Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2009
  • » Undang-Undang Kepariwisataan Tidak Sesuai Lagi Dengan Tuntutan Dan Perkembangan Kepariwisataan Sehingga Perlu Diganti; (UU 10 thn 2009)

2009

Undang-Undang Kepariwisataan Tidak Sesuai Lagi Dengan Tuntutan Dan Perkembangan Kepariwisataan Sehingga Perlu Diganti; (UU 10 thn 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Tidak Sesuai Lagi Dengan Tuntutan Dan Perkembangan Kepariwisataan Sehingga Perlu Diganti; :
            UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 10.TAHUN 2009......

                               TENTANG

                          KEPARIWISATAAN



            DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   : a.    bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai
                    karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan
                    purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya
                    yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber
                    daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk
                    peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
                    sebagaimana    terkandung   dalam    Pancasila     dan
                    Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
                    Indonesia Tahun 1945;

              b.    bahwa     kebebasan   melakukan     perjalanan     dan
                    memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata
                    merupakan bagian dari hak asasi manusia;

              c.    bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral
                    dari pembangunan nasional yang dilakukan secara
                    sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan
                    bertanggung   jawab     dengan   tetap   memberikan
                    perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya
                    yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu
                    lingkungan hidup, serta kepentingan nasional;

              d.    bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan
                    untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha
                    dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi
                    tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
                    global;

                                                             e. bahwa . . .
                                -2-


              e.    bahwa   Undang-Undang       Nomor   9    Tahun   1990
                   tentang Kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan
                   tuntutan    dan    perkembangan          kepariwisataan
                   sehingga perlu diganti;

              f.    bahwa   berdasarkan      pertimbangan    sebagaimana
                   dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
                   dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang
                   tentang Kepariwisataan;

Mengingat    : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara
               Republik Indonesia Tahun 1945;



                    Dengan Persetujuan Bersama

        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                                dan

                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                            MEMUTUSKAN:

Menetapkan   : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPARIWISATAAN.



                                          BAB I

                                 KETENTUAN UMUM

                                       Pasal 1

               Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

               1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan
                   oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
                   mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
                   pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
                   daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
                   waktu sementara.


                                                        2. Wisatawan . . .
                -3-




2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata
   dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
   disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah,
   dan Pemerintah Daerah.

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
   terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
   serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
   kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
   antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
   wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
   pengusaha.

5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang
   memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
   keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
   buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
   kunjungan wisatawan.

6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut
   Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang
   berada dalam satu atau lebih wilayah administratif
   yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas
   umum,    fasilitas   pariwisata,   aksesibilitas,   serta
   masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
   terwujudnya kepariwisataan.

7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan
   barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
   wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok
   orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.


                                              9. Industri . . .
                  -4-

9. Industri     Pariwisata   adalah       kumpulan       usaha
   pariwisata    yang    saling   terkait    dalam       rangka
   menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
   kebutuhan      wisatawan       dalam     penyelenggaraan
   pariwisata.

10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang
   memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki
   potensi    untuk     pengembangan        pariwisata    yang
   mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih
   aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan
   budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya
   dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan
   keamanan.

11. Kompetensi     adalah     seperangkat      pengetahuan,
   keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
   dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk
   mengembangkan profesionalitas kerja.

12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada
   usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung
   peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan
   pengelolaan kepariwisataan.

13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
   adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
   kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
   sebagaimana      dimaksud      dalam     Undang-Undang
   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau
   Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
   penyelenggara pemerintahan daerah.

15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung
   jawabnya di bidang kepariwisataan.



                                                  BAB II . . .
                    -5-

                          BAB II

              ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN


                          Pasal 2


Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:

a. manfaat;

b. kekeluargaan;

c. adil dan merata;

d. keseimbangan;

e. kemandirian;

f.   kelestarian;

g. partisipatif;

h. berkelanjutan;

i.   demokratis;

j.   kesetaraan; dan

k. kesatuan.


                          Pasal 3


Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani,
rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi
dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.


                          Pasal 4

Kepariwisataan bertujuan untuk:

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;

                                        c. menghapus . . .
                   -6-

c. menghapus kemiskinan;

d. mengatasi pengangguran;

e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;

f.   memajukan kebudayaan;

g. mengangkat citra bangsa;

h. memupuk rasa cinta tanah air;

i.   memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan

j.   mempererat persahabatan antarbangsa.




                          BAB III

     PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN



                          Pasal 5



Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:

a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya
     sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam
     keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan
     Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan
     sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan
     lingkungan;

b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman
     budaya, dan kearifan lokal;

c. memberi     manfaat    untuk     kesejahteraan   rakyat,
     keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;



                                         d. memelihara . . .
                  -7-

d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;

e. memberdayakan masyarakat setempat;

f.   menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah,
     antara pusat dan daerah yang merupakan satu
     kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah,
     serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;

g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan
     kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata;
     dan

h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
     Indonesia.



                           BAB IV

           PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN



                           Pasal 6



Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan
asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang
diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan
kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta
kebutuhan manusia untuk berwisata.



                           Pasal 7



Pembangunan kepariwisataan meliputi:

a. industri pariwisata;

b. destinasi pariwisata;


                                      c. pemasaran . . .
                    -8-

c. pemasaran; dan

d. kelembagaan kepariwisataan.



                           Pasal 8


(1) Pembangunan            kepariwisataan            dilakukan
   berdasarkan        rencana        induk    pembangunan
   kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk
   pembangunan        kepariwisataan     nasional,    rencana
   induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan
   rencana     induk      pembangunan        kepariwisataan
   kabupaten/kota.

(2) Pembangunan           kepariwisataan        sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral
   dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.



                           Pasal 9


(1) Rencana    induk      pembangunan        kepariwisataan
   nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
   (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Rencana    induk      pembangunan        kepariwisataan
   provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
   diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.

(3) Rencana    induk      pembangunan        kepariwisataan
   kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
   8   ayat   (1)    diatur   dengan     Peraturan     Daerah
   kabupaten/kota.

(4) Penyusunan        rencana        induk    pembangunan
   kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
   ayat (2), dan ayat (3) dilakukan dengan melibatkan
   pemangku kepentingan.


                                             (5) Rencana . . .
                  -9-

(5) Rencana      induk     pembangunan      kepariwisataan
   sebagaimana      dimaksud     pada    ayat    (4)   meliputi
   perencanaan      pembangunan       industri     pariwisata,
   destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
   kepariwisataan.



                           Pasal 10



Pemerintah    dan        Pemerintah   Daerah      mendorong
penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal
asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana
induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota.



                           Pasal 11



Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan
kepariwisataan     menyelenggarakan        penelitian      dan
pengembangan       kepariwisataan       untuk    mendukung
pembangunan kepariwisataan.




                            BAB V

                  KAWASAN STRATEGIS



                           Pasal 12



(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan
   dengan memperhatikan aspek:



                                            a. sumber . . .
                 - 10 -

   a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang
        potensial menjadi daya tarik pariwisata;

   b. potensi pasar;

   c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan
        bangsa dan keutuhan wilayah;

   d. perlindungan        terhadap    lokasi   tertentu    yang
        mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi
        dan daya dukung lingkungan hidup;

   e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam
        usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya;

   f.   kesiapan dan dukungan masyarakat; dan

   g. kekhususan dari wilayah.

(2) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk
   berpartisipasi   dalam     terciptanya      persatuan   dan
   kesatuan     bangsa,     keutuhan      Negara    Kesatuan
   Republik Indonesia serta peningkatan kesejahteraan
   masyarakat.

(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan
   aspek    budaya,    sosial,   dan    agama      masyarakat
   setempat.


                           Pasal 13


(1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas
   kawasan strategis pariwisata nasional, kawasan
   strategis pariwisata provinsi, dan kawasan strategis
   pariwisata kabupaten/kota.




                                            (2) Kawasan . . .
                - 11 -

(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana
   tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang
   wilayah provinsi, dan    rencana tata ruang wilayah
   kabupaten/kota.

(3) Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan
   oleh   Pemerintah,    kawasan     strategis    pariwisata
   provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi,
   dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota
   ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

(4) Kawasan    pariwisata   khusus    ditetapkan      dengan
   undang-undang.




                         BAB VI

                  USAHA PARIWISATA



                         Pasal 14



(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain:

   a. daya tarik wisata;

   b. kawasan pariwisata;

   c. jasa transportasi wisata;

   d. jasa perjalanan wisata;

   e. jasa makanan dan minuman;

   f.   penyediaan akomodasi;

   g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

   h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
        konferensi, dan pameran;


                                                 i. jasa . . .
                  - 12 -

   i.   jasa informasi pariwisata;

   j.   jasa konsultan pariwisata;

   k. jasa pramuwisata;

   l.   wisata tirta; dan

   m. spa.

(2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.



                            Pasal 15


(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha
   pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih
   dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(2) Ketentuan     lebih     lanjut     mengenai    tata   cara
   pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
   diatur dengan Peraturan Menteri.



                            Pasal 16


Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda
atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata
apabila   tidak   sesuai    dengan     ketentuan   tata   cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.


                            Pasal 17


Pemerintah        dan       Pemerintah      Daerah        wajib
mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata
dengan cara:

                                            a. membuat . . .
                 - 13 -

a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata
   untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
   dan

b. memfasilitasi    kemitraan         usaha    mikro,     kecil,
   menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar.




                           BAB VII

            HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN

                      Bagian Kesatu

                             Hak



                           Pasal 18



Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan
mengelola    urusan       kepariwisataan      sesuai    dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.




                           Pasal 19



(1) Setiap orang berhak:

   a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan
       wisata;

   b. melakukan usaha pariwisata;

   c. menjadi pekerja/buruh pariwisata; dan/atau

   d. berperan        dalam        proses      pembangunan
       kepariwisataan.



                                               (2) Setiap . . .
                  - 14 -

(2) Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di
     sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:

     a. menjadi pekerja/buruh;

     b. konsinyasi; dan/atau

     c. pengelolaan.



                           Pasal 20


Setiap wisatawan berhak memperoleh:

a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;

b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;

c. perlindungan hukum dan keamanan;

d. pelayanan kesehatan;

e. perlindungan hak pribadi; dan

f.   perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata
     yang berisiko tinggi.



                           Pasal 21


Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak,
dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus
sesuai dengan kebutuhannya.



                             Pasal 22


Setiap pengusaha pariwisata berhak:

a. mendapatkan         kesempatan       yang    sama    dalam
     berusaha di bidang kepariwisataan;



                                               b. membentuk . . .
               - 15 -

b. membentuk       dan      menjadi      anggota        asosiasi
   kepariwisataan;

c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha;
   dan

d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan              ketentuan
   peraturan perundang-undangan.



                      Bagian Kedua

                         Kewajiban



                          Pasal 23



(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:

   a. menyediakan           informasi          kepariwisataan,
      perlindungan       hukum,      serta    keamanan      dan
      keselamatan kepada wisatawan;

   b. menciptakan        iklim    yang       kondusif     untuk
      perkembangan usaha pariwisata yang meliputi
      terbukanya     kesempatan         yang    sama      dalam
      berusaha,      memfasilitasi,      dan      memberikan
      kepastian hukum;

   c. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan
      aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan
      aset potensial yang belum tergali; dan

   d. mengawasi       dan        mengendalikan          kegiatan
      kepariwisataan dalam rangka mencegah dan
      menanggulangi berbagai dampak negatif bagi
      masyarakat luas.




                                             (2) Ketentuan . . .
                 - 16 -

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
   pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan
   Presiden.



                          Pasal 24



Setiap orang berkewajiban:

a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan

b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih,
   berperilaku    santun,    dan     menjaga   kelestarian
   lingkungan destinasi pariwisata.




                          Pasal 25



Setiap wisatawan berkewajiban:

a. menjaga dan menghormati norma agama, adat
   istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam
   masyarakat setempat;

b. memelihara dan melestarikan lingkungan;

c. turut serta     menjaga ketertiban dan keamanan
   lingkungan; dan

d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
   melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
   hukum.




                                           Pasal 26 . . .
                     - 17 -

                              Pasal 26


Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:

a. menjaga dan menghormati norma agama, adat
     istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam
     masyarakat setempat;

b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung
     jawab;

c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;

d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan
     keamanan, dan keselamatan wisatawan;

e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha
     pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi;

f.   mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro,
     kecil,   dan     koperasi        setempat     yang    saling
     memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;

g. mengutamakan             penggunaan    produk    masyarakat
     setempat, produk dalam negeri, dan memberikan
     kesempatan kepada tenaga kerja lokal;

h. meningkatkan         kompetensi       tenaga   kerja   melalui
     pelatihan dan pendidikan;

i.   berperan       aktif     dalam   upaya       pengembangan
     prasarana dan program pemberdayaan masyarakat;

j.   turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
     melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
     hukum di lingkungan tempat usahanya;

k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri;

l.   memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;

m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui
     kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung
     jawab; dan


                                             n. menerapkan . . .
                - 18 -

n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi
   sesuai       dengan          ketentuan        peraturan
   perundang-undangan.



                       Bagian Ketiga

                          Larangan


                          Pasal 27


(1) Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh
   fisik daya tarik wisata.

(2) Merusak   fisik   daya    tarik   wisata   sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan
   mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan
   spesies    tertentu,       mencemarkan      lingkungan,
   memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau
   memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat
   berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan
   nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah
   ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
   Daerah.



                          BAB VIII

   KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH
                          DAERAH



                          Pasal 28

Pemerintah berwenang:

a. menyusun      dan      menetapkan      rencana    induk
   pembangunan kepariwisataan nasional;



                                 b. mengoordinasikan . . .
                  - 19 -

b. mengoordinasikan         pembangunan          kepariwisataan
     lintas sektor dan lintas provinsi;

c. menyelenggarakan         kerja   sama    internasional     bidang kepariwisataan sesuai dengan ketentuan
     peraturan perundang-undangan;

d. menetapkan daya tarik wisata nasional;

e. menetapkan destinasi pariwisata nasional ;

f.   menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur,
     kriteria,    dan      sistem    pengawasan           dalam
     penyelenggaraan kepariwisataan;

g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber
     daya manusia di bidang kepariwisataan;

h. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset
     nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset
     potensial yang belum tergali;

i.   melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata
     nasional;

j.   memberikan         kemudahan         yang      mendukung
     kunjungan wisatawan;

k. memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang
     berhubungan dengan keamanan dan keselamatan
     wisatawan;

l.   meningkatkan        pemberdayaan       masyarakat       dan
     potensi wisata yang dimiliki masyarakat;

m. mengawasi,           memantau,     dan         mengevaluasi
     penyelenggaraan kepariwisataan; dan

n. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.




                                                 Pasal 29 . . .
                  - 20 -

                             Pasal 29


Pemerintah provinsi berwenang:

a. menyusun          dan     menetapkan       rencana      induk
     pembangunan kepariwisataan provinsi;

b. mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan
     di wilayahnya;

c. melaksanakan            pendaftaran,   pencatatan,       dan
     pendataan pendaftaran usaha pariwisata;

d. menetapkan destinasi pariwisata provinsi;

e. menetapkan daya tarik wisata provinsi;

f.   memfasilitasi    promosi     destinasi   pariwisata    dan
     produk pariwisata yang berada di wilayahnya;

g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik
     wisata provinsi; dan

h. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.



                             Pasal 30


Pemerintah kabupaten/kota berwenang:

a. menyusun          dan     menetapkan       rencana      induk
     pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;

b. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;

c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;

d. melaksanakan            pendaftaran,   pencatatan,       dan
     pendataan pendaftaran usaha pariwisata;

e. mengatur          penyelenggaraan      dan     pengelolaan
     kepariwisataan di wilayahnya;


                                          f. memfasilitasi . . .
                     - 21 -

f.   memfasilitasi dan        melakukan      promosi        destinasi
     pariwisata dan produk pariwisata yang berada di
     wilayahnya;

g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;

h. menyelenggarakan            pelatihan         dan       penelitian
     kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota;

i.   memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang
     berada di wilayahnya;

j.   menyelenggarakan         bimbingan     masyarakat          sadar
     wisata; dan

k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.



                              Pasal 31


(1) Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga
     pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar
     biasa   atau    berjasa     besar    dalam    partisipasinya
     meningkatkan        pembangunan,        kepeloporan,         dan
     pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat
     dibuktikan      dengan     fakta     yang    konkret       diberi
     penghargaan.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
     diberikan oleh Pemerintah atau lembaga lain yang
     tepercaya.

(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam,
     uang,    atau      bentuk     penghargaan           lain    yang
     bermanfaat.

(4) Ketentuan        lebih    lanjut     mengenai         pemberian
     penghargaan, bentuk penghargaan, dan pelaksanaan
     pemberian      penghargaan         sebagaimana        dimaksud
     pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
     Peraturan Presiden.


                                                       Pasal 32 . . .
                  - 22 -

                            Pasal 32


(1) Pemerintah     dan     Pemerintah     Daerah      menjamin
   ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada
   masyarakat       untuk     kepentingan         pengembangan
   kepariwisataan.

(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi,
   Pemerintah       mengembangkan          sistem     informasi
   kepariwisataan nasional.

(3) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan
   mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai
   dengan kemampuan dan kondisi daerah.




                            BAB IX

                         KOORDINASI


                            Pasal 33


(1) Dalam      rangka      meningkatkan      penyelenggaraan
   kepariwisataan Pemerintah melakukan koordinasi
   strategis    lintas   sektor   pada    tataran    kebijakan,
   program, dan kegiatan kepariwisataan.

(2) Koordinasi    strategis    lintas    sektor    sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) meliputi:

   a. bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan
       karantina;

   b. bidang keamanan dan ketertiban;

   c. bidang prasarana umum yang mencakupi jalan,
       air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan
       lingkungan;


                                              d. bidang . . .
                  - 23 -

   d. bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan

   e. bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar
       negeri.



                           Pasal 34


Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil
Presiden.



                           Pasal 35


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme,
dan    hubungan koordinasi strategis lintas sektor
sebagaimana dimaksud        dalam Pasal 33 dan Pasal 34
diatur dengan Peraturan Presiden.




                            BAB X

      BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA



                      Bagian Kesatu

            Badan Promosi Pariwisata Indonesia



                           Pasal 36



(1) Pemerintah     memfasilitasi      pembentukan    Badan
   Promosi Pariwisata Indonesia yang berkedudukan di
   ibu kota negara.


                                            (2) Badan . . .
                  - 24 -

(2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta
   dan bersifat mandiri.

(3) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
   dengan Keputusan Presiden.



                           Pasal 37



Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia
terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu unsur penentu kebijakan
dan unsur pelaksana.



                           Pasal 38



(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
   Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
   berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:

   a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;

   b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;

   c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan

   d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.

(2) Keanggotaan     unsur     penentu   kebijakan    Badan
   Promosi Pariwisata Indonesia diusulkan oleh Menteri
   kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4
   (empat) tahun.

(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
   Indonesia dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
   wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris
   yang dipilih dari dan oleh anggota.



                                        (4) Ketentuan . . .
                     - 25 -

(4) Ketentuan        lebih    lanjut    mengenai       tata     kerja,
   persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan
   pemberhentian              unsur       penentu        kebijakan
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
   ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.



                               Pasal 39



Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal   38     membentuk             unsur    pelaksana        untuk
menjalankan      tugas         operasional      Badan         Promosi
Pariwisata Indonesia.



                               Pasal 40



(1) Unsur     pelaksana         Badan        Promosi     Pariwisata
   Indonesia dipimpin oleh seorang direktur eksekutif
   dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan
   kebutuhan.

(2) Unsur     pelaksana         Badan        Promosi     Pariwisata
   Indonesia wajib menyusun tata kerja dan rencana
   kerja.

(3) Masa     kerja     unsur     pelaksana      Badan         Promosi
   Pariwisata Indonesia paling lama 3 (tiga) tahun dan
   dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja
   berikutnya.

(4) Ketentuan        lebih    lanjut    mengenai       tata     kerja,
   persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan
   pemberhentian             unsur     pelaksana       sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
   dengan      Peraturan         Badan       Promosi     Pariwisata
   Indonesia.

                                                    Pasal 41 . . .
                - 26 -



                         Pasal 41



(1) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai
   tugas:

   a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;

   b. meningkatkan           kunjungan           wisatawan
      mancanegara dan penerimaan devisa;

   c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara
      dan pembelanjaan;

   d. menggalang     pendanaan       dari   sumber    selain
      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara            dan
      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai
      dengan              ketentuan              peraturan
      perundang-undangan; dan

   e. melakukan riset dalam rangka pengembangan
      usaha dan bisnis pariwisata.

(2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai
   fungsi sebagai:

   a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan
      dunia usaha di pusat dan daerah; dan

   b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.



                         Pasal 42



(1) Sumber   pembiayaan      Badan    Promosi    Pariwisata
   Indonesia berasal dari:

   a. pemangku kepentingan; dan



                                            b. sumber . . .
                 - 27 -

   b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat
      sesuai       dengan           ketentuan           peraturan
      perundang-undangan.

(2) Bantuan    dana    yang     bersumber        dari   Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai
   dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Negara dan non-Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Daerah wajib diaudit oleh
   akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.



                       Bagian Kedua

            Badan Promosi Pariwisata Daerah



                            Pasal 43



(1) Pemerintah        Daerah           dapat       memfasilitasi
   pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah yang
   berkedudukan        di     ibu      kota      provinsi    dan
   kabupaten/kota.

(2) Badan   Promosi       Pariwisata    Daerah     sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta
   dan bersifat mandiri.

(3) Badan      Promosi       Pariwisata        Daerah       dalam
   melaksanakan       kegiatannya        wajib    berkoordinasi
   dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

(4) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
   dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.



                                                  Pasal 44 . . .
                  - 28 -

                           Pasal 44



Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Daerah
terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu unsur penentu kebijakan
dan unsur pelaksana.



                           Pasal 45



(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
   Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
   berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:

   a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;

   b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;

   c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan

   d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.

(2) Keanggotaan     unsur     penentu     kebijakan      Badan
   Promosi      Pariwisata    Daerah    ditetapkan       dengan
   Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota untuk masa
   tugas paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
   Daerah dipimpin         oleh seorang ketua dan seorang
   wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris
   yang dipilih dari dan oleh anggota.

(4) Ketentuan     lebih    lanjut   mengenai      tata    kerja,
   persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan
   pemberhentian           unsur       penentu       kebijakan
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
   ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/
   Walikota.



                                                 Pasal 46 . . .
                     - 29 -

                               Pasal 46


Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal   45     membentuk             unsur   pelaksana        untuk
menjalankan      tugas         operasional        Badan      Promosi
Pariwisata Daerah.



                               Pasal 47


(1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah
   dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan
   dibantu     oleh     beberapa       direktur    sesuai    dengan
   kebutuhan.

(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah
   wajib menyusun tata kerja dan rencana kerja.

(3) Masa     kerja     unsur     pelaksana        Badan      Promosi
   Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga)                 tahun dan
   dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja
   berikutnya.

(4) Ketentuan        lebih    lanjut    mengenai      tata     kerja,
   persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan
   pemberhentian             unsur     pelaksana     sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
   dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.



                               Pasal 48


(1) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas:

   a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;



                                             b. meningkatkan . . .
                   - 30 -

   b. meningkatkan              kunjungan            wisatawan
        mancanegara dan penerimaan devisa;

   c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara
        dan pembelanjaan;

   d. menggalang        pendanaan      dari   sumber     selain
        Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara             dan
        Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai
        dengan               ketentuan               peraturan
        perundang-undangan; dan

   e. melakukan riset dalam rangka pengembangan
        usaha dan bisnis pariwisata.

(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai fungsi
   sebagai:

   a.   koordinator promosi pariwisata yang dilakukan
        dunia usaha di pusat dan daerah; dan

   b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.




                            Pasal 49



(1) Sumber       pembiayaan    Badan     Promosi     Pariwisata
   Daerah berasal dari:

   a. pemangku kepentingan; dan

   b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat
        sesuai       dengan       ketentuan          peraturan
        perundang-undangan.

(2) Bantuan      dana   yang   bersumber      dari   Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai
   dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



                                          (3) Pengelolaan . . .
                  - 31 -

(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Negara dan non-Anggaran
   Pendapatan dan Belanja Daerah wajib diaudit oleh
   akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.




                            BAB XI

   GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA


                            Pasal 50


(1) Untuk mendukung pengembangan dunia usaha
   pariwisata yang kompetitif, dibentuk satu wadah
   yang   dinamakan        Gabungan         Industri   Pariwisata
   Indonesia.

(2) Keanggotaan       Gabungan         Industri        Pariwisata
   Indonesia terdiri atas:

   a. pengusaha pariwisata;

   b. asosiasi usaha pariwisata;

   c. asosiasi profesi; dan

   d. asosiasi    lain     yang   terkait    langsung    dengan
      pariwisata.

(3) Gabungan        Industri        Pariwisata         Indonesia
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
   sebagai mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah
   Daerah serta wadah komunikasi dan konsultasi para
   anggotanya        dalam         penyelenggaraan           dan
   pembangunan kepariwisataan.

(4) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat
   mandiri dan dalam melakukan kegiatannya bersifat
   nirlaba.


                                             (5) Gabungan . . .
                - 32 -

(5) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan
   kegiatan, antara lain:

   a. menetapkan         dan     menegakkan        Kode    Etik
      Gabungan Industri Pariwisata Indonesia;

   b. menyalurkan          aspirasi     serta      memelihara
      kerukunan     dan        kepentingan   anggota      dalam
      rangka keikutsertaannya dalam pembangunan
      bidang kepariwisataan;

   c. meningkatkan hubungan dan kerja sama antara
      pengusaha pariwisata Indonesia dan pengusaha
      pariwisata    luar       negeri   untuk      kepentingan
      pembangunan kepariwisataan;

   d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di
      bidang pariwisata; dan

   e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan
      menyebarluaskan kebijakan Pemerintah di bidang
      kepariwisataan.




                          Pasal 51



Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan,
susunan   kepengurusan,          dan    kegiatan    Gabungan
Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 diatur dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.



                                                BAB XII . . .
                    - 33 -

                             BAB XII

PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA, STANDARDISASI,
           SERTIFIKASI, DAN TENAGA KERJA


                         Bagian Kesatu
              Pelatihan Sumber Daya Manusia


                             Pasal 52



Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan
pelatihan sumber daya manusia pariwisata sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



                         Bagian Kedua
                  Standardisasi dan Sertifikasi


                             Pasal 53



(1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki
   standar kompetensi.

(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.

(3) Sertifikasi    kompetensi     dilakukan    oleh    lembaga
   sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai
   dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



                             Pasal 54


(1) Produk,       pelayanan,     dan    pengelolaan      usaha
   pariwisata memiliki standar usaha.


                                              (2) Standar . . .
                   - 34 -

(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
   dilakukan melalui sertifikasi usaha.

(3) Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
   dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang
   sesuai          dengan        ketentuan            peraturan
   perundang-undangan.



                            Pasal 55



Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan sertifikasi
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.




                        Bagian Ketiga
           Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing


                            Pasal 56



(1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga
   kerja    ahli   warga    negara     asing   sesuai   dengan
   ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat
   rekomendasi       dari    organisasi    asosiasi     pekerja
   profesional kepariwisataan.




                                                BAB XIII . . .
                - 35 -

                          BAB XIII

                        PENDANAAN


                          Pasal 57



Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, pengusaha, dan
masyarakat.



                          Pasal 58



Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan
prinsip   keadilan,      efisiensi,     transparansi,      dan
akuntabilitas publik.



                          Pasal 59



Pemerintah    Daerah     mengalokasikan        sebagian    dari
pendapatan    yang      diperoleh     dari    penyelenggaraan
pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan
budaya.



                          Pasal 60



Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam
pembangunan     pariwisata     di     pulau   kecil   diberikan
insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden.



                                                 Pasal 61 . . .
                  - 36 -

                           Pasal 61



Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang
pendanaan bagi usaha mikro dan kecil di bidang
kepariwisataan.




                           BAB XIV

                  SANKSI ADMINISTRATIF



                           Pasal 62

(1) Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikenai
   sanksi   berupa     teguran        lisan   disertai   dengan
   pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi.

(2) Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya,
   wisatawan yang bersangkutan dapat diusir dari
   lokasi perbuatan dilakukan.



                           Pasal 63


(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi
   ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
   dan/atau Pasal 26 dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1) berupa:

   a. teguran tertulis;

   b. pembatasan kegiatan usaha; dan

   c. pembekuan sementara kegiatan usaha.

                                               (3) Teguran . . .
                    - 37 -

(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
   huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak
   3 (tiga) kali.

(4) Sanksi     pembatasan      kegiatan    usaha    dikenakan
   kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran
   sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Sanksi     pembekuan       sementara    kegiatan   usaha
   dikenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi
   ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
   ayat (4).




                             BAB XV

                     KETENTUAN PIDANA



                             Pasal 64



(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan
   hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana
   penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling
   banyak       Rp10.000.000.000,00        (sepuluh     miliar
   rupiah).

(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan
   hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya
   tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
   dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
   tahun        dan/atau        denda      paling      banyak
   Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).



                                               BAB XVI . . .
                   - 38 -

                            BAB XVI

                 KETENTUAN PERALIHAN



                            Pasal 65



 Badan     Promosi   Pariwisata    Indonesia      sebagaimana
 dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus telah dibentuk
 paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini
 diundangkan.



                            Pasal 66



(1)   Pembentukan      Gabungan        Industri      Pariwisata
      Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
      untuk pertama kalinya difasilitasi oleh Pemerintah.

(2)   Gabungan       Industri      Pariwisata         Indonesia
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah
      dibentuk dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun
      setelah Undang-Undang ini diundangkan.



                            BAB XVII

                  KETENTUAN PENUTUP



                            Pasal 67



Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah
ditetapkan dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.


                                                  Pasal 68 . . .
                  - 39 -

                 Pasal 68



Pada    saat     Undang-Undang        ini     mulai     berlaku,
Undang-Undang       Nomor     9    Tahun       1990      tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara             Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.



                           Pasal 69



Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua
peraturan      perundang-undangan           yang      merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
3427), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.



                           Pasal 70



Undang-Undang      ini     mulai   berlaku      pada     tanggal
diundangkan.



                                                       Agar . . .
                                   - 40 -



               Agar     setiap   orang      mengetahuinya,     memerintahkan
               pengundangan          Undang-Undang             ini     dengan
               penempatannya       dalam       Lembaran      Negara   Republik
               Indonesia.



                                  Disahkan di Jakarta
                                  pada tanggal 16 Januari 2009

                                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                                                    ttd.

                                  DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

        REPUBLIK INDONESIA,


                 ttd.

         ANDI MATTALATTA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 11

          Salinan sesuai dengan aslinya
           SEKRETARIAT NEGARA RI
   Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
    Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




                Wisnu Setiawan
                            PENJELASAN
                                ATAS
             UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 10 TAHUN 2009
                              TENTANG
                          KEPARIWISATAAN


I. UMUM


        Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia
  kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan berupa letak geografis
  yang strategis, keanekaragaman bahasa dan suku bangsa, keadaan
  alam, flora, dan fauna, peninggalan purbakala, serta peninggalan
  sejarah, seni, dan budaya merupakan sumber daya dan modal untuk
  meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia
  sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan dicita-citakan dalam
  Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
  1945.

        Sumber daya dan modal tersebut perlu dimanfaatkan secara
  optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk
  meningkatkan pendapatan nasional, memperluas dan memeratakan
  kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan
  daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya tarik wisata dan
  destinasi di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan
  mempererat persahabatan antarbangsa.

        Kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun
  ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal itu
  disebabkan, antara lain, oleh perubahan struktur sosial ekonomi
  negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan
  lebih yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang
  menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta
  menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan
  dilindungi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata,
  dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar berwisata
  sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan


                                                        sehingga . . .
                                    -2-

sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat
manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa
dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia.

      Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak pribadi
masyarakat untuk         menikmati waktu luang dengan berwisata, perlu
dilakukan      pembangunan       kepariwisataan    yang   bertumpu     pada
keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan bangsa dengan tetap
menempatkan kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.


      Selain     itu,     pembangunan      kepariwisataan     harus    tetap
memperhatikan jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan menjadi
salah satu modal utama dalam pembangunan kepariwisataan pada
masa sekarang dan yang akan datang karena memiliki fungsi ganda, di
samping sebagai aset sumber daya manusia, juga berfungsi sebagai
sumber potensi wisatawan nusantara.


      Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan
sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan
kebersamaan      dalam       keragaman.    Pembangunan       kepariwisataan
dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi     untuk       kesejahteraan   rakyat   dan   pembangunan      yang
berorientasi    pada       pengembangan     wilayah,    bertumpu      kepada
masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi
berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi,
ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama
antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam
pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.


      Dalam         pelaksanaannya,       pembangunan        kepariwisataan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan masih menitikberatkan pada usaha pariwisata.
Oleh karena itu, sebagai salah satu syarat untuk menciptakan iklim
yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat
menyeluruh dalam rangka menjawab tuntutan zaman akibat


                                                            perubahan . . .
                                   -3-

  perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal, perlu
  mengganti      Undang-Undang      Nomor     9   Tahun       1990     dengan
  undang-undang yang baru.


        Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara
  lain hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha,
  Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan
  yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor,
  pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan
  menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi
  pariwisata,    asosiasi   kepariwisataan,   standardisasi     usaha,        dan
  kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata
  melalui pelatihan sumber daya manusia.




II. PASAL DEMI PASAL
  Pasal 1
       Cukup jelas.

  Pasal 2
       Cukup jelas.

  Pasal 3
       Cukup jelas.

  Pasal 4
   Cukup jelas.

  Pasal 5

       Huruf a
                Cukup jelas.

       Huruf b
                Cukup jelas.

       Huruf c
                Cukup jelas.

                                                              Huruf d . . .
                                -4-

     Huruf d
           Yang      dimaksud   dengan      "lingkungan    hidup"    adalah
           kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaaan, dan
           makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
           mempengaruhi         kelangsungan       perikehidupan           dan
           kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

     Huruf e
           Yang dimaksud dengan "masyarakat setempat" adalah
           masyarakat yang bertempat tinggal di dalam wilayah
           destinasi pariwisata dan diprioritaskan untuk mendapatkan
           manfaat dari penyelenggaraan kegiatan pariwisata di tempat
           tersebut.

     Huruf f
           Cukup jelas.

     Huruf g
           Yang dimaksud dengan "kode etik kepariwisataan dunia dan
           kesepakatan internasional" adalah kode etik dan
           kesepakatan internasional dalam penyelenggaraan
           kepariwisataan yang telah diratifikasi.

     Huruf h
           Cukup jelas.

Pasal 6
      Cukup jelas.

Pasal 7
     Huruf a
           Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan
           industri pariwisata, antara lain pembangunan struktur
           (fungsi, hierarki, dan hubungan) industri pariwisata, daya
           saing produk pariwisata, kemitraan usaha pariwisata,
           kredibilitas   bisnis,   serta    tanggung     jawab     terhadap
           lingkungan alam dan sosial budaya.



                                                           Huruf b . . .
                              -5-



     Huruf b
           Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan
           destinasi pariwisata, antara lain pemberdayaan masyarakat,
           pembangunan daya tarik wisata, pembangunan prasarana,
           penyediaan fasilitas umum, serta pembangunan fasilitas
           pariwisata secara terpadu dan berkesinambungan.

     Huruf c
           Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan
           pemasaran, antara lain pemasaran pariwisata bersama,
           terpadu,   dan   berkesinambungan     dengan    melibatkan
           seluruh pemangku kepentingan serta pemasaran yang
           bertanggung jawab dalam membangun citra Indonesia
           sebagai destinasi pariwisata yang berdaya saing.

     Huruf d
           Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan
           kelembagaan kepariwisataan, antara lain pengembangan
           organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, dan
           masyarakat, pengembangan sumber daya manusia, regulasi,
           serta mekanisme operasional di bidang kepariwisataan.
Pasal 8
     Cukup jelas.

Pasal 9

     Ayat (1)
          Cukup jelas.

     Ayat (2)
          Cukup jelas.

     Ayat (3)
          Cukup jelas.



                                                          Ayat (4) . . .
                                 -6-

     Ayat (4)
           Yang dimaksud dengan "pemangku kepentingan" adalah
           Pemerintah,    Pemerintah    Daerah,    dunia    usaha,     dan
           masyarakat.

     Ayat (5)

           Cukup jelas.

Pasal 10
     Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong penanaman modal
     dalam negeri dan penanaman modal asing yang dilakukan melalui,
     antara lain pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, kemudahan,
     promosi penanaman modal, dan pemberian informasi peluang
     penanaman modal.

Pasal 11
      Cukup jelas.

Pasal 12
      Cukup jelas.

Pasal 13

     Ayat (1)
           Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Cukup jelas.

     Ayat (3)
           Cukup jelas.

     Ayat (4)
           Kawasan   strategis   yang   memiliki   kekhususan      wilayah
           menjadi kawasan pariwisata khusus ditetapkan dengan
           undang-undang.




                                                           Pasal 14 . . .
                               -7-

Pasal 14
     Ayat (1)

           Huruf a
                Yang dimaksud dengan "usaha daya tarik wisata"
                adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik
                wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik
                wisata buatan/binaan manusia.
           Huruf b
                Yang dimaksud dengan "usaha kawasan pariwisata"
                adalah usaha yang kegiatannya membangun dan/atau
                mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk
                memenuhi kebutuhan pariwisata.
           Huruf c
                Yang dimaksud dengan "usaha jasa transportasi
                wisata" adalah usaha khusus yang menyediakan
                angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata,
                bukan angkutan transportasi reguler/umum.
           Huruf d
                Yang dimaksud dengan "usaha jasa perjalanan wisata"
                adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen
                perjalanan wisata.
                Usaha biro perjalanan wisata meliputi usaha
                penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa
                pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk
                penyelenggaraan perjalanan ibadah.
                Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa
                pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan
                pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen
                perjalanan.

           Huruf e
                Yang dimaksud dengan "usaha jasa makanan dan
                minuman" adalah usaha jasa penyediaan makanan dan
                minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
                perlengkapan untuk proses pembuatan dapat berupa
                restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai minum.


                                                      Huruf f . . .
                    -8-

Huruf f
     Yang dimaksud dengan "usaha penyediaan akomodasi"
     adalah    usaha     yang menyediakan    pelayanan
     penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan
     pariwisata lainnya.
     Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel, vila,
     pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan
     karavan, dan akomodasi lainnya yang digunakan
     untuk tujuan pariwisata.

Huruf g
     Yang dimaksud dengan "usaha penyelenggaraan
     kegiatan hiburan dan rekreasi" merupakan usaha yang
     ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni
     pertunjukan, arena permainan, karaoke, bioskop, serta
     kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan
     untuk pariwisata.

Huruf h
     Yang dimaksud dengan "usaha penyelenggaraan
     pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
     pameran" adalah usaha yang memberikan jasa bagi
     suatu       pertemuan       sekelompok       orang,
     menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra
     usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta
     menyelenggarakan      pameran      dalam    rangka
     menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang
     dan jasa yang berskala nasional, regional, dan
     internasional.

Huruf i
     Yang dimaksud dengan "usaha jasa informasi
     pariwisata" adalah usaha yang menyediakan data,
     berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian
     mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam
     bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.



                                             Huruf j . . .
                                  -9-

           Huruf j
                Yang      dimaksud    dengan         "usaha         jasa   konsultan
                pariwisata" adalah usaha yang menyediakan saran dan
                rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan,
                pengelolaan usaha, penelitian, dan pemasaran di
                bidang kepariwisataan.


           Huruf k
                Yang dimaksud dengan "usaha jasa pramuwisata"
                adalah      usaha         yang       menyediakan           dan/atau
                mengoordinasikan tenaga pemandu                      wisata untuk
                memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan
                biro perjalanan wisata.


           Huruf l
                Yang dimaksud dengan "usaha wisata tirta" merupakan
                usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air,
                termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa
                lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut,
                pantai, sungai, danau, dan waduk.


           Huruf m
                Yang dimaksud dengan "usaha spa" adalah usaha
                perawatan yang memberikan layanan dengan metode
                kombinasi        terapi      air,     terapi        aroma,      pijat,
                rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat,
                dan       olah     aktivitas         fisik      dengan         tujuan
                menyeimbangkan            jiwa      dan      raga    dengan      tetap
                memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
     Ayat (2)
           Cukup jelas.
Pasal 15
     Ayat (1)
           Cukup jelas.
                                                                    Ayat (2) . . .
                                  - 10 -

     Ayat (2)
           Tata cara pendaftaran yang diatur dalam Peraturan Menteri
           bersifat teknis dan administratif yang memenuhi prinsip
           dalam penyelenggaran pelayanan publik yang transparan
           meliputi, antara lain prosedur pelayanan yang sederhana,
           persyaratan teknis dan administratif yang mudah, waktu
           penyelesaian yang cepat, lokasi pelayanan yang mudah
           dijangkau, standar pelayanan yang jelas, dan informasi
           pelayanan yang terbuka. Penyelenggaraan pelayanan publik
           harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik
           maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi
           pemerintah (akuntabel).

Pasal 16
     Cukup jelas.

Pasal 17
     Huruf a
            Yang dimaksud dengan "kebijakan pencadangan usaha
            pariwisata"     adalah    memberikan          perlindungan    dan
            kesempatan berusaha untuk usaha mikro, kecil, menengah,
            dan      koperasi    sesuai     dengan   ketentuan      peraturan
            perundang-undangan.

     Huruf b
            Cukup jelas.

Pasal 18
     Yang dimaksud dengan "mengelola" adalah merencanakan,
     mengorganisasikan,         dan       mengendalikan     semua     urusan
     kepariwisataan.

Pasal 19
     Ayat (1)
           Cukup jelas.
     Ayat (2)
           Huruf a
                  Cukup jelas.
                                                               Huruf b . . .
                                  - 11 -

           Huruf b
                Yang dimaksud dengan "konsinyasi" adalah hak setiap
                orang      atau    masyarakat       untuk   menempatkan
                komoditas untuk dijual melalui usaha pariwisata yang
                pembayarannya dilakukan kemudian.


           Huruf c
                Yang dimaksud dengan "pengelolaan" adalah hak
                setiap orang atau masyarakat untuk mengusahakan
                sumber daya yang dimilikinya dalam menunjang
                kegiatan    usaha     pariwisata,   misalnya    penyediaan
                angkutan     di   sekitar   destinasi   untuk   menunjang
                pergerakan wisatawan.


Pasal 20
     Huruf a
            Cukup jelas.


     Huruf b
            Yang dimaksud dengan "pelayanan kepariwisataan sesuai
            dengan standar" adalah pelayanan yang diberikan kepada
            wisatawan berdasarkan standar kualifikasi usaha dan
            standar kompetensi sumber daya manusia.


     Huruf c
            Cukup jelas.


     Huruf d
            Cukup jelas.


     Huruf e
            Cukup jelas.




                                                            Huruf f . . .
                                 - 12 -

     Huruf f
           Cukup jelas.

Pasal 21
     Cukup jelas.

Pasal 22
     Cukup jelas.

Pasal 23
     Cukup jelas.

Pasal 24
     Cukup jelas.

Pasal 25
     Cukup jelas.

Pasal 26

     Huruf a
           Cukup jelas.

     Huruf b
           Cukup jelas.

     Huruf c
           Cukup jelas.

     Huruf d
           Cukup jelas.

     Huruf e
           Yang dimaksud dengan "usaha pariwisata dengan kegiatan
           yang berisiko tinggi" meliputi, antara lain wisata selam,
           arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan
           mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa
           liar di alam bebas.

     Huruf f
           Cukup jelas.

     Huruf g
           Cukup jelas.

                                                      Huruf h . . .
                               - 13 -

     Huruf h
            Cukup jelas.

     Huruf i
            Cukup jelas.

     Huruf j
            Cukup jelas.

     Huruf k
            Cukup jelas.

     Huruf l
            Cukup jelas.

     Huruf m
            Cukup jelas.

     Huruf n
            Cukup jelas.

Pasal 27

     Ayat (1)
           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Yang dimaksud dengan "spesies tertentu" adalah kelompok
           flora dan fauna yang dilindungi.

           Yang dimaksud dengan "keunikan" adalah suatu keadaan
           atau hal   yang memiliki kekhususan/keistimewaan yang
           menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, seperti
           relief candi, patung, dan rumah adat.

           Yang dimaksud dengan "nilai autentik" adalah nilai keaslian
           yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan,
           seperti benda cagar budaya.


Pasal 28
     Cukup jelas.
                                                      Pasal 29 . . .
                                 - 14 -

Pasal 29
     Cukup jelas.

Pasal 30
     Cukup jelas.

Pasal 31
      Cukup jelas.

Pasal 32
     Cukup jelas.

Pasal 33

     Ayat (1)
           Cukup jelas.

     Ayat (2)
           Huruf a
                Ketentuan mengenai koordinasi strategis di bidang
                pelayanan kepabeanan dilakukan dengan instansi
                pemerintah yang mengurusi bidang bea cukai dalam
                hal mempermudah masuk dan keluarnya barang untuk
                keperluan berbagai kegiatan pariwisata, antara lain
                untuk     keperluan       pertemuan,   perjalanan    insentif,
                konferensi, dan pameran; untuk promosi pariwisata
                internasional;     dan      untuk      kegiatan    pariwisata
                internasional lainnya.
                Ketentuan mengenai          koordinasi strategis di bidang
                pelayanan keimigrasian dilakukan dengan instansi
                pemerintah yang mengurusi keimigrasian dalam hal
                mempermudah:
                a. pemberian bebas visa kunjungan singkat (BVKS)
                     atau visa free dan visa kunjungan saat kedatangan
                     (VKSK) atau visa on arrival (VOA); dan
                b. pemberian      visa      kepada     peserta    pertemuan,
                     perjalanan insentif, konferensi, dan pameran dari
                     negara di luar yang mendapatkan fasilitas BVKS dan
                     VKSK.

                                                           Ketentuan . . .
                        - 15 -



     Ketentuan mengenai          koordinasi strategis di bidang
     pelayanan      karantina     dilakukan     dengan      instansi
     pemerintah yang mengurusi karantina dan kesehatan
     dengan prosedur yang jelas dan tegas dalam hal:
     a. masuk dan keluarnya hewan dan tumbuhan yang
          terkait dengan kegiatan pariwisata/ pertemuan,
          perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; dan
     b. masuk       dan     keluarnya     bahan/barang       untuk
          keperluan wisatawan.
Huruf b
     Ketentuan      mengenai      koordinasi    strategis    bidang
     keamanan dan ketertiban dilakukan dengan instansi
     Pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri,
     Kepolisian Republik Indonesia, dan Tentara Nasional
     Indonesia dalam hal:
     a. kebijakan        dan     pelayanan     pengamanan          lingkungan objek vital pariwisata nasional dan
          daerah;
     b. penetapan standar keamanan dan ketertiban serta
          pengawasan         perjalanan       wisatawan       sejak
          kedatangan,      selama    perjalanan,    dan     sampai
          kepulangan; dan
     c. pemberian informasi mengenai kondisi destinasi
          pariwisata     yang    kondusif    dan   aman      untuk
          dikunjungi dengan memberikan peringatan dini
          terhadap adanya suatu bencana.
Huruf c
     Ketentuan      mengenai      koordinasi    strategis    bidang
     prasarana         umum      dilakukan     dengan       instansi
     pemerintah          dalam      hal      ketersediaan       dan
     keterpeliharaan:
     a. prasarana jalan menuju dan di lingkungan destinasi
          pariwisata;


                                                      b. air . . .
                      - 16 -

     b. air bersih untuk fasilitas umum dan fasilitas
          pariwisata di destinasi pariwisata;
     c. listrik untuk fasilitas umum dan fasilitas pariwisata
          di destinasi pariwisata;
     d. sarana telekomunikasi untuk fasilitas umum dan
          fasilitas pariwisata di destinasi pariwisata; dan
     e. sistem pembuangan air kotor, sampah, dan sanitasi.

Huruf d
     Ketentuan      mengenai      koordinasi    strategis    bidang
     transportasi darat, laut, dan udara dilakukan dengan
     instansi pemerintah di bidang perhubungan dalam hal:
     a. peningkatan      jalur    dan   frekuensi   penerbangan
          maskapai asing dan maskapai nasional dari sumber
          utama pasar wisatawan mancanegara;
     b. peningkatan kualitas sarana bandara, terminal bus,
          stasiun kereta api, dan pelabuhan laut yang
          memenuhi International Ship and Port Security Code
          (ISPS Code);
     c. peningkatan kenyamanan sarana transportasi;
     d. keterpaduan moda transportasi;
     e. ketersediaan pelayanan transportasi perintis; dan
     f. ketersediaan rambu/petunjuk perjalanan menuju
          daya tarik wisata dan destinasi pariwisata.

Huruf e
     Ketentuan      mengenai      koordinasi    strategis    bidang
     promosi      pariwisata     dilakukan      dengan      instansi
     Pemerintah     yang   menangani      bidang     luar    negeri,
     perindustrian, perdagangan, penanaman modal, dan
     Pemerintah Daerah dalam hal promosi terpadu di
     bidang     pariwisata,      perdagangan,     industri,     dan
     penanaman modal dan promosi bersama di bidang
     pariwisata dengan melibatkan pemerintah daerah,
     perusahaan penerbangan, dan industri pariwisata.

                                                 Pasal 34 . . .
                              - 17 -

Pasal 34
     Cukup jelas.

Pasal 35
     Cukup jelas.

Pasal 36
     Cukup jelas.

Pasal 37
     Yang dimaksud dengan "unsur penentu kebijakan" adalah
     penentu yang merumuskan dan menetapkan kebijakan mengenai
     pelaksanaan tugas Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

      Yang dimaksud dengan "unsur pelaksana" adalah pelaksana
      kebijakan yang menjalankan tugas operasional Badan Promosi
      Pariwisata Indonesia.

Pasal 38
      Cukup jelas.

Pasal 39
     Cukup jelas.

Pasal 40
      Cukup jelas.

Pasal 41
      Cukup jelas.

Pasal 42
      Cukup jelas.

Pasal 43
      Cukup jelas.

Pasal 44
     Cukup jelas.

Pasal 45
      Cukup jelas.


                                                    Pasal 46 . . .
                                 - 18 -

Pasal 46
     Cukup jelas.

Pasal 47
      Cukup jelas.

Pasal 48
      Cukup jelas.

Pasal 49
      Cukup jelas.

Pasal 50
      Cukup jelas.

Pasal 51
     Cukup jelas.

Pasal 52
     Cukup jelas.

Pasal 53
      Cukup jelas.

Pasal 54
      Cukup jelas.

Pasal 55
Sertifikasi kompetensi diberikan oleh lembaga sertifikasi profesi yang
mendapat lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Sertifikat
diberikan setelah lulus uji kompetensi yang dilakukan berdasarkan
standar    kompetensi    yang   disusun   bersama-sama   oleh    instansi
pemerintah di bidang pariwisata, asosiasi pariwisata, pengusaha, dan
akademisi.

Pasal 56
     Ayat (1)
           Ketentuan mengenai tenaga kerja ahli warga negara asing
           bidang pariwisata dibutuhkan sepanjang keahliannya belum
           dapat dipenuhi atau belum tersedia tenaga kerja Indonesia
           selama       tidak   bertentangan   dengan      kesepakatan
           internasional.

                                                         Ayat (2) . . .
                           - 19 -

        Ayat (2)
            Cukup jelas.
  Pasal 57
        Cukup jelas.
  Pasal 58
        Cukup jelas.
  Pasal 59
        Cukup jelas.
  Pasal 60
        Cukup jelas.
  Pasal 61
        Cukup jelas.
  Pasal 62
         Cukup jelas.
  Pasal 63
        Cukup jelas.
  Pasal 64
        Cukup jelas.
  Pasal 65
        Cukup jelas.
  Pasal 66
        Cukup jelas.
  Pasal 67
        Cukup jelas.
  Pasal 68
        Cukup jelas.
  Pasal 69
        Cukup jelas.
  Pasal 70
        Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4966


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kepariwisataan_tidak_sesuai_lagi_dengan_tuntutan_10.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uu no 9 thn 1990 perlu diganti. Sebab uu no 9 tahun 1990 diganti. Tujuan dan manfaat mempelajari hukum kepariwisataan. Manfaat uu pariwisata. Mengapa uu no 9 tahun 1990 perlu diganti. Manfaat undang undang pariwisata. Pengertian prinsip penyelenggaraan kepariwisataan undang undang no 10 tahun 2009.

Penjabaran asas manfaat dalam asas kepariwisataan. Manfaat mempelajari peraturan kepariwisataan. Sepuluh pendapat ahli tentang hukum pariwisata. Manfaat mempelajari hukum kepariwisataan. Mengapa uu no 9 th 1990 tentang kepariwisataan perlu diganti. Arti asas manfaat dalam pariwisataan. Azas dan tujuan pariwisata menurut ilmuwan.

Sebab uu no.9 thn 1990 tentang kepariwisataan diganti. Definisi pariwisata berdasarkan para ahli dan undang undang nomor 10 tahun 2009. Asas dan tujuan pariwisata. Contoh soal ketentuan pidana daya tarik wisata. Apa manfaat uu pariwisata. Devinisi asas manfaat dalam pariwisata.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.