Previous
Next

1966

Undang-Undang Kesehatan Jiwa (UU 3 thn 1966)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 Tentang Kesehatan Jiwa :
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 3 TAHUN 1966
                                 TENTANG
                              KESEHATAN JIWA

                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa perlu ditetapkan Undang-undang tentang Kesehatan Jiwa.

Mengingat:
(1)  Pasal 2 Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan Undang-undang Tahun 1960
     No.9 (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131).
(2)  Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.

                             Dengan persetujuan:
                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

                                    MEMUTUSKAN:

I.    Mencabut: Het Reglement op het Krankzinnigenwezen (Stbl. 1897 No. 54 dengan
      segala perubahan dan tambahan tambahannya).
II.   Menetapkan:
      UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN JIWA

                                       BAB I
                                  KETENTUAN UMUM

                                        Pasal 1
Yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini dengan:
(1)  Kesehatan Jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu Kedokteran sebagai
     unsur daripada kesehatan yang dimaksudkan dalam pasal 2 Undang-undang Pokok-
     pokok Kesehatan (Undang-undang Tahun 1960 No. 9 Lembaran Negara Tahun 1960
     No. 131).
(2)  Penyakit jiwa adalah sesuatu perubahan pada fungsi jiwa, yang menyebabkan adanya
     gangguan pada kesehatan jiwa, seperti yang dimaksudkan dalam sub (a).

                                        Pasal 2
(1)   Usaha-usaha dalam bidang kesehatan jiwa, perawatan, pengobatan penderita dan
      penyaluran bekas penderita penyakit jiwa (selanjutnya disebut: sipenderita) yang
      dimaksudkan dalam Bab II pasal 3, Bab III pasal 4 dan Bab V Pasal 10 dilakukan oleh
      Pemerintah dan/atau badan swasta.
(2)   Dalam usaha-usaha seperti dimaksudkan dalam ayat (1) Pemerintah perlu
      mengikutsertakan masyarakat.

                                    BAB II
                         PEMELIHARAAN KESEHATAN JIWA

                                       Pasal 3
Dalam bidang kesehatan jiwa usaha-usaha Pemerintah meliputi:
a.   Memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
b.   Menggunakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikan penempatan tenaga selaras
     dengan bakat dan kemampuannya.
c.   Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusahaan dan sebagainya sesuai
     dengan ilmu kesehatan jiwa.
d.   Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hubungannya dengan keluarga
     dan masyarakat.
e.   Usaha-usaha lain yang dianggap perlu oleh Menteri Kesehatan.
                               BAB III
           PERAWATAN DAN PENGOBATAN PENDERITA PENYAKIT JIWA

                                         Pasal 4
(1)   Perawatan, pengobatan dan tempat perawatan penderita penyakit jiwa (selanjutnya
      disebut perawatan diatur oleh Menteri Kesehatan).
(2)   Menteri Kesehatan mengatur, membimbing, membantu dan mengawasi usaha-usaha
      swasta, sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang Pokok Kesehatan.

                                           Pasal 5
(1)   Untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan harus
      ada permohonan dan salah seorang yang tersebut di bawah ini:
      a.    Si penderita, jika ia sudah dewasa.
      b.    Suami/isteri atau seorang anggota keluarga yang sudah dewasa.
      c.    Wali dan/atau yang dapat dianggap sebagai sipenderita.
      d.    Kepala Polisi/Kepala Pamongpraja di tempat tinggal atau di daerah dimana
            sipenderita ada.
      e.    Hakim Pengadilan Negeri, bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan,
            bahwa yang bersangkutan adalah penderita penyakit jiwa.
(2)   Petugas-petugas yang dimaksudkan dalam ayat (1) sub d mengajukan permohonan:
      a.    jika tidak ada orang seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) sub b dan c.
      b.    jika sipenderita dalam keadaan terlantar.
      c.    demi kepentingan ketertiban dan keamanan umum.

                                         Pasal 6
(1)   Perawatan dan pengobatan atas permohonan tersebut dalam pasal 5 ayat (1) sub a, b
      dan c, diselenggarakan setelah diadakan pemeriksaan oleh dokter, yang menetapkan
      adanya penderita-penderita penyakit jiwa dan sipenderita perlu dirawat.
(2)   Dalam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam, petugas yang tersebut dalam pasal 5
      ayat (1) sub d wajib mengusahakan keterangan dari dokter bahwa yang bersangkutan
      memang menderita penyakit jiwa.

                                        Pasal 7
Jika ada keraguan apakah seseorang menderita penyakit jiwa atau tidak, Menteri Kesehatan
dapat menunjuk ahli-ahli untuk menetapkannya.

                                           Pasal 8
(1)   Seorang dalam perkara pidana, seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 5 ayat (1) sub
      e, dapat dirawat untuk diobservasi selama-lamanya 3 bulan.
      Waktu itu dapat diperpanjang, jika dokter yang memeriksanya menganggap perlu.
(2)   Jika orang yang dimaksudkan dalam ayat (1) ternyata menderita penyakit jiwa, ia
      segera mendapat perawatan, jika tidak, ia diserahkan kembali kepada Hakim
      Pengadilan Negeri yang dimaksud dalam ayat (1).
(3)   Dokter tersebut dalam ayat (1) harus memberikan laporan tertulis dalam waktu 14 hari
      terhitung mulai tanggal dimasukkannya sipenderita ke dalam tempat perawatan kepada
      Hakim Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

                                     BAB IV
                           HARTA-BENDA MILIK PENDERITA

                                        Pasal 9
(1)   Hakim Pengadilan Negeri setempat menetapkan, bahwa sipenderita tidak mampu
      mengelola sendiri harta-benda yang ada padanya miliknya dan/atau yang diserahkan
      kepadanya.
(2)   Hakim yang dimaksudkan dalam ayat (1) menetapkan siapa yang berhak mengelola
      dan/atau mengurus harta-benda sipenderita tersebut dalam ayat (1).
(3)   Penetapan Hakim yang dimaksudkan dalam ayat (1) dapat dikeluarkan atas
      permohonan mereka yang disebut dalam Pasal 5 ayat (1) sub a, b, c dan d.
                                BAB V
                PENAMPUNGAN BEKAS PENDERITA PENYAKIT JIWA

                                        Pasal 10
Pemerintah melakukan usaha-usaha untuk:
a.   Melaksanakan penyaluran dalam masyarakat bagi penderita yang telah selesai
     mendapat perawatan.
b.   Membangkitkan dan membantu kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang mempunyai
     tujuan untuk merehabilitasikan dan membimbing penderita.

                                       BAB VI
                                    PENGAWASAN

                                        Pasal 11
(1)   Pengawasan pemeliharaan kesehatan jiwa, perawatan dan pengobatan serta
      penampungan penderita yang dimaksudkan dalam Bab II Pasal 3 Bab III Pasal 5, 6, 7
      dan Bab V Pasal 10 dilakukan oleh Menteri Kesehatan.
(2)   Usaha-usaha dalam bidang kesehatan jiwa, berdasarkan lain daripada kesehatan jiwa
      menurut ilmu kedokteran seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1 sub a, diawasi oleh
      Menteri Kesehatan.

                                      BAB VII
                                KETENTUAN PENUTUP

                                     Pasal 12
Pelaksanaan Undang-undang ini dan hal-hal lain yang tidak/ belum ditetapkan dalam
Undang-undang ini, dapat diatur dengan Peraturan Pemerintah dan peraturan Menteri
Kesehatan.

                                       Pasal 13
Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang tentang Kesehatan Jiwa 1966."

                                        Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                Disahkan Di Jakarta,
                             Pada Tanggal 11 Juni 1966
                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                       Ttd.
                                    SUKARNO

                                Diundangkan Di Jakarta,
                               Pada Tanggal 11 Juni 1966
                                SEKRETARIS NEGARA,
                                         Ttd.
                                   MOHD. ICHSAN

         LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NOMOR 23
                                  PENJELASAN
                        UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                               NOMOR 3 TAHUN 1966
                                   TENTANG
                                KESEHATAN JIWA

PENJELASAN UMUM
Undang-undang Kesehatan Jiwa ini adalah pelaksanaan dari pada Undang-undang Pokok
Kesehatan (Undang-undang Tahun 1960 No. 9 Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131).
Dengan Undang-undang ini diatur kesehatan jiwa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal I
Undang-undang Pokok Kesehatan; disitu dikatakan, bahwa "kesehatan" meliputi kesehatan
badan, rohani (mental) dan sosial. Materi Undang-undang ini yalah: kesehatan jiwa dan
penyakit jiwa.
Dalam Undang-undang ini diatur kesehatan jiwa menurut ilmu kedokteran: Undang-undang
ini tidak melangkah kebidang jiwa menurut ilmu pendidikan, dan sebagainya.
Hingga sekarang hanya ada peraturan mengenai penderita penyakit jiwa yaitu: "Het
Reglement op het Krankzinnigenwezen" (Stbl. 1897 No. 54 dan seterusnya). Dengan
Undang- undang ini Reglement tersebut dibatalkan. Dan materi perawatan/pengobatan
penderita penyakit jiwa, yang ada dalam Reglement tersebut disesuaikan dengan jiwa
Undang-undang Pokok Kesehatan.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
                                         Pasal 1
a.    Kesehatan Jiwa (mental health) menurut faham ilmu kedokteran pada waktu sekarang
      adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan physik, intelektuil dan
      emosionil yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan
      keadaan orang-orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis
      (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia dan dalam
      hubungannya dengan manusia lain.
b.    Gangguan dalam perkembangan itu seperti tersebut dalam sub a, yang menjelma
      sebagai perubahan dalam fungsi jiwa seseorang itu, merupakan penyakit jiwa.

                                          Pasal 2
Pasal ini menegaskan, bahwa usaha-usaha kuratif maupun preventif demi kepentingan
penderita penyakit jiwa adalah tugas pemerintah.
Sekalipun demikian pintu terbuka bagi swasta untuk bekerja dilapangan pemeliharaan
kesehatan jiwa, perawatan dan pengobatan penderita dan penampungan bekas penderita
penyakit jiwa. Pemerintah (i.c. Menteri Kesehatan) menetapkan peraturan-peraturan khusus
mengenai usaha swasta tersebut, serta memberikan bimbingan dan bantuan sesuai dengan
Pasal 14 ayat (I ) dari Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan.
Dalam usaha untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (lihat pasal 1
Undang-undang Pokok Kesehatan Undang-undang Tahun 1960 No. 9), tiap warga negara
perlu aktif ikut serta dalam usaha-usaha kesehatan. Prinsip ini dinyatakan juga (dikonkritisir)
dalam bidang kesehatan jiwa (umpama masyarakat diikut-sertakan dalam usaha pendidikan
mengenai pemeliharaan kesehatan jiwa).

                                         Pasal 3
a.    Yang dimaksudkan dengan masa pendidikan adalah masa anak-anak semasa bayi,
      semasa sekolah dan lain sebagainya.
b.    Cukup jelas.
c.    Cukup jelas.
d.    Ketenteraman hidup baik sprituil maupun materiil dalam lingkungan keluarganya
      maupun dalam hubungan dengan masyarakat, mempengaruhi kesehatan jiwa
      seseorang. Sebagai anggota dari keluarga dan masyarakat, tiap-tiap orang mempunyai
      peranan dan pengaruh dalam kesejahteraan keluarga dan masyarakatnya.
e.    Kini sedang dalam taraf penyelidikan sampai dimana usaha demi kesehatan jiwa yang
      dilakukan dengan tambahan pengetahuan-pengetahuan Timur dapat dipergunakan
      dengan tambahan pengetahuan menurut ilmu kedokteran.
                                           Pasal 4
Menteri Kesehatan menetapkan peraturan-peraturan mengenai perawatan/pengobatan dan
tempat perawatan penderita penyakit jiwa.
Usaha-usaha dari badan-badan swasta untuk mendirikan sebuah tempat perawatan harus
ada ijin dari Menteri Kesehatan seperti yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) dari Undang-
undang tentang Pokok-pokok Kesehatan.

                                          Pasal 5
Yang dianggap sebagai wali umpamanya komandan suatu pasukan, pemimpin asrama, dan
lain-lain orang yang menurut ketentuan hukum dapat bertindak sebagai wali.

                                         Pasal 6
Jika seseorang penderita diharuskan dirawat disebuah tempat perawatan, maka dilihat dari
sudut hukum hak kemerdekaan (kebebasan) bergerak sipenderita dibatasi. Perbuatan
demikian adalah suatu perbuatan pidana, kecuali jika pembatasan kebebasan bergerak itu
berdasarkan sesuatu Undang-undang.
Maka oleh sebab itu seorang penderita hanya dapat dirawat jika ada keterangan dokter
(laporan Polisi/Kepala Pamong-Praja dan Hakim Pengadilan Negeri).
Berdasarkan Undang-undang ini dokter yang menempatkan seorang penderita dalam sebuah
tempat perawatan, sehingga ia membatasi hak kebebasan bergerak sipenderita, tidak
melakukan suatu perbuatan pidana.
Seorang dokter yang, mengharuskan seorang penderita di rawat di sebuah Rumah Sakit Jiwa
dengan menyalah gunakan kedudukan atau keahliannya dapat dihukum menurut Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (pasal 333 dan seterusnya).
Untuk menetapkan apakah seorang penderita penyakit jiwa harus dirawat dan diobati
disebuah tempat perawatan, harus ada surat keterangan dokter: keterangan dokter itu
menerangkan hasil pemeriksaan dan pendapatnya perihal sipenderita. Menurut pasal 11
Menteri Kesehatan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelaksanaan
Undang-undang ini. untuk memperlindungi kepentingan sipenderita, Menteri Kesehatan
mengawasi juga hasil pemeriksaan dan pendapat dokter tersebut.
Demi ketertiban, keamanan dan perikemanusiaan, petugas yang tersebut dalam pasal 5 ayat
(1) sub d berkewajiban dan bertanggung jawab atas terlaksananya perawatan dan
pengobatan penderita.

                                       Pasal 7
Mengingat ketentuan dalam pasal 1, dokter yang dimaksud dalam pasal 6 menyatakan,
bahwa seseorang adalah penderita penyakit jiwa dan oleh karenanya ia perlu dirawat disuatu
tempat perawatan.
Untuk menghindarkan keragu-raguan atas kebenaran pernyataan dokter tersebut diatas,
Menteri Kesehatan dapat mendengar pendapat para ahli dalam hal itu.

                                         Pasal 8
1.    Jika disesuatu perkara pidana terdapat seseorang yang memberikan kesan tidak
      berpikir sehat, sehingga pada hakim timbul dugaan bahwa ia seorang penderita
      penyakit jiwa maka Hakim tersebut dapat meminta pendapat seorang dokter. Orang itu
      dikirimkan kepada seorang dokter,dokter tersebut selekas- lekasnya memberikan
      pendapatnya tentang sipenderita. Berhubung dengan sifatnya penyakit jiwa, ada
      kalanya sipenderita harus diobservasi, dan observasi ini meminta waktu, yang
      ditetapkan selama-lamanya 3 bulan.
2.    2 dan 3. Cukup jelas.

                                         Pasal 9
1.    Jika    ternyata   bahwa    seseorang     penderita   penyakit    jiwa    tak   dapat
      dipertanggungjawabkan menguasai harta bendanya, karena ia merusak,
      membahayakan keadaan disekitarnya dan lain-lain, maka harta benda penderita
      dilindungi oleh hukum; dengan pasal ini perlindungan hak milik sipenderita diserahkan
      kepada Hakim
      Hakim pengadilan Negeri seyogyanya minta pertimbangan kepada instansi-instansi
      setempat seperti peradilan Agama atau badan-badan lain yang dianggap perlu oleh
      Hakim Pengadilan Negeri dalam hal pengelolaan                harta-benda   dengan
      pengetahuan/persetujuan ahli waris yang bersangkutan.
2.    2 dan 3. Cukup jelas.

                                         Pasal 10
Usaha-usaha lebih lanjut dari Pemerintah bagi penderita yang telah mendapat perawatan dan
pengobatan meliputi penyaluran, penempatan, rehabilitasi dan bimbingan bekas penderita
dalam masyarakat.
Usaha swasta dalam hal ini memerlukan bantuan dari Pemerintah. Penyelenggaraan
ketentuan ini memerlukan juga kerjasama antara pelbagai instansi-instansi Pemerintah.

                                         Pasal 11
1.    Pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam beraneka usaha demi kepentingan kesehatan
      jiwa, perawatan-pengobatan penyakit jiwa dan penampungan bagi penderita yang
      termasuk dalam pasal ini diawasi oleh Menteri Kesehatan.
      Pemusatan pengawasan pada Menteri Kesehatan ini melekat pada pertanggungan
      jawabnya untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat dan Negara.
2.    Lihat penjelasan Pasal 3 sub e.

                                        Pasal 12
Cukup jelas.

                                        Pasal 13
Cukup jelas.

                                        Pasal 14
Cukup jelas.

        TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2805


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kesehatan_jiwa_(uu_3_thn_1966)_3.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Undang undang keperawatan jiwa. Undang undang 1996 kesehatan jiwa. Uu keperawatan jiwa terbaru. Undang2 keperawatan jiwa. Uu keperawatan jiwa. Uu tentang kep jiwa yang terbaru. Contoh surat keterangan gangguan jiwa.

Usaha kesehatan jiwa. Undang undang keperawatan kesehatan jiwa. Contoh surat keterangan sakit jiwa. Uu sakit jiwa. Uu kejiwaan. Uu no 3 tahun 1996 tentang keperawatan jiwa. Pengertian gangguan jiwa menurut uu no 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa.

Kesehatan jiwa menurut uu no 3 tahun 1996. Uu yg mengatur kep jiwa. Peraturan undang undang rumah sakit jiwa. Undang undang rumah sakit jiwa. Undang undang yg mengatur rumah sakit jiwa. Undang undang gangguan jiwa.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK