Previous
Next

2007

Undang-Undang Energi (UU 30 thn 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi :
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 30 TAHUN 2007

                               TENTANG

                              ENERGI



               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam
                 sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang
                 Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai
                 negara  dan    dipergunakan  untuk    sebesar-besarnya
                 kemakmuran rakyat;

              b. bahwa peranan energi sangat penting artinya bagi
                 peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional,
                 sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan,
                 pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan
                 secara berkeadilan, berkelanjutan, optimal, dan terpadu;

              c. bahwa cadangan sumber daya energi tak terbarukan
                 terbatas, maka perlu adanya kegiatan penganekaragaman
                 sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin;

              d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                 dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk
                 Undang-Undang tentang Energi;




Mengingat   : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-
              Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;




                                                              Dengan . . .
                               -2-

                    Dengan Persetujuan Bersama

        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
                                dan
                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ENERGI

                             BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                               Pasal 1

           Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
           1.   Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang
                dapat berupa panas, cahaya,   mekanika, kimia, dan
                elektromagnetika.
           2.   Sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan
                energi, baik secara langsung maupun melalui proses
                konversi atau transformasi.
           3.   Sumber daya energi adalah sumber daya alam yang dapat
                dimanfaatkan, baik sebagai sumber energi maupun
                sebagai energi.
           4.   Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat
                dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari
                sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak
                terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu
                bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified
                coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal).
           5.   Energi baru adalah energi yang berasal dari sumber energi
                baru.
           6.   Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang
                dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan
                jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi,
                angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan
                air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.

                                                           7. Energi . . .
                    -3-

7.   Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber
     energi terbarukan.
8.   Sumber energi tak terbarukan adalah sumber energi yang
     dihasilkan dari sumber daya energi yang akan habis jika
     dieksploitasi secara terus-menerus, antara lain, minyak
     bumi, gas bumi, batu bara, gambut, dan serpih bitumen.
9.   Energi tak terbarukan adalah energi yang berasal dari
     sumber energi tak terbarukan.
10. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
    benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
    manusia    dan    perilakunya, yang    mempengaruhi
    kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
    serta makhluk hidup lain.
11. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian
    upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan
    daya tampung lingkungan hidup.
12. Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum
    yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-
    menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan
    perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan
    dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang didirikan
    dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan
    Republik Indonesia yang melakukan kegiatan dan
    berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
    Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-
    undangan Republik Indonesia.
14. Cadangan penyangga energi adalah jumlah ketersediaan
    sumber energi dan energi yang disimpan secara nasional
    yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi
    nasional pada kurun waktu tertentu.
15. Penyediaan   energi  adalah    kegiatan   atau  proses
    menyediakan energi, baik dari dalam negeri maupun dari
    luar negeri.
16. Pemanfaatan energi adalah kegiatan menggunakan energi,
    baik langsung maupun tidak langsung, dari sumber
    energi.
17. Pengelolaan energi adalah penyelenggaraan kegiatan
    penyediaan, pengusahaan, dan pemanfaatan energi serta
    penyediaan cadangan strategis dan konservasi sumber
    daya energi.

                                         18. Pengusahaan . . .
                    -4-

18. Pengusahaan energi adalah kegiatan menyelenggarakan
    usaha penyediaan dan/atau pemanfaatan energi.
19. Pengusahaan     jasa     energi   adalah      kegiatan
    menyelenggarakan usaha jasa yang secara langsung atau
    tidak langsung berkaitan dengan penyediaan dan/atau
    pemanfaatan energi.
20. Cadangan energi adalah sumber daya energi yang sudah
    diketahui lokasi, jumlah, dan mutunya.
21. Diversifikasi energi   adalah        penganekaragaman
    pemanfaatan sumber energi.
22. Cadangan strategis adalah cadangan energi untuk masa
    depan.
23. Konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan
    terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam
    negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
24. Konservasi sumber daya energi adalah pengelolaan
    sumber daya energi yang menjamin pemanfaatannya dan
    persediaannya   dengan       tetap   memelihara    dan
    meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
25. Kebijakan energi nasional adalah kebijakan pengelolaan
    energi    yang   berdasarkan     prinsip    berkeadilan,
    berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna
    terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional.
26. Dewan Energi Nasional adalah suatu lembaga bersifat
    nasional, mandiri, dan tetap yang bertanggung jawab
    atas perumusan kebijakan energi nasional.
27. Rencana umum energi adalah rencana pengelolaan energi
    untuk memenuhi kebutuhan energi di suatu wilayah,
    antarwilayah, atau nasional.
28. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
    Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
    pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
    dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945.
29. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau wali
    kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
    pemerintahan daerah.
30. Menteri adalah menteri yang bidang tugasnya bertanggung
    jawab di bidang energi.

                                                 BAB II . . .
                     -5-

                    BAB II
               ASAS DAN TUJUAN

                     Pasal 2

Energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, efisiensi
berkeadilan,  peningkatan     nilai  tambah,     keberlanjutan,
kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup,
ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan
kemampuan nasional.

                     Pasal 3

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara
berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional,
tujuan pengelolaan energi adalah:
a. tercapainya kemandirian pengelolaan energi;
b. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari
   sumber di dalam negeri maupun di luar negeri;
c.   tersedianya sumber energi dari dalam negeri dan/atau luar
     negeri sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk:
     1. pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri;
     2. pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam
        negeri; dan
     3. peningkatan devisa negara;

d. terjaminnya pengelolaan sumber daya           energi   secara
   optimal, terpadu, dan berkelanjutan;
e.   termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor;
f.   tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak
     mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap
     energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran
     rakyat secara adil dan merata dengan cara:
     1. menyediakan      bantuan     untuk      meningkatkan
        ketersediaan energi kepada masyarakat tidak mampu;
     2. membangun infrastruktur energi untuk daerah belum
        berkembang sehingga dapat mengurangi disparitas
        antar daerah;


                                             g. tercapainya . . .
                           -6-

      g.   tercapainya pengembangan kemampuan industri energi
           dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan
           meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia;
      h. terciptanya lapangan kerja; dan
      i.   terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup.


                         BAB III
                   PENGATURAN ENERGI

                       Bagian Kesatu
                     Sumber Daya Energi

                           Pasal 4

(1)   Sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan
      sumber energi nuklir dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan
      untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(2)   Sumber daya energi baru dan sumber daya energi terbarukan
      diatur oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar
      kemakmuran rakyat.

(3)   Penguasaan dan pengaturan sumber daya energi oleh negara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
      Peraturan Perundang-undangan.


                        Bagian Kedua
                 Cadangan Penyangga Energi

                           Pasal 5

      Untuk menjamin ketahanan energi nasional, Pemerintah wajib
(1)
      menyediakan cadangan penyangga energi.

      Ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan
(2)
      penyangga energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      oleh Pemerintah dan lebih lanjut ditetapkan oleh Dewan Energi
      Nasional.

                                                             Bagian . . .
                          -7-

                      Bagian Ketiga
             Keadaan Krisis dan Darurat Energi

                          Pasal 6

(1)   Krisis energi merupakan kondisi kekurangan energi.

(2)   Darurat energi merupakan kondisi terganggunya pasokan
      energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.

(3)   Dalam hal krisis energi dan darurat energi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengakibatkan terganggunya
      fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan/atau
      kegiatan perekonomian, Pemerintah wajib melaksanakan
      tindakan penanggulangan yang diperlukan.


                      Bagian Keempat
                       Harga Energi

                          Pasal 7

      Harga energi   ditetapkan     berdasarkan   nilai   keekonomian
(1)
      berkeadilan.

      Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana subsidi
(2)
      untuk kelompok masyarakat tidak mampu.

      Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi dan dana
(3)
      subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diatur dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


                      Bagian Kelima
               Lingkungan dan Keselamatan

                          Pasal 8

(1)   Setiap kegiatan pengelolaan energi wajib mengutamakan
      penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan memenuhi
      ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-
      undangan di bidang lingkungan hidup.

                                                          (2) Setiap . . .
                         -8-

(2)   Setiap kegiatan pengelolaan energi wajib memenuhi ketentuan
      yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di
      bidang keselamatan yang meliputi standardisasi, pengamanan
      dan keselamatan instalasi, serta keselamatan dan kesehatan
      kerja.


                     Bagian Keenam
            Tingkat Kandungan Dalam Negeri

                         Pasal 9

(1)   Tingkat kandungan dalam negeri, baik barang maupun jasa,
      wajib dimaksimalkan dalam pengusahaan energi.

(2)   Pemerintah wajib mendorong kemampuan penyediaan barang
      dan jasa dalam negeri guna menunjang industri energi yang
      mandiri, efisien, dan kompetitif.


                     Bagian Ketujuh
                Kerja Sama Internasional

                        Pasal 10

(1)   Kerja sama internasional di bidang energi hanya dapat
      dilakukan untuk :
      a. menjamin ketahanan energi nasional;
      b. menjamin ketersediaan energi dalam negeri; dan
      c. meningkatkan perekonomian nasional.

(2)   Kerja sama internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.

(3)   Dalam hal Pemerintah membuat perjanjian internasional dalam
      bidang energi yang menimbulkan akibat yang luas dan
      mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
      keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau
      pembentukan undang-undang, harus mendapat persetujuan
      Dewan Perwakilan Rakyat.


                                                   BAB IV . . .
                          -9-

                   BAB IV
 KEBIJAKAN ENERGI DAN DEWAN ENERGI NASIONAL

                      Bagian Kesatu
                Kebijakan Energi Nasional

                         Pasal 11

(1)   Kebijakan energi nasional meliputi, antara lain:
      a. ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional;
      b. prioritas pengembangan energi;
      c. pemanfaatan sumber daya energi nasional; dan
      d. cadangan penyangga energi nasional.

(2)   Kebijakan energi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR.

                     Bagian Kedua
                  Dewan Energi Nasional

                         Pasal 12

(1)   Presiden membentuk Dewan Energi Nasional

(2)   Dewan Energi Nasional bertugas:
      a. merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional
         untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan
         DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
      b. menetapkan rencana umum energi nasional;
      c. menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi
         krisis dan darurat energi; serta
      d. mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang
         bersifat lintas sektoral.

(3)   Dewan Energi Nasional terdiri atas pimpinan dan anggota.

(4)   Pimpinan Dewan Energi Nasional terdiri atas:
      a. Ketua: Presiden
      b. Wakil Ketua: Wakil Presiden
      c. Ketua Harian: Menteri yang membidangi energi.

                                                   (5) Anggota . . .
                         - 10 -

(5)   Anggota Dewan Energi Nasional terdiri atas:
      a. tujuh orang, baik Menteri maupun pejabat pemerintah
         lainnya yang secara langsung bertanggung jawab atas
         penyediaan, transportasi, penyaluran, dan pemanfaatan
         energi; dan
      b. delapan orang dari pemangku kepentingan.

                         Pasal 13

(1)   Anggota Dewan Energi Nasional sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 12 ayat (5) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh
      Presiden.

(2)   Anggota Dewan Energi Nasional sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 12 ayat (5) huruf b dipilih oleh Dewan Perwakilan
      Rakyat.

(3)   Anggota Dewan Energi Nasional sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 12 ayat (5) huruf b, terdiri atas:
      a. 2 (dua) orang dari kalangan akademisi;
      b. 2 (dua) orang dari kalangan industri;
      c. 1 (satu) orang dari kalangan teknologi;
      d. 1 (satu) orang dari kalangan lingkungan hidup; dan
      e. 2 (dua) orang dari kalangan konsumen.

(4)   Pemerintah mengusulkan calon anggota Dewan Energi
      Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dewan
      Perwakilan Rakyat sebanyak dua kali dari jumlah setiap
      kalangan pemangku kepentingan     sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3).

(5)   Penentuan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
      dilakukan melalui proses penyaringan yang transparan dan
      akuntabel.

(6)   Anggota Dewan Energi Nasional sebagaimana dimaksud dalam
      pasal 12 ayat (5) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh
      Presiden.

(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaringan calon
      anggota Dewan Energi Nasional sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
                                                    Pasal 14 . . .
                          - 11 -

                         Pasal 14

(1)   Masa jabatan Anggota Dewan Energi Nasional yang berasal
      dari Menteri dan pejabat Pemerintah lainnya berakhir setelah
      tidak menjabat lagi dalam jabatan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 12 ayat (5) huruf a.

(2)   Masa jabatan Anggota Dewan Energi Nasional sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf b adalah selama 5
      (lima) tahun.

                          Pasal 15

Anggaran biaya Dewan Energi Nasional dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

                         Pasal 16

(1)   Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Energi Nasional
      dibantu oleh sekretariat jenderal yang dipimpin oleh seorang
      sekretaris jenderal.

(2)   Sekretaris jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(3)   Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal Dewan
      Energi Nasional diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua
      Dewan Energi Nasional.


                     Bagian Ketiga
             Rencana Umum Energi Nasional

                         Pasal 17

(1)   Pemerintah menyusun rancangan rencana umum               energi
      nasional berdasarkan kebijakan energi nasional.

(2)   Dalam menyusun rencana umum energi nasional sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengikutsertakan
      pemerintah daerah serta memperhatikan pendapat dan
      masukan dari masyarakat.

                                                   (3) Ketentuan . . .
                         - 12 -

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana umum
      energi nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden.


                    Bagian Keempat
              Rencana Umum Energi Daerah

                         Pasal 18

(1)   Pemerintah daerah menyusun rencana umum energi daerah
      dengan mengacu pada rencana umum energi nasional
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).

(2)   Rencana umum energi daerah sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah.


                     Bagian Kelima
                Hak dan Peran Masyarakat

                          Pasal 19

(1)   Setiap orang berhak memperoleh energi.

(2)   Masyarakat, baik secara perseorangan maupun kelompok,
      dapat berperan dalam:
      a. penyusunan rencana umum energi nasional dan rencana
         umum energi daerah; dan
      b. pengembangan energi untuk kepentingan umum.


                        BAB V
                 PENGELOLAAN ENERGI

                      Bagian Kesatu
               Penyediaan dan Pemanfaatan

                         Pasal 20

(1)   Penyediaan energi dilakukan melalui:
      a. inventarisasi sumber daya energi;
      b. peningkatan cadangan energi;

                                               c. penyusunan . . .
                          - 13 -

      c.   penyusunan neraca energi;
      d. diversifikasi, konservasi, dan intensifikasi sumber energi
         dan energi; dan
      e.   penjaminan kelancaran penyaluran, transmisi,        dan
           penyimpanan sumber energi dan energi.

(2)   Penyediaan energi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
      daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah
      terpencil, dan daerah perdesaan dengan menggunakan sumber
      energi setempat, khususnya sumber energi terbarukan.

(3)   Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk
      memperoleh energi dari sumber energi setempat.

(4)   Penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib
      ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
      dengan kewenangannya.

(5)   Penyediaan energi dari sumber energi baru dan sumber energi
      terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha
      tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan
      dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah
      daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu
      tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya.


                         Pasal 21

(1)   Pemanfaatan energi dilakukan berdasarkan asas sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 2 dengan:
      a. mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi;
      b. mempertimbangkan aspek teknologi,         sosial,   ekonomi,
         konservasi, dan lingkungan; dan
      c.   memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan
           peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber
           energi.

(2)   Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib
      ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
      dengan kewenangannya.


                                                (3) Pemanfaatan . . .
                          - 14 -

(3)   Pemanfaatan energi dari sumber energi baru dan sumber
      energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk
      usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan
      dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau Pemerintah
      daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu
      tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya.

                         Pasal 22

(1)   Ketentuan lebih lanjut    mengenai pemberian kemudahan
      dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
      daerah sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 21 ayat (3) diatur dengan
      Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Daerah.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan
      energi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah sesuai
      dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau
      Peraturan Daerah.

                       Bagian Kedua
                       Pengusahaan

                         Pasal 23

(1)   Pengusahaan energi meliputi pengusahaan sumber daya energi,
      sumber energi, dan energi.
(2)   Pengusahaan energi dapat dilakukan oleh badan usaha,
      bentuk usaha tetap, dan perseorangan.
(3)   Pengusahaan jasa energi hanya dapat dilakukan oleh badan
      usaha dan perseorangan.
(4)   Pengusahaan jasa energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      mengikuti ketentuan klasifikasi jasa energi.
(5)   Klasifikasi jasa energi ditetapkan antara lain untuk melindungi
      dan memberikan kesempatan pertama dalam penggunaan jasa
      energi dalam negeri.
(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi jasa energi diatur
      dengan Peraturan Pemerintah.
(7)   Pengusahaan energi dan jasa energi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                                        Pasal 24 . . .
                        - 15 -

                        Pasal 24

(1)   Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha energi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berkewajiban, antara
      lain:
      a. memberdayakan masyarakat setempat;
      b. menjaga dan memelihara fungsi kelestarian lingkungan
      c. memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan
          energi; dan
      d. memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bidang energi.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pengusahaan
      energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      Peraturan Pemerintah.


                      Bagian Ketiga
                    Konservasi Energi

                        Pasal 25

(1)   Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab
      Pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat.

(2)   Konservasi energi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mencakup seluruh tahap pengelolaan energi.

(3)   Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang
      melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau
      insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

(4)   Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak
      melaksanakan konservasi energi diberi disinsentif oleh
      Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan konservasi
      energi serta pemberian kemudahan, insentif, dan disinsentif
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
      ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau
      Peraturan Daerah.




                                                    BAB VI . . .
                         - 16 -

                      BAB VI
           KEWENANGAN PEMERINTAH DAN
               PEMERINTAH DAERAH

                        Pasal 26

(1)   Kewenangan Pemerintah di bidang energi, antara lain:
      a. pembuatan peraturan perundang-undangan;
      b. penetapan kebijakan nasional;
      c. penetapan dan pemberlakuan standar; dan
      d. penetapan prosedur.

(2)   Kewenangan pemerintah provinsi di bidang energi, antara lain:
      a. pembuatan peraturan daerah provinsi;
      b. pembinaan dan pengawasan pengusahaan di lintas
         kabupaten/kota; dan
      c. penetapan kebijakan pengelolaan di lintas kabupaten/kota.

(3)   Kewenangan pemerintah kabupaten/kota di bidang energi,
      antara lain:
      a. pembuatan peraturan daerah kabupaten/kota;
      b. pembinaan     dan     pengawasan      pengusahaan  di
         kabupaten/kota; dan
      c. penetapan kebijakan pengelolaan di kabupaten/kota.

(4)   Kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
      dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
      undangan.


                      BAB VII
             PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

                      Bagian Kesatu
                       Pembinaan

                         Pasal 27

Pembinaan kegiatan pengelolaan sumber daya energi, sumber
energi, dan energi dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah.

                                                        Bagian . . .
                        - 17 -

                      Bagian Kedua
                       Pengawasan

                        Pasal 28

Pengawasan kegiatan pengelolaan sumber daya energi, sumber
energi dan energi dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.


                      BAB VIII
           PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

                        Pasal 29

(1)   Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
      penyediaan dan pemanfaatan energi wajib difasilitasi oleh
      Pemerintah    dan   pemerintah   daerah   sesuai   dengan
      kewenangannya.

(2)   Penelitian dan pengembangan, sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), diarahkan terutama untuk pengembangan energi baru
      dan energi terbarukan untuk menunjang pengembangan
      industri energi nasional yang mandiri.


                        Pasal 30

(1)   Pendanaan   kegiatan   penelitian    dan   pengembangan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 difasilitasi oleh
      Pemerintah  dan    pemerintah    daerah  sesuai  dengan
      kewenangannya.

(2)   Pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
      pengetahuan dan teknologi energi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) antara lain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
      Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
      dan dana dari swasta.

(3)   Pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian tentang
      energi baru dan energi terbarukan dibiayai dari pendapatan
      negara yang berasal dari energi tak terbarukan.

                                                (4) Ketentuan . . .
                        - 18 -

(4)   Ketentuan mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


                      BAB IX
                KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 31

(1)   Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan
      perundang-undangan di bidang energi tetap berlaku sepanjang
      tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-
      Undang ini.

(2)   Badan Koordinasi Energi Nasional tetap menjalankan tugas
      dan fungsinya sampai dengan terbentuk Dewan Energi
      Nasional.

(3)   Sebelum terbentuk Dewan Energi Nasional, kebijakan yang
      akan dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Energi Nasional
      disesuaikan dengan Undang-Undang ini.


                        BAB X
                  KETENTUAN PENUTUP

                         Pasal 32

Dewan Energi Nasional harus dibentuk dalam waktu paling lambat
6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.


                         Pasal 33

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.

                         Pasal 34

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



                                                         Agar . . .
                               - 19 -



          Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
          Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
          Negara Republik Indonesia.



                               Disahkan di Jakarta
                               pada tanggal 10 Agustus 2007

                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




                               DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,




           ANDI MATTALATTA




   LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 96


Silahkan download versi PDF nya sbb:
energi_(uu_30_thn_2007)_30.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.