Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2006
  • » Undang-Undang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 (UU 18 thn 2006)

2006

Undang-Undang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 (UU 18 thn 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 :
                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                        NOMOR 18 TAHUN 2006

                                TENTANG

            ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

                         TAHUN ANGGARAN 2007


                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :   a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat
                   (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
                   Indonesia Tahun 1945, Rancangan Undang-Undang
                   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai
                   wujud dari pengelolaan keuangan negara diajukan oleh
                   Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan
                   Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
                   Dewan Perwakilan Daerah;
                b. bahwa APBN Tahun Anggaran 2007 disusun sesuai dengan
                   kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
                   kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam
                   rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional
                   berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
                   kebersamaan,   efisiensi berkeadilan,  berkelanjutan,
                   berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
                   menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
                   nasional;
                c. bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2007
                   berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2007
                   dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan
                   damai,    adil  dan   demokratis, dan  meningkatkan
                   kesejahteraan rakyat;
                d. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN
                   Tahun Anggaran 2007 antara Dewan Perwakilan Rakyat
                   bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan
                   Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam
                   Surat Keputusan DPD Nomor 28/DPD/2006 tanggal 13
                   Juli 2006;
                                                            e. bahwa . . .
                e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                   dalam huruf a, b, c, dan d, perlu membentuk Undang-
                   Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
                   Tahun Anggaran 2007;

Mengingat   :   1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23
                   ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), (2),
                   (3) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
                   Indonesia Tahun 1945;
                2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
                   Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                   1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
                   diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
                   2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
                   Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Nomor 3985);
                3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
                   Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                   1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan
                   Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
                   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
                4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
                   Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran
                   Negara Republik Indonesia Nomor 4151);
                5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat
                   Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                   2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Nomor 4236);
                6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
                   Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
                   Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Nomor 4286);
                7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
                   Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Nomor 4297);


                                                          8. Undang-Undang . . .
 8. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
    Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4301);
 9. Undang-Undang     Nomor     1  Tahun   2004 tentang
    Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
10. Undang-Undang   Nomor    10  Tahun   2004   tentang
    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4389);
11. Undang-Undang     Nomor   15   Tahun   2004    tentang
    Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
    Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
    Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4400);
12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
    Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
13. Undang-Undang     Nomor    32   Tahun  2004 tentang
    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
14. Undang-Undang     Nomor    33  Tahun   2004 tentang
    Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
15. Undang-Undang     Nomor    11   Tahun 2006    tentang
    Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4633);




                                                Dengan . . .
                      Dengan Persetujuan Bersama
          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                  dan
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                            MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN
             BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007.

                                Pasal 1
          Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
          1.   Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan
               negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan
               negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam
               negeri dan luar negeri.
          2.   Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang
               terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan
               internasional.
          3.   Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang
               berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai
               barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah,
               pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
               bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
          4.   Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan
               negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan
               ekspor.
          5.   Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan
               yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber
               daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik
               negara serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
          6.   Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang
               berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta
               sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri.
          7.   Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang
               digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan
               belanja ke daerah.


                                                           8. Belanja . . .
8.   Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua
     pengeluaran      negara   yang    dialokasikan    kepada
     kementerian/lembaga, sesuai dengan program-program yang
     akan dijalankan.
9.   Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua
     pengeluaran negara yang digunakan untuk menjalankan
     fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban
     dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup,
     fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan,
     fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi
     pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
10. Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah semua
    pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja
    pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga
    utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja
    lain-lain.
11. Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang
    digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang
    atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah
    pusat,     pensiunan,     anggota      Tentara     Nasional
    Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat
    negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar
    negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
    dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
    pembentukan modal.
12. Belanja barang adalah semua pengeluaran negara yang
    digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang
    habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang
    dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan.
13. Belanja modal adalah semua pengeluaran negara yang
    dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk
    tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan,
    serta dalam bentuk fisik lainnya.
14. Pembayaran bunga utang adalah semua pengeluaran negara
    yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban
    penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang
    dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung
    berdasarkan posisi pinjaman.
15. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
    perusahaan/lembaga       yang     memproduksi,     menjual,
    mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang
    memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa,
    sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

                                                16. Belanja . . .
16. Belanja hibah adalah semua pengeluaran negara dalam
    bentuk transfer uang/barang yang sifatnya tidak wajib kepada
    negara lain atau kepada organisasi internasional.
17. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam
    bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada
    masyarakat melalui kementerian/lembaga, guna melindungi
    dari terjadinya berbagai risiko sosial.
18. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja
    pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
    jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 11
    sampai dengan angka 17, dan dana cadangan umum.
19. Belanja ke daerah adalah semua pengeluaran negara untuk
    membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan
    penyesuaian.
20. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari
    pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
    mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
    desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi
    umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud
    dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
    Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
    Pemerintahan Daerah.
21. Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang
    bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
    daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
    kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33
    Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
    Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
22. Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana
    yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
    dengan    tujuan   pemerataan     kemampuan    keuangan
    antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
    rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud
    dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
    Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
    Pemerintahan Daerah.
23. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana
    yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
    kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
    mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah

                                                   dan sesuai . . .
    dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud
    dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
    Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
    Pemerintahan Daerah.
24. Dana otonomi khusus dan penyesuaian adalah dana yang
    dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus
    suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang
    Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
    Papua, dan penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang
    menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
25. Sisa kredit anggaran adalah sisa kewajiban pembiayaan
    program-program pembangunan pada akhir tahun anggaran.
26. Sisa lebih pembiayaan anggaran adalah selisih lebih antara
    realisasi pembiayaan dengan realisasi defisit anggaran yang
    terjadi.
27. Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan
    yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara
    dalam APBN.
28. Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang
    berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang
    meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam
    rangka program restrukturisasi, surat utang negara, dan
    dukungan infrastruktur.
29. Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat
    pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta
    asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh
    Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya,
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24
    Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
30. Dukungan infrastruktur adalah dukungan Pemerintah dalam
    bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam
    bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan
    Usaha melalui skema pembagian risiko dalam pelaksanaan
    proyek kerjasama penyediaan infrastruktur.
31. Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan
    yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang
    terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi
    dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar
    negeri.
32. Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman
    luar negeri dalam bentuk valuta asing yang dapat
    dirupiahkan.
                                              33. Pinjaman . . .
33. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan
    untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu.
34. Tahun Anggaran 2007 meliputi masa 1 (satu) tahun terhitung
    mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
    Desember 2007.


                         Pasal 2
(1)   Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran
      2007 diperoleh dari sumber-sumber:
      a. Penerimaan perpajakan;
      b. Penerimaan negara bukan pajak; dan
      c. Penerimaan hibah.
(2)   Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a direncanakan sebesar Rp509.462.000.000.000,00
      (lima ratus sembilan triliun empat ratus enam puluh dua
      miliar rupiah).
(3)   Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
      pada    ayat    (1)   huruf     b    direncanakan      sebesar
      Rp210.926.957.783.000,00 (dua ratus sepuluh triliun
      sembilan ratus dua puluh enam miliar sembilan ratus lima
      puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah).
(4)   Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      c direncanakan sebesar Rp2.668.965.000.000,00 (dua triliun
      enam ratus enam puluh delapan miliar sembilan ratus enam
      puluh lima juta rupiah).
(5)   Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun
      Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
      dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp723.057.922.783.000,00
      (tujuh ratus dua puluh tiga triliun lima puluh tujuh miliar
      sembilan ratus dua puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh
      tiga ribu rupiah).


                         Pasal 3
(1)   Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
      ayat (2) terdiri dari:
      a. Pajak dalam negeri; dan
      b. Pajak perdagangan internasional.


                                                 (2) Penerimaan . . .
(2)   Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud
      pada     ayat    (1) huruf    a   direncanakan    sebesar
      Rp494.591.600.000.000,00 (empat ratus sembilan puluh
      empat triliun lima ratus sembilan puluh satu miliar enam
      ratus juta rupiah).
(3)   Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
      Rp14.870.400.000.000,00 (empat belas triliun delapan ratus
      tujuh puluh miliar empat ratus juta rupiah).
(4)   Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2007
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah
      sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.


                        Pasal 4
(1)   Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari:
      a. Penerimaan sumber daya alam;
      b. Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik    negara;
         dan
      c. Penerimaan negara bukan pajak lainnya.
(2)   Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud
      pada     ayat   (1)   huruf   a    direncanakan    sebesar
      Rp146.256.914.000.000,00 (seratus empat puluh enam triliun
      dua ratus lima puluh enam miliar sembilan ratus empat belas
      juta rupiah).
(3)   Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan
      sebesar Rp19.100.000.000.000,00 (sembilan belas triliun
      seratus miliar rupiah).
(4)   Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar
      Rp45.570.043.783.000,00 (empat puluh lima triliun lima
      ratus tujuh puluh miliar empat puluh tiga juta tujuh ratus
      delapan puluh tiga ribu rupiah).
(5)   Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran
      2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat
      (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.



                                                     Pasal 5 . . .
                        Pasal 5
(1)   Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 terdiri dari:
      a. Anggaran belanja pemerintah pusat; dan
      b. Anggaran belanja ke daerah.
(2)   Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud
      pada     ayat  (1)  huruf    a    direncanakan    sebesar
      Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh
      ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh
      sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu
      rupiah).
(3)   Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf b direncanakan sebesar Rp258.794.599.050.000,00
      (dua ratus lima puluh delapan triliun tujuh ratus sembilan
      puluh empat miliar lima ratus sembilan puluh sembilan juta
      lima puluh ribu rupiah).
(4)   Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2007
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
      direncanakan sebesar Rp763.570.799.018.000,00 (tujuh ratus
      enam puluh tiga triliun lima ratus tujuh puluh miliar tujuh
      ratus sembilan puluh sembilan juta delapan belas ribu
      rupiah).


                        Pasal 6
(1)   Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas:
      a. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi;
      b. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan
      c. Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja.
(2)   Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
      Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh
      ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh
      sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu
      rupiah).
(3)   Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
      Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh
      ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh
      sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu
      rupiah).

                                                    (4) Belanja . . .
(4)   Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf c       direncanakan sebesar
      Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh
      ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh
      sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu
      rupiah).
(5)   Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat
      menurut unit organisasi/bagian anggaran dan menurut
      program/kegiatan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
      dengan Pemerintah.

                        Pasal 7
(1)   Anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri
      dari:
      a. Belanja pegawai;
      b. Belanja barang;
      c. Belanja modal;
      d. Pembayaran bunga utang;
      e. Subsidi;
      f. Belanja hibah;
      g. Bantuan sosial; dan
      h. Belanja lain-lain.
(2)   Rincian anggaran belanja pemerintah pusat Tahun Anggaran
      2007 menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      6 ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 6 ayat (3), dan menurut jenis belanja sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam
      Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak
      terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling
      lambat tanggal 30 November 2006.

                        Pasal 8
(1)   Perubahan rincian lebih     lanjut   dari   anggaran   belanja
      pemerintah pusat berupa:
      a. pergeseran anggaran belanja:
         (i) antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;
         (ii) antarkegiatan     dalam    satu   program sepanjang
               pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi;
               dan/atau
         (iii) antarjenis belanja dalam satu kegiatan.

                                                   b. perubahan . . .
      b. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari
         peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP); dan
      c. perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN)
         sebagai akibat dari luncuran PHLN;
      ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)   Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih
      dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang
      dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam
      satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
      dekonsentrasi.
(3)   Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana
      dimaksud      pada     ayat      (1)     dapat dilakukan
      antarprovinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional
      yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat
      maupun oleh instansi vertikalnya di daerah.
(4)   Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3)
      dilaporkan Pemerintah kepada DPR sebelum dilaksanakan
      dan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan
      dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.


                        Pasal 9
(1)   Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri dari:
      a. Dana perimbangan; dan
      b. Dana otonomi khusus dan penyesuaian.
(2)   Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a direncanakan sebesar Rp250.342.751.050.000,00
      (dua ratus lima puluh triliun tiga ratus empat puluh dua
      miliar tujuh ratus lima puluh satu juta lima puluh ribu
      rupiah).
(3)   Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
      Rp8.451.848.000.000,00 (delapan triliun empat ratus lima
      puluh satu miliar delapan ratus empat puluh delapan juta
      rupiah).



                                                    Pasal 10 . . .
                            Pasal 10
(1)   Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
      (1) huruf a terdiri dari:
      a. Dana bagi hasil;
      b. Dana alokasi umum; dan
      c. Dana alokasi khusus.
(2)   Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
      direncanakan sebesar Rp68.461.251.050.000,00 (enam puluh
      delapan triliun empat ratus enam puluh satu miliar dua ratus
      lima puluh satu juta lima puluh ribu rupiah).
(3)   Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b direncanakan sebesar Rp164.787.400.000.000,00
      (seratus enam puluh empat triliun tujuh ratus delapan puluh
      tujuh miliar empat ratus juta rupiah).
(4)   Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf c direncanakan sebesar Rp17.094.100.000.000,00
      (tujuh belas triliun sembilan puluh empat miliar seratus juta
      rupiah).
(5)   Pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai
      dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
      2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
      Pusat dan Pemerintahan Daerah.
(6)   Rincian   dana   perimbangan    Tahun    Anggaran     2007
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
      adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

                            Pasal 11
(1)   Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b terdiri dari:
      a. Dana otonomi khusus; dan
      b. Dana penyesuaian.
(2)   Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a direncanakan sebesar Rp4.045.748.000.000,00
      (empat triliun empat puluh lima miliar tujuh ratus empat
      puluh delapan juta rupiah).
(3)   Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      b direncanakan sebesar Rp4.406.100.000.000,00 (empat
      triliun empat ratus enam miliar seratus juta rupiah).

                                                      Pasal 12 . . .
                        Pasal 12

(1)   Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun
      Anggaran 2007 sebesar Rp723.057.922.783.000,00 (tujuh
      ratus dua puluh tiga triliun lima puluh tujuh miliar sembilan
      ratus dua puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu
      rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih
      kecil dari jumlah Anggaran Belanja Negara sebesar
      Rp763.570.799.018.000,00 (tujuh ratus enam puluh tiga
      triliun lima ratus tujuh puluh miliar tujuh ratus sembilan
      puluh sembilan juta delapan belas ribu rupiah), sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sehingga dalam Tahun
      Anggaran     2007    terdapat    Defisit  Anggaran    sebesar
      Rp40.512.876.235.000,00 (empat puluh triliun lima ratus dua
      belas miliar delapan ratus tujuh puluh enam juta dua ratus
      tiga puluh lima ribu rupiah), yang akan dibiayai dari
      Pembiayaan Defisit Anggaran.

(2)   Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-
      sumber:
      a. Pembiayaan           dalam          negeri      sebesar
         Rp55.068.296.235.000,00 (lima puluh lima triliun enam
         puluh delapan miliar dua ratus sembilan puluh enam juta
         dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah);
      b. Pembiayaan     luar    negeri   bersih  sebesar     negatif
         Rp14.555.420.000.000,00 (empat belas triliun lima ratus
         lima puluh lima miliar empat ratus dua puluh juta rupiah).
(3)   Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana
      tercantum dalam penjelasan ayat ini.

                        Pasal 13

(1)   Pada pertengahan Tahun Anggaran 2007, Pemerintah
      menyusun Laporan tentang Realisasi Pelaksanaan Anggaran
      Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007
      Semester Pertama mengenai:
      a. Realisasi pendapatan negara dan hibah;
      b. Realisasi belanja negara; dan
      c. Realisasi pembiayaan defisit anggaran.


                                                      (2) Dalam . . .
(2)   Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      Pemerintah menyertakan prognosa untuk 6 (enam) bulan
      berikutnya.
(3)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat
      pada akhir bulan Juli 2007, untuk dibahas bersama antara
      Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah.


                       Pasal 14

Dalam    keadaan   darurat,  Pemerintah   dapat   melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya
diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2007 dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran
Tahun Anggaran 2007.


                       Pasal 15

Dalam hal terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran Tahun
Anggaran 2007, akan ditampung pada pembiayaan perbankan
dalam negeri dan dapat digunakan sebagai dana talangan
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun-
tahun anggaran berikutnya.


                       Pasal 16

(1)   Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
      Anggaran 2007 dengan perkembangan dan/atau perubahan
      keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
      Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan Perubahan
      atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
      Anggaran 2007, apabila terjadi:
      a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan
         asumsi yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan
         Belanja Negara Tahun Anggaran 2007;
      b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;




                                                   c. Keadaan . . .
      c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
         anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau
         antarjenis belanja;

      d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-
         tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk
         pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2007.

(2)   Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
      Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
      Tahun Anggaran 2007 berdasarkan perubahan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan
      Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2007
      berakhir.


                       Pasal 17

(1)   Setelah Tahun Anggaran 2007 berakhir, Pemerintah
      menyusun Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran
      Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 berupa
      Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
(2)   Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
      Pemerintahan.
(3)   Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
      Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
      dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, setelah Laporan
      Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling
      lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2007 berakhir
      untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.



                        Pasal 18

      Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
      2007.



                                                       Agar . . .
                  Agar   setiap  orang    mengetahuinya,    memerintahkan
                  pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
                  dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                       Disahkan di Jakarta
                                       pada tanggal 15 Nopember 2006

                                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                    ttd

                                       DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 Diundangkan di Jakarta
 pada tanggal 15 Nopember 2006

 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd

            HAMID AWALUDIN

      LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 94



      Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
    Bidang Perekonomian dan Industri,




    M. SAPTA MURTI, SH., MA, MKn
                                PENJELASAN
                                     ATAS
                  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 18 TAHUN 2006
                                  TENTANG
              ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
                           TAHUN ANGGARAN 2007


I   UMUM
    Penyusunan APBN Tahun Anggaran 2007 dilakukan dengan mengacu pada
    amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
    Sesuai ketentuan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang dimaksud,
    penyusunan APBN Tahun Anggaran 2007 berpedoman kepada Rencana
    Kerja Pemerintah (RKP), Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok
    Kebijakan Fiskal tahun 2007 sebagaimana telah dibahas dan disepakati
    bersama dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2007
    antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
    APBN Tahun Anggaran 2007 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi,
    sosial, dan politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta
    berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun
    2007.
    Di samping itu, penyusunan APBN Tahun Anggaran 2007 juga diarahkan
    untuk mengatasi masalah-masalah mendasar yang menjadi prioritas
    pembangunan, yaitu: (a) penanggulangan kemiskinan; (b) peningkatan
    kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; (c) revitalisasi pertanian
    dalam arti luas dan pembangunan perdesaan; (d) peningkatan aksesibilitas
    dan kualitas pendidikan dan kesehatan; (e) penegakkan hukum dan HAM,
    pemberantasan       korupsi,    dan   reformasi    birokrasi;  (f) penguatan
    kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta
    penyelesaian konflik; (g) rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh
    Darussalam (NAD), Nias (Sumatera Utara), Daerah Istimewa Yogyakarta
    (DIY) dan Jawa Tengah, serta mitigasi dan penanggulangan bencana; (h)
    percepatan pembangunan infrastruktur; serta (i) pembangunan daerah
    perbatasan dan wilayah terisolir.
    Berbagai besaran APBN Tahun Anggaran 2007 sangat dipengaruhi oleh
    asumsi makro yang mendasarinya, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju
    inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI 3 (tiga) bulan, harga
    minyak internasional, dan tingkat produksi (lifting) minyak Indonesia.


                                                                    Dengan . . .
Dengan memperhatikan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro,
membaiknya pola dan kualitas pertumbuhan, meningkatnya peran
investasi yang didukung oleh perbaikan infrastruktur, kebijakan perbaikan
iklim investasi, dan perbaikan ekspor, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam tahun 2007 diperkirakan akan mencapai sekitar 6,3
(enam koma tiga) persen. Sementara itu, melalui kebijakan fiskal, moneter,
dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan akan
berada pada kisaran Rp9.300,00 (sembilan ribu tiga ratus rupiah) per satu
dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan
penting terhadap pencapaian sasaran inflasi tahun 2007, dan
perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun 2007, dengan
terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan terjaminnya pasokan dan
lancarnya arus distribusi kebutuhan bahan pokok, yang didukung oleh
kebijakan penetapan harga oleh pemerintah (administered price), maka laju
inflasi diperkirakan dapat ditekan pada level 6,5 (enam koma lima) persen.
Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan
akan mencapai rata-rata 8,5 (delapan koma lima) persen pada tahun 2007.
Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan
minyak dunia yang tetap kuat, terutama oleh industri Cina dan India, serta
ketatnya spare capacity di negara-negara produsen minyak karena
investasi di sektor perminyakan yang relatif lambat, maka rata-rata harga
minyak mentah Indonesia di pasar internasional dalam tahun 2007
diperkirakan akan berada pada kisaran US$63,0 (enam puluh tiga koma
nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak
mentah diperkirakan sekitar 1,0 (satu koma nol) juta barel per hari.
Berdasarkan arah perkembangan kerangka ekonomi makro Indonesia
tahun 2007 tersebut, maka kebijakan fiskal tahun 2007 akan tetap
diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro namun tetap
mendukung momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, tantangan pokok yang dihadapi
kebijakan fiskal dalam tahun 2007 akan banyak berkaitan dengan upaya
untuk terus menurunkan defisit APBN, dan mengurangi tingkat rasio
utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam rangka mencapai
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), seraya mengupayakan
stimulus fiskal dalam batas-batas yang dapat ditopang oleh sumber-
sumber pembiayaan yang tersedia.
Kondisi tersebut mengisyaratkan perlunya strategi kebijakan fiskal tahun
2007 diarahkan pada dua langkah mendasar. Pertama, memadukan secara
sinergi antara langkah-langkah konsolidasi fiskal untuk mewujudkan
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), dengan upaya menstimulasi
perekonomian dengan kualitas pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan pekerjaan, dan penanggulangan kemiskinan. Kedua, dalam hal
pengelolaan utang, mengupayakan penurunan beban utang, pembiayaan
yang efisien, dan menjaga kredibilitas pasar modal. Hal ini akan
diupayakan melalui pengendalian defisit anggaran tahun 2007 menjadi

                                                               sekitar . . .
sekitar 1,1 (satu koma satu) persen. Defisit anggaran tersebut akan
diupayakan melalui berbagai langkah pembaharuan (reformasi) perpajakan
dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk mendorong
peningkatan penerimaan negara, mengendalikan dan meningkatkan
efisiensi belanja negara, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber-
sumber pembiayaan anggaran.
Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan negara, maka kebijakan
perpajakan dalam tahun 2007, selain ditujukan untuk meningkatkan
penerimaan negara juga akan diarahkan untuk memberikan stimulus
secara terbatas guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih
berkualitas. Hal ini akan dilakukan antara lain melalui pemberian
beberapa fasilitas perpajakan di bidang-bidang dan sektor-sektor tertentu
dengan tetap menjaga iklim usaha yang kondusif, namun tetap berpegang
pada prinsip-prinsip dasar pengenaan pajak yang sehat dan kompetitif,
agar tidak mengganggu upaya untuk meningkatkan penerimaan negara.
Berkaitan dengan itu, kebijakan perpajakan dalam tahun 2007 akan tetap
diarahkan untuk melanjutkan reformasi administrasi dan penyempurnaan
kebijakan di bidang pajak, kepabeanan dan cukai. Penerimaan perpajakan
meliputi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Cukai, Bea Masuk,
Pajak/Pungutan Ekspor, dan pajak lainnya sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sementara itu, kebijakan PNBP akan lebih dititikberatkan melalui
peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada masing-masing
Kementerian/Lembaga, antara lain melalui: (i) penyusunan peraturan
perundang-undangan PNBP, serta evaluasi dan penyempurnaan tarif di
bidang PNBP, dan (ii) melakukan verifikasi besaran PNBP dan penegakan
hukum (law enforcement) di bidang PNBP. Di lain pihak, optimalisasi
penerimaan hibah akan dilakukan antara lain melalui monitoring
pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya
untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah
bencana.
Di bidang Belanja Pemerintah Pusat, kebijakan tahun 2007 akan
diarahkan pada langkah-langkah strategis untuk mempertajam prioritas
alokasi anggaran, yaitu antara lain untuk: (i) perbaikan pendapatan
aparatur negara dan pensiunan; (ii) pemenuhan kewajiban pembayaran
bunga utang; (iii) peningkatan kualitas pelayanan dan operasional
pemerintahan serta pemeliharaan aset negara; (iv) investasi pemerintah di
bidang infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional;
(v) pemberian subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan
jasa yang berdampak luas ke masyarakat; (vi) peningkatan anggaran
pendidikan sejalan dengan amanat UUD 1945; serta (vii) kesinambungan
bantuan langsung ke masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan.
                                                             Di bidang . . .
Di bidang belanja ke daerah, dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan
pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab, juga
diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional secara proporsional, demokratis, adil dan transparan, dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Terkait dengan
hal tersebut, kebijakan belanja ke daerah dalam tahun 2007 akan tetap
diarahkan untuk: (i) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan
daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal
imbalance); (ii) mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah
(public service provision gap); (iii) mendukung kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability) dalam kebijakan ekonomi makro (iv) meningkatkan
kapasitas daerah dalam menggali potensi pendapatan asli daerah (PAD);
(v) meningkatkan efisiensi sumber daya nasional; serta (vi) meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas alokasi belanja ke daerah.
Dengan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun Anggaran
2007 diperkirakan masih terdapat defisit anggaran, yang akan dibiayai
dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan luar
negeri. Dalam rangka menutup defisit anggaran tersebut, akan dilakukan
langkah-langkah kebijakan guna memperoleh sumber pembiayaan dengan
biaya rendah dan tingkat risiko yang dapat ditolerir. Langkah-langkah
kebijakan di sisi pembiayaan dalam negeri tersebut akan ditempuh antara
lain dengan: (i) melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara (SUN)
melalui langkah-langkah pembayaran bunga dan pokok obligasi negara
secara tepat waktu, penerbitan SUN dalam mata uang rupiah dan mata
uang asing, penukaran utang (debt switching) serta pembelian kembali
(buyback) obligasi negara; (ii) melanjutkan kebijakan privatisasi yang
pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku di pasar
modal; (iii) memanfaatkan dana eks moratorium untuk membiayai program
rekonstruksi dan rehabilitasi NAD-Nias; (iv) menggunakan sebagian dana
simpanan pemerintah; dan (v) memberikan dukungan dana bagi
percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka kemitraan
Pemerintah-Swasta.
Sementara itu, di sisi pembiayaan luar negeri, langkah-langkah yang
ditempuh antara lain meliputi: (i) mengamankan pinjaman luar negeri yang
telah disepakati dan rencana penyerapan pinjaman luar negeri, baik
pinjaman program maupun pinjaman proyek, dan (ii) pembayaran cicilan
pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo. Dalam rangka membiayai
pembiayaan defisit anggaran, Pemerintah akan mengedepankan prinsip
kemandirian, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang bersumber
dari dalam negeri. Pendanaan dari luar negeri akan dilakukan lebih
selektif dan berhati-hati, dengan mengupayakan beban pinjaman yang
paling ringan melalui penarikan pinjaman dengan tingkat bunga yang
rendah dan tenggang waktu yang panjang, dan tidak mengakibatkan

                                                              adanya . . .
adanya ikatan politik, serta diprioritaskan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang produktif.
APBN diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi untuk memenuhi
hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan; hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan; jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan
mendapat pendidikan yang layak. Di samping itu, keseimbangan
pembangunan termasuk didalamnya penganggaran perlu tetap harus
dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang
telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagai salah satu fokus utama pembangunan nasional, negara
memprioritaskan anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan sekurang-
kurangnya 20 (dua puluh) persen APBN dan APBD untuk pendidikan
nasional. Namun mengingat amanat konstitusi untuk memperhatikan
berbagai bidang lainnya secara keseluruhan, dalam tahun 2007 anggaran
pendidikan diperkirakan masih mencapai sekitar 11,8 (sebelas koma
delapan) persen dari APBN. Perhitungan anggaran pendidikan sebagai
prosentase terhadap APBN tersebut adalah nilai perbandingan (dalam
persen) antara alokasi anggaran pada fungsi pendidikan di dalam belanja
negara (tidak termasuk gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan)
terhadap keseluruhan belanja negara (tidak termasuk keseluruhan gaji).
Definisi anggaran pendidikan yang dipakai dalam tahun 2007 tersebut
tetap konsisten dengan amanat dalam Pasal 31 Ayat (4) Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pasal 49 Ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, pengalokasian anggaran
pendidikan juga harus sejalan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah menetapkan fungsi
pendidikan (beserta anggarannya) dilimpahkan ke Daerah, serta Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mendukung
perbaikan kesejahteraan para pendidik. Dengan demikian, anggaran
pendidikan perlu dilihat sebagai keseluruhan anggaran yang digunakan
untuk penyelenggaraan pendidikan nasional yang mencakup seluruh
program dan aktivitas yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, baik di Pusat maupun di Daerah sesuai dengan amanat Undang
Undang Dasar 1945.
Mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945, pemenuhan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) persen bukan hanya
kewajiban APBN tetapi juga bagi APBD, sehingga ke depan dengan
menggunakan definisi anggaran pendidikan tersebut di atas diharapkan
pemenuhan amanat konstitusi dapat dicapai, baik di APBN maupun APBD.

                                                           Sejalan . . .
     Sejalan dengan upaya pemenuhan anggaran pendidikan, yang juga sangat
     penting untuk disiapkan adalah program-program peningkatan akses dan
     kualitas pendidikan yang akan menjadi panduan nasional agar
     pengalokasian anggaran pendidikan dapat efektif dan nyata.


II   PASAL DEMI PASAL
     Pasal 1
       Cukup jelas.
     Pasal 2
       Cukup jelas.
     Pasal 3
       Ayat (1)
         Cukup jelas.
       Ayat (2)
         Cukup jelas.
       Ayat (3)
         Cukup jelas.
       Ayat (4)
         Penerimaan perpajakan sebesar Rp509.462.000.000.000,00 (lima
         ratus sembilan triliun empat ratus enam puluh dua miliar rupiah)
         terdiri atas:

                                                                         (dalam rupiah)
        a. Pajak dalam negeri                                     494.591.600.000.000,00
           4111 Pajak penghasilan (PPh)                           261.698.300.000.000,00
                 41111 PPh minyak bumi dan gas alam                41.241.700.000.000,00
                        411111 PPh minyak bumi                     16.072.300.000.000,00
                        411112 PPh gas alam                        25.169.400.000.000,00
                 41112 PPh nonmigas                               220.456.600.000.000,00
                        411121 PPh Pasal 21                        34.905.000.000.000,00
                        411122 PPh Pasal 22 non impor               5.546.300.000.000,00
                        411123 PPh Pasal 22 impor                  19.494.900.000.000,00
                        411124 PPh Pasal 23                        24.659.900.000.000,00
                        411125 PPh Pasal 25/29 orang pribadi        2.465.200.000.000,00
                        411126 PPh Pasal 25/29 badan               86.882.700.000.000,00
                        411127 PPh Pasal 26                        13.989.900.000.000,00
                        411128 PPh final dan fiskal luar negeri    32.512.700.000.000,00

                                                                                 4112 Pajak . . .
      4112 Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan
           pajak penjualan atas barang mewah
           (PPN dan PPnBM)                               161.044.200.000.000,00
      4113 Pajak bumi dan bangunan (PBB)                  21.267.000.000.000,00
      4114 Bea perolehan hak atas tanah dan
           bangunan (BPHTB)                                5.389.900.000.000,00
      4115 Pendapatan cukai                               42.034.700.000.000,00
      4116 Pendapatan pajak lainnya                        3.157.500.000.000,00
   b. Pajak perdagangan internasional                     14.870.400.000.000,00
      4121 Pendapatan bea masuk                           14.417.600.000.000,00
      4122 Pendapatan pajak/pungutan ekspor                  452.800.000.000,00


Pasal 4
  Ayat (1)
    Cukup jelas.
  Ayat (2)
    Cukup jelas.
  Ayat (3)
    Bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
    termasuk PT Pertamina (Persero) secara rata-rata dihitung
    berdasarkan 50 persen dari keuntungan bersih BUMN tahun yang lalu
    setelah dikenakan pajak.
  Ayat (4)
    Cukup jelas.
  Ayat (5)
    Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp210.926.957.783.000,00
    (dua ratus sepuluh triliun sembilan ratus dua puluh enam miliar
    sembilan ratus lima puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tiga
    ribu rupiah) terdiri atas:

                                                                (dalam rupiah)
    a. Penerimaan sumber daya alam                       146.256.914.000.000,00
       4211 Pendapatan minyak bumi                       103.903.700.000.000,00
             421111 Pendapatan minyak bumi               103.903.700.000.000,00
       4212 Pendapatan gas alam                           35.989.000.000.000,00
             421211 Pendapatan gas alam                   35.989.000.000.000,00
       4213 Pendapatan pertambangan umum                   3.564.214.000.000,00
             421311 Pendapatan iuran tetap                    59.246.000.000,00
             421312 Pendapatan royalti batubara            3.504.968.000.000,00
       4214 Pendapatan kehutanan                           2.550.000.000.000,00


                                                                 42141 Pendapatan . . .
         42141 Pendapatan dana reboisasi                     1.302.000.000.000,00
         42142 Pendapatan provisi sumber
               daya hutan                                    1.217.000.000.000,00
       42143 Pendapatan iuran hak pengusahaan
               hutan                                           31.000.000.000,00
  4215 Pendapatan perikanan                                   250.000.000.000,00
       421511 Pendapatan perikanan                            250.000.000.000,00
b. Bagian pemerintah atas laba BUMN                         19.100.000.000.000,00
   4221 Bagian pemerintah atas laba BUMN                    19.100.000.000.000,00
c. Penerimaan negara bukan pajak lainnya                    45.570.043.783.000,00
   42311 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan          8.257.489.294.000,00
         423111 Pendapatan penjualan hasil pertanian,
                  kehutanan, dan perkebunan                      2.564.483.000,00
         423112 Pendapatan penjualan hasil peternakan
                  dan perikanan                                  7.287.484.000,00
         423113 Pendapatan penjualan hasil
                  tambang                                    6.111.487.733.000,00
         423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/
                  rampasan dan harta peninggalan             2.128.061.143.000,00
         423115 Pendapatan penjualan obat-obatan dan
                  hasil farmasi lainnya                           206.253.000,00
         423116 Pendapatan penjualan informasi,
                  penerbitan, film, survey, pemetaan, dan
                  hasil cetakan lainnya                          5.081.970.000,00
         423117 Penjualan dokumen-dokumen
                  pelelangan                                      307.912.000,00
         423119 Pendapatan penjualan lainnya                    2.492.316.000,00
   42312 Pendapatan penjualan aset                             26.845.790.000,00
         423121 Pendapatan penjualan rumah, gedung,
                  bangunan, dan tanah                             101.548.000,00
         423122 Pendapatan penjualan kendaraan
                  bermotor                                        622.282.000,00
         423123 Pendapatan penjualan sewa beli                 25.035.073.000,00
         423129 Pendapatan penjualan aset lainnya yang
                  berlebih/rusak/dihapuskan                     1.086.887.000,00
   42313 Pendapatan sewa                                       33.911.252.000,00
         423131 Pendapatan sewa rumah dinas/rumah
                  negeri                                       13.020.709.000,00
         423132 Pendapatan sewa gedung, bangunan, dan
                  gudang                                       18.529.089.000,00
         423133 Pendapatan sewa benda-benda
                  bergerak                                       1.825.172.000,00

                                                              423139      Pendapatan . . .
      423139 Pendapatan sewa benda-benda tak
              bergerak lainnya                             536.282.000,00
42314 Pendapatan jasa I                              9.397.752.526.000,00
      423141 Pendapatan rumah sakit dan instansi
              kesehatan lainnya                      1.930.095.690.000,00
      423142 Pendapatan tempat hiburan/taman/
              museum dan pungutan usaha pariwisata
              alam (PUPA)                              20.669.382.000,00
      423143 Pendapatan surat keterangan, visa,
              paspor, SIM, STNK, dan BPKB            2.354.471.257.000,00
      423144 Pendapatan hak dan perijinan            2.936.949.473.000,00
      423145 Pendapatan sensor/karantina,
              pengawasan/pemeriksaan                   44.788.490.000,00
      423146 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan,
              informasi, pelatihan, teknologi,
              pendapatan BPN, pendapatan DJBC
              (jasa pekerjaan dari cukai)            1.754.794.035.000,00
      423147 Pendapatan jasa Kantor Urusan
              Agama                                    64.972.350.000,00
      423148 Pendapatan jasa bandar udara,
              kepelabuhanan, dan kenavigasian          289.366.224.000,00
      423149 Pendapatan jasa I lainnya                   1.645.625.000,00
42315 Pendapatan jasa II                             2.120.027.217.000,00
      423151 Pendapatan jasa lembaga keuangan
              (jasa giro)                             477.359.738.000,00
      423152 Pendapatan jasa penyelenggaraan
              telekomunikasi                          820.000.000.000,00
      423153 Pendapatan iuran lelang untuk fakir
              miskin                                    5.469.068.000,00
      423155 Pendapatan biaya penagihan pajak-
              pajak negara dengan surat paksa           3.025.600.000,00
      423157 Pendapatan bea lelang                     28.527.961.000,00
      423158 Pendapatan biaya pengurusan piutang
              dan lelang negara                        86.184.011.000,00
      423159 Pendapatan jasa II lainnya               699.460.839.000,00
42316 Pendapatan bukan pajak dari luar negeri         310.155.927.000,00
      423161 Pendapatan dari pemberian surat
              perjalanan Republik Indonesia            28.890.927.000,00
      423162 Pendapatan dari jasa pengurusan
              dokumen konsuler                        281.265.000.000,00
42321 Pendapatan kejaksaan dan peradilan               27.573.415.000,00
      423211 Pendapatan legalisasi tanda tangan         1.057.856.000,00
                                                               423212      Pendapatan . . .
      423212 Pendapatan pengesahan surat di bawah
               tangan                                             250.459.000,00
      423213 Pendapatan uang meja (leges) dan upah
               pada panitera badan pengadilan (peradilan)         615.300.000,00
      423214 Pendapatan hasil denda/tilang dan
               sebagainya                                      15.759.000.000,00
      423215 Pendapatan ongkos perkara                          8.525.600.000,00
      423219 Pendapatan kejaksaan dan peradilan
               lainnya                                           1.365.200.000,00
42331 Pendapatan pendidikan                                  5.597.840.314.000,00
      423311 Pendapatan uang pendidikan                      4.631.979.130.000,00
      423312 Pendapatan uang ujian masuk,
               kenaikan tingkat, dan akhir
               pendidikan                                      27.008.385.000,00
      423313 Uang ujian untuk menjalankan praktik                  15.510.000,00
      423319 Pendapatan pendidikan lainnya                    938.837.289.000,00
42342 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja
      tahun anggaran yang lalu                                   4.098.991.000,00
      423421 Penerimaan kembali belanja pegawai
               pusat                                             2.453.685.000,00
      423422 Penerimaan kembali belanja pensiun                      1.250.000,00
      423423 Penerimaan kembali belanja lainnya
               rupiah murni                                      1.625.035.000,00
      423424 Penerimaan kembali Belanja lain
               Pinjaman LN                                          19.021.000,00
42344 Pendapatan pelunasan piutang                           7.850.929.172.000,00
      423441 Pendapatan pelunasan piutang non-
               bendahara                                     7.850.000.000.000,00
      423442 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas
               kerugian yang diderita oleh negara
               (masuk TP/TGR) bendahara                            929.172.000,00
42347 Pendapatan lain-lain                                  11.943.419.885.000,00
      423471 Penerimaan kembali persekot/uang
               muka gaji                                         2.284.821.000,00
      423472 Penerimaan denda keterlambatan
               penyelesaian pekerjaan pemerintah                 1.960.426.000,00
      423473 Pendapatan kembali/ganti rugi atas
               kerugian                                          1.818.676.000,00
      423475 Pendapatan denda pelanggaran di
               bidang pasar modal                              13.000.000.000,00
      423476 Pendapatan dari Gerakan Nasional
               Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL)          4.200.000.000.000,00
      423479 Pendapatan anggaran lain-lain                   7.724.355.962.000,00
                                                             Pasal 5 . . .
Pasal 5
  Cukup jelas.

Pasal 6
  Cukup jelas.

Pasal 7
  Cukup jelas.

Pasal 8
  Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa
    dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dari suatu kegiatan yang
    target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut
    selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun
    untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama.
    Yang dimaksud dengan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak
    (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang
    direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut
    selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian/lembaga penghasil
    sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
    Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar
    Negeri (PHLN) adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya
    luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi
    years. Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang
    belum disetujui dalam APBN tahun 2007 dan pinjaman yang
    bersumber dari kredit ekspor.
  Ayat (2)
    Cukup jelas.
  Ayat (3)
    Cukup jelas.
  Ayat (4)
    Yang dimaksud dengan dilaporkan Pemerintah kepada DPR sebelum
    dilaksanakan adalah dengan mengirimkan tembusan surat penetapan
    perubahan rincian/pergeseran anggaran dari Departemen Keuangan
    kepada DPR berdasarkan usulan kementerian/lembaga.
                                                                  Yang . . .


    Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN
    Perubahan adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran yang
    dilakukan sebelum APBN Perubahan 2007 diajukan kepada DPR.
    Sedangkan yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam
    laporan keuangan pemerintah pusat adalah melaporkan perubahan
    rincian/pergeseran yang dilakukan sepanjang tahun 2007.


Pasal 9
  Cukup jelas.

Pasal 10
  Ayat (1)
    Cukup jelas.
  Ayat (2)
    Jumlah dana bagi hasil tersebut termasuk:
     1. Pembayaran kekurangan dana bagi hasil tahun 2000 ­ 2005
        sebesar Rp231.428.920.000,00 (dua ratus tiga puluh satu miliar
        empat ratus dua puluh delapan juta sembilan ratus dua puluh
        ribu rupiah) yang terdiri dari:
                                                  (dalam rupiah)
          i. DBH Pajak                             5.057.000.000,00
          ii. DBH SDA                            226.371.920.000,00
          Sumber pembiayaan untuk kekurangan pembayaran dana bagi
          hasil tahun 2000-2005 tersebut berasal dari penggunaan
          Rekening Saldo Anggaran Lebih dan tercatat dalam pembiayaan
          perbankan dalam negeri.


     2. DBH atas pertambangan umum-royalti penerimaan proyeksi
        piutang     negara      hasil    produksi       batubara     sebesar
        Rp3.148.833.530.000,00 (tiga triliun seratus empat puluh delapan
        miliar delapan ratus tiga puluh tiga juta lima ratus tiga puluh ribu
        rupiah).

  Ayat (3)
    Cukup jelas.
                                                            Ayat (4) . . .
Ayat (4)
  Jumlah dana alokasi khusus tersebut termasuk pembayaran
  kekurangan     dana    alokasi  khusus    tahun   2005    sebesar
  Rp1.600.000.000,00 (satu miliar enam ratus juta rupiah). Sumber
  pembiayaan kekurangan pembayaran dana alokasi khusus tahun
  2005 tersebut berasal dari penggunaan Rekening Saldo Anggaran
  Lebih dan tercatat dalam pembiayaan perbankan dalam negeri.
Ayat (5)
  Cukup jelas.
Ayat (6)
  Dana perimbangan sebesar Rp250.342.751.050.000,00 (dua ratus
  lima puluh triliun tiga ratus empat puluh dua miliar tujuh ratus lima
  puluh satu juta lima puluh ribu rupiah), setelah dikurangi
  pembayaran kekurangan DBH dan DAK tahun 2000 sampai dengan
  2005 serta bagian daerah atas proyeksi piutang negara hasil produksi
  batubara, terdiri atas:
                                                        (dalam rupiah)

  1. Dana bagi hasil (DBH)                      65.080.988.600.000,00

     a. DBH Perpajakan                          33.060.197.400.000,00
        i DBH Pajak Penghasilan                  7.474.040.000.000,00
            - Pajak penghasilan Pasal 21         6.981.000.000.000,00
            - Pajak penghasilan Pasal 25/29
              orang pribadi                        493.040.000.000,00
        ii DBH Pajak Bumi dan Bangunan          20.196.257.400.000,00
        iii DBH Bea Perolehan Hak atas
            Tanah dan Bangunan                   5.389.900.000.000,00
     b. DBH Sumber Daya Alam                    32.020.791.200.000,00
        i DBH Minyak Bumi                       15.827.070.000.000,00
        ii DBH Gas Alam                         11.623.150.000.000,00
        iii DBH Pertambangan Umum                2.851.371.200.000,00
            - Iuran Tetap                           47.396.800.000,00
            - Royalti                            2.803.974.400.000,00
        iv DBH Kehutanan                         1.519.200.000.000,00
            - Provisi Sumber Daya Hutan            973.600.000.000,00
            - Iuran Hak Pengusahaan Hutan           24.800.000.000,00
            - Dana Reboisasi                       520.800.000.000,00
        v DBH Perikanan                            200.000.000.000,00
  2. Dana Alokasi Umum (DAU)                   164.787.400.000.000,00
  3. Dana Alokasi Khusus (DAK)                  17.092.500.000.000,00
     a. DAK bidang pendidikan                    5.195.290.000.000,00
     b. DAK bidang kesehatan                     3.381.270.000.000,00
     c. DAK bidang infrastruktur                 5.032.740.000.000,00
        i Jalan                                  3.113.060.000.000,00
           ii Irigasi                                 857.310.000.000,00
           iii Air bersih dan sanitasi              1.062.370.000.000,00

       d. DAK bidang    kelautan dan
                                                                 d. DAK . . .
          perikanan                              1.100.360.000.000,00
       e. DAK bidang    pertanian                1.492.170.000.000,00
       f. DAK bidang    prasarana pemerintahan     539.060.000.000,00
       g. DAK bidang    lingkungan hidup           351.610.000.000,00




Pasal 11
  Ayat (1)
    Cukup jelas.
  Ayat (2)
    Dana otonomi khusus sebesar Rp4.045.748.000.000,00 (empat triliun
    empat puluh lima miliar tujuh ratus empat puluh delapan juta rupiah)
    terdiri atas:
    1. Alokasi Dana Otonomi Khusus kepada Papua untuk pembiayaan
        peningkatan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan ketentuan
        yang digariskan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001
        tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang jumlahnya
        setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU)
        secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002
        sebesar Rp3.295.748.000.000,00 (tiga triliun dua ratus sembilan
        puluh lima miliar tujuh ratus empat puluh delapan juta rupiah);
        dan

    2. Dana tambahan dalam rangka otonomi khusus bagi Provinsi Papua,
        yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan
        infrastruktur, sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 21
        Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Pasal 34
        ayat (3) huruf f sebesar Rp750.000.000.000,00 (tujuh ratus lima
        puluh miliar rupiah).

  Ayat (3)
     Dana penyesuaian sebesar Rp4.406.100.000.000,00 (empat triliun
     empat ratus enam miliar seratus juta rupiah) terdiri dari atas:
     1. Dana penyesuaian sebesar Rp674.446.700.000,00 (enam ratus
        tujuh puluh empat miliar empat ratus empat puluh enam juta
        tujuh ratus ribu rupiah) dialokasikan kepada provinsi yang
        menerima DAU tahun 2007 lebih kecil dari tahun anggaran 2005;
     2. Dana penyesuaian sebesar Rp168.466.800.000,00 (seratus enam
        puluh delapan miliar empat ratus enam puluh enam juta delapan
        ratus ribu rupiah) dialokasikan kepada daerah yang menerima
        DAU tahun 2007 lebih kecil dari tahun anggaran 2006; dan

                                                                 3. Dana . . .
     3. Dana penyesuaian sebesar Rp3.563.186.500.000,00 (tiga triliun
        lima ratus enam puluh tiga miliar seratus delapan puluh enam
        juta lima ratus ribu rupiah) yang dialokasikan kepada daerah
        tertentu untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik
        infrastruktur jalan dan lainnya.


Pasal 12
  Ayat (1)
    Cukup jelas.
  Ayat (2)
    Cukup jelas.
  Ayat (3)
    Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp40.512.876.235.000,00
    (empat puluh triliun lima ratus dua belas miliar delapan ratus tujuh
    puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah) terdiri atas:
    1. Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp55.068.296.235.000,00 (lima
       puluh lima triliun enam puluh delapan miliar dua ratus sembilan
       puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah) terdiri atas:

                                                         (dalam rupiah)
        a. Perbankan dalam negeri                  12.962.028.920.000,00
        b. Non-perbankan dalam negeri              42.106.267.315.000,00
              i Privatisasi (neto)                  2.000.000.000.000,00
                - Penerimaan privatisasi            3.300.000.000.000,00
                - Penyertaan modal negara          -1.300.000.000.000,00
             ii Penjualan aset program
                restrukturisasi perbankan           1.500.000.000.000,00
           iii Surat utang negara (neto)           40.606.267.315.000,00
            iv Dukungan infrastruktur              -2.000.000.000.000,00
       Pembiayaan perbankan dalam negeri berasal dari rekening
       Pemerintah di Bank Indonesia sebesar Rp12.962.028.920.000,00
       (dua belas triliun sembilan ratus enam puluh dua miliar dua puluh
       delapan juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah) termasuk
       penggunaan SAL sebesar Rp233.028.920.000,00 (dua ratus tiga
       puluh tiga miliar dua puluh delapan juta sembilan ratus dua puluh
       ribu rupiah) untuk membiayai kekurangan pembayaran DBH dan
       DAK dari berbagai daerah tahun 2000 sampai dengan tahun 2005.
       Privatisasi neto merupakan selisih antara penerimaan privatisasi
       dengan penyertaan modal negara.


                                                                  Pelaksanaan . . .
       Pelaksanaan privatisasi dan penyertaan modal negara diatur lebih
       lanjut oleh Pemerintah.
       SUN neto merupakan selisih antara penerbitan dengan pembayaran
       pokok dan pembelian kembali.
       Jumlah rupiah penerbitan, pembayaran pokok, dan pembelian
       kembali surat utang negara diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
       Untuk mendukung pembangunan kelistrikan di Indonesia,
       Pemerintah akan memberikan surat jaminan pada pembiayaan
       Proyek Pembangunan Listrik menggunakan pembangkit batubara
       sebesar 10.000 MW dengan memperhitungkan resiko finansial yang
       mungkin terjadi.
    2. Pembiayaan       Luar      Negeri    neto      sebesar       negatif
       Rp14.555.420.000.000,00 (empat belas triliun lima ratus lima
       puluh lima miliar empat ratus dua puluh juta rupiah) terdiri atas:
                                                               (dalam rupiah)
        a. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto)        40.274.580.000.000,00
           ­ Pinjaman program                            16.275.000.000.000,00
           ­ Pinjaman proyek                             23.999.580.000.000,00
        b. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri   -54.830.000.000.000,00


Pasal 13
  Cukup jelas.

Pasal 14
  Cukup jelas.

Pasal 15
  Cukup jelas.

Pasal 16
  Cukup jelas.

Pasal 17
  Ayat (1)
    Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi
    Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca,
     Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang
     dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
     lainnya.


                                                           Ayat (2) . . .
   Ayat (2)
     Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan adalah
     Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam
     Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
     Akuntansi Pemerintahan.
   Ayat (3)
     Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang
     sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan
     Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa oleh BPK dan telah
     memuat    koreksi/penyesuaian   (audited   financial  statements)
     sebagaimana diuraikan pada Penjelasan Umum Undang-undang
     Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
     Tanggung Jawab Keuangan Negara.


Pasal 18
   Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4662


Silahkan download versi PDF nya sbb:
anggaran_pendapatan_belanja_negara_tahun_anggaran_18.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK