Previous
Next

2008

Undang-Undang Kementerian Negara (UU 39 thn 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara :
             UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 39 TAHUN 2008
                             TENTANG
                      KEMENTERIAN NEGARA


             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang     :   a. bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan
                     pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar
                     Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
                     menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri
                     negara yang membidangi urusan tertentu di bidang
                     pemerintahan;
                  b. bahwa setiap menteri memimpin kementerian
                     negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu
                     dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara
                     sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
                     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
                     Tahun 1945;
                  c. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (4) Undang-
                     Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
                     1945, pembentukan, pengubahan, dan pembubaran
                     kementerian negara diatur dalam undang-undang;
                  d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
                     dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c
                     perlu   membentuk   Undang-Undang    tentang
                     Kementerian Negara;
Mengingat     :   Pasal 4, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-
                  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                      Dengan Persetujuan Bersama

        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                  dan
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                            MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :   UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA.

                                                            BAB I . . .
                -2-

                         BAB I
                 KETENTUAN UMUM

                         Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut
   Kementerian adalah perangkat pemerintah yang
   membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
2.   Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri
     adalah   pembantu   Presiden   yang  memimpin
     Kementerian.
3.   Urusan Pemerintahan adalah setiap urusan
     sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-
     Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
     1945.
4.   Pembentukan Kementerian adalah pembentukan
     Kementerian dengan nomenklatur tertentu setelah
     Presiden mengucapkan sumpah/janji.
5.   Pengubahan Kementerian adalah pengubahan
     nomenklatur    Kementerian      dengan      cara
     menggabungkan, memisahkan, dan/atau mengganti
     nomenklatur Kementerian yang sudah terbentuk.
6.   Pembubaran    Kementerian    adalah     menghapus
     Kementerian yang sudah terbentuk.



                         BAB II
      KEDUDUKAN DAN URUSAN PEMERINTAHAN

                      Bagian Kesatu
                       Kedudukan

                         Pasal 2

Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik
Indonesia.


                         Pasal 3

Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden.

                                      Bagian Kedua . . .
                  -3-

                        Bagian Kedua
                   Urusan Pemerintahan

                          Pasal 4

(1) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam
    pemerintahan.
(2) Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
      a.   urusan    pemerintahan   yang    nomenklatur
           Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam
           Undang-Undang     Dasar    Negara    Republik
           Indonesia Tahun 1945;
      b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya
         disebutkan  dalam     Undang-Undang     Dasar
         Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
      c.   urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
           koordinasi,   dan    sinkronisasi   program
           pemerintah.

                          Pasal 5

(1)   Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 4 ayat (2)      huruf a meliputi urusan
      luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
(2)   Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 4 ayat (2)     huruf b meliputi urusan
      agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi
      manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan,
      sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan,
      pertambangan,      energi,    pekerjaan     umum,
      transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi,
      pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
      kelautan, dan perikanan.
(3)   Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan
      perencanaan pembangunan nasional, aparatur
      negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik
      negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan
      hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi,
      koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata,
      pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga,
      perumahan, dan pembangunan kawasan atau
      daerah tertinggal.
                                            Pasal 6 . . .
                 -4-

                          Pasal 6

Setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk
dalam satu Kementerian tersendiri.


                          BAB III
      TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI

                       Bagian Kesatu
                          Tugas

                          Pasal 7

Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.


                       Bagian Kedua
                          Fungsi

                          Pasal 8

(1)   Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang
      melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (1) menyelenggarakan fungsi:
      a. perumusan,     penetapan,   dan   pelaksanaan
         kebijakan di bidangnya;
      b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
         menjadi tanggung jawabnya;
      c. pengawasan      atas  pelaksanaan   tugas         bidangnya; dan
      d. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai
         ke daerah.
(2)   Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang
      melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
      a. perumusan,     penetapan,   dan    pelaksanaan
         kebijakan di bidangnya;
      b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
         menjadi tanggung jawabnya;
      c. pengawasan     atas   pelaksanaan    tugas         bidangnya;
                                    d. pelaksanaan . . .
                  -5-

      d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi
          atas pelaksanaan urusan Kementerian di
          daerah; dan
      e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala
          nasional.
(3)   Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang
      melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (3) menyelenggarakan fungsi:
      a. perumusan dan penetapan kebijakan di
         bidangnya;
      b. koordinasi    dan    sinkronisasi  pelaksanaan
         kebijakan di bidangnya;
      c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
         menjadi tanggung jawabnya; dan
      d. pengawasan      atas   pelaksanaan   tugas         bidangnya.


                        Bagian Ketiga
                    Susunan Organisasi

                           Pasal 9

(1)   Susunan organisasi Kementerian yang menangani
      urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
      (1) terdiri atas unsur:
      a. pemimpin, yaitu Menteri;
      b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
      c.   pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat
           jenderal;
      d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal;
      e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan
      f.   pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau
           perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan
           perundang-undangan.
(2)   Susunan       organisasi        Kementerian  yang
      melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur:
      a. pemimpin, yaitu Menteri;
      b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
      c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal;
      d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan
      e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.

                                        (3) Kementerian . . .
                  -6-

(3)   Kementerian yang menangani urusan agama,
      hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki
      unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(4)   Susunan       organisasi        Kementerian      yang
      melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur:
      a. pemimpin, yaitu Menteri;
      b. pembantu       pemimpin,       yaitu    sekretariat
          Kementerian;
      c. pelaksana, yaitu deputi; dan
      d. pengawas, yaitu inspektorat.


                          Pasal 10

Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan
penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat
wakil Menteri pada Kementerian tertentu.


                          Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan
susunan organisasi Kementerian diatur      dengan
Peraturan Presiden.


                           BAB IV
  PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN
                KEMENTERIAN

                        Bagian Kesatu
                Pembentukan Kementerian

                          Pasal 12

Presiden membentuk Kementerian luar negeri, dalam
negeri, dan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

                          Pasal 13

(1)   Presiden membentuk Kementerian sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).


                                     (2) Pembentukan . . .
               -7-


(2)   Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
      a. efisiensi dan efektivitas;
      b. cakupan tugas dan proporsionalitas beban
         tugas;
      c. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan
         pelaksanaan tugas; dan/atau
      d. perkembangan lingkungan global.


                       Pasal 14

Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan
Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian
koordinasi.


                       Pasal 15

Jumlah     keseluruhan    Kementerian    sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling
banyak 34 (tiga puluh empat).


                       Pasal 16

Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan
sumpah/janji.


                     Bagian Kedua
               Pengubahan Kementerian

                       Pasal 17

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
tidak dapat diubah oleh Presiden.


                       Pasal 18

(1)   Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      13 dapat diubah oleh Presiden.

                                    (2) Pengubahan . . .
                  -8-

(2)   Pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan dengan mempertimbangkan:
      a. efisiensi dan efektivitas;
      b. perubahan dan/atau perkembangan tugas dan
         fungsi;
      c. cakupan     tugas   dan      proporsionalitas   beban
         tugas;
      d. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan
         pelaksanaan tugas;
      e. peningkatan      kinerja       dan    beban      kerja
         pemerintah;
      f.   kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam
           pemerintahan secara mandiri; dan/atau
      g. kebutuhan penyesuaian            peristilahan    yang
         berkembang.

                          Pasal 19

(1)   Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau
      penggabungan Kementerian dilakukan dengan
      pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2)   Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diberikan Dewan Perwakilan Rakyat paling lama 7
      (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden diterima.
(3)   Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dewan
      Perwakilan   Rakyat    belum    menyampaikan
      pertimbangannya, Dewan Perwakilan Rakyat
      dianggap sudah memberikan pertimbangan.



                        Bagian Ketiga
                 Pembubaran Kementerian

                          Pasal 20

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
tidak dapat dibubarkan oleh Presiden.


                                               Pasal 21 . . .
                -9-

                        Pasal 21

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dapat dibubarkan oleh Presiden dengan meminta
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali
Kementerian yang menangani urusan agama, hukum,
keuangan, dan keamanan harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.



                         BAB V
        PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

                      Bagian Kesatu
                      Pengangkatan

                        Pasal 22

(1)   Menteri diangkat oleh Presiden.
(2)   Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang
      harus memenuhi persyaratan:
      a. warga negara Indonesia;
      b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
      c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,
         Undang-Undang     Dasar    Negara     Republik
         Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi
         kemerdekaan;
      d. sehat jasmani dan rohani;
      e. memiliki integritas dan kepribadian yang baik;
         dan
      f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
         putusan pengadilan yang telah memperoleh
         kekuatan hukum tetap karena melakukan
         tindak pidana yang diancam dengan pidana
         penjara 5 (lima) tahun atau lebih.


                        Pasal 23

Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan
   perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau
   perusahaan swasta; atau
                                      c. pimpinan . . .
                  - 10 -

c.    pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran
      Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran
      Pendapatan Belanja Daerah.



                           Bagian Kedua
                       Pemberhentian

                             Pasal 24

(1)    Menteri berhenti dari jabatannya karena:
       a. meninggal dunia; atau
       b. berakhir masa jabatan.
(2)    Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh
       Presiden karena:
       a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri
           secara tertulis;
       b.   tidak dapat melaksanakan tugas selama 3
            (tiga) bulan secara berturut-turut;
       c.   dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
            pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
            hukum tetap karena melakukan tindak pidana
            yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
            tahun atau lebih;
       d.   melanggar    ketentuan  larangan   rangkap
            jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
            23; atau
       e.   alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.
(3)    Presiden memberhentikan sementara Menteri yang
       didakwa melakukan tindak pidana yang diancam
       dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.


                             BAB VI
      HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN DAN
       LEMBAGA PEMERINTAH NONKEMENTERIAN

                             Pasal 25

(1)    Hubungan fungsional antara Kementerian dan
       lembaga pemerintah nonkementerian dilaksanakan
       secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan
       dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai
       dengan peraturan perundang-undangan.

                                          (2) Lembaga . . .
                 - 11 -

(2)     Lembaga        pemerintah       nonkementerian
        berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung
        jawab kepada Presiden melalui Menteri yang
        mengoordinasikan.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan
        fungsional antara Menteri dan lembaga pemerintah
        nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat
        (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.




                           BAB VII
      HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN PEMERINTAH
                     DAERAH

                           Pasal 26

Hubungan antara Kementerian dan pemerintah daerah
dilaksanakan dalam kerangka sistem pemerintahan
Negara    Kesatuan     Republik    Indonesia    dengan
memperhatikan      prinsip-prinsip     penyelenggaraan
otonomi daerah sesuai peraturan perundang-undangan.



                           BAB VIII
                  KETENTUAN PERALIHAN

                           Pasal 27

Kementerian yang sudah ada pada saat berlakunya
Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai
dengan    terbentuknya   Kementerian    berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.


                           BAB IX
                   KETENTUAN PENUTUP

                           Pasal 28

Undang-Undang        ini   mulai    berlaku   pada      tanggal
diundangkan.

                                                     Agar . . .
                               - 12 -

               Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
               pengundangan    Undang-Undang    ini    dengan
               penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
               Indonesia.


                           Disahkan di Jakarta
                           pada tanggal 6 Nopember 2008

                           PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




                           DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Nopember 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
         REPUBLIK INDONESIA,




            ANDI MATTALATTA




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 166



       Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
 Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




             Wisnu Setiawan
                            PENJELASAN
                                ATAS
               UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 39 TAHUN 2008
                              TENTANG
                       KEMENTERIAN NEGARA

I.   UMUM

     Penyelenggara negara mempunyai peran yang penting dalam
     mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam
     Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
     1945. Tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa
     Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
     kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
     melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
     perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Oleh karena itu, sejak
     proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintah
     Negara    Republik  Indonesia    bertekad    menjalankan fungsi
     pemerintahan negara ke arah tujuan yang dicita-citakan.

     Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
     1945 menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
     kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam
     menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh
     menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh
     Presiden.

     Menteri-menteri negara tersebut membidangi urusan tertentu dalam
     pemerintahan yang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran
     kementeriannya    diatur   dalam   undang-undang    sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik
     Indonesia Tahun 1945. Pasal 17 ini menegaskan bahwa kekuasaan
     Presiden tidak tak terbatas karenanya dikehendaki setiap
     pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara
     haruslah berdasarkan undang-undang.

     Undang-undang ini sama sekali tidak mengurangi apalagi
     menghilangkan hak Presiden dalam menyusun kementerian negara
     yang akan membantunya dalam menyelenggarakan urusan
     pemerintahan. Sebaliknya, undang-undang ini justru dimaksudkan
     untuk memudahkan Presiden dalam menyusun kementerian negara
     karena secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas, fungsi,
     dan susunan organisasi kementerian negara.

                                                     Pengaturan . . .
                             -2-

Pengaturan mengenai kementerian negara tidak didekati melalui
pemberian nama tertentu pada setiap kementerian. Akan tetapi,
undang-undang ini melakukan pendekatan melalui urusan-urusan
pemerintahan yang harus dijalankan Presiden secara menyeluruh
dalam    rangka     pencapaian   tujuan   negara.  Urusan-urusan
pemerintahan     tersebut   adalah   urusan   pemerintahan  yang
nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan
sinkronisasi program pemerintah.

Dalam melaksanakan urusan-urusan tersebut tidak berarti satu
urusan dilaksanakan oleh satu kementerian. Akan tetapi satu
kementerian bisa melaksanakan lebih dari satu urusan sesuai
dengan tugas yang diberikan oleh Presiden.

Undang-undang ini juga mengatur tentang persyaratan pengangkatan
dan pemberhentian menteri. Pengaturan persyaratan pengangkatan
menteri tidak dimaksudkan untuk membatasi hak Presiden dalam
memilih seorang Menteri, sebaliknya menekankan bahwa seorang
Menteri yang diangkat memiliki integritas dan kepribadian yang baik.
Namun demikian Presiden diharapkan juga memperhatikan
kompetensi dalam bidang tugas kementerian, memiliki pengalaman
kepemimpinan, dan sanggup bekerjasama sebagai pembantu
Presiden.

Undang-undang ini disusun dalam rangka membangun sistem
pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, yang
menitikberatkan pada peningkatan pelayanan publik yang prima.
Oleh karena itu, menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat
negara lainnya, komisaris dan direksi pada perusahaan, dan
pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Bahkan
diharapkan seorang menteri dapat melepaskan tugas dan jabatan-
jabatan lainnya termasuk jabatan dalam partai politik. Kesemuanya
itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme, pelaksanaan urusan
kementerian yang lebih fokus kepada tugas pokok dan fungsinya
yang lebih bertanggung jawab.

Undang-undang ini juga dimaksudkan untuk melakukan reformasi
birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian paling banyak 34
(tiga puluh empat). Artinya, jumlah kementerian tidak dimungkinkan
melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan terjadi pengurangan.


                                                     II. PASAL . . .
                                    -3-

II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1
          Cukup jelas.
      Pasal 2
          Cukup jelas.
      Pasal 3
          Yang dimaksud dengan "berada di bawah" dalam ketentuan ini
          adalah kedudukan kementerian dalam struktur pemerintahan.
      Pasal 4
          Cukup jelas.
      Pasal 5
          Cukup jelas.
      Pasal 6
          Cukup jelas.
      Pasal 7
          Cukup jelas.
      Pasal 8
          Ayat (1)
                Cukup jelas.
          Ayat (2)
                Huruf a
                     Cukup jelas.
                Huruf b
                     Cukup jelas.
                Huruf c
                     Cukup jelas.
                Huruf d
                     Pelaksanaan urusan kementerian di daerah yang
                     dimaksud adalah kegiatan teknis yang berskala
                     provinsi/kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh
                     dinas provinsi/kabupaten/kota disertai penyerahan
                     keuangannya.


                                                          Huruf e . . .
                              -4-

           Huruf e
               Cukup jelas.
    Ayat (3)
           Cukup jelas.
Pasal 9
    Ayat (1)
           Cukup jelas.
    Ayat (2)
           Kementerian yang menangani urusan tertentu dapat
           membentuk perwakilan di luar negeri sesuai dengan
           peraturan perundang-undangan.
    Ayat (3)
           Cukup jelas.
    Ayat (4)
           Cukup jelas.
Pasal 10
    Yang dimaksud dengan "Wakil Menteri" adalah pejabat karir dan
    bukan merupakan anggota kabinet.
Pasal 11
    Cukup jelas.
Pasal 12
    Cukup jelas.
Pasal 13
    Cukup jelas.
Pasal 14
    Cukup jelas.
Pasal 15
    Cukup jelas.
Pasal 16
    Cukup jelas.
Pasal 17
    Cukup jelas.
Pasal 18
    Cukup jelas.
                                                      Pasal 19 . . .
                              -5-

Pasal 19
    Cukup jelas.
Pasal 20
    Cukup jelas.
Pasal 21
    Cukup jelas.
Pasal 22
    Ayat (1)
           Menteri dalam ketentuan ini adalah pejabat negara sesuai
           dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ayat (2)
           Huruf a
               Cukup jelas.
           Huruf b
               Cukup jelas.
           Huruf c
               Cukup jelas.
           Huruf d
               Cukup jelas.
           Huruf e
               Cukup jelas.
           Huruf f
               Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dan
               telah mendapatkan rehabilitasi dikecualikan dari
               ketentuan ini.
Pasal 23
    Cukup jelas.
Pasal 24
    Cukup jelas.
Pasal 25
    Cukup jelas.
Pasal 26
    Cukup jelas.

                                                     Pasal 27 . . .
                              -6-

   Pasal 27
       Nomenklatur kementerian yang berlaku selama ini, seperti
       Departemen dan Kementerian Negara, diakui berdasarkan
       undang-undang ini dan tetap menjalankan tugas dan fungsinya
       sampai terbentuknya kementerian berdasarkan ketentuan dalam
       undang-undang ini.
   Pasal 28
       Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4916


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kementerian_negara_(uu_39_thn_2008)_39.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.