Previous
Next

1995

Undang-Undang Kepabeanan (UU 10 thn 1995)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan :

UU 10/1995, KEPABEANAN

Bentuk:           UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:     10 TAHUN 1995 (10/1995)

Tanggal:                30 DESEMBER 1995 (JAKARTA)

Sumber:

Tentang:                KEPABEANAN

Indeks:

                   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang           :

a.        bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan
          perkembangan   yang   pesat  dalam   kehidupan   nasional,
          khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk
          dan    praktek   penyelenggaraan   kegiatan    perdagangan
          internasional;

b.        bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan
          seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan
          kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan
          dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan lebih
          dapat    diciptakan    kepastian    hukum    dan  kemudahan
          administrasi berkaitan dengan aspek Kepabeanan bagi
          bentuk-bentuk    dan   praktek    penyelenggaraan  kegiatan
          perdagangan internasional yang terus berkembang serta
          dalam   rangka    antisipasi   atas   globalisasi  ekonomi,
          diperlukan langkah-langkah pembaruan;

c.        bahwa peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang selama
          ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti perkembangan
          perekonomian nasional dalam hubungannya dengan perdagangan
          internasional;

d.        bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu
          untuk membentuk Undang-undang tentang Kepabeanan yang
          dapat   memenuhi   perkembangan keadaan   dan  kebutuhan
          pelayanan Kepabeanan yang berlandaskan Pancasila dan
          Undang-undang Dasar 1945;

Mengingat           :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2)
Undang-undang Dasar 1945;

                          Dengan Persetujuan
              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN:
*9049

Menetapkan:        UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN.

                                 BAB I
                            KETENTUAN UMUM

                               Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.      Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
        pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar
        Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk.

2.      Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
        meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
        atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
        Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku
        Undang-undang ini.

3.      Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu
        di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang
        ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada
        di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

4.      Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat
        Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean
        sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.

5.      Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh
        Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap
        lalu-lintas impor dan ekspor.

6.      Kewajiban   Pabean  adalah  semua  kegiatan   di  bidang
        Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan
        dalam Undang-undang ini.

7.      Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh
        Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam
        bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.

8.      Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

9.      Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
10.   Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana
      tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang
      Kepabeanan dan Cukai.

11.    Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
       Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk
       melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.

12.    Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

13.        Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
       Daerah Pabean.

14.    Ekspor adalah   kegiatan   mengeluarkan   barang   dari   Daerah
       Pabean.

15.    Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang
       ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

16.    Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan.atau
       lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di
       Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu
       pemuatan atau pengeluarannya.

17.    Tem[at Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau
       kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan
       untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan
       barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea
       Masuk.

18.    Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan
       atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan
       oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah
       pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
       menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang
       yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara
       berdasarkan Undang-undang ini.

                             Pasal 2

(1)    Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan
       sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk.

(2)    Barang yang telah dimuat atau akan dimuat di sarana
       pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap
       telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.

(3)    Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan
       barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang
       tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam
       Daerah Pabean.
                              Pasal 3

(1)     Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.

(2)     Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.

(3)     Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat
        (2) dilakukan secara selektif.

(4)     Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana      dimaksud   pada
        ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
*9051

                              Pasal 4

(1)     Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.

(2)     Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas
        barang ekspor.

(3)     Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada
        ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                              Pasal 5

(1)     Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau
        tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan
        menggunakan Pemberitahuan Pabean.

(2)     Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan
        Cukai di Kantor Pabean atau tempat laun yang disamakan
        dengan Kantor Pabean dalam bentuk formulir atau melalui
        media elektronik.

(3)     Untuk pelaksanaan dan pengawasan      pemenuhan Kewajiban
        Pabean, ditetapkan Kawasan Pabean     dan Pos Pengawasan
        Pabean.

(4)     Penetapan   Kawasan  Pabean,   Kantor   Pabean,    dan    Pos
        Pengawasan Pabean dilakukan oleh Manteri.

                              Pasal 6

Terhadap barang yang diimpor atau diekspor,          berlaku   segala
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

                              BAB II

                         IMPOR DAN EKSPOR

                          Bagian Pertama
                               Impor
                            Paragraf 1
              Kedatangan, Pembongkaran, Penimbunan,
                     dan Pengeluaran Barang

                             Pasal 7

(1)   Barang impor harus dibawa ke Kantor Pabean tujuan pertama
      melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tersebut
      wajib diberitahukan oleh pengangkutnya.

(2)   Dalam   hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, dengan
      tanpa   memenuhi ketentuan pada ayat (1), pengangkut dapat
               membongkar barang impor terlebih dahulu, kemudian
      *9052
      wajib   melaporkan hal tersebut ke Kantor Pabean terdekat.

(3)   Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi
      administrasi berupa denda paling banyak Rp 25.000.000,00
      (dua puluh lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp
      2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

(4)   Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tetapi jumlah barang
      yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam
      Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa
      kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping
      wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang
      dibongkar, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling
      banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
      paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(5)   Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), tetapi jumlah barang
      yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam
      Pemberitahuan Pabean dikenai sanksi administrasi berupa
      denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
      rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta
      rupiah).

(6)   Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara
      menunggu   pengeluarannya  dari   Kawasan  Pabean,   dapat
      ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

(7)   Barang   sebagaimana   dimaksud  pada  ayat     (1)   dapat
      dikeluarkan dari Kawasan      Pabean setelah    dipenuhinya
      Kewajiban Pabean untuk :

                a. diimpor untuk dipakai;
                b. diimpor sementara;
                c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;
      d.        diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara      Kawasan Pabean lainnya;
                e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau
                f. diekspor kembali.

(8)    Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean
       sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai
       dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
       5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(9)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
       ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                            Paragraf 2
                       Impor untuk Dipakai

                             Pasal 8

(1)        Impor untuk dipakai adalah :

       a.        memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan
       tujuan untuk dipakai; atau

       b.         memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk
       dimiliki atau dikuasai oleh Orang yang berdomisili di
       Indonesia.

(2)    Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk
       dipakai :
       a.        setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan
       dilunasi Bea Masuknya;

       b.        setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean      dan
       jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; atau

       c.        setelah diserahkan dokumen pelengkap pabean dan
       jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.

(3)    Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana
       pengangkut, dan pelintas batas ke Daerah Pabean pada saat
       kedatangan wajib diberitahukan oleh pembawanya kepada
       Pejabat Bea dan Cukai.

(4)    Barang impor yang dikirim melalui yang dikirim melalui pos
       atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan
       Pejabat Bea dan Cukai.

(5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
       ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(6)    Importir yang tidak melunasi Bea Masuk atas barang impor
       sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c
       dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut Undang-undang
       ini dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar
       sepuluh persen dari Bea Masuk yang wajib dilunasinya.
                             Paragraf 3
                           Impor Sementara

                               Pasal 9

(1)    Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor
       sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
       untuk diekspor kembali.

(2)    Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada
       dalam pengawasan pabean.

(3)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
       serta penentuan jangka waktu sementara diatur lebih lanjut
       oleh Menteri.

(4)        Barangsiapa yang tidak mengekspor kembali barang
       impor sementara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
       pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda
       seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

                              Pasal 10

(1)    Barang yang akan diekspor wajib        diberitahukan   dengan
       menggunakan Pemberitahuan Pabean.

(2)    Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       tidak diperlukan atas barang pribadi penumpang, awak
       pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
       batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu.

(3)    Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara
       menunggu pemuatannya dapat ditimbun di Tempat Penimbunan
       Sementara.

(4)    Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1), jika dibatalkan harus dilaporkan
       kepada Pejabat Bea dan Cukai.

(5)    Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya
       sebagaimana   dimaksud  pada  ayat  (4)   dikenai  saksi
       administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima
       juta rupiah).

(6)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
       ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                          Bagian Ketiga
                       Pengangkutan Barang

                              Pasal 11

(1)    Pengangkut   pada     saat    sarana   pengangkutnya     akan
        meninggalkan Kantor Pabean dengan tujuan ke luar Daerah
        Pabean wajib memberitahukan barang yang diangkutnya dengan
        menggunakan Pemberitahuan Pabean.

(2)     Pengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain dalam
        Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan
        Pabean sepanjang mengenai :

        a.        barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara
        atau Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan Tempat
        Penimbunan Berikat lainnya;

        b.        barang   impor    yang   diangkut    terus   dan/atau
        diangkut lanjut;

        c.        barang   ekspor   yang    diangkut   terus   dan/atau
        diangkut lanjut;
*9055
        d.        barang dari Daerah Pabean yang         pengangkutnya
        melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean.

(3)     Pengangkut yang tidak memberitahukan barang yang diangkut
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai
        sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00
        (lima juta rupiah).

(4)     Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
        dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b, tetapi barang
        yang diangkutnya tidak sampai ke tempat tujuan atau jumlah
        barang setelah sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan
        Pemberitahuan Pabean, dan tidak dapat membuktikan bahwa
        kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, disamping
        wajib membayar Bea Masuk atas barang yang tidak sampai di
        tempat tujuan atau kurang dibongkar tersebut, dikenai
        sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp.
        50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit
        Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(5)     Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk
        impor atau Ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau
        saluran pipa.

(6)     Persyaratan dan tata cara pengangkutan barang sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) diatur
        lebih lanjut oleh Menteri.

                              BAB III

                      TARIP DAN NILAI PABEAN

                           Bagian Pertama
                                Tarip
                             Paragraf 1
                              Tarip Bea Masuk

                                 Pasal 12

(1)     Barang   impor  dipungut   Bea Masuk  berdasarkan tarif
        setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean
        untuk perhitungan Bea Masuk.

(2)     Dikecualikan   dari      ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada
        ayat (1) :

        a.        barang impor hasil pertanian tertentu;

        b.        barang impor termasuk dalam daftar eksklusif
        Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif
        dan Perdagangan; dan

        c.        barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
        ayat (1).
*9056
(3)     Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud
        pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

                                 Pasal 13

(1)     Bea Masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya
        berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
        terhadap :

        a.        barang impor yang dikenakan tarif Bea Masuk
        berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;

        b.        barang impor bawaan penumpang, awak sarana
        pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui
        pos atau jasa titipan; atau

        c.        barang impor yang berasal dari negara yang
        memperlakukan    barang   ekspor   Indonesia   secara
        diskriminatif.

(2)     Tata cara      pengenaan    dan     besarnya tarif Bea Masuk
        sebagaimana    dimaksud    pada     ayat (1) ditetapkan oleh
        Menteri.

                              Paragraf 2
                          Klasifikasi Barang

                                 Pasal 14

(1)     Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang            dikelompokkan
        berdasarkan sistem klasifikasi barang.

(2)     Ketentuan tentang klasifikasi barang diatur lebih         lanjut
      oleh Menteri.

                         Bagian Kedua
                         Nilai Pabean

                           Pasal 15

(1)   Nilai pabean untuk penghitung Bea Masuk      adalah   nilai
      transaksi dari barang yang bersangkutan.

(2)   Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
      dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), nilai pabean untuk menghitung Bea
      Masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang
      indentik.

(3)        Dalam hal nilai pabean untuk menghitung Bea
       Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi
       sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai pabean untuk
       penghitungan   Bea   Masuk  dihitung  berdasarkan  nilai
       transaksi dari barang serupa.

(4)   Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
      dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan
      Bea Masuk dihitung berdasarkan metode deduksi.

(5)   Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
      dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4), nilai pabean untuk penghitungan
      Bea Masuk dihitung berdasarkan metode komputasi.

(6)   Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
      dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau
      ayat (5), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk
      dihitung dengan menggunakan tata cara yang wajar dan
      konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur
      pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5)
      berdasarkan data yang tersedia di daerah Pabean dengan
      pembatasan tertentu.

(7)   Ketentuan tentang nilai pabean untuk menghitung Bea Masuk
      diatur lebih lanjut oleh Manteri.

                         Bagian Ketiga
               Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

                           Pasal 16

(1)   Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif atas barang
      impor sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean atau dalam
      waktu tiga puluh hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.
(2)   Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan nilai pabean untuk
      penghitungan Bea Masuk atas barang impor dalam waktu tiga
      puluh hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.

(3)   Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan/atau ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea
      Masuk kecuali importir mengajukan keberatan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), importir harus melunasi
      Bea Masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.

(4)   Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk
      menghitung Bea Masuk sehingga mengakibatkan kekurangan
      pembayaran Bea Masuk dikenai sanksi administrasi berupa
      denda paling banyak lima ratus persen dari Bea Masuk yang
      kurang dibayar atau paling sedikit seratus persen dari Bea
      Masuk yang kurang dibayar.

(5)        Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dan/atau ayat (2) mengakibatkan kelebihan
       pembayaran Bea Masuk, pengembalian Bea Masuk dibayar
       sebesar kelebihannya.

(6)   Ketentuan tentang penetapan tarif dan nilai pabean diatur
      lebih lanjut oleh Menteri.

                             Pasal 17

(1)   Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai
      pabean untuk penghitungan Bea Masuk dalam jangka waktu du
      tahun terhitung sejak tanggal Pemberitahuan Pebean.

(2)   Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      16, Direktur Jenderal memberitahukan      secara tertulis
      kepada importir untuk :

      a.         melunasi Bea Masuk yang kurang dibayar; atau

      b.         diberikan   pengembalian   Bea   Masuk   yang   lebih
      dibayar.

(3)   Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian Bea Masuk
      yang dibayar lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dibayar sesuai dengan penetapan kembali.

                              BAB IV

           BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN

                          Bagian Pertama
                      Bea Masuk Antidumping
                             Pasal 18

Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang   impor dalam hal
:

a.      harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai
        normalnya; dan

b.      impor barang tersebut :

        1.        menyebabkan kerugian terhadap industri dalam
        negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
        tersebut;

        2.        mengecam terjadinya kerugian terhadap industri
        dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
        tersebut; dan

        3.        menghalangi pengembangan industri barang sejenis
        di dalam negeri.
*9059

                             Pasal 19

(1)     Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya
        sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor
        dari barang tersebut.

(2)     Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        merupakan   tambahan   dari   Bea Masuk   yang  dipungut
        berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

                             Pasal 20

Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk
Antidumping serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

                            Bagian Kedua
                         Bea Masuk Imbalan

                             Pasal 21

Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal :

a.      ditemukan  adanya   subsidi  yang   diberikan   di   negara
        pengekspor terhadap barang tersebut; dan

b.      impor barang tersebut :

        1.         menyebabkan kerugian terhadap industri dalam
        negeri   yang memproduksi barang sejenis dengan barang
        tersebut;

        2.        mengancam terjadinya kerugian terhadap industri
        dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
        tersebut; atau

        3.        menghalangi pengembangan industri barang sejenis
        di dalam negeri.

                                Pasal 22

(1)     Bea   Masuk  Imbalan   dikenakan  terhadap barang impor
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 setinggi-tingginya
        sebesar selisih antara subsidi dengan :

        a.        biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain
        yang dikeluarkan untuk memperoleh subsidi; dan/atau

        b.        pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk
        mengganti subsidi yang diberikan kepada barang ekspor
        tersebut.
*9060
(2)     Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud              pada   ayat (1)
        merupakan   tambahan   dari   Bea Masuk             yang    dipungut
        berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

                                Pasal 23

Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk
Imbalan serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

                                  BAB V

             TIDAK DIPUNGUT, PEMBEBASAN, KERINGANAN, DAN
                       PENGEMBALIAN BEA MASUK

                            Bagian Pertama
                       Tidak Dipungut Bea Masuk

                                Pasal 24

Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau
diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea Masuk.

                            Bagian Kedua
                 Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk

                                Pasal 25

(1)     Pembebasan Bea Masuk diberikan atas Impor :

        a.          barang   perwakilan    negara   asing    beserta   para
        pejabatnya yang   bertugas   di   Indonesia   berdasarkan    asas
        timbal balik;

        b.        barang   untuk  keperluan   badan  internasional
        beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;

        c.        barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau
        dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor;

        d.        buku ilmu pengetahuan;

        e.        barang kiriman hadiah untuk         keperluan    ibadah
        umum, amal, sosial, atau kebudayaan;

        f.        barang untuk keperluan museum, kebun binatang,
        dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

        g.        barang    untuk    keperluan        penelitian      dan
        pengembangan ilmu pengetahuan;

        h.        barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra
        dan penyandang cacat lainnya;
*9061
        i.        persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
        termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan
        pertahanan dan keamanan negara;

        j.        barang   dan  bahan   yang  dipergunakan   untuk
        menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan
        negara;

        k.        barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;

        l.        peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau
        abu jenazah;

        m.        barang pindahan;

        n.        barang    pribadi    penumpang,    awak          sarana
        pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman             sampai
        batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

(2)     Perubahan atas barang impor yang diberikan pembebasan
        berdasarkan tujuan pemakaiannya sebagaimana dimaksud pada
        ayat (1) diatur oleh Menteri.

(3)     Ketentuan tentang pembebasan sebagaimana         dimaksud    pada
        ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(4)     Barangsiapa   yang   tidak  memenuhi   ketentuan   tentang
        pembebasan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-undang
        ini, jika mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara,
        dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus
      persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

                            Pasal 16

(1)   Pembebasan atau keringanan Bea Masuk dapat diberikan atas
      Impor :

      a.        mesin   untuk   pembangunan      dan     pengembangan
      industri;

      b.        barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan
      pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu;

      c.        peralatan   dan  bahan    yang    digunakan       untuk
      mencegah pencemaran lingkungan;

      d.         bibit    dan   benih   untuk     pembangunan       dan
      pengembangan     industri   pertanian,     peternakan,       atau
      perikanan;

      e.        hasil   laut   yang  ditangkap         dengan    sarana
      penangkap yang telah mendapat izin;

      f.        barang yang telah diekspor         untuk    keperluan
      perbaikan, pengerjaan, dan pengujian;

      *9062 g. barang yang telah diekspor,        kemudian      diimpor
      kembali dalam kualitas yang sama;

      h.        barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu,
      kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena
      alamiah antara saat diangkut ke dalam Daerah Pabean dan
      saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;

      i.        bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan
      bahan penjenisan jaringan;

      j.        barang oleh Pemerintah pusat atau          Pemerintah
      daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;

      k.        barang dengan tujuan untuk diimpor sementara.

(2)   Perubahan   atas  barang   impor   yang  dapat   diberikan
      pembebasan atau kekeringan berdasarkan tujuan pemakaiannya
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.

(3)   Ketentuan tentang pembebasan atau keringanan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(4)   Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau
      keringanan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-undang
      ini, jika mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara,
      dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus
       persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

                          Bagian Ketiga
                     Pengembalian Bea Masuk

                            Pasal 27

(1)    Pengembalian   dapat  diberikan   terhadap   seluruh     atau
       sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas :

       a.        kelebihan   pembayaran Bea   Masuk  sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau
       karena kesalahan tata usaha;

       b.        impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
       dan Pasal 26;

       c.        impor barang   yang oleh sebab tertentu harus
       diekspor kembali atau    dimusnahkan di bawah pengawasan
       Pejabat Bea dan Cukai;

       d.        impor barang yang sebelum diberikan persetujuan
       impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih
       kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat,
       bukan batang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
       atau

       *9063 e. kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat
       putusan lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal
       99.

(2)    Ketentuan tentang pengembalian Bea Masuk sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                             BAB VI

                PEMBERITAHUAN PABEAN DAN TANGGUNG
                       JAWAB ATAS BEA MASUK

                         Bagian Pertama
                      Pemberitahuan Pabean

                            Pasal 28

Ketentuan dan tata cara tentang :

a.     bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku
       catatan pabean;

b.     penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;

c.     penelitian,   perubahan,   penambahan,    dan      pembatalan
       Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean;
d.     pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan
       buku catatan pabean;

e.     penggunaan dokumen pelengkap pabean;

diatur oleh Menteri.

                           Bagian Kedua
                 Pengurusan Pemberitahuan Pabean

                            Pasal 29

(1)    Pengurusan    Pemberitahuan     Pabean   yang   diwajibkan
       Undang-undang ini dilakukan     oleh pengangkut, importir,
       atau eksportir.

(2)    Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir
       atau eksportir menguasakannya kepada pengusaha pengurusan
       jasa kepabeanan.

(3)    Ketentuan tentang pengurusan Pemberitahuan Pabean diatur
       lebih lanjut oleh Manteri.

                          Bagian Ketiga
                  Tanggung Jawab atas Bea Masuk

                         *9064 Pasal 30

(1)    Importir bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang
       terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.

(2)    Bea Masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada
       tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor dan nilai pabean
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

                            Pasal 31

Pengusaha  pengurusan  jasa  kepabeanan  yang  mendapat  kuasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) bertanggung jawab
terhadap Bea Masuk yang terutang dalam hal importir tidak
ditemukan.

                            Pasal 32

(1)    Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab
       terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun
       di Tempat Penimbunan Sementaranya.

(2)    Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dibebaskan dari
       tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
      hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya
      :

      a.        musnah tanpa sengaja;

      b.        telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai,
      atau diimpor sementara; atau

      c.       telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara
      lain, Tempat Penimbunan Berikat, atau Tempat Penimbunan
      Pabean.

(3)   Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) yang harus dilunasi, sepanjang tidak dapat
      didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang
      bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk
      golongan barang yang tertera dalam Pemberitahuan Pabean
      pada saat barang tersebut ditimbun di Tempat Penimbunan
      Sementara dan nilai pebean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan
      Cukai.

                           Pasal 33

(1)   Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab
      terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun
      di Tempat Penimbunan Berikatnya.

(2)        Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dibebaskan
       dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
       dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan
       Berikatnya :

      a.        musnah tanpa sengaja;

      b.        telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai,
      atau diimpor sementara; atau

      c.        telah    dipindahkan ke   Tempat      Penimbunan
      Sementara, Tempat Penimbunan Berikat lain,    atau Tempat
      Penimbunan Pabean.

(3)   Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) yang harus dilunasi didasarkan pada tarif
      yang berlaku pada saat dilakukan pencacahan dan nilai
      pabean barang pada saat ditimbun di Tempat Penimbunan
      Berikat.

                           Pasal 34

(1)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
      dan Pasal 26 tidak lagi dipenuhi, Bea Masuk atas barang
      impor yang terutang menjadi tanggung jawab :
      a.        Orang    yang   mendapatkan    pembebasan   atau
      kekeringan; atau

      b.         Orang yang menguasai barang yang bersangkutan
      dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak
      ditemukan.

(2)   Perhitungan Bea Masuk yang terutang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (q) didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang
      berlaku pada tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.

                            Pasal 35

Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat
kedatangan sarana pengangkutan atau di daerah perbatasan yang
ditunjuk bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas
barang tersebut.

                             BAB VII
             PEMBAYARAN BEA MASUK, PENAGIHAN UTANG,
                           DAN JAMINAN

                         Bagian Pertama
                      Pembayaran Bea Masuk

                            Pasal 36

(1)   Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang
      kepada negara menurut Undang-undang ini, dibayar di kas
      *9066 negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk
      oleh Menteri.

(2)   Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) jumlahnya dibulatkan dalam rupiah
      penuh.

(3)   Ketentuan tentang tata cara pembayaran, penerimaan,
      penyetoran Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pembulatan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
      oleh Menteri.

                            Pasal 37

(1)   Bea Masuk dan denda administrasi yang terutang wajib
      dibayar selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari
      sejak timbulnya kewajiban membayar menurut Undang-undang
      ini.

(2)   Dalam hal tertentu. kewajiban membayar Bea Masuk dan denda
      administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      diberikan penundaan.
(3)   Ketentuan tentang penundaan pembayaran utang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                         Bagian Kedua

                        Penagihan utang

                           Pasal 38

(1)   Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan Undang-undang
      ini yang tidak atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar
      dua persen setiap bulannya atau selama-lamanya dua puluh
      empat bulan, dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai
      hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung satu bulan.

(2)   Penghitungan    utang   atau    tagihan   kepada    negara
      Undang-undang ini jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh.

                           Pasal 39

(1)   Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pebean atas
      barang-barang milik yang berutang.

(2)   Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) meliputi Bea Masuk, denda administrasi, bunga,
      dan biaya penagihan.

(3)   Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak
      mendahulu lainnya, kecuali :

      *9067 a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu
      penghukuman untuk melelang barang bergerak dan/atau tidak
      bergerak;

      b.        biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan
      suatu barang;

      c.        biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh
      pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

(4)   Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun
      sejak tanggal diterbitkannya surat tagihan, kecuali
      apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan
      pembayaran.

(5)   Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua
      tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak
      tanggal penundaan pembayaran diberikan.

                           Pasal 40

(1)   Hak penagihan atas utang berdasarkan    Undang-undang ini
      kedaluwarsa  setelah  sepuluh  tahun     sejak   timbulnya
      kewajiban membayar.

(2)   Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      dapat diperhitungkan dalam hal :

      a.         yang   terutang      tidak     bertempat   tinggal      Indonesia;

      b.        yang terutang memperoleh penundaan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); atau

      c.        yang     terutang             melakukan      pelanggaran
      Undang-undang ini.

                               Pasal 41

Pelaksanaan penagihan utang dan penghapusan penagihan utang yang
tidak dapat ditagih berpedoman pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

                             Bagian Ketiga

                                 Jaminan

                               Pasal 42

(1)   Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-undang ini dapat
      dipergunakan :

      a.          sekali; atau

      *9068 b.    terus-menerus.

(2)   Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk
      :

      a.          uang tunai;
      b.          jaminan bank;
      c.          jaminan dari perusahaan asuransi; atau
      d.          jaminan lainnya.

(3)   Ketentuan    tentang    jaminan      diatur   lebih   lanjut    oleh
      Menteri.

                                  BAB V

           TEMPAT PENIMBUNAN DI BAWAH PENGAWASAN PABEAN

                           Bagian Pertama
                    Tempat Penimbunan Sementara

                               Pasal 43
(1)   Di setiap Kawasan Pabean disediakan Tempat Penimbunan
      Sementara yang dikelola oleh pengusaha Tempat Penimbunan
      Sementara.

(2)   Dalam hal barang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara,
      jangka waktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari
      sejak penimbunannya.

(3)   Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dapat
      mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di
      tempat tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda
      sebesar dua puluh lima persen dari Bea Masuk yang
      seharusnya dibayar.

(4)   Ketentuan tentang penunjukan Tempat Penimbunan Sementara,
      tata cara penggunaannya, dan perubahan jangka waktu
      penimbunan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                          Bagian Kedua

                   Tempat Penimbunan Berikat

                            Pasal 44

(1)   Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau
      bangunan dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan
      Berikat untuk :

      a.        menimbun barang guna diimpor untuk dipakai atau
      diekspor atau diimpor kembali;

      *9069 b. menimbun    dan/atau   mengolah   barang   sebelum
      diekspor atau diimpor untuk dipakai;

      c.        menimbun dan memamerkan barang impor; atau

      d.        menimbun, menyediakan untuk dan menjual barang
      impor kepada orang tertentu.

(2)   Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
      ketentuan   tentang   pendirinya,  penyelenggaraan,   dan
      pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut
      dengan Peraturan Pemerintah.

                            Pasal 46

(1)   Barang dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat
      atas persyaratan Pejabat Bea dan Cukai untuk :

      a.        diimpor untuk dipakai;

      b.        diolah;
      c.        diekspor sebelum atau sesudah diolah; atau

      d.        diangkut ke Tempat      Penimbunan    Berikat    atau
      Tempat Penimbunan Sementara.

(2)   Barang dari Tempat Penimbunan Berikat yang diimpor untuk
      dipakai, dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif yang berlaku
      pada saat diimpor untuk dipakai serta nilai pabean yang
      terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan
      Berikat.

(3)   Barangsiapa   yang   mengeluarkan   barang   dari  Tempat
      Penimbunan Berikat sebelum diberikan persetujuan oleh
      Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa
      denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(4)   Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang tidak dapat
      mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di
      tempat tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa
      denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang
      seharusnya dibayar.

                            Pasal 46

(1)   Izin   Tempat   Penimbunan  Berikat   dibekukan        bilamana
      penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :

      a.        berada   dalam   pengawasan     kurator   sehubungan
      Tempat Penimbunan Berikat.

      b.        menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan
      Tempat Penimbunan Berikat.

(2)        Pembekuan izin dimaksud pada ayat (1) dapat
       diubah menjadi pencabutan bilamana penyelenggara Tempat
       Penimbunan Berikat :

      a.        tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang
      ditetapkan; atau

      b.        tidak mampu lagi mengusahakan Tempat Penimbunan
      Berikat tersebut.

(3)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan
      kembali bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :

      a.        telah melunasi utangnya; atau

      b.        telah   mengusahakan   Tempat   Penimbunan    Berikat
      tersebut.

(4)   Izin Tempat Penimbunan Berikat dalam hal :
       a.        penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat untuk
       jangka waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan
       kegiatan;

       b.        penyelenggara    Tempat      Penimbunan        Berikat
       mengalami pailit;

       c.        penyelenggara    Tempat    Penimbunan          Berikat
       bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau

       d.        terdapat permintaan dari yang bersangkutan.

(5)    Ketentuan tentang pembekuan, pemberlakuan kembali, dan
       pencabutan izin Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih
       lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                            Pasal 47

Bilamana izin Tempat Penimbunan Berikat telah dicabut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46, pengusaha dalam batas waktu tiga puluh
hari sejak pencabutan izin harus :

a.     melunasi semua Bea Masuk yang terutang;

b.     mengekspor kembali barang      yang   masih   ada   di    Tempat
       Penimbunan Berikat; atau

c.     memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan
       Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.

                          Bagian Ketiga

                    Tempat Penimbunan Pabean

                         *9071 Pasal 48

(1)    Di setiap Kantor Pabean disediakan Tempat Penimbunan
       Pabean yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan
       Cukai.

(2)    Penunjukan tempat lain yang berfungsi         sebagai Tempat
       Penimbunan Pabean sebagaimana dimaksud        pada ayat (1)
       ditetapkan oleh Menteri.

                             BAB IX

                            PEMBUKUAN

                            Pasal 49

Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara,
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan    atau     pengusaha    pengangkutan    diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan        serta   surat
menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor.

                            Pasal 50

(1)    Atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, Orang sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 49 wajib menyerahkan buku, catatan,
       dan surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor
       untuk kepentingan pemeriksaan.

(2)    Dalam hak orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
       berada di tempat, kewajiban untuk menyediakan buku,
       catatan, dan surat-menyurat yang bertalian dengan Impor
       atau   Ekspor  untuk   diperiksa  beralih   kepada  yang
       mewakilinya.

                            Pasal 51

Pembukuan dan catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 harus
menggunakan huruf latin, angka Arab, mata uang rupiah, serta
bahasa Indonesia atau dengan mata uang asing dan bahasa asing dan
bahasa lain yang ditetapkan oleh Menteri, dan semua buku,
catatan, serta wajib disimpan selama sepuluh tahun pada tempat
usahanya di Indonesia.

                            Pasal 52

Barangsiapa   yang  tidak   mengindahkan  ketentuan   sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 51 dan perbuatan tersebut tidak
menyebabkan kerugian keuangan negara dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

                              BAB X

         LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPOR ATAU EKSPOR SERTA
           *9072 PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG
                   HASIL PELANGGARAN HAK ATAS
                      KEKAYAAN INTELEKTUAL

                         Bagian Pertama

            Larangan dan Pembatasan Impor atau Ekspor

                            Pasal 53

(1)    Untuk   kepentingan   pengawasan  terhadap   pelaksanaan
       ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang
       menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas
       Impor atau Ekspor baran tertentu wajib memberitahukan
       kepada Menteri.

(2)    Ketentuan  tentang  pelaksanaan   pengawasan  peraturan
       larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(3)    Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak
       memenuhi syarat untuk diekspor atau diimpor, jika telah
       diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean, atas permintaan
       importir atau eksportir dapat :

       a.           dibatalkan ekspornya;

       b.           diekspor kembali; atau

       c.           dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan
       Cukai.

(4)    Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau
       diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan
       secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai
       negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali
       terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan
       peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Bagian Kedua

                 Pengendalian Impor atau Ekspor Barang
            Hasil Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual

                               Pasal 54

Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak
cipta, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat mengeluarkan
perintah tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk menangguhkan
sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari Kawasan
Pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil
pelanggaran merek dan hak cipta yang melindungi di Indonesia.

                               Pasal 55

Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diajukan
dengan disertai :

a.     bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau
       hak cipta yang bersangkutan;

b.     bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan;

c.     perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor
       atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya,
       agar dengan cepat dapat dikenali oleh Pejabat Bea dan
       Cukai; dan

d.     jaminan.

                               Pasal 56
Atas penerimaan perintah tertulis      sebagaimana   dimaksud   dalam
Pasal 54, Pejabat Bea dan Cukai :

a.     memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir,
       atau pemilik barang mengenai adanya perintah penangguhan
       pengeluaran barang impor atau ekspornya;

b.     terhitung tanggal diterimanya perintah tertulis Ketua
       Pengadilan   Negeri  setempat, melaksanakan penangguhan
       pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan
       dari Kawasan Pabean.

                            Pasal 57

(1)    Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 56 huruf b dilaksanakan untuk jangka waktu paling
       lama hari kerja.

(2)    Jangka   waktu  sebagaimana dimaksud pada   ayat  (1),
       berdasarkan alasan dan dengan syarat tertentu, dapat
       diperpanjang satu kali untuk paling lama sepuluh hari
       kerja dengan perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri
       setempat.

(3)    Perpanjangan penangguhan terhadap pengeluaran barang impor
       atau ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai
       dengan perpanjangan jaminan sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 55 huruf d.

                            Pasal 58

(1)    Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau
       hak cipta yang meminta perintah penangguhan, Ketua
       Pengadilan Negeri setempat dapat memberi izin kepada
       pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksa barang
       impor atau ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya.

(2)        Pemberian izin pemeriksaan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri
       setempat   setelah   mendengarkan    dan   mempertimbangkan
       penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilik barang
       impor    atau   ekspor    yang    dimintakan    penangguhan
       pengeluarannya.

                            Pasal 59

(1)    Apabila dalam jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai
       tidak menerima pemberitahuan dari pihak yang meminta
       penangguhan   pengeluaran  bahwa   tindakan  hukum   yang
       diperlukan untuk mempertahankan haknya sesuai dengan
       peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dilakukan
       dan Ketua Pengadilan Negeri setempat tidak memperpanjang
      secara tertulis perintah penangguhan, Pejabat Bea dan
      Cukai wajib mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran
      barang   impor   atau   ekspor    yang   bersangkutan   dan
      menyelesaikannya   sesuai   dengan   ketentuan   kepabeanan
      berdasarkan Undang-undangan ini.

(2)   Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah
      mulai dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      yang berlaku dalam jangka waktu sepuluh hari kerja
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang meminta
      penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor wajib
      secepatnya melaporkannya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang
      menerima perintah dan melaksanakan penangguhan barang
      impor atau ekspor.

(3)   Dalam hal tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) telah diberitahukan dan Ketua Pengadilan Negeri
      setempat tidak memperpanjang secara tertulis perintah
      penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2),
      Pejabat Bea dan Cukai mengakhiri tindakan penangguhan
      pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan dan
      menyelesaikannya   sesuai   dengan  ketentuan   kepabeanan
      berdasarkan Undang-undang ini.

                            Pasal 60

Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang
impor atau ekspor dapat mengajukan permintaan kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat untuk memerintahkan secara tertulis
kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri penangguhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dengan menyerahkan jaminan
yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.

                            Pasal 61

(1)   Apabila dari hasil pemeriksaan perkara terbukti bahwa
      barang impor atau ekspor tersebut merupakan atau tidak
      berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta,
      *9075 pemilik barang impor atau ekspor berhak untuk
      memperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang
      meminta penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor
      tersebut.

(2)   Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memerintahkan
      agar jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d
      digunakan sebagai pembayaran atau bagian pembayaran ganti
      rugi yang harus dibayarkan.

                            Pasal 62

Tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dapat
pula dilakukan karena jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai apabila
terdapat bukti yang cukup bahwa barang tersebut merupakan atau
berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta.

                              Pasal 63

Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan
hasil   pelanggaran   hak   atas   kekayaan   intelektual   tidak
diberlakukan terhadap barang bawaan penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau
jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.

                              Pasal 64

(1)    Pengendalian   impor  atau   ekspor  barang   yang  diduga
       merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual,
       selain merek dan hak cipta sebagaimana diatur dalam
       Undang-undang ini, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2)    Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan
       Pasal 54 sampai dengan Pasal 63 diatur dengan Peraturan
       Pemerintah.

                               BAB XI

            BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG
                   YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG
                       YANG MENJADI MILIK NEGARA

                           Bagian Pertama

                Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai

                              Pasal 65

(1)    Barang yang     dinyatakan   sebagai   barang   tidak   dikuasai
       adalah :

       *9076 a. barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan
       Sementara yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud
       dalam Pasal 43 ayat (2);

       b.        barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat
       Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya dalam jangka
       waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47; atau

       c.          barang yang dikirim melalui pos :

                 1. yang ditolak oleh si alamat atau orang yang
       dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di
       luar Daerah Pabean;

                   2. dengan  tujuan  luar   Daerah      Pabean  yang
       diterima     kembali  karena  ditolak   atau      tidak  dapat
      disampaikan   kepada  alamat   yang   dituju,  dan    tidak
      diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu tiga puluh
      hari sejak diterimanya pemberitahuan dari kantor pos.

(2)   barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di
      Tempat Penimbunan Pabean dan dipungut sewa gudang yang
      ditetapkan oleh Menteri.

                            Pasal 66

(1)   barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai
      selain yang dimaksud pada ayat (3) pasal ini, oleh Pejabat
      Bea dan Cukai segera diberitahukan secara tertulis kepada
      pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak
      diselesaikan dalam jangka waktu enam puluh hari sejak
      disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

(2)   barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum
      dilelang, oleh pemiliknya dapat :

      a.        diimpor untuk dipakai setelah          Bea   Masuk   dan
      biaya lainnya yang terutang dilunasi;

      b.        diekspor   kembali   setelah   biaya   yang    terutang
      dilunasi;

      c.        dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang
      dilunasi;

      d.        diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi;
      atau

      e.        dikeluarkan dengan tujuan Tempat             Penimbunan
      Berikat setelah biaya yang terutang dilunasi.

(3)   Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) yang :

      a.        busuk segera dimusnahkan;

      *9077 b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak,
      berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi
      dapat   segera  dilelang   dengan memberitahukan secara
      tertulis kepada pemiliknya;

      c.        merupakan  barang   yang   dilarang  dinyatakan
      menjadi milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73;
      atau

      d.        merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk
      diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh
      hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

                            Pasal 67
(1)     Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
        dan ayat (3) huruf b dilakukan melalui lelang umum.

(2)     Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
        dikurangi Bea Masuk yang terutang dan biaya yang harus
        dibayar, sisanya disediakan untuk pemiliknya.

(3)     Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan secara tertulis
        kepada pemiliknya sisa hasil lelang sebagaimana dimaksud
        pada ayat (2) dalam waktu tujuh hari setelah tanggal
        pelelangan.

(4)     Sisa hasil lelang menjadi miliki negara apabila tidak
        diambil oleh pemiliknya dalam jangka waktu sembilan puluh
        setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
        pada ayat (3).

(5)     Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, jika harga
        yang ditetapkan tidak tercapai, barang dapat dimusnahkan
        atau untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri.

                           Bagian Kedua

                    Barang yang Dikuasai Negara

                             Pasal 68

(1)     Barang yang dikuasai negara adalah :

        a.        barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4);

        b.        barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah
        oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 77 ayat (1); atau

        c.        barang  dan/atau   sarana   pengangkut  yang
        ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak
        kenal.
*9078
(2)     Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau
        huruf b diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara
        tertulis kepada pemiliknya dengan menyebutkan alasan dan
        barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
        diumumkan selama tiga puluh hari sejak disimpan di Tempat
        Penimbunan Pabean.

(3)     Barang sebagaimana dimaksud     pada   ayat   (1)   disimpan        Tempat Penimbunan Pabean.

                             Pasal 69
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) yang :

a.     busuk segera dimusnahkan;

b.     karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau
       pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan
       merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dapat segera
       dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada
       pemiliknya; atau

c.     merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dinyatakan
       menjadi barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 73.

                            Pasal 70

Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
ayat (1) huruf b diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam
jangka waktu tiga puluh hari sejak penyimpanan di Tempat
Penimbunan Pabean dalam hal :

a.     Bea Masuk yang terutang telah dibayar dan apabila
       merupakan barang larangan atau pembatasan telah diserahkan
       dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan
       larangan atau pembatasan impor atau ekspor; atau

b.     Bea Masuk yang terutang telah dibayar dan apabila
       merupakan barang larangan atau pembatasan telah diserahkan
       dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan
       larangan atau pembatasan impor atau ekspor serta telah
       diserahkan sejumlah uang ditetapkan oleh Menteri sebagai
       ganti barang yang besarnya tidak melebihi harga barang,
       sepanjang barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti di
       pengadilan.

                            Pasal 71

(1)    Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b
       dilakukan melalui lelang umum.

(2)        Harga terendah untuk barang yang akan dilelang
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
       Menteri, dan jika harga yang ditetapkan tidak tercapai,
       barang   dapat   dimusnahkan  untuk  tujuan   lain  atas
       persetujuan Menteri.

(3)    Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan
       sebagai ganti barang yang bersangkutan sambil keputusan
       Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) atau
       untuk alat bukti di sidang pengadilan.

                            Pasal 72
(1)   Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 68 dapat mengajukan keberatan secara
      tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu tiga puluh hari
      sejak diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan
      menyebutkan alasan dan bukti yang menguatkan keberatannya.

(2)   Dalam jangka waktu sembilan puluh hari sejak diterimanya
      permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Menteri memberikan keputusan bahwa :

      a.        tidak     terdapat      pelanggaran    terhadap
      Undang-undang ini dan segera memerintahkan agar dan/tau
      sarana   pengangkut  yang   dikuasai   negara atau   uang
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dan Pasal 70
      huruf b diserahkan kepada pemiliknya; atau

      b.        telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang
      ini,   barang  dan/atau   sarana   pengangkut  atau   uang
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b diselesaikan
      lebih lanjut berdasarkan Undang-undang ini.

(3)   Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diberitahukan kepada pemiliknya dan Direktur Jenderal.

(4)   Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) Menteri tidak memberikan keputusan, permohonan yang
      bersangkutan dianggap diterima.

                         Bagian Ketiga

               Barang yang menjadi Milik Negara

                           Pasal 73

(1)   barang yang menjadi milik negara adalah :

      a.        barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 66 ayat (3) huruf c;

      b.        barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 66 ayat (3) huruf d yang tidak diselesaikan oleh
      *9080 pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari
      terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

      c.        barang    dan/sarana   pengangkut    sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b yang berasal dari
      tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;

      d.        barang    dan/sarana   pengangkut    sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c yang tidak
      diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 68 ayat (2);
        e.        barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf
        c; atau

        f.        barang    dan/atau   sarana    pengangkut yang
        berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
        hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 109 ayat 91) atau ayat (2).

(2)     Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
        kekayaan negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

(3)     Ketentuan tentang penggunaan barang   yang   menjadi   milik
        negara ditetapkan oleh Menteri.

                              BAB XII

                        WEWENANG KEPABEANAN

                          Bagian Pertama

                               Umum

                             Pasal 74

(1)     Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini dan
        peraturan   perudang-undangan  lain   yang  pelaksanaannya
        dibebankan kepada Direktorat Jenderal, Pejabat Bea dan
        Cukai untuk mengamankan hak-hak negara berwenang mengambil
        tindakan yang diperlukan terhadap barang.

(2)     Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
        ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan
        senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya
        diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 75

(1)     Pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan pengawasan sarana
        pengangkut agar melalui jalur yang ditetapkan sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) serta untuk melaksanakan
        pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 90, menggunakan kapal patroli atau sarana lainnya.
*9081
(2)     Kapal patroli atau sarana lainnya yang digunakan oleh
        Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        dapat dilengkapi dengan senjata api yang jumlah dan
        jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 76

(1)     Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini,
        Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta bantuan angkatan
       bersenjata dan/atau instansi lainnya.

(2)    Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
       angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya berkewajiban
       untuk memenuhinya.

                            Pasal 77

(1)    Untuk   dipenuhinya    Kewajibannya   Pabean berdasarkan
       Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang
       menengah barang dan/atau sarana pengangkut.

(2)    Ketentuan tentang tata cara pencegahan diatur lebih lanjut
       dengan Peraturan Pemerintah.

                          Bagian Kedua

                    Pengawasan dan Penyegelan

                            Pasal 78

Terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajibannya
pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang hari\us diawasi
menurut Undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut atau
di tempat penimbunan atau tempat lain, Pejabat Bea dan Cukai
berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda
pengaman yang diperlukan.

                            Pasal 79

(1)    Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi
       pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima
       sebagai pengganti segel atau tanda pengaman sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 78.

(2)    Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengamannya
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
       Menteri.

                            Pasal 80

(1)        Pemilik    dan/atau   yang    menguasai   sarana
       pengangkut atau tempat-tempat yang dikunci, disegel,
       dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Bea dan
       Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin
       agar semua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak
       rusak, lepas, atau hilang.

(2)    Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 tidak
       boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea
       dan Cukai.
                           Pasal 81

(1)   Di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi
      barang di bawah pengawasan pebean dapat ditempat Pejabat
      Bea dan Cukai.

(2)   Apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana
      dimaksud   pada   ayat  (1)   tidak  tersedia   akomodasi,
      pengangkut   atau   pengusaha   yang  bersangkutan   wajib
      memberikan bantuan yang layak.

(3)   Pengangkut atau pengusaha yang memberikan bantuan yang
      layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
      administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima
      juta rupiah).

                         Bagian Ketiga

                          Pemeriksaan

                          Paragraf 1

                    Pemeriksaan atas Barang

                           Pasal 82

(1)   Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan
      barang impor dan ekspor setelah Pemberitahuan Pabean
      diserahkan.

(2)   Pejabat   Bea   dan   Cukai  berwenang  meminta  importir,
      eksportir,    pengangkut,   pengusaha  Tempat   Penimbunan
      Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau yang
      mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka
      sarana pengangkut atau bagiannya dan membuka setiap
      bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.

(3)   Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
      dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memenuhi
      keperluan   tersebut   atas   resiko   dan  biaya   yang
      bersangkutan.

(4)        Barangsiapa   yang  tidak memenuhi  permintaan
       Pejabat Bea dan Cukai sebagimana dimaksud pada ayat (2)
       dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.
       5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(5)   Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau
      jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang
      mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai
      sanksi administrasi berupa denda paling banyak lima ratus
      persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling
      sedikit seratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar.
(6)     Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau
        jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Ekspor
        dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp.
        10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
        1.000.000,00 (satu juta rupiah).

                             Pasal 83

Surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang
dikirim melalui pos dapat dibuka di hadapan si alamat, atau jika
si alamat tidak dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh Pejabat
Bea dan Cukai bersama petugas kantor pos.

                             Pasal 84

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta kepada importir
        atau eksportir untuk menyerahkan buku, catatan, surat
        menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor, dan
        mengambil contoh barang untuk pemeriksaan Pemberitahuan
        Pabean.

(2)     Pengambilan contoh barang       dapat   pula   dilakukan   atas
        permintaan importir.

                             Pasal 85

(1)     Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan impor atau
        ekspor setelah diterimanya Pemberitahuan Pabean yang telah
        memenuhi persyaratan dan hasil pemeriksaan barang tersebut
        sesuai dengan Pemberitahuan Pabean.

(2)     Pejabat   Bea  dan   Cukai  berwenang menunda pemberian
        persetujuan impor atau ekspor dalam hal Pemberitahuan
        Pabean tidak memenuhi persyaratan.

                            Paragraf 2

                       Pemeriksaan Pembukuan

                             Pasal 86
*9084
(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan,
        surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor,
        dan sediaan barang dari orang sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 49 untuk kepentingan audit di bidang Kepabeanan.

(2)     Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang tidak
        memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai yang menyerahkan
        buku, catatan, dan surat-menyurat yang bertalian dengan
        Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50,
        atau tidak bersedia untuk diperiksa sediaan barangnya
        dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.
        5.000.000,00 (lima juta rupiah).

                            Paragraf 3

                       Pemeriksaan Pembukuan

                             Pasal 87

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas
        bangunan dan tempat lain :

        a.        yang penyelenggaraannya berdasarkan izin    yang
        telah diberikan menurut Undang-undang ini; atau

        b.        yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang
        di bawah pengawasan pabean.

(2)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas
        bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak
        langsung   berhubungan   dengan    bangunan  atau   tempat
        sebagimana dimaksud pada ayat (1).

                             Pasal 88

(1)     Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang
        ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan
        memeriksa bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal
        selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan dapat memeriksa
        setiap barang yang ditemukan.

(2)     Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1), atas permintaan Pejabat Bea dan
        Cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat
        tersebut wajib menunjukkan surat atau dokumen yang
        bertalian dengan barang yang berada di tempat tersebut.

                             Pasal 89

(1)     Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) atau Pasal 88 ayat (1)
        harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.
*9085
(2)     Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
        diperlukan untuk melakukan :

        a.        pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut
        Undang-undang ini berada di bawah pengawasan Direktorat
        Jenderal Bea dan Cukai;

        b.        pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki
        bangunan atau tempat lain.

(3)     Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 87 dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi Pejabat Bea
        dan Cukai yang masuk ke dalam bangunan atau tempat lain
        dimaksud, kecuali bangunan atau tempat lain tersebut
        merupakan rumah tinggal.

(4)     Barangsiapa yang menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak
        dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 87 dan Pasal 88 dikenai sanksi administrasi berupa
        denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

                            Paragraf 4

                   Pemeriksaan Sarana Pengangkut

                             Pasal 90

(1)     Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang
        ini Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan
        memeriksa sarana pengangkut serta barang di atasnya.

(2)     Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain
        atau dinas pos dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1).

(3)     Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Pemberitahuan Pabean
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berwenang
        untuk   menghentikan  pembongkaran   barang  dari   sarana
        pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut
        bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

(4)     Barangsiapa yang tidak melaksanakan perintah penghentian
        pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai
        sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00
        (lima juta rupiah).

                             Pasal 91

(1)     Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 90 ayat (1) atas permintaan atau isyarat Pejabat Bea
        dan   Cukai,   pengangkut    wajib   menghentikan   sarana
        pengangkutnya.
*9086
(2)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang agar sarana pengangkut
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke Kantor Pabean
        atau tempat lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan
        atas biaya yang bersalah.

(3)     Pengangkut atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai wajib
        menunjukkan semua dokumen pengangkutan serta Pemberitahuan
        Pabean yang diwajibkan menurut Undang-undang ini.

(4)     Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan Pejabat
        Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
       (2), dan/atau ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa
       denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

                           Paragraf 5

                        Pemeriksaan Badan

                            Pasal 92

(1)   Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang
      ini   atau  peraturan   perundang-undangan  lain   tentang
      larangan dan pembatasan impor atau ekspor barang, Pejabat
      Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan setiap orang :

       a.        yang berada di atas atau baru saja turun dari
       sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah Pabean;

       b.        yang berada di atas atau siap naik ke sarana
       pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah
       Pabean;

       c.        yang sedang berada atau baru saja meninggalkan
       Tempat   Penimbunan  Sementara  atau  Tempat  Penimbunan
       Berikat; atau

       d.        yang sedang   berada   di   atau   saja   meninggalkan
       Kawasan Pabean.

(2)    Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju
       tempat pemeriksaan.

                            BAB XIII

             KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING

                         Bagian Pertama

                      Keberatan dan Banding

                            Pasal 93

(1)        Orang  yang   berkeberatan   terhadap  penetapan
       Pejabat Bea dan Cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean
       untuk penghitungan Bea Masuk dapat mengajukan keberatan
       secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu
       tiga puluh hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan
       jaminan sebesar Bea Masuk yang harus dibayar.

(2)    Direktur   Jenderal   memutuskan  keberatan   sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari
       sejak diterimanya keberatan.
(3)   Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan Bea
      Masuk yang terutang dianggap telah dilunasi, dan apabila
      keberatan diterima, jaminan dikembalikan.

(4)   Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagimana
      dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan
      keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima
      dan jaminan dikembalikan.

(5)   Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
      uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu
      enam puluh hari, Pemerintah memberikan bunga sebesar dua
      persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua puluh
      empat bulan.

                           Pasal 94

(1)   Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan
      keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal
      dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat
      pemberitahuan dengan menyerahkan jaminan sebesar sanksi
      administrasi yang ditetapkan.

(2)   Direktur   Jenderal   memutuskan  keberatan   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari
      sejak diterimanya keberatan.

(3)   Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan
      sanksi administrasi dianggap telah dilunasi, dan apabila
      keberatan diterima, jaminan dikembalikan.

(4)   Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan
      keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima
      dan jaminan dikembalikan.

(5)   Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
      uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu
      enam puluh hari, Pemerintah memberikan bunga sebesar dua
      *9088 persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua
      puluh empat bulan.

                           Pasal 95

(1)   Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur
      Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagimana dimaksud
      dalam Pasal 17 ayat (2) atau keputusan Direktur Jenderal
      sebagimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) atau Pasal 94
      ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
        badan peradilan pajak dalam jangka waktu enam puluh hari
        sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah
        Bea Masuk yang terutang dilunasi.

(2)     Badan peradilan pajak sebagimana dimaksud pada ayat (10
        adalah   badan  peradilan   pajak  yang  dimaksud  dalam
        Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
        dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
        Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.

                               Pasal 96

(1)     Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 95 ayat (2) dibentuk, permohonan banding diajukan
        kepada lembaga banding yang putusannya bukan merupakan
        Keputusan Tata Usaha Negara.

(2)     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
        secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
        jelas, dalam jangka waktu enam puluh hari sejak penetapan
        atau keputusan diterima, dilampiri salinan dari penetapan
        atau keputusan tersebut.

(3)     Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan
        bersifat tetap.

                           Bagian Kedua

                          Lembaga Banding

                               Pasal 97

(1)     Untuk memeriksa dan memutus permohonan banding sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1), dibentuk lembaga banding
        dengan nama Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai.

(2)     Lembaga Pertimbangan     Bea   dan   Cukai   berkedudukan        Jakarta.

(3)     Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang
        ketua dan beranggotakan unsur Pemerintah, pengusaha
        swasta, dan pakar.

*9089
                               Pasal 98

(1)     Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk majelis
        untuk memutuskan permohonan banding yang diajukan.

(2)     Setiap   mejelis   terdiri   dari   tiga   anggota   dengan
        memperhatikan    pertimbangan    keanggotaan    sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3).
                             Pasal 99

(1)    Persidangan majelis untuk       memutuskan   suatu   permohonan
       banding bersifat tertutup.

(2)    Putusan majelis   diambil    berdasarkan     musyawarah   untuk
       mufakat.

(3)    Dalam hal tidak dicapai permufakatan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (2), putusan didasarkan pada suara terbanyak.

(4)    Putusan majelis diberitahukan kepada pemohon banding dan
       Direktur Jenderal selambat-lambatnya empat belas sejak
       tanggal putusan.

                            Pasal 100

Anggota majelis yang mempunyai kepentingan pribadi dengan
permasalahan yang diperiksa harus mengundurkan diri dari majelis.

                            Pasal 101

Susunan organisasi dan tata kerja serta urusan mengenai
administrasi, tunjangan, pengeluaran, dan tata tertib Lembaga
Pertimbangan  Bea   dan  Cukai   ditetapkan dengan   Peraturan
Pemerintah.

                             BAB XIV

                         KETENTUAN PIDANA

                            Pasal 102

Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor
atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang
ini dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara
paling  lama   delapan   tahun  dan   denda  paling  banyak   Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

                            Pasal 103
*9090
Barangsiapa yang :

a.     menyerahkan   Pemberitahuan   Pabean    dan/atau   dokumen
       pelengkap pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau
       tertulis yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk
       pemenuhan kewajiban Pabean;

b.     mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau dari
       Tempat Penimbunan Berikat, tanpa persetujuan Pejabat Bea
       dan Cukai dengan maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea
       Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor;
c.     membuat, menyetujui, atau serta dalam        penambahan   data
       palsu ke dalam buku atau catatan; atau

d.     menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar,
       memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari
       tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102,
       dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
       dan/atau denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus
       lima puluh juta rupiah).

                            Pasal 104

Barangsiapa yang :

a.     mengangkut  barang   yang  berasal    dari    tindak   pidana
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102;

b.     memusnahkan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau
       membuang buku atau catatan yang menurut Undang-undang ini
       harus disimpan;

c.     menghilangkan,   menyetujui,   atau  turut   serta   dalam
       penghilangan keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen
       pelengkap pabean, atau catatan; atau

d.     menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari
       perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui
       dapat digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean
       menurut Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara
       paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
       100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

                            Pasal 105

barangsiapa yang :

a.     membongkar barang impor di tempat lain dari tempat yang
       ditentukan menurut Undang-undang ini;

b.     tanpa izin membuka, melepas atau merusak kunci, segel,
       atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh Pejabat Bea
       dan        *9091 Cukai, dipidana dengan pidana penjara
       paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
       150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

                            Pasal 106

Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara,
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Pasal 50, atau
Pasal 51 dan perbuatan tersebut menyebabkan kerugian keuangan
negara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun
dan/atau denda paling banyak   Rp.   125.000.000,00   (seratus   dua
puluh lima juta rupiah).

                           Pasal 107

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusan
Pemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir
atau eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan
pidana berdasarkan Undang-undang ini, ancaman pidana tersebut
berlaku juga terhadapnya.

                           Pasal 108

(1)   Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut
      Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu
      badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,
      yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan
      sanksi pidana dijatuhkan kepada :

      a.        badan   hukum,    perseroan   atau   perusahaan,
      perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut; dan atau

      b.        mereka yang memberikan perintah untuk melakukan
      tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai
      pimpinan atau melalaikan pencegahannya.

(2)   Tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan juga
      oleh atas nama badan hukum, perseroan atau perusahaan,
      perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana
      tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan
      hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak
      dalam lingkungan badan hukum, perseroan atau perusahaan,
      perkumpulan,   yayasan   atau  koperasi   tersebut   tanpa
      memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah
      melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.

(3)   Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan
      hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan
      atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimana
      dimaksud dalam Undang-undang ini, pidana pokok yang
      dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak
      Rp.        *9092 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
      jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
      penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila
      atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara
      dan pidana denda.

                           Pasal 109

(1)   Barang impor atau ekspor yang berasal dari tindak pidana
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, 103 huruf b atau
      huruf d, Pasal 104 huruf a atau Pasal 105 huruf a dirampas
      untuk negara.
(2)     Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak
        pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dapat dirampas
        untuk negara.

(3)     Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
        berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.

                              Pasal 110

(1)     Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana,
        sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan
        terpidana.

(2)     Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana
        kurungan paling lama enam bulan.

                              Pasal 111

Tindak pidana di bidang Kepabeanan tidak dapat dituntut setelah
lampau waktu sepuluh tahun sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean
atau sejak terjadinya tindak pidana.

                               BAB XV

                             PENYIDIKAN

                              Pasal 112

(1)     Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus
        sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
        Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
        melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan.

(2)     Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannya
        berwenang :

        a.        menerima laporan atau keterangan dari seseorang
        tentang adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;
*9093
        b.        memanggil orang untuk         didengar   dan    diperiksa
        sebagai tersangka atau saksi;

        c.        meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
        dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan;

        d.        melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
        orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang
        Kepabeanan;

        e.        meminta   keterangan    dan   bukti   dari     orang   yang
      sangka melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan;

      f.        memotret   dan/atau merekam   melalui  media
      audiovisual terhadap orang, barang, sarana pengangkut,
      atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
      pidana di bidang Kepabeanan;

      g.       memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan
      menurut Undang-undang ini dan pembukuan lainnya yang
      terkait;

      h.        mengambil sidik jari orang;

      i.        menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;

      j.        menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan
      memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila
      dicurigai adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;

      k.        menyita benda-benda yang diduga keras merupakan
      barang yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan
      dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan;

      l.        memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa
      saja yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan
      tindak pidana di bidang Kepabeanan;

      m.        mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam
      hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di
      bidang Kepabeanan;

      n.        menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan
      tindak pidana di bidang Kepabeanan serta memeriksa tanda
      pengenal diri tersangka;

      o.        menghentikan penyidikan;

      p.        melakukan   tindakan  lain  yang  perlu  untuk
      kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan
      menurut hukum yang bertanggung jawab.

(3)   Penyidikan    sebagaimana   dimaksud   pada  ayat   (1)
      memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
      hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan
      ketentuan *9094 yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8
      Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

                           Pasal 113

(1)   Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan
      Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak
      pidana di Bidang Kepabeanan.
(2)    Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah
       yang bersangkutan melunasi Bea Masuk yang tidak atau
       kurang dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
       denda empat kali jumlah Bea Masuk yang tidak atau kurang
       dibayar.

                               BAB XVI

                       KETENTUAN LAIN-LAIN

                              Pasal 114

(1)    Semua pelanggaran yang oleh Undang-undang ini diancam
       dengan sanksi administrasi berupa denda yang dihitung
       berdasarkan persentase dari Bea Masuk, jika tarif atau
       tarif akhir Bea Masuk atas barang yang berkaitan dengan
       pelanggaran tersebut nol persen, maka atas pelanggaran
       tersebut, si pelanggar dikenai sanksi administrasi berupa
       denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2)    Ketentuan tentang pengenaan sanksi administrasi dan
       penyesuaian besarnya sanksi administrasi serta penyesuaian
       besarnya bunga menurut Undang-undang ini ditetapkan lebih
       lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 115

Persyaratan dan atas cara :

a.     barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah ditunjuk
       sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;

b.     Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang
       berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi
       Eksklusif Indonesia, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                              BAB XVII

                       KETENTUAN PERALIHAN

                              Pasal 116

Dengan mulai berlakunya Undang-undang ini :

a.     semua urusan Kepabeanan yang belum dapat diselesaikan,
       untuk penyelesaian tetap berlaku ketentuan peraturan
       perundang-undang Kepabeanan yang lama sampai dengan
       tanggal 1 April 1997;

b.     semua barang yang disimpan        di    dalam Tempat   Penimbunan
       Pabean,     penyelesaiannya            berdasarkan      ketentuan
       Undang-undang ini.
                              BAB XVIII

                         KETENTUAN PENUTUP

                              Pasal 117

dengan    berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak        berlaku
lagi :

1.       Indische Tarief Wet Staatsblad Tahun         1873    Nomor    35
         sebagaimana telah diubah dan ditambah;

2.       Rechten Ordonnantie Staatsblad Tahun        1882    Nomor    240
         sebagaimana telah diubah dan ditambah;

3.       Tarief Ordonnantie Staatsblad tahun      1910       Nomor    628
         sebagaimana telah diubah dan ditambah.

                              Pasal 118

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1996.

                 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan   Undang-undang  ini   dengan penempatannya  dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO
*9096

                              PENJELASAN
                                  ATAS
                  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 10 TAHUN 1995
                                TENTANG
                              KEPABEANAN

UMUM
1.   Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki
     terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi
     kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan
     Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan
     Undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk
     sehingga   Indische   Tarief  Wet   (Undang-undang   Tarif
     Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten
     Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor
     240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad
     Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal
     II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945.
     Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan
     tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk
     menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan
     tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda
     falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan
     tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga
     perlu dilakukan pembaruan.

2.   Dalam   mewujudkan    peraturan   perundang-undangan   yang
     berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang
     didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak
     setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban
     Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan
     peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana
     melalui    pembayaran     Bea   Masuk,    maka    peraturan
     perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari
     hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan
     masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen,
     penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan
     iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan
     nasional.

     Dalam rangka mencapai tujuan dimaksud, aparatur kepabeanan
     dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin baik,
     efektif, dan efisien, sesuai dengan lingkup tugas dan
     fungsinya.

3.   Undang-undang   Kepabeanan    ini    telah   memperhatikan
     aspek-aspek:

     a.        keadilan,   sehingga   Kewajiban  Pabean   hanya
     dibebankan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan
     kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal
     dan kondisi yang sama;

     *9097 b. pemberian insentif yang akan memberikan manfaat
     pertumbuhan perekonomian nasional yang antara lain berupa
     fasilitas Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk
     atas impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan
     pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea
     Masuk dilakukan;
     c.         netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga
     distorsi yang mengganggu perekonomian nasional dapat
     dihindari;

     d.        kelayakan   administrasi,    yaitu   pelaksanaan
     administrasi kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib,
     terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota
     masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena
     itu biaya administrasi dapat ditekan serendah mungkin;

     e.        kepentingan   penerimaan   negara,  dalam   arti
     ketentuan dalam Undang-undang ini telah memperhatikan
     segi-segi stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari
     penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan
     negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan
     pembiayaan pembangunan nasional;

     f.        penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar
     ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini ditaati;

     g.        Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam
     Undang-undang ini diberlakukan di Daerah Pabean yang
     meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia,
     dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat
     yaitu, diperairan pedalaman, perairan nusantara, laut
     wilayah, zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas
     Kontinen, dan selat yang digunakan untuk pelayaran
     internasional;

     h.        praktek kepabeanan internasional sebagaimana
     diatur dalam persetujuan perdagangan internasional.

4.   Undang-undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal baru
     yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan
     perundang-undangan   yang   digantikannya,   antara   lain
     ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk
     Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil
     pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukaan,
     sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding.

5.   Selain   daripada  itu   untuk  meningkatkan  pelayanan
     kelancaran arus barang, orang, dan dokumen agar menjadi
     semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur pula
     antara lain:

     a.        pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;

     *9098 b. penyerahan Pemberitahuan Pabean    melalui   media
     elektronik (hubungan antar komputer);

     c.        pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang
     pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang
          Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;

          d.        peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung
          jawab atas Bea Masuk melalui sistem menghitung dan
          membayar   sendiri    Bea   Masuk   yang   terutang   (self
          assessment),   dengan    tatap  memperhatikan   pelaksanaan
          ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan
          impor atau ekspor barang, seperti barang pornografi,
          narkotika, uang palsu, dan senjata api.

6.        Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas dan
          mengingat Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945,
          serta memperhatikan amanat yang tersurat dan tersirat
          dalam   garis-garis   besar    daripada   haluan Negara,
          Undang-undang Kepabeanan ini merupakan produk nasional
          yang mampu menjawab tuntutan pembangunan.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
          Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang
          dipergunakan dalam Undang-undang ini. Dengan adanya
          pengertian tentang istilah tersebut, dapat dicegah adanya
          salah pengertian atau salah penafsiran dalam melaksanakan
          pasal-pasal bersangkutan, sehingga masyarakat akan lebih
          mudah memahaminya.

Pasal 2
                    Ayat (1)
                    Ayat ini memberikan penegasan pengertian Impor
          secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki Daerah
          Pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib Bea Masuk
          serta merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai
          untuk melakukan pengawasan.

                    Ayat (2)
                    Ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian
          Ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang
          melintasi Daerah Pabean, namun mengingat dari segi
          pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan Pejabat
          Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk
          memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor
          barang, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi
          pada saat barang tersebut sudah dimuat atau akan dimuat di
          sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah
          Pabean.
                    Yang dimaksud dengan "sarana pengangkut" adalah
          setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana
          lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang.
                    *9099 Akan dimuat dalam ayat ini mengandung
          pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat
          diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabean
          (ekspor), karena telah diserahkannya Pemberitahuan Pabean
          kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat saja barang tersebut
          masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di
          tempat-tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk
          di gudang atau pabrik eksportir yang bersangkutan.

                    Ayat (3)
                    Ayat ini memberikan penegasan bahwa walaupun
          barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang
          akan berangkat ke luar Daerah Pabean, jika dapat
          dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam Daerah
          Pabean dengan menyerahkan suatu Pemberitahuan Pabean,
          barang tersebut tidak dianggap sebagai barang ekspor.

Pasal 3
          Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
          Pemberitahuan Pabean yang diajukan, terhadap barang impor
          dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian
          terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Dalam
          rangka memperlancar arus barang, pemeriksaan atas fisik
          barang dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan
          barang hanya dilakukan terhadap importasi yang beresiko
          tinggi, antara lain barang yang bea masuknya tinggi,
          barang berharganya bagi negara dan masyarakat, serta Impor
          yang dilakukan oleh importir yang mempunyai catatan kurang
          baik.

Pasal 4
          Dalam rangka mendorong Ekspor, terutama dalam kaitannya
          dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor
          Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan
          kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, pemeriksaan
          pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor
          harus diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap
          barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian
          terhadap dokumennya.

          Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
          Pemberitahuan Pabean yang diajukan, pasal ini memberikan
          kewenangan kepada Menteri untuk dalam hal-hal tertentu
          dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas
          barang ekspor.

Pasal 5
                    Ayat (1)
                    Dilihat dari keadaan geografis negara Republik
          Indonesia  yang    demikian  luas  dan   merupakan negara
          kepulauan, maka tidaklah mungkin menempatkan Pejabat Bea
          dan Cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua
          barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari
          Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.
          Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan *9100
          Kewajiban Pabean hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean.
          Penegasan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di
          Kantor Pabean maksudnya adalah kalau kedapatan barang
          dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk
          sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap
          ketentuan Undang-undang ini.

                    Dengan   demikian,    pengawasan   lebih   mudah
          dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi Kewajiban Pabean
          seperti penyerahan Pemberitahuan Pabean atau pelunasan Bea
          Masuk telah dibatasi dengan penunjukan Kantor Pabean yang
          disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan.
                    Pemenuhan Kewajiban Pabean di tempat selain di
          Kantor Pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan
          tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan
          kepentingan perdagangan dan perekonomian; atau apabila
          dengan cara tersebut Kewajiban Pabean dapat dipenuhi
          dengan lebih mudah, aman, dan murah, pemberian kemudahan
          tersebut bersifat sementara.

                    Ayat (2)
                    Ayat ini menegaskan bahwa Pemberitahuan Pabean
          yang digunakan untuk pemenuhan Kewajiban Pabean dapat
          berupa tulisan di atas formulir atau melalui media
          elektronik berupa disket atau hubungan langsung antar
          komputer.

                    Ayat (3)
                    Untuk    keperluan     pelayanan,    pengawasan,
          kelancaran lalu-lintas barang serta ketertiban bongkar
          muat barang, dan pengamanan keuangan negara, Undang-undang
          ini menetapkan adanya suatu kawasan di pelabuhan laut,
          bandar udara, atau tempat lain sebagai Kawasan Pabean yang
          sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal
          Bea dan Cukai.

                    Demikian pula penunjukan Pos Pengawasan Pabean
          dimaksudkan untuk tempat Pejabat Bea dan Cukai melakukan
          pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari Kantor
          Pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi
          Kewajiban Pabean.

                    Ayat (4)
                       Cukup jelas

Pasal 6
          Pasal ini mengandung arti bahwa sesuatu yang berkaitan
          dengan penyelesaian Kewajiban Pabean atas barang impor
          atau ekspor harus senantiasa didasarkan pada ketentuan
          dalam Undang-undang ini yang pelaksanaan penegakannya
          dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 7
                    Ayat (1)
                             Adanya   kewajiban   untuk   melaporkan
                    *9101
kedatangan barang impor di Kantor Pabean tujuan pertama
melalui   jalur    yang   ditetapkan    dimaksudkan   agar
pembongkaran dilakukan dengan memenuhi ketentuan dalam
Undang-undang ini. Dalam pengertian barang impor termasuk
juga sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai atau
diimpor sementara.
          Yang dimaksud dengan "jalur yang ditetapkan"
adalah alur pelayaran, jalur udara, jalan perairan
daratan, dan jalan darat yang ditetapkan, artinya secara
pengangkut harus melalui alur-alur yang dicantumkan dalam
buku petunjuk pelayaran. Demikian pula untuk barang yang
diangkut melalui udara harus melalui jalur (koridor) udara
yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, sedangkan
jalan perairan daratan dan jalan darat di perbatasan darat
ditetapkan oleh Menteri.
          Yang dimaksud dengan "pengangkut" adalah orang,
kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian
sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau
orang.
          Pemberitahuan Pabean dibuat dan diserahkan oleh
pengangkut dalam jangka waktu yang ditetapkan.

          Ayat (2)
          Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar
setelah diajukan Pemberitahuan Pabean tentang kedatangan
sarana   pengangkut.  Akan   tetapi,   dalam  hal   sarana
pengangkut dalam keadaan darurat seperti kebakaran,
kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, cuaca buruk,
atau hal-hal lain yang terjadi diluar kemampuan manusia
dapat diadakan penyimpangan dengan melakukan pembongkaran
tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan
sarana pengangkut.
          Yang dimaksud dengan "Kantor Pabean terdekat"
adalah Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.

          Ayat (3)
          Pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas
ketentuan pada ayat (1) merupakan kesalahan yang dapat
terjadi lebih dari satu kali.
          Oleh karena itu, sanksi administrasi yang
ditetapkan pada ayat ini berupa denda dari jumlah yang
paling sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak.
Dengan demikian, pengangkut yang melanggar ketentuan pada
ayat (1) lebih dari satu kali akan dikenai denda yang
lebih besar dari yang hanya satu kali. Sedangkan
pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas ketentuan
pada ayat (2) tidak akan terjadi setiap saat dan terjadi
diluar kemampuannya. Oleh karena itu, sanksi administrasi
atas kesalahan tersebut hanya berupa denda minimum yang
diatur pada ayat ini.

          Ayat (4)
          *9102 Kewajiban   yang   harus   dilakukan   oleh
pengangkut atau kuasanya adalah memberitahukan kedatangan
sarana pengangkut dengan Pemberitahuan Pabean kepada
Pejabat Bea dan Cukai dan dokumen tersebut harus memuat
atau berisi semua barang impor yang diangkut di dalam
sarana pengangkut tersebut, baik berupa barang dagangan
maupun bekal kapal. Apabila jumlah barang yang dibongkar
kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam Pemberitahuan
Pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan pada ayat ini
dianggap telah memasukkan barang impor tersebut ke
peredaran bebas sehingga, selain wajib membayar Bea Masuk
atas barang yang kurang dibongkar tersebut, juga dikenai
sanksi administrasi, jika yang bersangkutan tidak dapat
membuktikan   bahwa  kekurangan   barang  yang  dibongkar
tersebut bukan karena kesalahannya.

          Ayat (5)
             Cukup jelas

           Ayat (6)
           Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara
bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat
Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang
tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan segera.
           Yang   dimaksud   dengan   "pengeluaran"  adalah
pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan
Sementara,    Tempat   Penimbunan   Berikat,   atau  Tempat
Penimbunan Pabean ke peredaran bebas dengan persetujuan
Pejabat Bea dan Cukai setelah dipenuhinya Kewajiban
Pabean.

          Ayat (7)
          Yang dimaksud dengan "barang diangkut terus"
adalah barang yang diangkut dengan sara pengangkut melalui
kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
          Yang dimaksud dengan "barang diangkut lanjut"
adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut
melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran
terlebih dulu.
          Yang dimaksud dengan "diekspor kembali" adalah
pengiriman kembali barang impor keluar Daerah Pabean
karena ternyata tidak sesuai dengan yang dipesan atau oleh
karena suatu ketentuan baru dari pemerintah tidak boleh
diimpor ke dalam Daerah Pabean.

          Ayat (8)
          Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini
dilakukan dengan tanpa maksud untuk mengelakkan pembayaran
Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan
Bea   Masuknya   telah  dilunasi,   akan   tetapi   karena
pengeluarannya tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai,
maka atas pelanggaran tersebut di pelanggar dikenai sanksi
administrasi.
                    *9103 Ayat (9)
                       Cukup jelas

Pasal 8

                    Ayat (1)
                       Cukup jelas

                    Ayat (2)
                    Ayat ini memungkinkan importir yang memenuhi
          persyaratan, untuk mengeluarkan barang impor untuk dipakai
          sebelum   melunasi   Bea  Masuk   yang   terutang   dengan
          menyerahkan jaminan. Namun, importir wajib menyelesaikan
          kewajibannya dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut
          Undang-undang ini. Kemudahan ini diberikan dengan tujuan
          untuk memperlancar arus barang.
                    Yang dimaksud dengan "pelintas batas" adalah
          penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal wilayah
          perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang
          dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan
          perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos
          pengawas lintas batas.
                    Yang dimaksud dengan "awak sarana pengangkut"
          adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus
          berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana
          pengangkutnya.

                    Ayat (4)
                    Yang dimaksud dengan 'Persetujuan Pejabat Bea
          dan Cukai" adalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang
          menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi Kewajiban
          Pabeannya berdasarkan Undang-undang ini.

                    Ayat (5)
                       Cukup jelas

                    Ayat (6)
                    Ketentuan dalam ayat ini mengenakan sanksi
          kepada importir yang memperoleh kemudahan berdasarkan
          ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf c, yaitu
          mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi Bea
          Masuknya   dengan   penyerahan  jaminan,   tetapi  tidak
          menyelesaikan kewajiban untuk membayar Bea Masuk menurut
          jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang
          ini.
                    Yang dimaksud dengan "importir" adalah orang
          yang mengimpor.

Pasal 9

                    Ayat (1)
                    Tujuan pengaturan impor sementara adalah untuk
          memberikan kemudahan atas pemasukan barang dengan
       *9104 tujuan tertentu seperti barang pameran, barang
       perlombaan,   kendaraan   yang  dibawa   oleh   wisatawan,
       peralatan penelitian, yang digunakan untuk penelitian
       sains dan teknologi serta pendidikan, peralatan yang
       digunakan oleh teknisi, wartawan, dan tenaga ahli untuk
       digunakan sementara waktu dan pada waktu pengimporannya
       telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.

                 Ayat (2)
                 Yang dimaksud dengan "pengawasan pabean" adalah
       pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
       Cukai.

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

Pasal 10

                 Ayat (1)
                    Cukup jelas

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                 Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara
       bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat
       Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang
       tersebut tidak dapat dimuat dengan segera.

                 Ayat (4)
                 Pemberitahuan pembatalan tersebut diwajibkan
       dalam rangka penyelesaian dan tertib administrasi serta
       pengawasan terhadap pemberian fasilitas.

                 Ayat (5)
                    Cukup jelas

                 Ayat (6)
                    Cukup jelas

Pasal 11

                 Ayat (1)
                 Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan sebagai
       sarana untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang
       akan dikeluarkan ke luar Daerah Pabean.

                 Ayat (2)
                 *9105 Ketentuan yang diatur pada huruf a dan b
       bertujuan untuk pengaman hak-hak negara yang masih pada
       barang-barang tersebut mengingat barang yang bersangkutan
       masih terutang Bea Masuk. Sedangkan ketentuan pada huruf c
       dimaksudkan agar barang yang diangkut tersebut pada
       dibedakan dari barang impor yang dimuat di pelabuhan di
       luar Daerah Pabean.

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

                 Ayat (5)
                    Cukup jelas

                 Ayat (6)
                    Cukup jelas

Pasal 12

                 Ayat (1)
                 Dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun
       1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
       Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
       Perdagangan Dunia), besarnya tarif maksimum dalam ayat ini
       ditetapkan setinggi-tingginya empat puluh persen termasuk
       Bea Masuk Tambahan (BMT) yang pada waktu diundangkannya
       Undang-undang ini masih dikenakan terhadap barang-barang
       tertentu. Namun, dengan tetap memperhatikan kemampuan saya
       saing industri dalam negeri, kebijaksanaan umum di bidang
       tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan tingkat
       tarif yang ada dengan tujuan :

                 a. meningkatkan daya saing produk Indonesia di
       pasaran internasional;

                 b. melindungi konsumen dalam negeri; dan

                 c. mengurangi      hambatan    dalam   perdagangan
       internasional    dalam     rangka    mendukung   terciptanya
       perdagangan bebas.

                 Ayat (2)
                 Sesuai   dengan    Notifikasi   Indonesia   pada
       Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT):

                    Huruf a
                    Untuk produk pertanian tertentu sebagaimana
       tercantum dalam Skedul XXI-Indonesia, tarif Bea Masuknya
       diikut pada tingkat yang lebih tinggi dari empat persen,
       dengan tujuan untuk menghapus                  penggunaan
                                         *9106
       hambatan nontarif sehingga menjadi tarifikasi.
                    Huruf b
                    Demi kepentingan nasional, produk tertentu
       yang termasuk dalam daftar ekslusif Skedul XXI-Indonesia,
       tarif Bea Masuknya tidak diikat pada tingkat tarif
       tertentu sehingga dikecualikan dari ketentuan pengenaan
       tarif maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun,
       dalam jangka waktu tertentu tarif atas produk tersebut
       akan diturunkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1).

                    Huruf c
                         Cukup jelas

                 Ayat (3)
                 Untuk mengantisipasi perkembangan perdagangan
       internasional yang demikian cepat dan dengan tetap
       memperhatikan   kepentingan   nasional,  perlu   diberikan
       pendelegasian wewenang kepada Menteri untuk menetapkan
       besarnya tarif Bea Masuk setiap jenis barang dan melakukan
       perubahan terhadap besarnya tarif tersebut.

Pasal 13

                 Ayat (1)
                 Ayat ini memberikan kewenangan kepada Menteri
       untuk menetapkan tarif Bea Masuk yang besarnya berbeda
       dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)

                    Huruf a
                    Tarif    Bea  Masuk   dikenakan   berdasarkan
       perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Pemerintah
       Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain atau
       beberapa negara lain, misalnya Bea Masuk berdasarkan
       Common Effective Preferential Tarif untuk Asean Free Trade
       Area (CEPT for AFTA).

                    Huruf b
                    dalam rangka mempermudah dan mempercepat
       penyelesaian impor barang bawaan penumpang, awak sarana
       pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos
       atau jasa titipan, dapat dikenakan Bea Masuk berdasarkan
       tarif yang berbeda dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam
       pasal 12 ayat 91), misalnya dengan pengenaan tarif
       rata-rata. Ketentuan ini perlu, mengingat barang-barang
       yang dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut,
       dan pelintas batas pada umumnya terdiri dari beberapa
       jenis.

                    Huruf c
                    *9107 Dalam hal barang ekspor Indonesia
       diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya
       dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan Bea
      Masuk, barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat
      dikenakan tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang
      dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).

                Ayat (2)
                   Cukup jelas

Pasal 14
       Yang dimaksud dengan "sistem klasifikasi barang" dalam
       pasal ini adalah suatu daftar penggolongan barang yang
       dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah
       penarifan perdagangan, ditambah dengan :

      a.        biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum
      tercantum dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya
      dibayar berupa :

                1. komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;

                2. biaya   pengemas,  yang   untuk  kepentingan
      pabean, pengemas tersebut menjadi yang terpisahkan dengan
      barang yang bersangkutan;

                3. biaya pengepakan meliputi biaya material dan
      upah tenaga kerja pengepakan;

      b.        Nilai dari barang dan jasa berupa :

                1. material, komponen, bagian, dan barang-barang
      sejenis yang terkandung dalam barang impor;

                2. peralatan, cetakan, dan barang-barang        yang
      sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;

                3. material   yang   digunakan   dalam    pembuatan
      barang impor;

                4. teknik, pengembangan, karya seni, desain,
      perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar
      Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor,
      yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh
      pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut :

                   a)   dipasok   dengan   cuma-cuma   atau   dengan
      harga diturunkan;

                   b)   untuk kepentingan produksi dan penjualan
      untuk ekspor barang impor yang dibelinya;

                   *9108 c) harganya belum termasuk dalam harga
      yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang
      impor yang bersangkutan.
          c. royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar
oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai
persyaratan jual beli barang impor yang sedang dinilai,
sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum
termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang
seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan;

          d. nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan
yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung
atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan,
pemanfaatan,    atau  pemakaian   barang    impor   yang
bersangkutan;

          e. biaya transportasi barang impor yang dijual
untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah
Pabean;

          f. biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan
yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke
pelabuhan atau tempat di Daerah Pabean.

          g. biaya asuransi.

          Ayat (2)
          Dua barang dianggap identik apabila keduanya
sana dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik,
kualitas, dan reputasinya sama serta :

          a. diproduksi oleh produsen yang sama di negara
yang sama; atau

          b. diproduksi oleh produsen lain di negara yang
sama.

           Ayat (4)
           yang dimaksud dengan "metode deduksi" adalah
metode   untuk   menghitung   nilai   pabean barang  impor
berdasarkan data harga dari harga pasar dalam Daerah
Pabean    dikurangi     biaya/pengeluaran,   antara   lain
komisi/keuntungan, transportasi, asuransi, Bea Masuk, dan
pajak; harga dari katalog dan daftar harga atau data harga
lainnya.

          Ayat (5)
          Yang dimaksud dengan "metode komputasi"   adalah
metode  untuk   menghitung  nilai  pabean  barang    impor
berdasarkan   penjumlahan  bahan   baku,  biaya     proses
pembuatan, dan biaya/pengeluaran lainnya sampai     barang
tersebut tiba di pelabuhan atau tempat impor di     Daerah
Pabean.

          *9109 Ayat (6)
                 Yang   dimaksud dengan  'pembatasan  tertentu"
       adalah bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor
       berdasarkan    ayat   ini  tidak   diizinkan  ditetapkan
       berdasarkan :

                 a. harga jual barang produksi dalam negeri;

                 b. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih
       tinggi apabila ada dua alternatif nilai pembanding;

                 c. harga barang di pasaran dalam negeri negara
       pengekspor;

                 d. biaya produksi, selain nilai yang dihitung
       berdasarkan metode komputasi sebagaimana dimaksud pada
       ayat (5) yang telah ditentukan untuk barang identik atau
       serupa;

                 e. harga barang yang diekspor ke suatu negara
       selain ke Daerah Pabean;

                 f. harga patokan;

                 g. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang
       atau fiktif.

                 Ayat (7)
                    Cukup jelas

Pasal 16
       Prinsip yang dianut dalam pembayaran Bea Masuk adalah asas
       perhitungan sendiri (self assessment). Namun, Pejabat Bea
       dan Cukai tetap diberi wewenang untuk meneliti dan
       menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea
       Masuk yang tersebut dalam Pemberitahuan Pabean yang
       diserahkan importir.
       Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah
       Pemberitahuan Pabean atas impor diserahkan, sedangkan
       penetapan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk hanya
       dapat diberikan setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan.
       Pengertian "dapat" dalam pasal ini dimaksudkan bahwa
       Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean
       hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan
       berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang
       yang sebenarnya sehingga :

       a.        Bea Masuk kurang dibayar dalam hal            tarif
       dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;

       b.        Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau
       nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah.

       *9110 Dalam hal pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar,
       pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan
       penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu
       atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai
       pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan
       fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean,
       misalnya untuk barang penumpang.
       Dalam   rangka  memberikan   kepastian pelayanan  kepada
       masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean susah didaftarkan,
       penetapan harus sudah diberikan dalam waktu tiga puluh
       hari sesudah tanggal pendaftaran. Batas waktu tiga puluh
       hari dianggap cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk
       mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam
       melakukan penetapan.

Pasal 17

                 Ayat (1)
                 Pada dasarnya penetapan Pejabat Bea dan Cukai
       sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika
       hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan Pabean atau
       Dokumen Pelengkap Pabean menunjukkan adanya kekurangan
       atau kelebihan pembayaran Bea dan Masuk, untuk mengamankan
       penerimaan negara atau menjamin hak pengguna jasa,
       Direktur Jenderal dapat membuat penetapan baru.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

Pasal 18

       Yang dimaksud dengan "harga ekspor" adalah harga yang
       sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang
       diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui
       adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak
       ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor diragukan
       kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan :

       a.        harga dari barang impor dimaksud yang dijual
       kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau

       b.        harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat
       penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak
       dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor.

       Yang dimaksud dengan "nilai normal" adalah harga yang
       sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis
       dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara
       pengekspor untuk tujuan konsumsi.
       *9111 Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual
       di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan
       di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga
       tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal
       ditetapkan berdasarkan :

       a.        harga tinggi   barang   sejenis   yang   diekspor   ke
       negara ketiga; atau

       b.        harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya
       produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba
       yang wajar (constructed value).

       Yang dimaksud dengan "barang sejenis" adalah barang yang
       identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor
       dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik,
       teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud.

Pasal 19
                 Cukup jelas

Pasal 20
                 Cukup jelas

Pasal 21
       Yang dimaksud dengan "subsidi" adalah :

       a.        Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh
       pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung
       maupun   tidak  langsung   kepada  perusahaan, industri,
       kelompok industri, atau eksportir; atau

       b.        setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau
       harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung
       untuk meningkatkan Ekspor atau menurunkan Impor dari atau
       ke negara yang bersangkutan.

Pasal 22
       Cukup jelas

Pasal 23
       Cukup jelas

Pasal 24
       Pada dasarnya barang dari luar Daerah Pabean sejak
       memasuki Daerah Pabean sudah terutang Bea Masuk. Namun,
       mengingat barang tersebut tidak diimpor untuk dipakai,
       barang tersebut tidak dipungut Bea Masuk.

Pasal 25
       Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah
       pembebasan yang bersifat mutlak, dalam arti jika
       *9112 persyaratan yang diatur dalam pasal ini dipenuhi,
       barang yang diimpor tersebut diberi pembebasan.
          Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "pembebasan Bea Masuk"
adalah peniadaan pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

             Huruf a
             Yang   dimaksud   dengan   "barang  perwakilan
negara asing beserta para pejabatnya" adalah barang milik
atau untuk keperluan perwakilan negara asing tersebut,
termasuk   pejabat    pemegang    paspor   diplomatik   dan
keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut diberikan
apabila negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang
sama terhadap diplomat Indonesia.

             Huruf b
             Yang dimaksud dengan "barang untuk keperluan
badan internasional beserta pejabatnya" adalah milik atau
untuk keperluan badan internasional yang diakui dan
terdaftar   pada   Pemerintah   Indonesia,    termasuk   para
pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia. Pembebasan ini
tidak diberikan kepada pejabat badan internasional yang
memegang paspor Indonesia.
             Huruf c
             Pembebasan    Bea    Masuk     yang    diberikan
berdasarkan    huruf   ini    merupakan    fasilitas    untuk
menghilangkan beban yang dipikul oleh importir produsen
yang akan memberikan nilai tambah terhadap barang atau
bahan impor dimaksud dengan cara mengolah, merakit, atau
memasangnya pada barang lain, kemudian mengekspor barang
jadinya.

             Huruf d
             Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan
rekomendasi dari departemen terkait terhadap buku-buku
yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

             Huruf e
             Yang dimaksud "barang untuk keperluan ibadah
umum" adalah barang-barang yang semata-mata digunakan
untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui di
Indonesia.
             Yang dimaksud dengan "barang keperluan amal
dan sosial" adalah barang yang semata-mata ditujukan untuk
keperluan   amal/sosial   dan   tidak   mengandung   unsur
komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau
pemberantasan wabah penyakit.
             Yang dimaksud dengan "barang untuk keperluan
kebudayaan"   adalah    barang   yang    ditujukan   untuk
meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara.    *9113
Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi
dari departemen terkait.
                     Huruf g
                     Yang dimaksud dengan "barang untuk keperluan
        penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan" adalah
        barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
        penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau
        pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan
        dan teknologi. Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan
        rekomendasi dari departemen terkait.

                     Huruf h
                          Cukup jelas

                     Huruf i
                          Cukup jelas

                     Huruf j
                          Cukup jelas

                     Huruf k
                     Yang dimaksud dengan "barang contoh" adalah
        barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara lain
        untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran dalam
        jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe maupun merek.

                     Huruf l
                     Cukup jelas

                     Huruf m
                     Yang dimaksud dengan "barang pindahan" adalah
        barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang
        semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah
        ke dalam negeri.

                     Huruf n
                     Yang    dimaksud   dengan  "barang   pribadi
        penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas"
        adalah barang-barang yang dibawa oleh mereka sebagaimana
        dimaksud dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (3), sedangkan
        barang kiriman adalah barang yang dikirim adalah barang
        yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada
        penerima tertentu di dalam negeri.

                  Ayat (2)
                     Cukup jelas

                   Ayat (3)
                   Ayat ini memberikan wewenang kepada Menteri
        untuk mengatur lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang
        harus dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan
        pasal ini.
*9114
                  Ayat (4)
                     Cukup jelas
Pasal 26
       Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah
       pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang
       diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan
       tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan
       pembebasan atau hanya keringanan Bea Masuk.

                 Ayat (1)
                 yang dimaksud dengan "keringanan Bea Masuk"
       adalah pengurangan sebagian pembayaran Bea Masuk yang
       diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

                    Huruf a
                    Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan
       dan pengembangan industri adalah setiap mesin, permesinan,
       alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau
       perkakas yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan
       industri.
                    Pengertian   pembangunan   dan   pengembangan
       industri meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru
       serta    perluasan    (diversifikasi)   hasil    produksi,
       modernisasi,   rehabilitasi   untuk   tujuan   peningkatan
       kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah
       ada.

                    Huruf b
                    Yang dimaksud dengan "barang dan bahan" ialah
       semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan
       komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen
       untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan batas waktu akan
       diatur dalam keputusan pelaksanaannya.

                    Huruf c
                         Cukup jelas

                    Huruf d
                    Yang dimaksud dengan "bibit dan benih" ialah
       segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor
       dengan tujuan nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih
       lanjut   dalam  rangka   pengembangan  bidang   pertanian,
       perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.

                     Huruf e
                     Yang dimaksud dengan "hasil laut" ialah semua
       jenis tumbuhan laut, ikan atau hewan laut yang layak untuk
       dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting yang
       belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap yang
       bersangkutan.
                     *9115 Yang dimaksud dengan "sarana penangkap"
       ialah satu atau sekelompok kapal yang mempunyai peralatan
       untuk menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga
       yang mempunyai peralatan pengolahan.
             Yang dimaksud dengan "sarana penangkap yang
telah  mendapat   izin"   adalah  sarana  penangkap  yang
berbendera Indonesia atau berbendera asing yang telah
memperoleh izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan
penangkapan atau pengambilan hasil laut.

             Huruf f
             Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan atas
impor barang yang sebelumnya diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan, atau pengajuan di luar negeri.
             Yang   dimaksud  dengan   "perbaikan"  adalah
penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan
mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah sifat
hakikinya.
             Yang dimaksud dengan "pengerjaan" adalah
penanganan barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga
mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi ekonomis
tanpa mengubah sifat hakikinya.
             Pengajuan meliputi pemeriksaan barang dari
segi teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
             Pembebasan atau keringanan dalam hal ini
hanya dapat diberikan terhadap barang dalam keadaan
seperti pada waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang
diganti atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan
Bea Masuk

             Huruf g
             Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan terhadap
barang setelah diekspor, diimpor kembali tanpa mengalami
suatu proses pengerjaan atau penyempurnaan apa pun,
seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke luar negeri,
barang keperluan pameran, pertunjukan, atau perlombaan.
             Terhadap barang lain yang diekspor untuk
kemudian karena suatu hal, diimpor kembali dalam keadaan
yang sama dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah
diterimanya dikembalikan.

              Huruf h
              Dalam   transaksi     perdagangan    kemungkinan
adanya perubahan kondisi barang sebelum barang diterima
oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan prinsip
pemungutan Bea Masuk dalam Undang-undang ini diterapkan
atas semua barang yang diimpor untuk dipakai sehingga,
apabila terjadi perubahan kondisi (kerusakan, penurunan
mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena
sebab                alamiah),    barang     tersebut    tidak
            *9116
sepenuhnya    dapat    dipakai   atau    memberikan    manfaat
sebagaimana    diharapkan,    wajar   apabila    barang   yang
mengalami perubahan kondisi sebagaimana diuraikan di atas
tidak sepenuhnya dipungut Bea Masuk. Oleh karena itu
pembatasan pada saat kapan terjadinya perubahan kondisi
barang tersebut, adalah antara waktu pengangkutan dan
        diberikannya persetujuan impor untuk dipakai.

                     Huruf i
                     Bahan terapi manusia, pengelompokan    darah,
        dan bahan penjenisan jaringan adalah :

                     1)   bahan terapi yang berasal dari manusia,
        yaitu darah manusia serta derivatifnya (turunannya)
        seperti   darah   seluruhnya,  plasma   kering,  albumin,
        gamaglobulin, fibrinogen, serta organ tubuh;

                     2)   bahan pengelompokan darah yang berasal
        dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain;

                     3)   bahan penjenisan jaringan yang berasal
        dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain;

                     Huruf j
                     Yang   dimaksud  dengan   "kepentingan  umum"
        adalah kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan
        kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek pemasangan
        lampu jalan umum.

                     Huruf k
                     Mengingat pemasukannya hanya untuk sementara,
        barang-barang tersebut diberi pembebasan atau keringanan
        Bea Masuk.

                  Ayat (2)
                     Cukup jelas

                  Ayat (3)
                     Cukup jelas

                  Ayat (4)
                     Cukup jelas

Pasal 27
                  Ayat (1)

                     Huruf a
                     Kesalahan tata usaha antara lain adalah
        kesalahan   tulis,   kesalahan hitung, atau kesalahan
        pencantuman tarif.
*9117
                     Huruf b
                     Cukup jelas

                     Huruf c
                     Yang dimaksud dengan "sebab tertentu" pada
        ayat ini adalah bahwa hal tersebut bukan merupakan
        kehendak importir, melainkan disebabkan oleh adanya
        kebijaksanaan Pemerintah yang mengakibatkan barang yang
       telah diimpor tidak dapat dimasukkan ke dalam Daerah
       Pabean sehingga harus diekspor kembali atau dimusnahkan
       dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dalam kondisi
       yang sama.

                    Huruf d
                    Cukup jelas

                    Huruf e
                    Cukup jelas

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

Pasal 28
       Undang-undang ini memberi kewenangan kepada Menteri untuk
       mengatur lebih lanjut hal-hal yang berkenaan dengan
       Pemberitahuan Pabean, buku cacatan pabean, dan dokumen
       pelengkap pabean, misalnya bentuk pemberitahuan Pabean dan
       dokumen pelengkap pabean dapat ditetapkan baik berupa
       tulisan di atas formulir, disket, maupun hubungan langsung
       antar komputer tanpa menggunakan kertas.

                 contoh Pemberitahuan Pabean adalah :

       a.        pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;

       b.        pemberitahuan impor untuk dipakai;

       c.        pemberitahuan impor sementara;

       d.        pemberitahuan pemindahan barang      dari   Kawasan
       Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat;

       e.        pemberitahuan   pemindahan  barang   dari  suatu
       Kantor Pabean ke Kantor Pabean lain dalam Daerah Pabean;

       f.        pemberitahuan ekspor barang.

       Yang dimaksud dengan "buku catatan pabean" adalah buku
       daftar atau formulir yang digunakan untuk mencatat
       Pemberitahuan Pabean dan kegiatan Kepabeanan berdasarkan
       Undang-undang ini.

                 Buku catatan pabean, antara lain adalah daftar
untuk mencatat :
       *9118 a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;

       b.        pemberitahuan impor untuk dipakai;

       c.        pemberitahuan ekspor barang;

       d.        barang yang dianggap tidak dikuasai;
       e.        barang yang akan dilelang.

       Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap pabean" adalah
       semua   dokumen    yang   digunakan    sebagai  pelengkap
       Pemberitahuan   Pabean,  misalnya   "invoice", "bill   of
       lading", "packing list", dan "manifest".

Pasal 29
                 Ayat (1)
                    Cukup jelas

                 Ayat (2)
                 Pada dasarnya Undang-undang ini menganut prinsip
       bahwa semua pemilik barang dapat menyelesaikan Kewajiban
       Pabean. Mengingat tidak semua pemilik barang mengetahui
       atau menguasai ketentuan tata laksana Kepabeanan atau
       karena suatu hal tidak dapat menyelesaikan sendiri
       Kewajiban Pabean, ayat ini memberi kemungkinan pemberian
       kuasa penyelesaian Kewajiban Pabean kepada pengusaha
       pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor
       Pabean.

                 Pengusaha semacam ini sebelumnya telah ada dan
       di dalam praktik sehari-hari dikenal dengan nama Ekspedisi
       Muatan Kapal Laut (EMKL), Ekspedisi Muatan Kapal Udara
       atau Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMKU/EMPU), atau
       pengusaha Jasa Transportasi.

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

Pasal 30
                 Cukup jelas

Pasal 31
       Bea Masuk atas barang impor merupakan tanggung jawab
       importir yang bersangkutan, kecuali jika pengurusan
       pemberitahuan impor dikuasakan kepada pengusaha pengurusan
       jasa kepabeanan dan importir tidak ditemukan, misalnya
       melarikan diri, maka tanggung jawab atas Bea Masuk beralih
       ke pengusaha jasa kepabeanan.
       Yang   dimaksud   dengan    "pengusaha   pengurusan   jasa
       kepabeanan" adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
       pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas nama
       pemilik barang.

Pasal 32

                 *9119 Ayat (1)
                 Pada prinsipnya importir bertanggung jawab atas
       Bea Masuk barang yang diimpornya. Namun berdasarkan
       ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang ini,
       importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas Bea Masuk
       sejak   didaftarkannya   Pemberitahuan    Pabean.   Dengan
       Demikian, sebelum didaftarkannya Pemberitahuan Pabean,
       tanggung jawab atas Bea Masuk berada pada pengusaha Tempat
       Penimbunan Sementara, yaitu tempat penimbunan barang impor
       yang bersangkutan.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                 Apabila barang impor yang harus dilunasi Bea
       Masuknya terdiri dari beberapa jenis dengan satu nama umum
       (golongan barang), sedangkan jenis barang yang sebenarnya
       tidak dapat diketahui, sebagai dasar perhitungan Bea
       Masuk, diambil tarif tertinggi yang berlaku atas golongan
       barang tersebut dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat
       Bea dan Cukai.

Pasal 33
                 Cukup jelas

Pasal 34

                   Ayat (1)
                   Pembebasan atau kekeringan Bea Masuk sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 pada hakikatnya tidak
       membebaskan importir dari tanggung jawab Bea Masuk yang
       harus dilunasi, karena pembebasan atau kekeringan tersebut
       harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan
       secara limitatif pada saat fasilitas tersebut diberikan.
       Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa fasilitas
       tersebut pada suatu saat digunakan tidak sesuai dengan
       fasilitas yang diberikan.
                   Karena prinsip pengenaan Bea Masuk melekat erat
       pada    barang    impor,   untuk    menghindari    kemungkinan
       penyalahgunaan fasilitas yang telah diberikan sehingga
       syarat    yang   telah   ditetapkan   tidak   lagi   dipenuhi,
       Undang-undang ini menegaskan letak tanggung jawab atas Bea
       Masuk yang terutang berada pada orang yang mendapatkan
       pembebasan atau kekeringan atau yang menguasai barang
       tersebut.
                   Tujuan perluasan tanggung jawab atas Bea Masuk
       dalam Undang-undang ini adalah untuk menjamin hak-hak
       negara.

                 Ayat (2)
                 Cukup jelas

Pasal 35
       Pasal-pasal terdahulu dalam bagian ini telah menegaskan
       pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap Bea Masuk atas
       barang impor. Pasal ini juga menegaskan siapa yang
       bertanggung jawab atas Bea Masuk barang impor yang
       kedapatan di bawah penguasaan seseorang yang tidak
       termasuk dalam ketentuan pasal-pasal tersebut di atas.
       Dalam keadaan demikian dapat saja mereka merupakan
       penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau
       siapa pun yang kedapatan menguasai barang impor di tempat
       kedatangan   sarana  pengangkut   atau  di   tempat-tempat
       tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk.
       Yang dimaksud dengan "tempat tertentu di daerah perbatasan
       yang ditunjuk" adalah suatu tempat di daerah perbatasan
       yang merupakan bagian dari jalan perairan daratan atau
       jalan darat di perbatasan yang ditunjuk sebagai tempat
       lintas batas (point of entry).

Pasal 36
                 Cukup jelas

Pasal 37

                 Ayat (1)
                 Kewajiban membayar menurut pasal ini sepanjang
       mengenai Bea Masuk timbul sejak tanggal pendaftaran
       Pemberitahuan Pabean mengenai impor barang dan sepanjang
       mengenai    denda   timbul    sejak   diterimanya  surat
       pemberitahuan oleh yang bersangkutan.

                 Ayat (2)
                 Yang dimaksud dengan "penundaan" dalam ayat ini
       adalah pemberian perpanjangan jangka waktu pelunasan Bea
       Masuk dan denda administrasi sampai batas waktu yang
       ditetapkan.
                 Perpanjangan   jangka   waktu   pembayaran  ini
       diberikan dengan pertimbangan bahwa pihak yang terutang
       menunjukkan itikat baik untuk menyelesaikan utangnya,
       tetapi pada waktu yang ditentukan belum dapat dilunasinya
       sehingga perlu diberikan penundaan pelunasan utang.

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

Pasal 38

                 Ayat (1)
                    Yang dimaksud dengan "tujuan tempo" adalah :

                 a. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang
       terutang lihat Pasal 37 ayat (1);

                 *9121 b.     dalam   hal tagihan pihak      yang
       terpiutang kepada negara adalah tiga puluh hari      sejak
       tanggal keputusan adanya tagihan.

                 Ayat (2)
                   Cukup jelas

Pasal 39

                 Ayat (1)
                 Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai
       kreditur   preferensi   yang   dinyatakan mempunyai   hak
       mendahulu atas barang-barang milik yang terutang. Setelah
       tagihan pabean dilunasi, baru diselesaikan pembayaran
       kepada pihak-pihak lainnya.
                 Maksud ayat ini adalah untuk memberi kesempatan
       kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian lebih dahulu
       dari pihak-pihak lainnya atas harta milik yang berutang
       untuk melunasi tagihan pabean.

                Ayat (2)
                   Cukup jelas

                Ayat (3)
                   Cukup jelas

                Ayat (4)
                   Cukup jelas

                Ayat (5)
                   Cukup jelas

Pasal 40

                 Ayat (1)
                 Hak menagih atas utang berdasarkan pasal ini
       berlaku, baik untuk tagihan negara yang terutang maupun
       tagihan pihak yang berpiutang kepada negara.

                Ayat (2)
                   Cukup jelas

Pasal 41
       Utang yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan
       dalam Undang-undang ini, penagihannya diserahkan kepada
       instansi pemerintah yang mengurusi penagihan piutang
       negara.

Pasal 42

                Ayat (1)

                   *9122 Huruf a
                        Cukup jelas

                   Huruf b

                   Yang    dimaksud   dengan   "jaminan   yang   dapat
       digunakan terus-menerus" adalah jaminan yang diserahkan
       dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat digunakan
       dengan cara :

                   1.   jaminan yang diserahkan dapat dikurangi
       setiap ada pelunasan Bea Masuk sampai jaminan tersebut
       habis; atau

                    2.   jaminan tetap dalam batas waktu yang
       tidak terbatas sehingga setiap pelunasan Bea Masuk
       dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan.

                 Ayat (2)

                    Huruf a
                         Cukup jelas

                    Huruf b
                         Cukup jelas

                    Huruf c
                         Cukup jelas

                    Huruf d
                    Jaminan   lainnya    dalam    ketentuan    ini
       dimaksudkan   untuk  memberi   kemungkinan    diserahkannya
       jaminan selain yang tercantum dalam huruf a sampai dengan
       huruf c.

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

Pasal 43

                 Ayat (1)
                    Cukup jelas

                 Ayat (2)
                 Mengingat penyediaan Tempat Penimbunan Sementara
       dimaksudkan untuk menimbun barang untuk sementara waktu,
       perlu   adanya   pembatasan    jangka   waktu   penimbunan
       barang-barang didalamnya.
                 Jangka waktu tiga puluh hari yang disediakan
       dianggap cukup untuk memberi kesempatan kepada yang
       berkepentingan agar segera mengeluarkan barangnya dari
       Tempat Penimbunan Sementara juga agar tidak mengganggu
       kelancaran arus barang di pelabuhan (kongesti).

                 *9123 Ayat (3)
                 Ketentuan   pada  ayat  ini   menegaskan  bahwa
       terhadap barang impor wajib Bea Masuk yang hilang dari
       Tempat Penimbunan Sementara, disamping adanya kewajiban
       membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat
       Penimbunan Sementara    juga   dikenai   sanksi   administrasi
       berupa denda.

                  Ayat (4)
                     Cukup jelas

Pasal 44
       Tujuan    pengadaan    Tempat    Penimbunan    Berikat   dalam
       Undang-undang ini adalah untuk memberikan fasilitas kepada
       pengusaha berupa penangguhan pembayaran Bea Masuk serta
       dapat    melakukan      kegiatan     penyimpanan,    menimbun,
       memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, dan/atau
       mengolah barang yang berasal dari luar Daerah Pabean tanpa
       lebih dahulu dipungut Bea Masuknya.
       Dengan adanya Tempat Penimbunan Berikat ini, akan dapat
       dijamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan Impor
       atau Ekspor serta peningkatan produksi dalam negeri dalam
       rangka pembangunan dan pengembangan ekonomi nasional.
       Yang dimaksud dengan "penangguhan" adalah peniadaan
       sementara kewajiban pembayaran Bea Masuk sampai timbul
       kewajiban     untuk   membayar     Bea     Masuk   berdasarkan
       Undang-undang ini.
       Yang dimaksud dengan "pengusaha Tempat Penimbunan Berikat"
       adalah orang yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha
       menimbun, mengolah, memamerkan, atau menjual barang di
       Tempat Penimbunan Berikat.
       Yang dimaksud dengan "penyelenggara Tempat Penimbunan
       Berikat"    adalah   orang    yang   memperoleh   izin   untuk
       menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat di suatu
       tempat, bangunan, atau kawasan. Dalam hal tertentu,
       penyelenggara    Tempat    Penimbunan    Berikat  dapat   juga
       berfungsi sebagai pengusaha Tempat Penimbunan Berikat
       apabila penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat hanya
       diperuntukkan    bagi    pelaksanaan    kegiatan  usaha   yang
       dilakukan oleh penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat.

Pasal 45

                  Ayat (1)
                     Cukup jelas

                 Ayat (2)
                 Tarif yang dipergunakan untuk menghitung Bea
       Masuk atas barang yang dikeluarkan dari tempat Penimbunan
       Berikat ke peredaran bebas adalah tarif yang berlaku pada
       saat tersebut dikeluarkan. Sedangkan nilai pabean yang
       dipergunakan sebagai dasar perhitungan Bea Masuk adalah
       nilai pabean dari barang pada saat barang tersebut
       dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat.
                 *9124 Apabila dasar perhitungan Bea Masuk
       diberitahukan   dalam   mata   usang  asing,  kurs   yang
       dipergunakan adalah kurs yang berlaku pada saat barang
       dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.
                  Ayat (3)
                  Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini
       dilakukan     dengan tanpa    maksud   untuk   menggelakkan
       pembayaran Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan
       Pabean    dan    Bea Masuknya    telah   dilunasi,   tetapi
       pengeluarannya dilakukan tanpa persetujuan Pejabat Bea dan
       Cukai, maka atas pelanggaran tersebut si pelanggar dikenai
       sanksi administrasi.

                 Ayat (4)
                 Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa
       terhadap barang impor yang wajib Bea Masuk yang hilang
       dari Tempat Penimbunan Berikat, disamping adanya kewajiban
       membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat
       Penimbunan Berikat juga dikenai sanksi administrasi berupa
       denda.

Pasal 46

                 Ayat (1)
                 Yang dimaksud dengan"izin Tempat Penimbunan
       Berikat dibekukan" adalah bahwa Tempat Penimbunan Berikat
       tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan sampai
       diterbitkannya   keputusan  pemberlakuan   kembali   izin
       dimaksud. Pembekuan izin ini merupakan tindak lanjut dari
       hasil audit Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat
       Penimbunan Berikat.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

                 Ayat (5)
                    Cukup jelas

Pasal 47
                 Cukup jelas

Pasal 48
                 Cukup jelas

Pasal 49
       *9125 Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan dan
       menyimpan catatan serta surat menyurat yang bertalian
       dengan Impor atau Ekspor diperlukan untuk pelaksanaan
       audit di bidang Kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari
       Kawasan Pabean. Audit di bidang Kepabeanan dilakukan dalam
       rangka mengamankan hak-hak negara sebagai        konsekuensi
       diberlakukannya sistem "self-assessment" dan     pemeriksaan
       barang secara selektif.
       Yang dimaksud dengan "pengusaha pengangkutan"   adalah orang
       yang menyediakan jasa angkutan barang impor      atau ekspor
       dengan sarana pengangkut di darat, laut, atau   udara.

Pasal 50
                 Cukup jelas

Pasal 51
       Buku, catatan, dan surat-menyurat yang berhubungan dengan
       kegiatan usaha Impor atau Ekspor harus disimpan selama
       sepuluh tahun, sehingga apabila dalam batas waktu tersebut
       diketahui terdapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini,
       buku, catatan, dan surat-menyurat yang diperlukan masih
       tetap tersedia. Keharusan kurun waktu sepuluh tahun
       penyimpanan buku, catatan, dan surat-menyurat tersebut
       adalah taat asas (konsisten) dengan ketentuan Pasal 111
       mengenai   kedaluwarsanya   tuntutan  pidana   di   bidang
       Kepabeanan.

Pasal 52
                 Cukup jelas

Pasal 53

                 Ayat (1)
                 Pada hakikatnya pengawasan terhadap pelaksanaan
       peraturan larangan dan pembatasan atas impor atau ekspor
       barang tertentu tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri
       oleh tiap instansi teknis yang menetapkan peraturan
       larangan   atau  pembatasan   pada  saat   pemasukan  atau
       pengeluaran barang ke atau dari Daerah Pabean.
                 Sesuai dengan praktek kepabeanan internasional,
       pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar dari
       Daerah Pabean dilakukan oleh instansi pabean. Dengan
       demikian, agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan
       dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi, instansi
       teknis yang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan
       dimaksud kepada Menteri untuk ditetapkan dan dilaksanakan
       oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 *9126 Ayat (3)
                 Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau
       ekspornya yang tidak memenuhi syarat dalam ayat ini adalah
       barang impor atau ekspor yang telah diberitahukan dengan
       Pemberitahuan Pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan
       sebagaimana   diatur   dalam   ketentuan   larangan   atau
       pembatasan atas barang yang bersangkutan.
                 Yang   dimaksud   dengan   diberitahukan  dengan
       Pemberitahuan  Pabean   dalam   pasal   ini  dapat  berupa
       pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut, pemberitahuan
       impor untuk dipakai, dan pemberitahuan ekspor barang.

                 Ayat (4)
                 Yang    dimaksud    dengan   "ditetapkan     lain
       berdasarkan peraturan perundang-undangan yang      berlaku"
       adalah    bahwa    peraturan    perundang-undangan     yang
       bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian
       barang impor yang dibatasi atau dilarang, misalnya impor
       limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

Pasal 54
       Perintah   tertulis   tersebut   dikeluarkan   oleh   Ketua
       Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan
       Pabean, yaitu tempat kegiatan Impor atau Ekspor tersebut
       berlangsung.
       dalam hal impor barang tersebut ditujukan ke beberapa
       Kawasan Pabean dalam Daerah Pabean Indonesia, permintaan
       perintah tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh
       Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
       Kawasan Pabean pertama, yaitu tempat impor barang yang
       bersangkutan ditujukan atau dibongkar. Dalam hal Ekspor
       dilakukan   dari  beberapa   Kawasan   Pabean,   permintaan
       tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh Ketua
       Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan
       Pabean pertama, yaitu tempat Ekspor berlangsung.

Pasal 55
       Kelengkapan bahan-bahan seperti tersebut dalam huruf a
       sampai dengan huruf d sangat penting dan karena itu
       kelengkapannya bersifat mutlak. Hal tersebut dimaksudkan
       untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini dalam praktik
       dagangan yang justru bertentangan dengan tujuan pengaturan
       untuk mengurangi atau meniadakan perdagangan barang-barang
       hasil pelanggaran merek dan hak cipta.
       Praktik dagang serupa itu, yang kadang kala dilakukan
       sebagai cara melemahkan atau melumpuhkan pesaing, pada
       akhirnya tidak menguntungkan bagi perekonomian pada
       umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yang cukup
       nilainya memiliki arti penting setidaknya karena tiga hal.
       Pertama,    melindungi   pihak    yang   diduga    melakukan
       pelanggaran dari kerugian yang tidak perlu. Kedua,
       mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan hak.
       Ketiga,     *9127 melindungi Pejabat Bea dan Cukai dari
       kemungkinan     adanya   tuntutan    ganti    rugi    karena
       dilaksanakannya perintah penangguhan.

Pasal 56
                 Cukup jelas

Pasal 57
                 Ayat (1)
                 Jangka   waktu  sepuluh   hari   kerja tersebut
       merupakan jangka waktu maksimum bagi penangguhan. Jangka
       waktu tersebut disediakan untuk memberi kesempatan kepada
       pihak yang meminta penangguhan agar segera mengambil
       langkah-langkah untuk mempertahankan haknya sesuai dengan
       peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                 Ayat (2)
                 Perpanjangan jangka waktu penangguhan tersebut
       hanya dapat dilakukan dengan syarat yang ketat untuk
       mencegahan kemungkinan penyalahgunaan hak untuk meminta
       penangguhan.

                 Ayat (3)
                 Cukup jelas

Pasal 58

                 Ayat (1)
                 Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka
       identifikasi atau pencacahan untuk kepentingan pengambilan
       tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan
       hak yang diduga telah dilanggar.
                 Pemeriksaan     tersebut    dilakukan     dengan
       sepengetahuan Pejabat Bea dan Cukai.

                 Ayat (2)
                 Karena permintaan penangguhan tersebut masih
       berdasarkan dugaan, kepentingan pemilik barang juga perlu
       diperhatikan secara wajar. Kepentingan tersebut, antara
       lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagang atau
       informasi teknologi yang dirahasiakan, yang digunakan
       untuk memproduksi barang impor atau ekspor tersebut. dalam
       hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik,
       sekedar untuk mengidentifikasi atau mencacah barang-barang
       yang dimintakan penangguhan.

Pasal 59
                 Cukup jelas

*9128
Pasal 60
       Yang dimaksud dengan keadaan tertentu tersebut, misalnya
       kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.

Pasal 61
                 Cukup jelas

Pasal 62
       Tindakan karena jabatan ini dilakukan hanya kalau dimiliki
       bukti-bukti yang cukup. Tujuannya untuk mencegah peredaran
        barang-barang yang merupakan atau berasal dari hasil
        pelanggaran merek atau hak cipta yang berdampak buruk
        terhadap perekonomian pada umumnya. Dalam hal diambil
        tindakan   serupa  ini,   berlaku  sepenuhnya  tata  cara
        sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Merek atau
        Undang-undang tentang Hak Cipta.

Pasal 63
                  Cukup jelas
Pasal 64

                  Ayat (1)
                  Dengan tetap memperhatikan Undang-undang Nomor 7
        Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan
        Organisasi Perdagangan Dunia, penerapan ketentuan dalam
        pasal 54 sampai dengan Pasal 63 terhadap hak atas kekayaan
        intelektual, selain menyangkut merek dan hak cipta,
        dilakukan    secara   bertahap   dengan   mempertimbangkan
        kemampuan dan kesiapan pengelolaan sistem atas kekayaan
        intelektual.

                  Ayat (2)
                     Cukup jelas

Pasal 65
                  Cukup jelas

Pasal 66

                  Ayat (1)
                     Cukup jelas

                  Ayat (2)
                  Yang dimaksud dengan "sepanjang belum dilelang"
        adalah dua hari kerja sebelum tanggal pelelangan.

                  Ayat (3)

                     Huruf a
                          Cukup jelas
*9129
                     Huruf b

                        yang dimaksud dengan barang :
                     1) yang sifatnya tidak tahan lama, antara
        lain barang yang cepat busuk misalnya buah segara dan
        sayur segar;

                     2)   yang sifatnya merusak adalah barang yang
        dapat merusak atau mencemari barang lainnya, misalnya asam
        sulfat dan belerang;

                     3)      yang berbahaya adalah barang yang antara
       lain mudah terbakar, meledak, atau membahayakan kesehatan;

                    4)   yang memerlukan biaya tinggi adalah
       barang yang pengurusannya memerlukan perlakukan khusus,
       misalnya binatang hidup dan barang yang harus disimpan
       dalam ruangan pendingin.

                    Huruf c
                         Cukup jelas

                    Huruf d
                         Cukup jelas

Pasal 67

                 Ayat (1)
                 Yang dimaksud dengan     "lelang   umum"    adalah
       penjualan barang yang dilakukan    melalui   kantor   lelang
       negara.

                 Ayat (2)
                 Sisa yang disediakan untuk pemiliknya adalah
       hasil lelang tersebut setelah dikurangi Bea Masuk dan
       pajak yang terutang menurut Undang-undang ini serta biaya,
       antara lain sewa gudang, upah buruh, ongkos angkut, dan
       biaya pelelangan. Sisa hasil lelang tersebut tetap
       merupakan hak si pemilik barang yang dapat diambilnya
       dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Pasal ini.

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

                 Ayat (5)
                 Yang    dimaksud    "harga  terendah"   adalah
       serendah-rendahnya yang ditetapkan oleh Menteri yang
       terdiri dari Bea Masuk, pajak yang terutang menurut
       Undang-undang ini, sewa gudang, dan biaya lain, misalnya
       upah       *9130 buruh dan ongkos angkut yang harus
       dicapai dalam pelelangan umum.

Pasal 68

                 Ayat (1)
                 yang dimaksud dengan "barang yang dikuasai
       negara"   adalah   barang   yang   untuk   sementara waktu
       penguasaannya berada pada negara sampai dapat ditentukan
       status barang yang sebenarnya. Perubahan status ini
       dimaksudkan agar Pejabat Bea dan Cukai dapat memproses
       barang   tersebut    secara   administrasi    sampai dapat
       dibuktikan bahwa telah terjadi kesalahan atau sama sekali
       tidak terjadi kesalahan, sehingga masalah kepabeanannya
       dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan Undang-undang
       ini.

                    Huruf a
                    Barang yang dikuasai negara pada huruf a ini
       adalah   barang    yang   menurut   ketentuan   peraturan
       perundang-undangan   yang  berlaku   dinyatakan  dilarang
       dan/atau dibatasi untuk diimpor dan tidak diberitahukan
       secara tidak benar, kecuali jika peraturan yang melarang
       dan/atau membatasinya menentukan penyelesaian lain atas
       barang tersebut.

                    Huruf b
                    Barang yang dikuasai negara pada huruf b ini
       adalah   barang    impor   atau   ekspor    yang  ditunda
       pengeluarannya, pemuatannya atau pengangkutannya atau
       sarana pengangkutan yang ditunda keberangkatannya oleh
       Pejabat Bea dan Cukai guna pemenuhan Kewajiban Pabean
       berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.

                    Sarana pengangkut yang ditinggalkan biasanya
       adalah sarana pengangkut yang kepastiannya kecil seperti
       motor boat yang digunakan untuk mengangkut barang yang
       tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini.

                 Ayat (2)
                 Pemberitahuan     secara     tertulis     adalah
       pemberitahuan yang diberikan secara tertulis kepada
       pemilik atau kuasanya yang menyatakan bahwa barang atau
       sarana pengangkut miliknya berada dalam penguasaan negara
       dan pemilik atau kuasanya diminta untuk menyelesaikan
       Kewajiban Pabeannya.
                 Pengumuman yang dilakukan adalah pengumuman yang
       ditempelkan pada papan pengumuman yang terdapat di
       Kantor-kantor Pabean atau diumumkan melalui media massa
       seperti surat kabar.

                 Ayat (3)
                    *9131 Cukup jelas

Pasal 69
                 Cukup jelas

Pasal 70
                 Cukup jelas

Pasal 71
                 Cukup jelas

Pasal 72
                 Cukup jelas
Pasal 73
                  Cukup jelas

Pasal 74

                  Ayat (1)
                  Dalam ayat ini secara tegas ditetapkan bahwa
       Pejabat Bea dan Cukai untuk menyelesaikan pekerjaan yang
       termasuk wewenangnya dalam rangka mengamankan hak-hak
       negara, dapat menggunakan segala upaya terhadap orang atau
       barang, termasuk di dalamnya binatang untuk dipenuhinya
       ketentuan dalam Undang-undang ini.
                  Jika perlu dapat digunakan berbagai upaya untuk
       mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang Kepabeanan
       yang   diduga   sebagai  tindak   pidana  Kepabeanan  guna
       menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
       menurut Undang-undang ini.

                 Ayat (2)
                 Penggunaan senjata api sangat dibatasi mengingat
       besarnya bahaya bagi keselamatan dan keamanan. Oleh karena
       itu, syarat-syarat penggunaannya diatur lebih lanjut
       dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan peraturan
       perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 75

                 Ayat (1)
                 Dalam melaksanakan tugas pengawasan agar sarana
       pengangkut melalui jalur yang ditetapkan dan untuk
       memeriksa sarana pengangkut berupa kapal, Pejabat Bea dan
       Cukai perlu dilengkapi sarana operasional berupa kapal
       atau    seperti    pengawasan  lainnya    seperti   radio
       telekomunikasi atau radar.

                 Yang dimaksud dengan "kapal patroli" adalah
       kapal laut dan kapal milik Direktorat Jenderal Bea dan
       Cukai yang dipimpin oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai
       komando            patroli,  yang   mempunyai   kewenangan
                  *9132
       penegakan   hukum   di   Daerah   Pabean   sesuai   dengan
       Undang-undang ini.

                 Ayat (2)
                 Mengingat dalam penggunaan kapal sebagaimana
       dimaksud dalam ayat (1) ada kemungkinan menghadapi bahaya
       yang mengancam jiwa atau keselamatan Pejabat Bea dan Cukai
       dan kapal patroli, maka dengan memperhatikan ketentuan
       yang berlaku, kapal patroli dapat dilengkapi dengan
       senjata api yang jenis dan/atau jumlahnya ditetapkan
       dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76
       Semua   instansi   pemerintah,   baik   sipil   maupun   angkatan
       bersenjata bila diminta berkewajiban memberi bantuan dan
       perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi Pejabat
       Bea dan Cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan
       pekerjaannya.
       Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan
       sebagimana dimaksud di atas adalah sehubungan dengan
       segala kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
       berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77

                 Ayat (1)
                 Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea
       dan Cukai untuk melaksanakan tugas administrasi Kepabeanan
       berdasarkan Undang-undang ini.
                 Yang dimaksud dengan "menengah barang" adalah
       tindakan administrasi untuk menunda pengeluaran, pemuatan,
       dan   pengangkutan  barang    impor  atau  ekspor   sampai
       dipenuhinya Kewajiban Pabean.
                 yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut"
       adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana
       pengangkut.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

Pasal 78
       Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam ketentuan
       ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih
       baik dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak
       diperlukan     adanya      penjagaan/pengawalan     secara
       terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 79
       Pasal ini memuat ketentuan mengenai wewenang Menteri untuk
       menetapkan bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman
       sebagai pengganti segel yang dilakukan oleh pihak pabean
       di luar negeri atau pihak lain, dapat diterima.
               Dapat   diterima    mengandung    pengertian    bahwa
       *9133
       penyegelan   atau   pembubuhan   tanda   pengaman    tersebut
       dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalam negeri
       berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
       Kemudahan   demikian   sudah   tentu   membantu   kelancaran
       perdagangan Indonesia dengan pihak luar negeri.
       Apabila menurut pertimbangan Menteri, penyegelan atau
       pembubuhan tanda pengaman yang telah dilakukan tersebut
       dianggap tidak cukup atau kurang aman, penyegelan atau
       pembubuhan tanda pengaman tidak dapat diterima.

Pasal 80
                 Cukup jelas

Pasal 81
                  Ayat (1)
                  Penempatan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana
        dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan apabila pengamanan
        dalam bentuk penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
        78 tidak dapat dilakukan atau apabila atas pertimbangan
        tertentu, tindakan penjagaan oleh Pejabat Bea dan Cukai
        merupakan tindakan yang lebih tepat.

                  Ayat (2)
                  Ketentuan dalam ayat ini memberikan kewajiban
        kepada pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan untuk
        memberikan bantuan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang
        ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak tersedia
        akomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
        antara lain berupa tempat atau ruang kerja, akomodasi,
        serta makanan dan minuman yang cukup.

                  Ayat (3)
                     Cukup jelas

Pasal 82

                   Ayat (1)
                   Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea
        dan   Cukai   untuk   melakukan  pemeriksaan  barang  guna
        memperoleh data dan penilaian yang tepat pemberitahuan
        atau dokumen yang diajukan, Pemeriksaan terhadap barang
        ekspor hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang
        diatur dalam Pasal 4 ayat (2).
                   Pemeriksaan dilakukan secara selektif sesuai
        dengan tata cara yang diatur oleh Menteri. Hasil
        pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dasar yang
        digunakan untuk perhitungan Bea Masuk.

                  Ayat (2)
                     Cukup jelas

                  Ayat (3)
                     Cukup jelas
*9134
                  Ayat (4)
                     Cukup jelas

                  Ayat (5)
                     Cukup jelas

                  Ayat (6)
                     Cukup jelas

Pasal 83

        Rahasia surat yang dipercayakan kepada Pos atau perusahaan
       pengangkutan umum yang ditunjuknya tidak dapat diganggu
       gugat,   kecuali   dalam    hal   yang   diuraikan   dalam
       Undang-undang ini.
       Dalam praktik menunjukkan bahwa tidak jarang barang yang
       kecil ukurannya dikirimkan dalam surat. Sehubungan dengan
       itu, surat yang mungkin berisi barang harus dapat pula
       dibuka untuk keperluan pemeriksaan.
       Walaupun dapat dipertanggungjawabkan bahwa pembukaan surat
       itu untuk keperluan pemeriksaan barang di dalamnya tanpa
       membaca isinya dan tidak bertentangan dengan rahasia pos,
       pembukaan surat tersebut harus dilakukan bersama di
       alamat.
       Dalam hal di alamat tidak ditemukan, disyaratkan adanya
       surat perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan
       dilakukan bersama-sama petugas pos.
       Yang dimaksud dengan "si alamat" adalah penerima surat
       dalam hal Impor atau pengirim dalam hal Ekspor.

Pasal 84

                 Ayat (1)

                 Ayat ini memberikan kewenangan kepada Pejabat
       Bea dan Cukai     untuk meminta kepada    Importir atau
       eksportir untuk :

                 a. menyerahkan buku, catatan, dan surat menyurat
       yang berkaitan dengan :

                    1.      pembelian;
                    2.      penjualan;
                    3.      impor;
                    4.      ekspor;
                    5.      persediaan; atau
                    6.      pengiriman barang yang bersangkutan.

                 b. menyerahkan   contoh     barang   untuk   tujuan
       pemeriksaan pemberitahuan.

                 Atas penyerahan yang dilakukan oleh importir
       atau eksportir sebagaimana dimaksud di atas, diberikan
       *9135 tanda bukti penerimaan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
       Dalam hal permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana
       dimaksud di atas tidak dipenuhi Pejabat Bea dan Cukai akan
       melakukan   penetapan   tarif    dan/atau   nilai   pabean
       berdasarkan data yang ada, dan mungkin akan mengakibatkan
       kerugian bagi yang bersangkutan.
                 Segera   setelah   penelitian   selesai,   buku,
       catatan,   surat   menyurat,    dan/atau   contoh   barang
       dikembalikan kepada pemiliknya.

Pasal 85
                 Cukup jelas
Pasal 86
       Untuk memperlancar arus barang, pemeriksaan barang di
       Kawasan   Pabean   diupayakan   seminimal   mungkin   dengan
       menggunakan metode selektif.
       Untuk menjamin kebenaran Pemberitahuan Pabean dalam rangka
       mengamankan hak-hak negara dilakukan audit di bidang
       Kepabeanan setelah barang keluar dari Kawasan Pabean.
       Audit   di   Bidang   Kepabeanan   dilakukan   dengan   cara
       pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan, surat menyurat,
       serta sediaan barang yang bertalian dengan Impor atau
       Ekspor.

Pasal 87

                 Ayat (1)
                 Dilihat dari segi kepentingan pengamanan hak-hak
       negara, perlu dilakukan pengawasan terhadap barang, baik
       yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, di dalam
       Tempat Penimbunan Berikat atau di tempat usaha lain yang
       barangnya   memperoleh    pembebasan,   keringanan,   atau
       penangguhan Bea Masuk maupun di tempat yang mempunyai
       sediaan barang yang terkena ketentuan larangan dan
       pembatasan.
                 Dalam   rangka   pengawasan  tersebut   d  atas,
       ketentuan ini mengatur mengenai kewenangan Pejabat Bea dan
       Cukai untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap bangunan
       dan tempat lain yang telah diberi izin pengoperasian
       berdasarkan pemberitahuan atau dokumen pabean terdapat
       barang wajib bea atau barang yang dikenai peraturan
       larangan atau pembatasan.

                 Ayat (2)
                 Mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh
       Pejabat Bea dan Cukai ada kemungkinan barang oleh yang
       bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau tempat
       lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung
       dengan bangunan atau tempat lain yang sedang dilakukan
       pemeriksaan, maka ditetapkan ketentuan ini.
                 Berhubungan langsung dalam ayat ini dimaksudkan
       adalah hubungan secara fisik, sedangkan berhubungan tidak
       *9136 langsung adalah hubungan yang secara fisik tidak
       berhubungan secara langsung, tidak secara operasional
       saling berhubungan. Dengan demikian, dapat dicegah usaha
       untuk menghindari pemeriksaan atau menyembunyikan barang.

Pasal 88

                 Ayat (1)
                 Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah
       tinggal yang dimaksud dalam ayat ini adalah bangunan dalam
       Undang-undang ini, misalnya bangunan yang didirikan khusus
       untuk menyimpan barang apa pun dan pendirinya bukan
       dimaksudkan sebagai tempat usaha berdasarkan Undang-undang
       ini.
                 Apabila berdasarkan petunjuk yang ada bahwa di
       tempat   tersebut   terdapat    barang   yang   tersangkut
       pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib Bea Masuk
       maupun yang dikenai peraturan larangan dan pembatasan,
       Direktur dapat memerintahkan Pejabat Bea dan Cukai untuk
       melakukan pemeriksaan terhadap tempat tersebut.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

Pasal 89

                 Ayat (1)
                 Sebagai syarat untuk melakukan pemeriksaan,
       Pejabat Bea dan Cukai harus memiliki surat perintah dari
       Direktur Jenderal untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
                 Dalam pelaksanaannya, penerbitan surat perintah
       oleh Direktur Jenderal dapat didelegasikan kepada Pejabat
       Bea dan Cukai yang ditunjuk.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

Pasal 90

                 Ayat (1)
                 Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh
       Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana pengangkutan
       bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya
       peraturan    perundang-undangan     yang    pelaksanaannya
       dibebankan kepada Direktorat Jenderal *9137     Bea    dan
       Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana
       pengangkut serta barang diatasnya hanya dilakukan secara
       selektif.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                 Dalam   melaksanakan   pengawasan  atas   sarana
       pengangkut yang melakukan pembongkaran barang impor,
       Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan
       pekerjaan tersebut jika ternyata barang yang dibongkar
       berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku tidak
       boleh diimpor ke dalam daerah Pebean.
                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

Pasal 91

                 Ayat (1)
                 Yang    dimaksud    dengan   "isyarat"    adalah
       tanda-tanda yang diberikan kepada nakhoda atau pengangkut,
       berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu,
       radio, dan sebagainya yang lazim dipergunakan sebagai
       isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut.

                 Ayat (2)
                 Untuk menghindari kesewenangan-wenangan Pejabat
       Bea dan Cukai, biaya yang timbul akibat pemeriksaan
       tersebut dibebankan kepada yang bersalah.

                 Ayat (3)
                 Yang dimaksud dengan "dokumen pengangkutan"
       adalah semua dokumen yang diisyaratkan baik oleh ketentuan
       pengangkutan nasional maupun internasional.

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

Pasal 92

                 Ayat (1)
                 Mengingat bahwa beberapa barang yang sedemikian
       kecil ukurannya sehingga dapat disembunyikan di dalam
       badan atau pakaian yang dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai
       perlu diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan badan.
                 Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian
       rupa sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh
       karena itu, pemeriksaannya harus dilakukan di tempat
       tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta
       *9138 dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh
       kedua belah pihak.

                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

Pasal 93

                 Ayat (1)
                 Ketentuan pada ayat ini ditujukan untuk menjamin
       adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas
       keadilan   yang  memberikan   hak  kepada   pengguna  jasa
       kepabeanan untuk mengajukan keberatan atas keputusan
       Pejabat Bea dan Cukai.
                 Waktu tiga puluh hari yang diberikan kepada
       pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup bagi yang
       bersangkutan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna
       pengajuan keberatan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal
       batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang
       bersangkutan   menjadi  gugur   dan   penetapan  dianggap
       disetujui.

                 Ayat (2)
                 Penetapan jangka waktu enam puluh hari Kepada
       Direktur   Jenderal   untuk  memberikan   keputusan   atas
       keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa kepabeanan ini
       merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur
       Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan
       informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang diajukan.

                 Ayat (3)
                 Yang dimaksud dengan "ditolak oleh Direktur
       Jenderal" adalah penolakan oleh Direktur Jenderal atas
       keberatan yang diajukan sehingga penetapan yang dilakukan
       oleh Pejabat Bea dan Cukai menjadi tetap.
                 Penolakan oleh Direktur Jenderal ini dapat pula
       berupa penolakan sebagian atas keberatan yang diajukan,
       yang seperti bahwa Direktur Jenderal menetapkan lain dari
       penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai, dan
       penetapan ini dapat lebih besar atau lebih kecil dari pada
       penetapan Pejabat bea dan Cukai tersebut.

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

                 Ayat (5)
                    Cukup jelas

Pasal 94
                 Cukup jelas

Pasal 95
       *9139 Badan peradilan pajak yang dimaksud dalam pasal ini
       adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam
       Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
       dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
       Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 yang dibentuk khusus
       untuk memeriksa dan memutus permohonan banding di bidang
       fiskal (perpajakan).
       Dalam pengertian, pajak terdiri dari pajak langsung dan
       pajak tidak langsung. Pajak langsung antara lain berupa
       pajak penghasilan, sedangkan yang termasuk dalam pajak
       tidak langsung antara lain pajak pertambahan nilai, Bea
       Masuk, dan cukai.
       Untuk itu badan peradilan pajak yang akan dibentuk
       berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
       Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
       diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 akan
       mengatur pula peradilan di bidang Bea Masuk dan Cukai. Hal
          ini   dimaksudkan   untuk  menciptakan    efisiensi badan
          peradilan di bidang fiskal sehingga dapat dihindarkan
          adanya dua badan peradilan di bidang fiskal yang harus
          dibentuk dengan Undang-undang tersendiri.

Pasal 96

                    Ayat (1)
                    Sebelum   badan   peradilan  pajak  sebagaimana
          dimaksud dalam Pasal 95 dibentuk, permohonan banding
          diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang
          Kepabeanan dan cukai dilakukan melalui suatu lembaga
          banding yang keputusannya bukan merupakan keputusan Tata
          Usaha Negara sehingga tidak dapat diajukan banding kepada
          Peradilan Tata Usaha Negara.

                    Ayat (2)
                       Cukup jelas

        Ayat (3)
                       Cukup jelas

Pasal 97

                    Ayat (1)
                       Cukup jelas

                    Ayat (2)
                       Cukup jelas

                    Ayat (3)
                    Meskipun anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan
          Cukai diangkat oleh Pemerintah, dalam memberikan keputusan
          atas permohonan banding, lembaga tersebut harus netral.
          Oleh karena itu susunan keanggotaannya tidak hanya terdiri
          dari kalangan Pemerintah, tetapi juga dari kalangan
          pengusaha swasta dan pakar.
*9140

Pasal 98
                    Cukup jelas

Pasal 99

                    Ayat (1)
                    Persidangan   majelis    untuk   memeriksa dan
          memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup
          mengandung pengertian bahwa persidangan tersebut tidak
          terbuka untuk umum sehingga yang hadir dalam persidangan
          hanyalah anggota mejelis itu sendiri.
                    Untuk kepentingan pemeriksaan, majelis dapat
          meminta kehadiran pihak pemohon atau kuasanya.
                 Ayat (2)
                    Cukup jelas

                 Ayat (3)
                    Cukup jelas

                 Ayat (4)
                    Cukup jelas

Pasal 100
       Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah Lembaga netral
       yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang seobjektif
       mungkin. Oleh karena itu apabila dalam menyelesaikan atau
       memeriksa suatu permohonan banding ada anggota Lembaga
       Pertimbangan Bea dan Cukai yang mempunyai kepentingan
       pribadi dengan pemohon, anggota yang bersangkutan tidak
       boleh memeriksa permohonan banding tersebut dan harus
       mengundurkan diri dari keanggotaan majelis.
       Untuk kepentingan pemeriksaan permohonan banding tersebut,
       Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk anggota
       pengganti.
       Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya
       hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
       ketiga, dan hubungan suami istri, meskipun sudah cerai,
       antara anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dan
       pemohon.
       Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh
       anggota yang lain dari unsur yang sama.

Pasal 101
                 Cukup jelas

Pasal 102
       Undang-undang ini telah mengatur atau menetapkan tata cara
       atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang
               mengimpor   atau   mengekspor   barang.   Dalam   hal
       *9141
       seseorang   mengimpor    atau   mengekspor    barang    tanpa
       mengindahkan ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan
       oleh Undang-undang ini diancam dengan pidana berdasarkan
       pasal ini dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara
       dan denda.
       Yang   dimaksud   dengan   "tanpa   mengindahkan   ketentuan
       Undang-undang ini" adalah sama sekali tidak memenuhi
       ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan
       Undang-undang ini. Dengan demikian, apabila seseorang
       mengimpor atau mengekspor barang yang telah mengindahkan
       ketentuan Undang-undang ini, walaupun tidak sepenuhnya,
       tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan
       Pasal ini.

Pasal 103

                 Huruf a
                     Cukup jelas

                 Huruf b
                 Mengelakkan   pembayaran   Bea  Masuk   dan/atau
       pungutan negara lainnya dalam rangka impor, dapat terjadi
       hanya dalam hal yang bersangkutan telah mengajukan
       Pemberitahuan Pabean dan telah melakukan pembayaran namun
       mengelakkan pembayaran kekurangannya, tetapi juga karena
       sama sekali belum mengajukan Pemberitahuan Pabean dan
       belum membayar Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya
       dalam rangka impor.
                 Pungutan negara lainnya dalam rangka impor
       antara lain berupa cukai atas Barang Kena Cukai Impor dan
       Pajak Pertambahan Nilai atas barang kena pajak impor.

                  Huruf c
                     Cukup jelas

                 Huruf d
                 Ketentuan pidana ini berhubungan dengan keadaan
       di mana seseorang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan,
       membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan
       barang impor yang berasal dari tindak pidana penyelundupan
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102. Jika barang tersebut
       ditemukan sebagai hasil dari pemeriksaan buku atau
       informasi   intelejen,  penyidik   dapat  menyita   barang
       tersebut sesuai dengan wewenang berdasarkan Pasal 112 ayat
       (2) huruf k.
                 Seseorang yang ditemukan menimbun, memiliki,
       menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau
       memberikan barang tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan
       dapat dikenai pidana sesuai dengan pasal ini. Akan tetapi,
       jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan
       itikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan
       bida terjadi, pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga
       kedua-duanya dapat dituntut.

Pasal 104

                  Huruf a
                     Cukup jelas

                  Huruf b
                     Cukup jelas

                  Huruf c
                     Cukup jelas

                 Huruf d
                 Ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya
       pemalsuan atau pemanipulasian data pada dokumen pelengkap
       pabean, misalnya "invoice".
Pasal 105
                 Cukup jelas

Pasal 106
                 Cukup jelas

Pasal 107
       Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa
       kepabeanan melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang
       ini dalam melaksanakan pekerjaan yang dikuasakan oleh
       importir atau eksportir, yang bersangkutan diancam dengan
       pidana yang sama dengan ancaman pidana terhadap importir
       atau eksportir.
       Misalnya, jika pengusaha jasa kepabeanan memalsukan nilai
       pabean pada "invoice" yang diterima dari importir sehingga
       Pemberitahuan pabean yang diajukan atas nama importir
       tersebut lebih rendah, pengusaha pengurusan jas kepabeanan
       dikenai ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
       103 huruf c.

Pasal 108
       Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu
       badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan
       usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam
       bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha
       lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau
       kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi
       dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan
       dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-badan
       tersebut di atas.
       Oleh karena itu, selain badan tersebut, harus dipidana
       juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan
       tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan tindak
       pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak
       tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari badan
       tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan larangan
       yang diancam *9143 dengan pidana, seolah-olah mereka
       sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut.
       Atas dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan
       pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang
       bersangkutan dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang
       dijatuhkan kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana
       denda.

Pasal 109

       Secara umum, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
       Penuntut Umum. namun, barang atau ekspor yang berdasarkan
       putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara,
       berdasarkan Undang-undang ini menjadi milik negara yang
       pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 110
                 Cukup jelas

Pasal 111
       Kadaluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang Kepabeanan
       dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum, baik
       kepada masyarakat usaha maupun penegak hukum.

Pasal 112
                 Cukup jelas

Pasal 113
                 Cukup jelas

Pasal 114

                 Ayat (1)
                 Pengenaan   denda   administrasi   yang   dihitung
       berdasarkan persentase Bea Masuk dirasa cukup memenuhi
       rasa   keadilan   karena   besar   kecilnya   sanksi   dapat
       diterapkan secara proporsional dengan berat ringannya
       pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian negara.
       Namun, dalam era globalisasi ekonomi, kebijaksanaan umum
       di bidang tarif ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif
       sehingga akan terdapat beberapa jenis barang yang tarif
       Bea Masuknya nol persen.
                 Apabila   demikian    halnya,   pengenaan   sanksi
       administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan
       persentase dari Bea Masuk tidak dapat lagi diterapkan
       secara proporsional, sedangkan pelanggaran yang timbul
       atas tidak dipenuhinya suatu ketentuan tetap harus
       diberikan sanksi. Oleh karena itu, pelanggaran ketentuan
       di bidang Kepabeanan yang dilakukan terhadap impor barang
       yang tarif atau tarif akhirnya nol                   persen,
                                               *9144
       dikenai sanksi administrasi berdasarkan satuan jumlah
       dalam rupiah.

                 Ayat (2)
                 Penetapan     penyesuaian    besarnya     sanksi
       administrasi   dan   besarnya   bunga   dengan   Peraturan
       Pemerintah bertujuan untuk mengantisipasi adanya perubahan
       nilai mata uang.

Pasal 115
                 Cukup jelas

Pasal 116

                 Huruf a
                 Meskipun peraturan perundang-undangan Kepabeanan
       yang    lama   telah    dicabut   dengan    diundangkannya
       Undang-undang ini, untuk menampung penyelesaian tagihan
       Bea Masuk dan pungutan impor lainnya, demikian pula
       tagihan pihak yang berpiutang kepada negara berupa
       kelebihan pembayaran Bea Masuk dan pungutan lain yang
       pelaksanaannya   masih   berdasarkan  ketentuan  peraturan
       perundang-undangan     Kepabeanan    yang    lama,    maka
       Undang-undang ini menentukan jangka waktu berlakunya
       peraturan perundang-undangan lama sampai dengan tanggal 1
       April 1997.

                 Huruf b
                    Cukup jelas

Pasal 117
                 Cukup jelas

Pasal 118

                 Cukup jelas

                --------------------------------

                               CATATAN

Kutipan:         LEMBAR LEPAS SETNEG TAHUN 1995


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kepabeanan_(uu_10_thn_1995)_10.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Mengapa ada barang yang di larang impornya dan tujuana.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.