Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 1966
  • » Undang-Undang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Umum (UU 10 thn 1966)

1966

Undang-Undang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Umum (UU 10 thn 1966)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Umum :
     KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN DEWAN
       PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MENJELANG PEMILIHAN UMUM
            Undang-Undang No. 10 Tahun 1966 tanggal 19 November 1966



                      DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.

                           PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENIMBANG:

a.       bahwa sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPRS
         No. X/MPRS/1966, dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar
         1945, kedudukan MPRS yang diatur dengan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959
         dan kedudukan DPR-GR yang diatur dengan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960
         perlu ditinjau kembali dan diatur dengan Undang-undang;
b.       bahwa Undang-undang tersebut perlu segera disusun berhubung dengan adanya
         Ketetapan MPRS No.XI/MPRS/1966.

MENGINGAT:

a.       Undang-undang Dasar 1945, pasal 2 ayat(1), pasal 19 ayat (1); pasal 20 dan pasal
         21.
b.       Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966.
c.       Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966.
d.       Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966.


               Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

                                     MEMUTUSKAN:

PERTAMA :

Mencabut:

1.       Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1959.
2.       Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959.
3.       Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960.
4.       Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960.
5.       Peraturan Presiden No. 12 Tahun 1959.
6.       Keputusan Presiden No.156 Tahun 1960 sebagaimana telah diubah dan ditambah,
         terakhir dengan KeputusanPresiden No. 141 Tahun 1966.
7.       Keputusan Presiden No.199 Tahun 1960 sebagaimana telah diubah dan ditambah
         terakhir dengan KeputusanPresiden No. 141 Tahun 1966.

KEDUA :

UNDANG-UNDANG         TENTANG      KEDUDUKAN       MPRS   DAN    DPR-GR     MENJELANG
PEMILIHAN UMUM.

                                       BAB I
                                  KETETAPAN UMUM.

                                         Pasal 1

(1)      Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang diatur berdasarkan Penetapan
         Presiden No. 2 Tahun 1959, dalam Undang-undang ini tetap diberi nama Majelis
         Permusyawaratan Rakyat Sementara selanjutnya disingkat MPRS, menjalankan
       tugas dan wewenangnya sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 sampai MPR
       hasil pemilihan umum mulai menjalankan tugas dan wewenangnya.

(2)    Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang diatur berdasarkan Penetapan
       Presiden No. 4 Tahun 1960 dalam Undang-undang ini tetap diberi nama Dewan
       Perwakilan Rakyat Gotong Royong, selanjutnya disingkat DPR-GR, menjalankan
       tugas dan wewenangnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 sampai DPR
       hasil pemilihan umum menjalankan tugas dan wewenangnya.

                                    BAB II
                           SUSUNAN MPRS DAN DPR-GR.

                                        Pasal 2

(1)    MPRS terdiri dari anggota-anggota DPR-GR ditambah dengan utusan-utusan dari
       Daerah-daerah dan Golongan-golongan.

(2)    DPR-GR terdiri dari Golongan Politik dan Golongan Karya.

                                  BAB III
                        KEANGGOTAAN MPRS DAN DPR-GR.

                                        Pasal 3

Anggota-anggota MPRS dan DPR-GR yang pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini
masih menjadi anggota, tetap menjadi anggota MPRS dan DPR-GR menurut Undang-undang
ini sampai MPR dan DPR hasil pemilihan umum mulai menjalankan tugas serta
wewenangnya dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 4, pasal 15, dan pasal 16.

                                        Pasal 4

(1)    Susunan keanggotaan MPRS sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 Undang-
       undang ini dapat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah yang belum
       mempunyai atau belum mempunyai cukup wakil dalam MPRS atas dasar
       perhitungan:

      a.      5 orang untuk daerah-daerah yang penduduknya berjumlah lebih dari 3 juta.
      b.      4 orang untuk daerah-daerah yang penduduknya berjumlah 1 juta sampai
              dengan 3 juta.
      c.      3 orang untuk daerah-daerah yang penduduknya berjumlah kurang dari 1
              juta.

(2)   Wakil-wakil dari daerah dipilih oleh DPRD yang bersangkutan.

(3)   Cara pemilihan dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(4)   Susunan keanggotaan DPR-GR sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 Undang-
      undang ini dapat ditambah sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dalam
      masyarakat.

                                BAB IV
            KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG MPRS DAN DPR-GR.

                                        Pasal 5

Sebelum MPR dan DPR hasil pemilihan umum terbentuk, maka MPRS dan DPR-GR yang
sekarang ada menurut Undang-undang ini berkedudukan dan berfungsi sebagai MPR dan
DPR yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
                                         Pasal 6

(1)    Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud Undang-Undang
       Dasar 1945, DPR-GR mempunyai hak-hak :

       a.      Mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota.
       b.      Meminta keterangan (interpelasi).
       c.      Mengadakan penyelidikan (angket).
       d.      Mengadakan perubahan (amandemen).
       e.      Mengajukan usul pernyataan pendapat atau usul-usul lain.
       f.      Menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh sesuatu perundang-undangan.

(2)    Hak tersebut dalam ayat (1) huruf c diatur dengan Undang-undang.

                                      BAB V
                            PIMPINAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 7

(1)    Pimpinan MPRS dan DPR-GR masing-masing terdiri atas seorang Ketua dan 4 orang
       Wakil Ketua, yang merupakan kesatuan Pimpinan.

(2)    Ketua dan para Wakil Ketua MPRS demikian juga Ketua dan para Wakil Ketua DPR-
       GR dipilih oleh dan dari anggota badan-badan yang bersangkutan dalam Rapat
       Paripurna dari masing-masing badan yang bersangkutan itu.

                                         Pasal 8

(1)    Pimpinan MPRS terdiri atas 3 orang dari Golongan Politik seorang dan Utusan
       Daerah dan seorang dan Golongan Karya.

(2)    Pimpinan DPR-GR terdiri atas 3 orang dari Golongan Politik dan 2 orang dari
       Golongan Karya.

                                  BAB VI
                  SUMPAH ANGGOTA/PIMPINAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 9

(1)    Sebelum memangku jabatannya, anggota-anggota Pimpinan MPRS/DPR-GR diambil
       sumpah/janjinya menurut agama masing-masing oleh Ketua Mahkamah Agung
       dalam Rapat Paripurna terbuka MPRS/DPR-GR.

(2)    Sebelum memangku jabatannya anggota MPRS/DPR-GR diambil sumpah/janjinya
       menurut agama masing-masing oleh Ketua MPRS/DPR-GR atau anggota pimpinan
       lainnya.

                                        Pasal 10

Bunyi sumpah/janji, dimaksud dalam pasal 9 adalah sebagai berikut:

"Saya bersumpah/menerangkan dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk menjadi
anggota (Ketua/Wakil Ketua) Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara/Dewan
PerwakilanRakyat Gotong Royong, langsung atau tidak langsung, dengan nama atau dalih
apapun tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada
siapapun juga.

Saya bersumpah(berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat
Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala Undang-undang serta
peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan
berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan bahwa saya akan
setia pada Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia."

                                        Pasal 11

Ketua, para Wakil Ketua dan para anggota MPRS/DPR-GR yang pada waktu mulai
berlakunya Undang-undang ini telah diambil sumpah/janjinya menurut ketentuan dalam
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 dianggap
telah mengangkat sumpah/janji menurut ketentuan Undang-undang ini.

                                  BAB VII
                  SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN MPRS/DPR-GR.

                                        Pasal12

(1)    Untuk dapat menjadi anggota MPRS/DPR-GR harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
       berikut:

       a.      Warga Negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada
               Tuhan Yang Maha Esa.
       b.      Cakap menulis dan membaca huruf latin.
       c.      Setia kepada Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, kepada Undang-
               Undang Dasar 1945 dan kepada perjuangan Revolusi Indonesia untuk
               mengemban Amanat Penderitaan Rakyat.
       d.      Tidak terlibat baik langsung maupun tak langsung, dalam gerakan-gerakan
               kontra Revolusi, G-30-S/PKI dan atau organisasi-organisasi
               terlarang/terbubar lainnya.
       e.      Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang
               tidak dapat dirubah ini.
       f.      Tidak sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan berdasarkan
               keputusan pengadilan yang tidak dapat dirubah lagi karena tindak pidana
               yang dikenakan ancamanhukuman sekurang-kurangnya 5 tahun.
       g.      Tidak terganggu jiwa-ingatannya.

(2)    Semua anggota MPRS dan DPR-GR harus nyata-nyata bertempat tinggal di dalam
       wilayah Republik Indonesia.

                                 BAB VIII
                 PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA
                              MPRS/DPR-GR.

                                        Pasal 13

Pengangkatan dan pemberhentian anggota MPRS dan DPR-GR ditetapkan oleh instansi
tersebut dalam pasal 4 atau oleh partai/organisasi/instansi tersebut dalam pasal 15 untuk
selanjutnya melalui pimpinan MPRS/DPR-GR disahkan oleh Presiden.

                                        Pasal 14

Anggota-anggota MPRS/DPR-GR yang pada mulai berlakunya Undang-undang ini masih
tetap menjadi anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dianggap telah diangkat
menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
                                         Pasal 15

Anggota-anggota MPRS/DPR-GR dapat diganti menurut ketentuan sebagai berikut:

a.     Anggota dari Golongan Politik dapat diganti atas permintaan partai yang
       bersangkutan.
b.     Anggota dari Golongan Karya yang organisasinya berafiliasi dengan satu partai
       politik dapat diganti oleh organisasi karya yang bersangkutan dengan persetujuan
       induk partainya.
c.     Anggota Golongan Karya yang organisasinya tidak berafiliasi dengan sesuatu partai
       politik dapat diganti atas permintaan organisasinya atau instansi yang bersangkutan.
d.     Utusan Daerah dalam MPRS oleh DPRD dapat diganti atas keputusan DPRD
       propinsi yang bersangkutan.

                                         Pasal 16

Seorang anggota berhenti antar-waktu sebagai anggota MPRS/DPR-GR karena:

a.     Meninggal dunia.
b.     Atas permintaan sendiri secara tertulis kepada pimpinan MPRS/DPR-GR.
c.     Diganti menurut pasal 15.
d.     Dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota MPRS/DPR-GR, dengan
       keputusan MPRS/DPR-GR.
e.     Tidak memenuhi lagi syarat syarat menurut ketentuan dalam pasal 12 berdasarkan
       keterangan yang berwajib.
f.     Terkena larangan perangkapan jabatan menurut pasal 19.

                                         Pasal 17

Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat pasal 12 ayat (1) huruf c, d, e, f,
dan karena alasan tersebut dalam pasal 16 huruf d adalah pemberhentian tidak dengan
hormat.

                                         Pasal 18

Untuk penggantian anggota MPRS/DPR-GR yang berhenti antar-waktu menurut pasal 16
berlaku ketentuan menurut pasal 15.

                                      BAB IX
                              LARANGAN PERANGKAPAN.

                                         Pasal 19

(1) Keanggotaan DPR-GR tidak dapat dirangkap dengan jabatan Presiden, Wakil Presiden,
       Menteri, Jaksa Agung, Ketua dan Hakim-hakim Anggota Mahkamah Agung, Ketua
       dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan
       Agung, dan Jabatan-jabatan lain yang tidak mungkin dirangkap yang diatur dalam
       peraturanperundang-undangan.

(2) Pimpinan MPRS tidak dapat dirangkap dengan jabatan-jabatan tersebut dalam ayat 1.

                                  BABX
                  KEKEBALAN ANGGOTA-ANGGOTA MPRS/DPR-GR.

                                         Pasal 20

Anggota-anggota MPRS/DPR-GR tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena ucapan-
ucapan yang dikemukakannya dalam rapat-rapat MPRS/DPR-GR, baik terbuka maupun
tertutup atau yang dikemukakannya secara lisan maupun tertulis kepada pimpinan
MPRS/DPR-GR atau kepada Pemerintah, kecuali jika mereka mengumumkan apa yang
disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan ataupun hal-hal yang dimaksud oleh
ketentuan-ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam Buku KEDUA Bab
I KUHP.

                                       Pasal 21

Bagi anggota MPRS/DPR-GR diadakan peraturan khuusus mengenai penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penuntutan.

                                   BAB XI
                    KEDUDUKAN DAN KEDUDUKAN KEUANGAN
                       PIMPINAN/ANGGOTA MPRS/DPR-GR.

                                       Pasal 22

Kedudukan protokoler dan Keuangan Pimpinan, Anggota-anggota MPRS/DPR-GR diatur
oleh MPRS/DPR-GR bersama dengan Pemerintah.

                                       Pasal 23

Agar MPRS/DPR-GR dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan sifat dan
martabat MPRS/DPR-GR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disediakan
bagian Anggaran, tersediakan bagian Anggaran tersendiri.

                                     BAB XII
                              BADAN PERLENGKAPAN.

                                       Pasal 24

(1)    MPRS/DPR-GR masing-masing mempunyai sebuah Sekretariat.

(2)    Susunan, tugas dan tata-kerja Sekretariat diatur oleh MPRS/DPR-GR sendiri.

                                    BAB XIII
                             PERATURAN TATA-TERTIB.

                                       Pasal 25

Peraturan tata-tertib MPRS/DPR-GR diatur sendiri oleh MPRS/DPR-GR.

                                       BAB XIV
                                      PENUTUP.

                                       Pasal 26

Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-undang ini
dinyatakan tidak berlaku.

                                       Pasal 27

Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang tentang MPRS/DPR-GR dan mulai berlaku
pada hari diundangkan dan berlakunya surut sampai tanggal 20 Juni 1966.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
          Disahkan di Jakarta
    Pada tanggal 19 Nopember 1966.
   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             SUKARNO.

         Diundangkandi Jakarta
     padatanggal 19 Nopember 1966.
       A.n.SEKRETARIS NEGARA
SEKRETARISPRESIDIUM KABINET AMPERA,

         SOEDHARMONOS.H.
        KolonelCKH Nrp. 16078.
                 MEMORI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
                            No. 10 TAHUN 1966
                                 TENTANG
     KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT SEMENTARA DAN DEWAN
       PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MENJELANG PEMILIHAN UMUM.
                                  Pasal 0

UMUM.

1.      Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XIX/MPRS/1966
        tentang "Peninjauan Kembali Produk-produk Legislatif Negara diluar Produk MPRS,
        yang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945" dinyatakan bahwa dalam
        rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 perlu ditinjau kembali
        semua Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang dikeluarkan sejak Dekrit
        Presiden 5 Juli 1959, pelaksanaan tinjauan kembali tersebut ditugaskan kepada
        Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dengan
        ketentuan-ketentuan
        a.      Penetapan Presiden danPeraturan Presiden yang isi dan tujuannya sesuai
                dengan hati nurani Rakyat dalamrangka usaha pengamanan Revolusi
                dituangkan dalam Undang- undang.
        b.      Penetapan Presiden danPeraturan Presiden yang tidak memenuhi ketetuan
                tersebut pada ayat (1) diatas,dinyatakan tidak berlaku, sedang akibat
                peryataan tidak berlakunya itu diaturselanjutnya dengan perundang-
                undangan.

2.      Diantara PenetapanPresiden dan Peraturan Presiden yang dikeluarkan sejak 5 Juli
        1959 dan yangmenyangkut persoalan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
        dan DewanPerwakilan Rakyat Gotong Royong adalah :
        a.      Penetapan Presiden No.I tahun 1959 tentang "Dewan Perwakilan Rakyat".
        b.      Penetapan Presiden No.2 tahun 1959 tentang "Majelis Permusyawaratan
                rakyat".
        c.      Penetapan Presiden No.3 tahun 1960 tentang "Pembaharuan susunan
                Dewan Perwakilan Rakyat".
        d.      Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tentang "Susunan Dewan Perwakilan
                Rakyat Gotong Royong".
        e.      Peraturan Presiden No.12 tahun 1959 tentang "Susunan Majelis
                Permusyawaratan Rakyat Sementara".

        Selanjutnya sebagai pelaksanaan dari Penetapan Presiden No. tahun 1959 dan
        Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 telah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 156
        tahun 1960 yang telah dirobah dan ditambah beberapa kali, Keputusan Presiden No.
        159 tahun 1960 yang juga telah dirobah dan ditambah beberapa kali Materi yang
        diatur dalam Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden tersebut dalam rangka
        pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen, perlu
        dituangkan dalam bentuk Undang-undang.

3.      Kemudian untuk disesuaikan dengan Ketetapan Majelis Permusyrawaratan Rakyat
        Sementara No.X/MPRS/I 1966 tentang, Kedudukan semua Lembaga Negara
        Tertinggi Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang diatur dalam Undang-
        undang Dasar 1945", maka perlu juga ditetapkan kedudukan dan fungsi MPRS/DPR-
        GR sekalipun belum dibentuk berdasarkan hasil pemilihan umum sebagai MPR/DPR
        yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.

4.      Dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 tentang "Pemilihan Umum" dinyatakan
        bahwa penyelenggaraan Pemilihan Umum dengan pungutan suara dilakukan
        selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968.

        Dengan demikian dapatlah digambarkan, bahwa baru kurang lebih 2 tahun lagi
        MPR/DPR hasil pemilihan umum dapat dibentuk. Dalam pada itu menurut Ketetapan
        MPRS No. XIX/MPRS/ 1966, ditentukan bahwa peninjauan kembali semua
     Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden harus selesai dalam jangka waktu 2
     tahun.

     Berhubung dengan itu maka adalah wajar apabila sebelum ada Undang-undang
     mengenai MPR/DPR yang hendak disusun berdasarkan pemilihan umum, diadakan
     ketentuan mengenai landasan hukum MPRS/DPR-GR dalam bentuk suatu Undang-
     undang sebagai realisasi dari peninjauan kembali Penetapan Presiden dan Peraturan
     Presiden yang mengatur MPRS/DPR-GR. Undang-undang itu ialah Undang-undang
     tentang Kedudukan MPRS/DPR-GR menjelang Pemilihan Umum.

5.   Harus diakui bahwa penyusunan MPR/DPR yang paling demokratis hanya dapat
     dilakukan dengan jalan pemilihan umum. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak
     disinggung sama sekali mengenai pemilihan umum dalam membentuk MPR/DPR.
     Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hanya dinyatakan:
     a. Pasal 2 ayat (1) : Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
     Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah dan
     Golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang".
     b. Pasal 19 ayat (1) : "Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan
     Undang-undang".

     Berhubung dengan semuaitu pembentukan MPRS/DPR-GR dengan Undang-undang
     sebagaimana dimaksudkan dalamUndang-undang ini, sebelum MPR/DPR hasil
     pemilihan umum terbentuk, sudah mendekatiketentuan dalam Undang-Undang Dasar
     1945 mengenai pembentukan MPR/DPR.

6.   Kedudukan dan fungsi MPR menurut Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Lembaga
     Negara Tertinggi tidaklah dapat disamakan dengan kedudukan dan fungsi DPR.

     Bahwasanya ketentuan kedudukan MPRS dan DPR-GR diatur dalam satu Undang-
     undang, bukanlah dimaksud hendak menyamakan kedudukan dan fungsi kedua
     Lembaga Negara tersebut, sehingga dengan demikian bertentangan dengan
     Undang-Undang Dasar 1945. Hanya ditilik dari sudut praktis penuangan kedudukan
     MPRS dan DPR-GR itu dilakukan dalam satu Undang-undang. Banyak ketentuan
     sebagai hasil peninjauan kembali Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang
     mengatur MPRS dan DPR-GR dapat diperlakukan untuk kedua badan itu tanpa
     menyamakan kedudukan dan fungsinya. Hanya dimana ada ketentuan yang khusus
     berlaku bagi salah satu badan, maka dalam pasalnya dinyatakan untuk badan mana
     hal itu berlaku.

7.   Sebagai pangkal tolak pemikiran mengenai susunan dan jumlah keanggotaan MPRS
     dan DPR-GR, diambil sebagai prinsip "status quo" susunan dan jumlah keanggotaan
     MPRS/DPR-GR pada tanggal 20 Juni 1966, yaitu tanggal dimulainya Sidang Umum
     MPRS ke-IV. Ini berarti, bahwa anggota-anggota yang pada waktu berlakunya
     Undang-undang ini masih menjadi anggota tetap pada kedudukannya. Pengisian
     lowongan anggota yang dinyatakan berhenti karena terlibat dalam petualangan
     kontra revolusi "G-30-S" tidak diadakan. Adapun nama para anggota yang dimaksud
     dalam status quo susunan keanggotaan MPRS/DPR-GR pada tanggal 20Juni 1966
     dimuat dalam daftar yang dilampirkan pada Undang-undang ini. Dalam
     perkembangannya lebih lanjut bagi MPRS/DPR-GR dibuka kemungkinan untuk
     mengadakan penyegaran di kalangan anggota-anggotanya. Hal ini dipandang
     perlu,agar gerak langkah MPRS/DPR-GR selalu dapat mengikuti gerak langkah
     dinamika masyarakat, dengan jalan memasukkan unsur-unsur progress revolusioner
     yang terdapat dalam masyarakat ke dalam tubuhnya.

     Dengan jalan demikian dapatlah kedudukan MPRS/DPR-GR lebih didekatkan kepada
     kedudukannya sebagai lambang perwakilan rakyat dalam arti yang sebenarnya.

     Penyegaran termaksud diatas dilakukan, dengan penambahan dan penggantian-
     penggantian anggota-anggota antar waktu yang dilakukan oleh partai/organisasi
     massa/instansi yang bersangkutan, dari mana anggota-anggotaitu berasal.
8.      Akhirnya perlu dijelaskan lebih lanjut, pengertian tentang partai/organisasi massa
        yang dimaksud dalam Undang-undang ini untuk sementara masih dilandaskan
        kepada ketentuan dalam Penetapan Presiden No. 7/1959, Peraturan Presiden No.
        13/1960 dan Peraturan Presiden No. 2/1959, berhubung belum adanya Undang-
        undang yang mengatur kepartaian, keormasan dan kekaryaan seperti dimaksud
        dalam Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966. Jika Undang-undang yang mengatur
        kepartaian, keormasan dan kekaryaan termasuk di atas sudah terbentuk, maka
        Undang-undang inilah yang dijadikan landasan bagi pengertian tentang partai, ormas
        dan organisasi karya.



                                  PASAL DEMI PASAL

                                       BAB I
                                  KETENTUAN UMUM.

                                         Pasal 1

Lihat penjelasanUmum Sub 5.

                                     BAB II
                            SUSUNAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 2

Ayat (1) : Yang dimaksud dengan "Daerah" ialah "Propinsi" menurut Undang-undang No.
18/1965 atau Daerah yang setingkat dengan itu.

Yang dimaksud dengan "Golongan" ialah: Golongan Karya yang sekarang ada di MPRS.

Ayat (2): Sesuai dengan ketentuan MPRS No. XI/MPRS/ 1966 tentang "Pemilihan Umum",
maka DPR-GR terdiri dari golongan Politik dan Golongan Karya.

                                   BAB III
                         KEANGGOTAAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 3

Lihat penjelasan umum Sub 7.

                                         Pasal 4

Ayat (1) : Pasal ini mengatur jumlah utusan-utusan dari Daerah yang belum mempunyai atau
belum mempunyai cukup wakil dalam MPRS. Sedang jumlah utusan-utusan dari Daerah
yang sekarang ada tetap dipertahankan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) : Penambahan anggota tersebut dalam pasal 4 ayat 4 ini dilaksanakan atas dasar
musyawarah antara Pimpinan DPR-GR dengan Pengemban Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966 dengan tidak mengurangi keseimbangan dalam DPR-GR sebagai
pencerminan dari kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
                                   BAB IV
                   KEDUDUKAN,TUGAS DAN WEWENANG MPRS DAN
                                  DPR-GR.

                                         Pasal 5

Cukup jelas.

                                         Pasal 6

Fungsi   DPR-GR berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 ialah:
a.       Membuat Undang-undang bersama dengan Pemerintah.
b.       Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama- sama Pemerintah.
c.       Mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan Pemerintah.

Untuk melaksanakan fungsi tersebut diatas DPR-GR mempunyai hak-hak tersebut dalam
pasal ini, yang penggunaannya tidak menimbulkan akibat hukum, sehingga dapat merubah
sistem Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

"Hak Interpelasi" adalah salah satu hak yang penting DPR-GR dalam menjalankan tugasnya
mengawasi/mengkoreksi tindakan Pemerintah. Hak Interpelasi ini dapat diakhiri dengan suatu
pernyataan pendapat.

Ayat (2) : Cukup jelas.

                                       BAB V
                             PIMPINAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 7

Ayat (1) : Pimpinan MPRS/DPR-GR tidak dapat dipisah-pisahkan dan merupakan satu
kesatuan pimpinan.

Ayat (2) : Pasal ini mengatur tentang pemilihan Ketua dan para Wakil Ketua/MPRS/DPR-GR.

Ketua dan Wakil Ketua dipilih oleh dan dari anggota berdasarkan peraturan Tata-Tertib, dari
masing-masing badan yang bersangkutan.

                                         Pasal 8

Cukup jelas

                                    BABVI
                   SUMPAH ANGGOTA/PIMPINAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 9

Cukup jelas.

                                         Pasal 10

Pada waktu pengambilan sumpah/janji Pimpinan/Anggota MPRS/DPR-GR lazimnya dipakai
kata-kata tertentu, sesuai dengan agama masing-masing. Untuk penganut agama Islam
didahului dengan kata, Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katholik dengan
kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya".

Cukup jelas
                                  BAB VII
                SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN MPRS DAN DPR-GR.

                                         Pasal 12

Ayat (1) sub d : yang dimaksud dengan terlibat secara langsung dalam G-30-S/PKI ialah:
   1. Mereka yang merencanakan atau mengetahuinya perencanaan Gerakan Kontra
        Revolusi itu tetapi tidak melaporkan kepada pejabat yang berwajib.
   2. Mereka yang dengan kesadaran akan tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan dalam
        pelaksanaan Gerakan Kontra Revolusi tersebut.

Yang dimaksud dengan terlibat secara tidak langsung dalam G-30-S/PKI ialah:
   1. Mereka yang menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan maupun dalam ucapan-
       ucapan yang bersifat menyetujui Gerakan Kontra Revolusi tersebut.
   2. Mereka yang secara sadar menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan maupun
       ucapan yang menentang usaha Gerakan Penumpasan G-30-S.

Yang dimaksud dengan organisasi yang terlarang/terbubar dalam pasal ini ialah : Organisasi-
organisasi yang tegas-tegas dinyatakan organisasi terlarang/terbubar dengan suatu
peraturan perundang-undangan yang sah. Ketentuan-ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka
yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sah telah mendapat amnesti
atau abolisi atau grasi.

                             BAB VIII
      PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA MPRS DAN DPR-GR

                                         Pasal 13

Dalam pasal ini ditentukan prosedur pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota
MPRS/DPR-GR yang melalui tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
    1. Partai/organisasi/instansi yang menetapkan.
    2. Pimpinan MPRS/DPR-GR atas dasar pencalonan tersebut memintakan pengesahan
       dari Presiden.
    3. Untuk memenuhi formalitas Presiden tinggal mengesahkan

Yang dimaksud dengan "instansi" termaksud dalam pasal 4 ialah: DPRD.

Yang dimaksud dengan "Instansi" termaksud dalam pasal 15 ialah misalnya: ABRI oleh
Departemen yang bersangkutan, Koperasi oleh Gerkopin dan lain-lainnya.

                                         Pasal 14

Cukup jelas.

                                         Pasal 15

Perlu dijelaskan, bahwa ketentuan-ketentuan mengenai penggantian anggota-anggota
menurut pasal 15 ini dengan sendirinya harus didahului oleh pemberitahuan Pimpinan MPRS
DPR-GR sehingga bila ada selisih pendapat antara anggota yang akan diganti dengan
partai/organisasi massa yang bersangkutan, Pimpinan MPRS/DPR-GR dapat memberikan
jasa-jasa baiknya. Namun demikian dalam taraf terakhir partai/organisasi massa-lah yang
menentukan, dengan menghindarkan adanya tindakanyang sewenang-wenang.

                                         Pasal16

Cukup jelas.
                                         Pasal17

Cukup jelas.
                                        Pasal18

Cukup jelas.

                                     BAB IX
                              TENTANG PERANGKAPAN.

                                        Pasal19

Berhubung prinsip "status quo" dalam soal keanggotaan dan susunan MPRS/DPR-GR
sekarang ini dijadikan dasar pemikiran, maka larangan perangkapan keanggotaan
MPRS/DPR-GR diatur seperti ditentukan dalam pasal ini.

                                   BAB X
                       KEKEBALAN ANGGOTA MPRS/DPR-GR.

                                       Pasal 20

Pasal ini mengatur kebebasan mengeluarkan pendapat yang memang seyogyanya harus
dijamin di dalam negara demokrasi. Namun demikian, para anggota MPRS/DPR-GR wajib
memegang teguh kode yang mengandung prinsip suatu hal yang harus dirahasiakan tidak
boleh dibocorkan.

                                       Pasal 21

Pasal ini menginginkan agar supaya anggota-anggota MPRS/ DPR-GR dapat leluasa
melakukan tugasnya sebagai anggota MPRS/ DPR-GR dengan sebaik-baiknya, dan
mendapat jaminan hukum sebagaimana mestinya.

                                    BAB XI
                     KEDUDUKAN DAN KEDUDUKAN KEUANGAN
                        PIMPINAN/ANGGOTA MPRS/DPR-GR.

                                       Pasal 22

Kedudukan protokoler dan kedudukan keuangan Ketua, Wakil-wakil Ketua dan Anggota
MPRS/DPR-GR harus sesuai dengan sifat dan martabat dari MPRS/DPR-GR Yang
merupakan Lembaga Negara Tertinggi sebagai Pengemban Kedaulatan Rakyat dalam
Negara. Oleh karena itu kedudukan protokoler, tunjangan kehormatan dan segala fasilitas
Yang diperuntukkan bagi Ketua, Wakil-wakil Ketua dan Anggota-anggota MPRS/DPR-GR
harus diatur setepat-tepatnya oleh MPRS/DPR-GR bersama dengan Pemerintah.



                                        Pasal 23
Mengingat kedudukan dan fungsinya sebagai MPR/DPR seperti dimaksudkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945, maka adalah tepat bahwa MPRS/DPR-GR mempunyai
anggaran tersendiri. Penguasaan atas kredit-kredit yang disediakan dalam bagian anggaran
yang termaksud dalam pasal ini, dilakukan dengan cara seperti yang berlaku bagi suatu
Departemen.

                                     BAB XII
                              BADAN PERLENGKAPAN.

                                       Pasal 24

Cukup jelas.

                                    BAB XIII
                             PERATURAN TATA-TERTIB.
                                         Pasal 25

Dalam Peraturan Tata-Tertib akan diatur juga antara lain
1.     Mengenai MPRS: MPRS mengadakan sidang :

        a.      atas panggilan Ketua, setelah dicapai persetujuan antara Pimpinan MPRS
                dan Badan Pekerja MPRS.

        b.      Atas panggilan Ketua, berdasarkan usul dari DPR-GR.

        c.      Atas panggilan Ketua, berdasarkan usul         dari   sekurang-kurangnya
                sepersepuluh dari jumlah anggota MPRS.

2.      Mengenai DPR-GR: DPR-GR mengadakan sidang

        a.      Sidang biasa 4 kali dalam setahun.

        b.      Sidang luar biasa atas panggilan Ketua dengan persetujuan Pimpinan dan
                Panitia Musyawarah DPR-GR atau atas permintaan sekurang-kurangnya
                sepersepuluh jumlah anggota DPR-GR.

Kepada anggota-anggota DPR-GR yang tergolong dalam Golongan Karya yang berafiliasi
kepada satu partai politik, diberi kebebasan untuk memilih kelompok musyawarah, sesuai
dengan keinginannya.

                                         BAB XIV
                                        PENUTUP.

                                         Pasal 26

Cukup jelas.

                                         Pasal 27

Cukup jelas.

 LEMBARAN NEGARA TAHUN 1966 NOMOR 38 DANTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
               NOMOR 2813 YANG TELAH DICETAK ULANG


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kedudukan_majelis_permusyawaratan_rakyat_sementar_10.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Berdasarkan penetapan presiden no.2 tahun 1959 mprs mempunyai tugas untuk. Uu yang mengatur mpr. Uu yang mengatur tentang mpr. Pasal yang mengatur mpr. Berdasarkan penetapan presiden no 2 tahun 1959 mprs mempunyai tugas. Undang undang yang mengatur susunan dpr. Berdasarkan penetapan presiden no.2 tahun 1959 mprs mempunyai tugas.

Http://carapedia.com/kedudukan_majelis_permusyawaratan_rakyat_sementara_dewan_perwakilan_info1163.html. Berdasarkan penetapan presiden no2 tahun 1959 mprs mempunyai tugas untuk. Berdasarkan penetapan presiden no 2 tahun 1959 mprs mempunyai tugas untuk. Undang undang yang mengatur mpr. Pasal pasal yang mengatur mpr. Penpres no 2 tahun 1959. Uud tentang mpr.

Penetapan presiden no.2 tahun 1959 mengatur tentang pembentukan. Berdasarkan penetapan presiden no. 2 tahun 1959 mprs mempunyai tugas untuk. Berdasarkan penetapan presiden n0 2 th 1959 mprs mempunyai tugas untuk. Berapakah keanggotaan mprs menurut penetapan presiden no.2/1959. Uu yg mengatur mpr. Salah satu syarat menjadi anggota mprs.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
Artikel Terkait (10)
FIND US ON FACEEBOOK