;
5.   meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.

                             Pasal 75
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                          Bagian Kedua
                           Pengawasan

                             Pasal 76
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan        yang
berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan, baik         yang
dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.

                           Pasal 77
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap
tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang          melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini.

                             Pasal 78
Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                              BAB IX
                            PENYIDIKAN

                               Pasal 79
(1)   Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia
      juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
      Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik
            *8369 sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
      Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun
      1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk
      melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
      Undang-undang ini.
(2)   Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
      a.         melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta
      keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
      b.         melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
      melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
      c.         meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
      badan hukum schubungan dengan tindak pidana di bidang
      keschatan;
      d.         melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen
      lain tentang tindak pidana di bidang keschatan;
      e.         melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau
      barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
      kesehatan;
      f.         meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
      tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
      g.         menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
      cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di
      bidang kesehatan.
(3)   Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
      dilakukan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
      Hukum Acara Pidana.

                               BAB X
                         KETENTUAN PIDANA

                              Pasal 80
(1)   Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis
      tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
      tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
      ratus juta rupiah).
(2)   Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat
      untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak
      berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional
      serta   tidak   melaksanakan    ketentuan  tentang   jaminan
      pemeliharaan keschatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
      paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)   Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan
      tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh
      atau jaringan tubuh atau transfuse darah sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
      paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(4)   Barang siapa dengan sengaja :
      a.        mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak
      memenuhi standar dan atau persyaratan dan atau
      *8370 membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 21 ayat (3);
      b.        memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi
      berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat
      farmakope   Indonesia   dan   atau   buku  standar   lainnya
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1);
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
      tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
      ratus juta rupiah).

                              Pasal 81
(1)   Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan
      segaja :
      a.        melakukan transplantasi organ dan atau jaringan
      tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1);
      b.        melakukan   implan   alat    kesehatan   sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1);
      c.        melakukan    bedah    plastik    dan    rekonstruksi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
      dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00
      (seratus empat puluh jula rupiah).
(2)   Barang         siapa dengan sengaja :
      a.        mengambil   organ   dari    seorang    donor   tanpa
      memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan
      donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 34 ayat (2);
      b.        memproduksi dan atau mengedarkan alat keschatan
      yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);
      c.        mengedarkan   sediaan    farmasi   dan   atau   alat
      kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      41 ayat (1);
      d.        menyelenggarakan penelitian dan atau pengembangan
      ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan pada manusia tanpa
      memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan
      serta norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3); dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau
      pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (scratus empat
      puluh juta rupiah).

                              Pasal 82
(1)   Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan
      sengaja :
      a.        melakukan    pengobatan    dan    atau   perawatan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4);
      b.        melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 35 ayat (1);
      c.        melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 36 ayat (1);
      d.        melakukan    pekerjaan   kefarmasian   sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1);
      *8371 e.       melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 70 ayat (2);
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
      dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
      (scratus juta rupiah).
(2)   Barang siapa dengan sengaja :
      a.        melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang
      tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 16 ayat (2);
      b.        memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi
      berupa obat tradisional yang tidak memenuhi standar dan atau
      persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);
      c.        memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi
      berupa kosmetika yang tidak memenuhi standar dan atau
      persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);
      d.        mengedarkan   sediaan   farmasi   dan  atau   alat
      kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan penandaan dan
      informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2);
      e.        memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang
      mengandung zat adiktif yang tidak memenuhi standar dan atau
      persyaratan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      44 ayat (2);
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
      dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
      (seratus juta rupiah).

                             Pasal 83
Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, dan
Pasal 82 ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau
sepertiga apabila menimbulkan kematian.

                            Pasal 84
Barang siapa :
1.   mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa
     mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam
     Pasal 21 ayat (2);
2.   menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang
     tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan
        lingkungan yang sehat sebagamna dimaksud dalam Pasal 22 ayat
        (4);
3.      menyelenggarakan tempat kerja yang tidak memenuhi ketentuan
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3);
4.      menghalangi penderita gangguan jiwa yang akan diobati dan
        atau dirawat pada sarana pelayanan kesehatan lainnya
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
5.      menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi
        persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
        atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
        ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
        (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp
        15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
*8372
                                Pasal 85
(1)     Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81,
        dan Pasal 82 adalah kejahatan.
(2)     Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 adalah
        pelanggaran.

                            Pasal 86
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang ini
dapat ditetapkan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).

                                 BAB XI
                          KETENTUAN PERALIHAN

                               Pasal 87

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari :
1.   Undang-undang Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembukaan Apotek
     (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 18);
2.   Undang-undang Nomor 18 Tahun 1953 tentang Penunjukan Rumah
     Sakit-Rumah Sakit Partikulir Yang Merawat Orang-orang Miskin
     dan Orang-orang Yang Kurang Mampu (Lembaran Negara Tahun
     1953 Nomor 48);
3.   Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
     Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2068);
4.   Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk
     Usaha-usaha Bagi Umum (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 48,
     Tambahan Lembaran Negara Nomor 2475);
5.   Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
     (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 2576);
6.   Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran
     Negara Tahun 1963 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor
     2580);
7.   Undang-undang Nomor 18 Tahun 1964 tentang Wajib Kerja Tenaga
     Paramedis (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 106, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2698);
8.    Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran
      Negara Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      2804);
9.    Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa
      (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 23, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 2805);
      pada saat diundangkannya Undang-undang ini masih tetap
      berlaku, sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti
      dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

                              Pasal 88
(1)   Dengan   berlakunya  Undang-undang   ini  sarana   kesehatan
      tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat yang belum
      berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
      *8373 ayat (1), tetap dapat melaksanakan fungsinya sampai
      dengan disesuaikan bentuk badan hukumnya.
(2)   Penyesuaian bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun
      sejak tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini.

                              BAB XII
                         KETENTUAN PENUTUP

                             Pasal 89
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka :
1.   Undang-undang Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembukaan Apotek
     (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 18);
2.   Undang-undang Nomor 18 Tahun 1953 tentang Penunjukan Rumah
     Sakit-Rumah Sakit Partikulir Yang Merawat Orang-orang Miskin
     dan Orang-orang Yang Kurang Mampu (Lembaran Negara Tahun
     1953 Nomor 48);
3.   Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
     Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2068);
4.   Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk
     Usaha-usaha Bagi Umum (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 48,
     Tambahan Lembaran Negara Nomor 2475);
5.   Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
     (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 2576);
6.   Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran
     Negara Tahun 1963 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor
     2580);
7.   Undang-undang Nomor 18 Tahun 1964 tentang Wajib Kerja Tenaga
     Paramedis (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 106, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 2698);
8.   Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran
     Negara Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara, Nomor
     2804);
9.   Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa
     (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 23, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 2805);
     dinyatakan tidak berlaku lagi.
                            Pasal 90
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan pcnempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggat 17 September 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

                  --------------------------------

                               CATATAN

Kutipan:    LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kesehatan_(uu_23_thn_1992)_23.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Isi uu no 23/1992. Apa isi pasal 53 ayat 2 uu kesehatan no 23 tahun 1992. Alasan kenapa uu no 23 tahun 1992 direvisi. Definisi sehat menurut who dan uu no23thn 1992. Uu no.23/1992 tentang kesehatan pasal 53. Sasaran kesehatan lingkungan menurut uu no.23 thn 1992 pasal 22 ayat 2. Definisi obat tradisional menurut uu kesehatan no 23 th 1992.

Defenisi obat tradisional menurut uu 23 1992. Contoh makalah uu kes.no 23 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan. Pasal 22 ayat 2 uu 23/1992. Isi uu 23 tahun 1992 pasal 53. Maksud dari uu 23 tentang kesehatan. Uu kesehatan no.23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan. Uu kesehatan no 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan.

Isi uu no 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Definisi kesehatan menurut uu 23 tahun 1992. Standar praktik pasal 53 ayat 2 uu nomor 23/1992. Uu kes no 23 1992 pengertian kes. Definisi anak menurut uu no 23 tahun 1992. Defenisi obat tradisional menurut uud nomor 23 tahun 1992.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.