Previous
Next

1991

Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (UU 5 thn 1991)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia :

UU 5/1991, KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk:   UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:     5 TAHUN 1991 (5/1991)

Tanggal:   22 JULI 1991 (JAKARTA)

Sumber:    LN 1991/59; TLN NO. 3451

Tentang:   KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Indeks:    ADMINISTRASI.    LEMBAGA      NEGARA.   TINDAK   PIDANA.
     KEJAKSAAN. Warganegara.

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                  Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:
a.   bahwa untuk meningkatkan upaya pembaharuan hukum nasional
     dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang
     berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka
     dianggap perlu untuk lebih memantapkan kedudukan dan peranan
     Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan
     yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
     dalam tata susunan kekuasaan badanbadan penegak hukum dan
     keadilan;
b.   bahwa    Undang-undang   Nomor   15   Tahun   1961   tentang
     ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan
     Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan
     Kejaksaan Tinggi, sudah tidak sesuai lagi dengan pertumbuhan
     dan   perkembangan   hukum  serta   ketatanegaraan  Republik
     Indonesia, dan oleh karena itu perlu dicabut;
c.   bahwa oleh karena itu perlu dibentuk undang-undang yang baru
     sebagai pengganti kedua undang-undang sebagaimana dimaksud
     pada huruf b;

Mengingat:
1.   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
     1945;
2.   Undang-undang     Nomor    14     Tahun    1970     tentang
     Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
     Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor
     2951);
3.   Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
     (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3209);
                        Dengan persetujuan
            DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                            MEMUTUSKAN
*7743
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

                               BAB I
                          KETENTUAN UMUM
                          Bagian Pertama
                            Pengertian
                              Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang
     ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
     putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
     tetap.
2.   Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
     Undang-undang   ini    untuk    melakukan    penuntutan   dan
     melaksanakan penetapan hakim.
3.   Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
     perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan
     menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan
     permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang
     pengadilan.
4.   Jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat
     keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena
     fungsinya   memungkinkan    kelancaran    pelaksanaan   tugas
     kejaksaan.

                           Bagian Kedua
                             Kedudukan
                              Pasal 2

(1)   Kejaksaan     Republik     Indonesia,    selanjutnya   dalam
      Undang-undang    ini   disebut   kejaksaan,  adalah  lembaga
      pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
      penuntutan.
(2)   Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam
      melakukan penuntutan.

                              Pasal 3

Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
diselenggarakan oleh Kejaksanaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan
Kejaksaan Negeri.

                           Bagian Ketiga
                         Tempat Kedudukan
                              Pasal 4
(1)  Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara Republik
     Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan
     Negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota propinsi dan daerah
     hukumnya meliputi wilayah propinsi.
(3) Kejaksaan Negeri berkedudukan di ibukota kabupaten atau
     di kotamadya atau di kota administratif dan daerah hukumnya
     meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya dan atau kota
     administratif.

                                BAB II
                         SUSUNAN KEJAKSAAN
                           Bagian Pertama
                                 Umum
                               Pasal 5

Susunan kejaksaan terditi dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi,
dan Kejaksaan Negeri.
                             Pasal 6

(1)   Susunan organisasi dan tata kerja kejaksaan ditetapkan
      dengan Keputusan Presiden.
(2)   Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dibentuk dengan
      Keputusan Presiden.

                              Pasal 7

(1)   Dalam daerah hukum Kejaksaan Negeri dapat dibentuk Cabang
      Kejaksaan Negeri.
(2)   Cabang Kejaksaan Negeri dibentuk dengan Keputusan Jaksa
      Agung setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang
      bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negera.

                            Bagian Kedua
                                Jaksa
                               Pasal 8

(1)   Jaksa   adalah   pejabat   fungsional   yang    diangkat   dan
      diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2)   Dalam melakukan penuntutan jaksa bertindak untuk dan atas
      nama   negara  serta   bertanggung   jawab   menurut   saluran
      hierarki.
(3)   Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhan Yang Maha
      Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan
      alat bukti yang sah.
(4)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa
      bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma
      keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan serta wajib menggali
      nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup
      dalam masyarakat.

                              Pasal 9
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
a.   warganegara Indonesia;
b.   bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.   setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d.   bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
     Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang
     yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam "Gerakan
     *7745 Kontra Revolusi G. 30. S/PKI" atau organisasi
     teriarang lainnya;
e.   pegawai negeri;
f.   sarjana hukum;
g.   berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
h.   berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
i.   lulus pendidikan dan latihan pembentukan jaksa.

                             Pasal 10

(1)   Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah
      atau janji menurut agama atau kepercayaannya, yang berbunyi:
      "Sayabersumpah/berjanji    dengan   sungguh-sungguh    bahwa
      saya,untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak
      langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga,
      tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
      siapapun juga". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk
      melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini,
      tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung
      dari siapapun juga suatu janji atau pemberian" "Saya
      bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan
      mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan
      ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala
      undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara
      Republik Indonesia". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya,
      senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur,
      seksama, dan dengan tidak membedabedakan orang dan akan
      berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan
      seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang jaksa yang
      berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(2)   Jaksa mengucapkan sumpah atau janjinya dihadapan Jaksa
      Agung.

                             Pasal 11

(1)   Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang,
      jaksa tidak boleh merangkap :
      a.   menjadi pengusaha; atau
      b.   menjadi penasihat hukum; atau
      c.   melakukan pekerjaan lain yang dapat mempengaruhi
      martabat jabatannya.
(2)   Jabatan/pekerjaan yang tidak boleh dirangkap oleh jaksa
      selain jabatan/ pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a.   permintaan sendiri; atau
b.   sakit jasmani atau rohani terus-menerus; atau
c.   telah berumur 58 (lima puluh delapan) tahun dan 60 (enam
     puluh) tahun bagi Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala
     Kejaksaan Tinggi alau jabatan yang dipersamakan dengan
     *7746 Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kejaksaan
     Tinggi; atau
d.   ternyata tidak cakap menjalankan tugas; atau
e.   meninggal dunia.

                             Pasal 13

(1)   Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
      dengan alasan :
      a.   dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana
      kejahatan; atau
      b.   terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan
      tugas/ pekerjaannya; atau
      c.   melanggar larangan yang dimaksud dalam Pasal 11; atau
      d.   melanggar sumpah atau janji jabatan; atau
      e.   melakukan perbuatan tercela.

(2)   Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, c, d, dan e,
      dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan
      secukupnya untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan
      Jaksa.
(3)   Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan
      Jaksa serta tatacara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa
      Agung.

                             Pasal 14

(1)   Jaksa yang diberhentikan dari jabatan fungsional jaksa,
      tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai
      negeri.
(2)   Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), jaksa yang bersangkutan
      dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa
      Agung.
(3)   Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan
      fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela
      dari.

                             Pasal 15

(1)   Apabila terhadap seorang jaksa ada perintah penangkapan yang
      diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya jaksa tersebut
      diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(2)   Pemberhentian sementara dapat dilakukan oleh Jaksa Agung
      dalam hal jaksa dituntut di muka pengadilan dalam perkara
      pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tanpa ditahan.

                              Pasal 16

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian
sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang
terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                              Pasal 17

Tunjangan   jabatan   fungsional   jaksa   diatur   dengan   Keputusan
Presiden.

                          Bagian Ketiga
            Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa
                            Agung Muda

                              Pasal 18

(1)   JaksaAgungadalahpimpinan   dan   penanggungjawab  tertinggi
      kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang
      kejaksaan.
(2)   Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan
      beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(3)   Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan kesatuan unsur
      pimpinan.
(4)   Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

                              Pasal 19

Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh serta bertanggung
jawab kepada Presiden.

                              Pasal 20

(1)   Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
      atas usul Jaksa Agung.
(2)    Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(3)   Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa
      Agung Muda.

                              Pasal 21

(1)   Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
      atas usul Jaksa Agung.
(2)   Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah Jaksa
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, yang berpengalaman
      sebagai   Kepala   Kejaksaan   Tinggi  atau   jabatan yang
      dipersamakan dengan jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi.
(3)   Jaksa Agung Muda dapat       diangkat dari luar lingkungan
       kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
(4)    Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan
       hormat dari jabatannya karena :
       a.   permintaan sendiri; atau
       b.   sakit jasmani atau rohani terus menerus; atau
       c.   telah berumur 60 (enam puluh) tahun; atau
       d.   ternyata tidak cakap menjalankan tugas; atau
       c.   meninggal dunia.

                            *7748 Pasal 22

(1)    Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai
       melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan pemberhentian
       tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
       (1), Presiden atas usul Jaksa Agung dapat memberhentikan
       untuk sementara dari jabatannya sebelum diambil tindakan
       pemberhentian tersebut.
(2)    Ketentuan tentang pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 13 ayat (2), berlaku pula terhadap Wakil Jaksa Agung
       dan Jaksa Agung Muda.

                            Bagian Keempat
        Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi,
      Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

                               Pasal 23

(1)     Kepala Kejaksaan Tinggi adalah pimpinan Kejaksaan Tinggi
        yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan
        di daerah hukumnya serta melaksanakan kebijakan yang
        ditetapkan oleh Jaksa Agung.
(2)     Kepala Kejaksaan Tinggi dibantu oleh seorang Wakil Kepala
        Kejaksaan Tinggi sebagai kesatuan unsur pimpinan dan
        beberapa orang unsur pembantu pimpinan.

                               Pasal 24

(1)     Kepala Kejaksaan Negeri adalah pimpinan Kejaksaan Negeri
        yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan
        di daerah hukumnya.
(2)     Kepala Kejaksaan Negeri dibantu oleh beberapa orang unsur
        pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.
(3)     Kepala Cabang Kejaksaan Negeri adalah pimpinan Cabang
        Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang
        mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di
        sebagian daerah hukum Kejaksaan Negeri yang membawahkannya.
(4)     Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dibantu oleh beberapa orang
        unsur pelaksana.

                               Pasal 25

Yang dapat diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi,          Wakil,
Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan         Kepala
Cabang Kejaksaan Negeri adalah jaksa yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan lebih lanjut oleh Jaksa Agung.

                           Bagian Kelima
                 Tenaga Ahli dan Tenaga Tata Usaha
                              Pasal 26

(1)   Pada kejaksaan dapat ditugaskan pegawai negeri yang tidak
      menduduki jabatan fungsional jaksa yang diangkat dan
      *7749 diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan
      perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
      diangkat sebagai tenaga ahli atau tenaga tata usaha untuk
      mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.

                              BAB III
                        TUGAS DAN WEWENANG
                          Bagian Pertama
                                Umum

                             Pasal 27

(1)   Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang
      a.   melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
      b.   melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan,
      c.   melakukan      pengawasan     terhadap      pelaksanaan
      keputusanlepas bersyarat;
      d.   melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
      melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
      pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
      penyidik.
(2)   Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan
      kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar
      pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
(3)   Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan
      turut menyelenggarakan kegiatan:
      a.   peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
      b.   pengamanan kebijakan penegakan hukum;
      c.   pengamanan peredaran barang cetakan;
      d.   pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
      masyarakat dan negara;
      e.   pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
      f.   penelitian dan pengembangan hukum serta statistik
      kriminal.

                             Pasal 28

Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang
terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat
lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri
sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan
orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
                             Pasal 29

Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-undang ini,
kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang.

                             Pasal 30

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina
hubungan kerjasama dengan badan-badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lainnya.

                             Pasal 31

Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada
instansi pemerintah lainnya.

                           Bagian Kedua
                              Khusus

                             Pasal 32

Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a.   menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan
     keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
b.   mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan
     instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan
     koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
c.   menyampingkan perkara demi kepentingan umum;
d.   mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah
     Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
e.   mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung
     dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f.   menyampaikan    pertimbangan   kepada    Presiden   mengenai
     permohonan grasi dalam hal pidana mati;
g.   mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk ke
     dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik
     Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana.

                             Pasal 33

(1)   Jaksa Agung memberikan izin kepada seorang tersangka atau
      terdakwa dalam hal tertentu untuk berobat atau menjalani
      perawatan di rumah sakit baik di dalam maupun di luar
      negeri.
(2)   Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan
      di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri
      setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau
      menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya
      diberikan oleh Jaksa Agung.
(3)   Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), hanya
      diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal
      diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut
     dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan
     dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di
     dalam negeri.

                              BAB IV
                       KETENTUAN PERALIHAN

                              Pasal 34

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua
peraturan   pelaksanaan  yang   telah   ada  mengenai kejaksaan
dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan
Undang-undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

                             BAB   V
                        KETENTUAN PENUTUP

                              Pasal   35

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 254,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2298) dan Undang-undang Nomor 16
Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 255, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2299)
dinyatakan tidak berlaku.

                              Pasal 36

Undang-undang  ini   mulai   berlaku  pada tanggal  diundangkan
Agarsetiaporangmengetahuinya,memerintahkan         pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

                           PENJELASAN
                               ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 5 TAHUN 1991
                             TENTANG
                  KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

I.   UMUM
          Pembangunan hukum nasional adalah bagian yang tak
     terpisahkan dari upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur
     berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

     *7752 Dalam rangka pembangunan hukum, upaya pembaharuan
     hukum dan pemantapan kedudukan serta peranan badan-badan
     penegak hukum secara terarah dan terpadu dibutuhkan untuk
     dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan
     tuntutan pembangunan serta kesadaran hukum dan dinamika yang
     berkembang dalam masyarakat.

          Sehubungan     dengan    itu     berbagai    peraturan
     perundang-undangan dan perangkat hukum yang dipandang sudah
     tidak sesuai lagi, baik dengan kebutuhan pembangunan dan
     kesadaran hukum serta dinamika yang berkembang dalam
     masyarakat maupun dengan prinsip negara berdasarkan atas
     hukum, perlu ditinjau dan diperbaharui.

          Undang-undang    Nomor    15   Tahun   1961     tentang
     Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan dan Undang-undang Nomor
     16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi yang
     mengatur dan menetapkan kedudukan, tugas, dan wewenang
     kejaksaan   dalam  kerangka   sebagai  alat   revolusi   dan
     menempatkan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen
     sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketata-negaraan yang
     berlaku.

     Demikian juga sejumlah tugas dan wewenang kejaksaan di
     bidang pidana mengalami perubahan yang mendasar dalam kaitan
     dengan sistem peradilan pidana terpadu sebagaiman diatur
     dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
     Pidana.

          Berdasarkan    kenyataan-kenyataan    tersebut,    maka
     Undang-undang     Nomor     15    Tahun     1961     tentang
     Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan
     Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan
     Kejaksaan Tinggi yang semangat dan materi muatannya tidak
     lagi mencerminkan kenyataan yang ada dan sudah tidak
     memenuhi kebutuhan pembangunan perlu diperbaharui.

          Pembaharuan Undang-undang Kejaksaan Republik Indonesia
     diarahkan dan dimaksudkan untuk memantapkan kedudukan dan
     peranan kejaksaan agar lebih mampu dan berwibawa dalam
     melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam negara hukum yang
     berdasarkan Pancasila, sebagai negara yang sedang membangun.

     Oleh   karena  itu   kejaksaan  wajib  mengamankan dan
     mempertahankan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa
     Indonesia terhadap usaha-usaha yang dapat menggoyahkan
sendi-sendi    kehidupan   bermasyarakat,   berbangsa,    dan
bernegara.   Dalam   melaksanakan   tugas  dan  wewenangnya,
kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban
hukum, keadilan dan kebernaran berdasarkan hukum dan
mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan
serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus
mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara
lain turut menciptakan kondisi dan prasarana yang
mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan
kewibawaan    pemerintah   dan    negara  serta   melindungi
kepentingan rakyat melalui penegakan hukum.

     Dalam   rangka   memantapkan  kedudukan  dan   peranan
kejaksaan sesuai dengan sistem pemerintahan berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945, maka Undang-undang ini menegaskan
bahwa kedudukan kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan
di lingkungan peradilan umum.

     Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan terdiri dari
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak demi keadilan
dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan
senantiasa menjunjung tinggi prinsip bahwa setiap orang
bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
     Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang mengendalikan
pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Dalam pelaksanaan
tugas dan wewenangnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang
Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
     Guna memungkinkan terlaksananya tugas dan wewenang
kejaksaan dengan lebih baik dan untuk lebih mengembangkan
profesionalisme jaksa, maka jaksa ditetapkan sebagai pejabat
fungsional. Dengan adanya jabatan fungsional memungkinkan
jaksa berdasarkan prestasinya mencapai pangkat puncak.
     Disamping memantapkan kedudukan, organisasi, jabatan,
tugas dan wewenang kejaksaan, Undang-undang ini menetapkan
pula :

1.   Kewenangan kejaksaan untuk melengkapi berkas perkara
tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum   perkara   dilimpahkan    ke   pengadilan,   dengan
pembatasan-pembatasan tertentu.
Pemeriksana tambahan dilakukan untuk memperoleh kepastian
penyelesaian perkara dalam rangka pelaksanaan asas peradilan
cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan serta menjamin
kepastian hukum, hak-hak asasi pencari keadilan, baik
tersangka, terdakwa, saksi korban, maupun kepentingan umum.
2.   Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan
dengan kuasa khusus dapat bertindak untuk dan atas nama
      negara atau pemerintah di dalam atau di luar pengadilan.
      Sebagai negara hukum yang menyelenggarakan kesejahteraan
      masyarakat     akan   banyak    ditemukan    keterlibatan    dan
      kepentingan hukum dari negara atau pemerintah di bidang
      perdata dan tata usaha negara, baik dalam kedudukan sebagai
      tergugat maupun penggugat atau sebagai pihak yang mempunyai
      kepentingan hukum di luar pengadilan yang dapat diwakilkan
      kepada kejaksaan.
      *7754 3. Di bidang ketertiban dan ketenteraman umum,
      kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan seperti upaya
      meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan pengamanan
      kebijakan penegakan hukum. Upaya peningkatan kesadaran hukum
      masyarakat dilakukan antara lain dengan penyuluhan dan
      penerangan hukum. Sedangkan pengamanan kebijakan penegakan
      hukum dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan preventif dan
      represif melalui dukungan intelijen yustisial kejaksaan.
      4.    Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain
      berdasarkan undang-undang.
                 Undang-undang ini mengatur pula tugas dan wewenang
      Jaksa    Agung   menetapkan   serta   mengendalikan    kebijakan
      penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas
      wewenang kejaksaan, menyampingkan perkara demi kepentingan
      umum,    dan   wewenang   yang   berkaitan    dengan   pemberian
      pertimbangan teknis hukum dalam penyelesaian kasasi, grasi,
      dan pencegahan atau larangan terhadap orang-orang tertentu
      untuk masuk ke dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan
      negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam
      perkara pidana. Selain itu karena jabatannya, Jaksa Agung
      berwenang    mengkoordinasikan    penanganan    perkara   pidana
      tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang
      yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden,
      dengan memperhatikan asas hukum yang berlaku.

II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1
           Cukup jelas
      Pasal 2
           Ayat (1)
      Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintahan pelaksana
      kekuasaan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang
      penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan
      peradilan umum.
           Ayat (2)
      Yang dimaksud dengan "Kejaksaan adalah satu dan tidak
      terpisah-pisahkan" adalah satu landasan dalam pelaksanaan
      tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan
      memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga
      dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir,
      tata laku, dan tata kerja kejaksaan.
      Oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan oleh
      kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula
      bertugas berhalangan. Dalam hal demikian tugas penuntutan
oleh kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun untuk itu
dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti.

Pasal 3
     *7755 Cukup jelas
Pasal 4
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta      berkedudukan
di Jakarta.
     Ayat (3)
          Cukup jelas.
Pasal 5
          Cukup jelas
Pasal 6
     Ayat (1)
Susunan organisasi kejaksaan pada dasarnya          sama dengan
susunan organisasi pemerintahan lainnya yang       terdiri dari
unsur pimpinan, pembantu pimpinan, pelaksana       operasional,
dan pengawasan, yang membedakannya hanya ciri      khusus dalam
tugas dan wewenang kejaksaan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
Pasal 7

     Ayat (1)
Pembentukan Cabang Kejaksaan Negeri dalam satu daerah hukum
Kejaksaan Negeri dilakukan apabila dipandang perlu dalam
rangka   memberikan  pelayanan   hukum  dan   keadilan  yang
sebaik-baiknya kepada masyarakat. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan perkembangan dan luas wilayah serta pertambahan
penduduk.
     Ayat (2)
Persetujuan tersebut diberikan secara tertulis oleh Menteri
yang betanggung jawab di bidang aparatur negara.

Pasal 8
      Ayat (1)
Jabatan Jaksa sebagai jabatan fungsional, terkait dengan
fungsi yang secara khusus dijalankan oleh jaksa dalam bidang
penuntutan    sehingga   memungkinkan  organisasi   kejaksaan
menjalankan tugas pokoknya.
      Ayat (2)
Dalam melaksanakan jabatan fungsional di bidang penuntutan,
jaksa    bertindak   sebagai   wakil  negara   dengan   tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat dan pemerintah. Oleh
karena itu pelaksanaan penuntutan harus berdasarkan hukum
dan senantiasa mengindahkan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam
penanganan perkara pidana.

        Dalam   melaksanakan   tugas   yang   diembannya,   jaksa
*7756
bertanggung jawab kepada pejabat kejaksaan yang secara
organisatoris menjadi atasan langsung jaksa tersebut. Dalam
hubungan ini Kepala Cabang Kejaksaan Negeri bertanggung
jawab kepada Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan
Negeri bertanggung jawab kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, dan
Kepala Kejaksaan Tinggi bertanggung jawab kepada Jaksa
Agung.
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 9
Penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat yang dicantumkan
dalam huruf h Pasal ini, diberikan oleh pejabat yang
berwenang menurut peraturan perundang-udangan dalam bidang
kepegawaian.
Pasal 10
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
Apabila Jaksa Agung berhalangan, pengucapan sumpah atau
janji dapat dilakukan di hadapan pejabat lain yang
ditunjuknya.
Pasal 11

     Ayat (1)
Huruf a
               Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan penasihat hukum termasuk juga konsultan
hukum.
Huruf c
               Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 12
Yang dimaksud dengan   "jabatannya"   dalam   Pasal   ini   ialah
jabatan fungsional.

Huruf a
          Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani terus
menerus" ialah sakit yang menyebabkan si penderita tidak
mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Batas usia pensiun jaksa dapat diubah oleh atau berdasarkan
Undang-undang tentang Kepegawaian.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tidak cakap" ialah misalnya yang
bersangkutan   banyak  melakukan     kesalahan    besar   dalam
menjalankan tugasnya.
Huruf c
          Cukup jelas.

Pasal 13
     Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dijatuhi pidana
penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "terus-menerus melalaikan kewajibakan
tugas pekerjaan"ialah apabila dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Huruf c
               Cukup jelas
Huruf d
               Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan "perbuatan tercela" ialah sikap,
perbuatan, dan tindakan jaksa yang bersangkutan baik pada
saat bertugas maupun tidak bertugas merendahkan martabat
jaksa atau kejaksaan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 14
     Ayat (1)
Dalam hal keputusan pemberhentian sebagai jaksa dengan
kualifikasi    dengan    hormat,    maka    yang    bersangkutan
diberhentikan    statusnya    sebagai    jaksa.    Pemberhentian
tersebut tidak menutup kemungkinan diambilnya tindakan
susulan dalam bentuk pemberhentian sebagai pegawai negeri.
Dalam hal keputusan pemberhentian sebagai jaksa dengan
kualifikasi   tidak    dengan    hormat,    maka    jaksa   yang
bersangkutan diberhentikan pula sebagai pegawai negeri,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     Ayat (2)
Yang   dimaksud   dengan   "pemberhentian     sementara"   ialah
tindakan memberhentikan sementara waktu sebagai jaksa,
sampai adanya keputusan definitif                           dari
                                                  *7758
Jaksa Agung berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap atau keputusan Majelis
Kehormatan Jaksa atas kesalahan jaksa yang bersangkutan.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 15
     Ayat (1)
Dengan adanya surat perintah penangkapan dan penahanan oleh
pihak yang berwenang, maka Jaksa Agung segera menyusuli
dengan surat keputusan pemberhentian sementara.

     Ayat (2)
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana menetapkan tindak pidana tertentu
yang memberi wewenang kepada penyidik, penuntut umum atau
pengadilan untuk melakukan tindakan penahanan atas pelaku
tindak pidana tersebut. Dalam hal seorang Jaksa dituntut di
muka pengadilan karena melakukan salah satu tindak pidana
tersebut, walaupun yang bersangkutan tidak ditahan, ia dapat
dikenakan tindakan pemberhentian sementara.

Pasal 16
           Cukup jelas
Pasal 17
           Cukup jelas
Pasal 18
     Ayat (1)
Mengingat Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan
wewenang kejaksaan, maka Jaksa Agung adalah juga pimpinan
dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang penuntutan.
     Ayat (2)
           Cukup jelas
     Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kesatuan unsur pimpinan" ialah wujud
keterpaduan dan kebersamaan antara Jaksa Agung dan Wakil
Jaksa Agung dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan
oleh Jaksa Agung.
     Ayat (4)
           Cukup jelas
Pasal 19
           Cukup jelas
Pasal 20
     Ayat (1)
Adanya jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa
Agung khususnya dalam pembinaan               *7759
administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional
lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut, maka jabatan Wakil
Jaksa Agung merupakan jabatan karier dalam lingkungan
kejaksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhatikan
pembinaan karier di lingkungan kejaksaan.
     Ayat (2)
           Cukup jelas
     Ayat (3)
           Cukup jelas
Pasal 21
     Ayat (1)
           Cukup jelas
     Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jabatan yang dipersamakan dengan
jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi" adalah jabatan Kepala
Direktorat,    Kepala  Biro,    atau   jabatan    lainnya   yang
setingkat.
     Ayat (3)
Pada dasarnya jabatan Jaksa Agung Muda adalah jabatan
karier. Ketentuan dalam ayat ini memberikan kemungkinan
pengangkatan seorang Jaksa Agung Muda dari luar lingkungan
kejaksaan.    Sifatnya   sangat   selektif    dan    berdasarkan
kebutuhan serta pejabat tersebut mempunyai keahlian tertentu
yang   bermanfaat   bagi   pelaksanaan   tugas    dan   wewenang
kejaksaan.
     Ayat (4)
Lihat penjelasan Pasal 12 huruf b, c, dan d.
Pasal 22
     Ayat (1)
           Cukup jelas
     Ayat (2)
           Cukup jelas

Pasal 23
      Ayat (1)
           Cukup jelas
      Ayat (2)
           Cukup jelas
Pasal 24
      Ayat (1)
           Cukup jelas
      Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur pembantu pimpinan" dalam Pasal
ini adalah Kepala Seksi atau pejabat yang setingkat,
sedangkan unsur pelaksana adalah jaksa sesuai dengan tugas
dan wewenangnya.
      Ayat (3)
           Cukup jelas
      Ayat (4)
           Cukup jelas
Pasal 25
           *7760 Cukup jelas
Pasal 26
      Ayat (1)
Dalam    kedudukan   sebagai    pegawai  negeri,    kepadanya
diberlakukan ketentuan mengenai pangkat, penghasilan, hak
serta kewajiban lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai pegawai negeri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" ialah ahli-ahli dalam
berbagai    disiplin   ilmu  dan   tidak  dimaksudkan   untuk
memberikan "keterangan ahli" dalam suatu persidangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 28 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 27
      Ayat (1)
Huruf a
                Cukup jelas
Huruf b
Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim,
kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa
menyampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.
Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan
tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati
dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah
dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keputusan lepas bersyarat" adalah
keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman.
Huruf d
Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)                        tidak dilakukan terhadap tersangka;
2)                        hanya terhadap perkara-perkara yang
sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat,
dan/atau yang dapat membayakan keselamatan Negara;
3)                        harus   dapat   diselesaikan   dalam
waktu 14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan ketentuan
Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana;
4)                        prinsip koordinasi dan kerja sama
dengan penyidik.
     Ayat (2)
Cyukup jelas
     *7761 Ayat      (3)
Tugas dan wewenang kejaksaan dalam ayat ini bersifat
preventif   dan/atau    edukatif   sesuai   dengan   peraturan
perundang-undangan yang belaku.
Yang   dimaksud   dengan   "turut   menyelenggarakan"   adalah
mencakup kegiatan-kegiatan membantu, turut serta, dan
bekerja sama.
Dalam turut menyelenggarakan tersebut, kejaksaan senantiasa
memperhatikan koordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 28
     Cukup jelas
Pasal 29
     Cukup jelas
Pasal 30
Adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama
dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan
dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan,
kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.
Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi
horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan
dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang
masing-masing. Kerja sama antara kejaksaan dengan instansi
penegak hukum lainnya dimaksudkan untuk memperlancar upaya
penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana dan
biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam
penyelesaian perkara.
Pasal 31
     Cukup jelas
Pasal 32
Huruf a
          Cukup jelas
Huruf b
1)                   Yang dimaksud dengan "perkara pidana
tertentu"   adalah    perkara-perkara    pidana   yang    dapat
meresahkan masyarakat luas, dan/atau dapat membahayakan
keselamatan negara, dan/ atau dapat merugikan perekonomian
negara;
2)                   Yang dimaksud dengan "instansi terkait"
adalah instansi yang secara fungsional terkait dengan
penangan perkara pidana tetentu, baik badan penegak hukum
maupun instansi pemerintah lainnya, dalam hal ini tidak
termasuk badan peradilan;
3)                   Penetapan     oleh    Presiden     tentang
pelaksanaan koordinasi sama sekali tidak mengurangi asas
kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 dan tetap memperhatikan
asas-asas hukum yang berlaku demi kepastian hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah
kepentingan   bangsa    dan    negara   dan/atau    kepentingan
masyarakat luas.

Menyampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, hanya dapat
dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan
pendapat dari badan-badan kekuasan negara yang mempunyai
hubungan dengan masalah tersebut.

Sesuai dengan sifat dan bobot perkara yang disampingkan
tersebut, Jaksa Agung dapat melaporkan terlebih dahulu
rencana   penyampingan   perkara  kepada   Presiden,   untuk
mendapatkan petunjuk.
Huruf d
Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Huruf e
          Cukup jelas
     Huruf f
Pertimbangan Jaksa Agung kepada Presiden melalui Mahkamah
Agung sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 8
ayat( 6) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan
Grasi.
Huruf g
Tugas dan wewenang yang diatur dalam ayat ini semata-mata
     dalam    perkara  pidana.    Mengingat   pelaksanaan    wewenang
     tersebut    berkaitan   dengan     instansi   lainnya    seperti
     keimigrasian, maka harus dikoordinasikan dengan instansi
     yang bersangkutan.
     Pasal 33
           Ayat (1)
     Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
     tersangka    atau   terdakwa    atau   keluarganya    mengajukan
     permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat
     yang ditunjuk sesuai dengan keputusan Jaksa Agung. Yang
     dimaksud dengan "tersangka atau terdakwa" adalah tersangka
     atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan.
           Ayat (2)
                Cukup jelas
           Ayat (3)
                Cukup jelas
     Pasal 34
           Cukup jelas
     Pasal 35
           Cukup jelas
     *7763 Pasal 36
           Cukup jelas

                 --------------------------------

                              CATATAN

Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1991


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kejaksaan_republik_indonesia_(uu_5_thn_1991)_5.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.