Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2006
  • » Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (UU 16 thn 2006)

2006

Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (UU 16 thn 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan :
                 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                        NOMOR 16 TAHUN 2006

                                TENTANG

    SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN


               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :   a. bahwa penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan
                 kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum
                 merupakan hak asasi warga negara Republik Indonesia;

              b. bahwa pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan
                 yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untuk
                 memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku
                 industri; memperluas lapangan kerja dan lapangan
                 berusaha; meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya
                 petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan,
                 pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar
                 kawasan hutan; mengentaskan masyarakat dari kemiskinan
                 khususnya di perdesaan; meningkatkan pendapatan
                 nasional; serta menjaga kelestarian lingkungan;

              c. bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian,
                 perikanan, dan kehutanan, diperlukan sumber daya
                 manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan
                 manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga
                 pelaku pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan
                 mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir
                 yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam
                 melestarikan hutan dan lingkungan hidup sejalan dengan
                 prinsip pembangunan berkelanjutan;

              d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana dimaksud dalam
                 huruf a, huruf b, dan huruf c, pemerintah berkewajiban
                 menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian,
                 perikanan, dan kehutanan;


                                                              e. bahwa . . .
                                  -2-

              e. bahwa pengaturan penyuluhan pertanian, perikanan, dan
                 kehutanan dewasa ini masih tersebar dalam berbagai
                 peraturan perundang-undangan sehingga belum dapat
                 memberikan dasar hukum yang kuat dan lengkap bagi
                 penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan, dan
                 kehutanan;

              f. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, huruf c,
                 huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang
                 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
                 Kehutanan;


Mengingat :   Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, dan Pasal 33 Undang-Undang
              Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


                       Dengan Persetujuan Bersama

          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                   dan
                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                             MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG    UNDANG    TENTANG    SISTEM          PENYULUHAN
             PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

                                  BAB I

                           KETENTUAN UMUM

                                  Pasal 1

              Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

              1.   Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan
                   yang selanjutnya disebut sistem penyuluhan adalah
                   seluruh    rangkaian     pengembangan       kemampuan,
                   pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan
                   pelaku usaha melalui penyuluhan.

                                                        2. Penyuluhan . . .
                     -3-

2.   Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang
     selanjutnya   disebut    penyuluhan    adalah     proses
     pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
     mereka      mau     dan    mampu      menolong       dan
     mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi
     pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya,
     sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi
     usaha,    pendapatan,   dan   kesejahteraannya,     serta
     meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
     lingkungan hidup.
3.   Pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura,
     perkebunan, dan peternakan yang selanjutnya disebut
     pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha
     hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa
     penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam
     agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan
     bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen
     untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi
     kesejahteraan masyarakat.
4.   Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
     dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
     dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai dari
     praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
     pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis
     perikanan.
5.   Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
     sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan
     perairan.
6.   Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut
     paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
     diselenggarakan secara terpadu dan berkelanjutan.
7.   Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk
     dan/atau    ditetapkan    oleh    pemerintah     untuk
     dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
8.   Pelaku utama kegiatan pertanian, perikanan, dan
     kehutanan yang selanjutnya disebut pelaku utama adalah
     masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani,
     pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah
     ikan, beserta keluarga intinya.

                                            9. Masyarakat . . .
                    -4-

9.   Masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan adalah
     penduduk yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan
     hutan yang memiliki kesatuan komunitas sosial dengan
     kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan
     dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem
     hutan.
10. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta
    keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di
    bidang pertanian, wanatani, minatani, agropasture,
    penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar
    hutan, yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri,
    pemasaran, dan jasa penunjang.
11. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia atau
    korporasi yang melakukan usaha perkebunan.
12. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau
    korporasi yang melakukan usaha peternakan.
13. Nelayan adalah perorangan warga negara Indonesia atau
    korporasi yang mata pencahariannya atau kegiatan
    usahanya melakukan penangkapan ikan.
14. Pembudi daya ikan adalah perorangan warga negara
    Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha
    pembudidayaan ikan.
15. Pengolah ikan adalah perorangan warga negara Indonesia
    atau korporasi yang melakukan usaha pengolahan ikan.
16. Pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia
    atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia
    yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan
    kehutanan.
17. Kelembagaan petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi
    daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di
    sekitar   kawasan     hutan    adalah   lembaga    yang
    ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk pelaku
    utama.
18. Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh
    kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya,
    yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan
    warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan
    penyuluhan.
                                             19. Penyuluh . . .
                    -5-

19. Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut
    penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi
    tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh
    oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi
    lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk
    melakukan kegiatan penyuluhan.
20. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia
    usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi
    dalam bidang penyuluhan.
21. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil
    dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang
    dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi
    penyuluh.
22. Materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang akan
    disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan
    pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi
    informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi,
    hukum, dan kelestarian lingkungan.
23. Programa    penyuluhan    pertanian,   perikanan,  dan
    kehutanan yang selanjutnya disebut programa penyuluhan
    adalah rencana tertulis yang disusun secara sistematis
    untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat
    pengendali pencapaian tujuan penyuluhan.
24. Rekomendasi adalah pemberian persetujuan terhadap
    teknologi yang akan digunakan sebagai materi penyuluhan.
25. Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah
    dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi
    menyelenggarakan penyuluhan.
26. Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
    yang selanjutnya disebut Komisi Penyuluhan adalah
    kelembagaan independen yang dibentuk pada tingkat
    pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang terdiri atas para
    pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian dan
    kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan
    perdesaan.
27. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
    pertanian, menteri yang bertanggung jawab di bidang
    perikanan, atau menteri yang bertanggung jawab di bidang
    kehutanan.

                                           28. Pemerintah . . .
                    -6-

28. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
    Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
    pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
    dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945.
29. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota,
    dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
    pemerintahan daerah.
30. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
    disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
    memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
    mengatur    dan   mengurus   kepentingan    masyarakat
    setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
    setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
    Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


                    BAB II

         ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI

                   Pasal 2

Penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat,
kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja
sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan,
pemerataan, dan bertanggung gugat.

                   Pasal 3

Tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan
sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial, yaitu:

a. memperkuat pengembangan pertanian, perikanan, serta
   kehutanan yang maju dan modern dalam sistem
   pembangunan yang berkelanjutan;

b. memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam
   peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha
   yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan
   potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan
   pendampingan serta fasilitasi;

                                           c. memberikan . . .
                      -7-

c. memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya
   penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi,
   partisipatif, terbuka,  berswadaya,        bermitra    sejajar,
   kesetaraan gender, berwawasan luas ke depan, berwawasan
   lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin
   terlaksananya pembangunan pertanian, perikanan, dan
   kehutanan;

d. memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum
   bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan
   pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam
   melaksanakan penyuluhan; dan

e. mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan
   sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan
   pertanian, perikanan, dan kehutanan.


                     Pasal 4

Fungsi sistem penyuluhan meliputi:

a. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku
   usaha;

b. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku
   usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya
   lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

c. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan
   kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha;

d. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam
   menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi
   ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan
   tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;

e. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta
   merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku
   utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;

f. menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha
   terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan

                                            g. melembagakan . . .
                     -8-

g. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian,
   perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi
   pelaku utama secara berkelanjutan.


                   BAB III
             SASARAN PENYULUHAN

                     Pasal 5

(1)   Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan
      meliputi sasaran utama dan sasaran antara.

(2)   Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan
      pelaku usaha.

(3)   Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan
      lainnya yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati
      pertanian, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda
      dan tokoh masyarakat.


                   BAB IV
           KEBIJAKAN DAN STRATEGI

                     Pasal 6

(1)   Kebijakan penyuluhan ditetapkan oleh Pemerintah dan
      pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan
      memperhatikan asas dan tujuan sistem penyuluhan.

(2)   Dalam menetapkan kebijakan penyuluhan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah
      daerah memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

      a. penyuluhan dilaksanakan secara terintegrasi dengan
         subsistem pembangunan pertanian, perikanan, dan
         kehutanan; dan

      b. penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh
         pelaku utama dan/atau warga masyarakat lainnya
         sebagai mitra Pemerintah dan pemerintah daerah, baik
         secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang
         dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada
         tiap-tiap tingkat administrasi pemerintahan.

                                           (3) Ketentuan . . .
                      -9-



(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan penyuluhan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
      dengan     peraturan    menteri,   gubernur,      atau
      bupati/walikota.

                      Pasal 7

(1)   Strategi penyuluhan disusun dan ditetapkan oleh
      Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
      kewenangannya yang meliputi metode pendidikan orang
      dewasa; penyuluhan sebagai gerakan masyarakat;
      penumbuhkembangan         dinamika    organisasi     dan
      kepemimpinan; keadilan dan kesetaraan gender; dan
      peningkatan kapasitas pelaku utama yang profesional.

(2)   Dalam menyusun strategi penyuluhan, Pemerintah dan
      pemerintah daerah memperhatikan kebijakan penyuluhan
      yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 6, dengan melibatkan pemangku
      kepentingan di bidang pertanian, perikanan, dan
      kehutanan.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai strategi penyuluhan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
      dengan     peraturan   menteri,    gubernur,      atau
      bupati/walikota.



                    BAB V
                KELEMBAGAAN

                 Bagian Kesatu
            Kelembagaan Penyuluhan

                     Pasal 8

(1)   Kelembagaan penyuluhan terdiri atas:
      a. kelembagaan penyuluhan pemerintah;
      b. kelembagaan penyuluhan swasta; dan
      c. kelembagaan penyuluhan swadaya.

                                             (2) Kelembagaan . . .
                     - 10 -

(2)   Kelembagaan   penyuluhan       pemerintah    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf a:
      a. pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani
         penyuluhan;
      b. pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi
         Penyuluhan;
      c. pada tingkat kabupaten/kota         berbentuk   badan
         pelaksana penyuluhan; dan
      d. pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.

(3)   Kelembagaan penyuluhan swasta sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf b dapat dibentuk oleh pelaku usaha
      dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama serta
      pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan
      setempat.

(4)   Kelembagaan penyuluhan swadaya sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf c dapat dibentuk atas dasar
      kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha.

(5)   Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan
      berbentuk pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat
      nonstruktural.



                     Pasal 9

(1)   Badan penyuluhan pada tingkat pusat sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a mempunyai
      tugas:

      a. menyusun kebijakan nasional, programa penyuluhan
         nasional, standardisasi dan akreditasi tenaga penyuluh,
         sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan;

      b. menyelenggarakan     pengembangan     penyuluhan,
         pangkalan data, pelayanan, dan jaringan informasi
         penyuluhan;



                                           c. melaksanakan . . .
                     - 11 -

      c. melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan,
         pemantauan dan evaluasi, serta alokasi dan distribusi
         sumber daya penyuluhan;

      d. melaksanakan kerja sama penyuluhan          nasional,
         regional, dan internasional; dan

      e. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS,
         swadaya, dan swasta.

(2)   Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertanggung jawab
      kepada menteri.

(3)   Untuk melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
      dan optimalisasi kinerja penyuluhan pada tingkat pusat,
      diperlukan wadah koordinasi penyuluhan nasional
      nonstruktural yang pembentukannya diatur lebih lanjut
      dengan peraturan presiden.


                    Pasal 10

(1)   Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan,
      menteri dibantu oleh Komisi Penyuluhan Nasional.

(2)   Komisi   Penyuluhan    Nasional     mempunyai tugas
      memberikan masukan kepada menteri sebagai bahan
      penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Penyuluhan
      Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diatur dengan peraturan menteri.


                    Pasal 11

(1)   Badan Koordinasi Penyuluhan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b mempunyai tugas;

      a. melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas
         sektor, optimalisasi partisipasi, advokasi masyarakat
         dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi
         terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan;

                                             b. menyusun . . .
                     - 12 -

      b. menyusun kebijakan dan programa penyuluhan
         provinsi yang sejalan dengan kebijakan dan programa
         penyuluhan nasional;

      c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum
         masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk
         mengembangkan usahanya dan memberikan umpan
         balik kepada pemerintah daerah; dan

      d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS,
         swadaya, dan swasta.

(2)   Badan Koordinasi Penyuluhan      pada   tingkat    provinsi
      diketuai oleh gubernur.

(3)   Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan
      pada tingkat provinsi dibentuk sekretariat, yang dipimpin
      oleh seorang pejabat setingkat eselon IIa, yang
      pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan
      gubernur.

                    Pasal 12

(1)   Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan
      provinsi, gubernur dibantu oleh Komisi Penyuluhan
      Provinsi.

(2)   Komisi Penyuluhan Provinsi bertugas memberikan
      masukan kepada gubernur sebagai bahan penyusunan
      kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Penyuluhan
      Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diatur dengan peraturan gubernur.

                    Pasal 13

(1)   Badan pelaksana penyuluhan sebagaimana            dimaksud
      dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c bertugas:

      a. menyusun kebijakan dan programa penyuluhan
         kabupaten/kota yang sejalan dengan kebijakan dan
         programa penyuluhan provinsi dan nasional;

                                          b. melaksanakan . . .
                     - 13 -

      b. melaksanakan    penyuluhan     dan   mengembangkan
         mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan;

      c. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan,
         dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama
         dan pelaku usaha;

      d. melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama,
         kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan,
         sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan;

      e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan
         dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku
         usaha; dan

      f. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS,
         swadaya, dan swasta melalui proses pembelajaran
         secara berkelanjutan.

(2)   Badan     pelaksana    penyuluhan      pada      tingkat
      kabupaten/kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II
      dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota, yang
      pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan
      bupati/walikota.



                    Pasal 14

(1)   Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan
      kabupaten/kota, bupati/walikota dibantu oleh Komisi
      Penyuluhan Kabupaten/Kota.

(2)   Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota mempunyai tugas
      memberikan masukan kepada bupati/walikota sebagai
      bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan
      kabupaten/kota.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Penyuluhan
      Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
      (2) diatur dengan peraturan bupati/walikota.



                                                 Pasal 15 . . .
                     - 14 -

                     Pasal 15

(1)   Balai Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
      ayat (2) huruf d mempunyai tugas:

      a. menyusun    programa penyuluhan pada  tingkat
         kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan
         kabupaten/kota;

      b. melaksanakan    penyuluhan    berdasarkan    programa
         penyuluhan;

      c. menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi,
         sarana produksi, pembiayaan, dan pasar;

      d. memfasilitasi   pengembangan     kelembagaan       dan
         kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha;

      e. memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS,
         penyuluh swadaya, dan penyuluh swasta melalui proses
         pembelajaran secara berkelanjutan; dan

      f. melaksanakan     proses     pembelajaran   melalui
         percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi
         pelaku utama dan pelaku usaha.

(2)   Balai Penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan
      para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha.

(3)   Balai Penyuluhan bertanggung jawab kepada badan
      pelaksana      penyuluhan   kabupaten/kota     yang
      pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan
      bupati/walikota.

                     Pasal 16

(1)   Pos penyuluhan desa/kelurahan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 8 ayat (5) merupakan unit kerja nonstruktural
      yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif oleh pelaku
      utama.

(2)   Pos penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan para
      penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha untuk:

                                              a. menyusun . . .
                     - 15 -

     a. menyusun programa penyuluhan;
     b. melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan;
     c. menginventarisasi      permasalahan      dan      upaya
        pemecahannya;
     d. melaksanakan     proses     pembelajaran   melalui
        percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi
        pelaku utama dan pelaku usaha;
     e. menumbuhkembangkan                   kepemimpinan,
        kewirausahaan, serta kelembagaan pelaku utama dan
        pelaku usaha;
     f. melaksanakan kegiatan rembug, pertemuan teknis,
        temu lapang, dan metode penyuluhan lain bagi pelaku
        utama dan pelaku usaha;
     g. memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan,
        serta pelatihan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
        dan
     h. memfasilitasi forum penyuluhan perdesaan.


                    Pasal 17

Kelembagaan   penyuluhan   swasta   dan/atau    swadaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan
huruf c mempunyai tugas:

a.   menyusun perencanaan penyuluhan          yang   terintegrasi
     dengan programa penyuluhan;

b.   melaksanakan pertemuan dengan penyuluh dan pelaku
     utama sesuai dengan kebutuhan;

c.   membentuk forum, jaringan, dan kelembagaan pelaku
     utama dan pelaku usaha;

d.   melaksanakan kegiatan rembug, pertemuan teknis,
     lokakarya lapangan, serta temu lapang pelaku utama dan
     pelaku usaha;

e.   menjalin kemitraan usaha dengan berbagai pihak dengan
     dasar saling menguntungkan;

                                  f. menumbuhkembangkan . . .
                     - 16 -

f.    menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan,
      serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha;

g.    menyampaikan informasi dan teknologi usaha kepada
      sesama pelaku utama dan pelaku usaha;

h.    mengelola lembaga pendidikan dan pelatihan pertanian,
      perikanan, dan kehutanan serta perdesaan swadaya bagi
      pelaku utama dan pelaku usaha;

i.    melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan
      dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama
      dan pelaku usaha;

j.    melaksanakan kajian mandiri untuk pemecahan masalah
      dan pengembangan model usaha, pemberian umpan balik,
      dan kajian teknologi; dan

k.    melakukan pemantauan pelaksanaan penyuluhan yang
      difasilitasi oleh pelaku utama dan pelaku usaha.


                    Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penyuluhan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
diatur dengan peraturan presiden.


                 Bagian Kedua
           Kelembagaan Pelaku Utama

                    Pasal 19

(1)   Kelembagaan pelaku utama beranggotakan petani,
      pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah
      ikan, serta masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang
      dibentuk oleh pelaku utama, baik formal maupun
      nonformal.

(2)   Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mempunyai fungsi sebagai wadah proses pembelajaran,
      wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana
      produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran,
      serta unit jasa penunjang.

                                          (3) Kelembagaan . . .
                     - 17 -

(3)   Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau
      korporasi.

(4)   Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      difasilitasi dan diberdayakan oleh Pemerintah dan/atau
      pemerintah daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi
      organisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu
      mencapai tujuan yang diharapkan para anggotanya.



                   BAB VI
              TENAGA PENYULUH

                    Pasal 20

(1)   Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh
      swasta, dan/atau penyuluh swadaya.

(2)   Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan
      dengan kebutuhan dan formasi yang tersedia berdasarkan
      peraturan perundang-undangan.

(3)   Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya
      bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku
      utama dan pelaku usaha.


                    Pasal 21

(1)   Pemerintah   dan pemerintah daerah meningkatkan
      kompetensi   penyuluh PNS melalui pendidikan dan
      pelatihan.

(2)   Pemerintah   dan   pemerintah daerah   memfasilitasi
      pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh
      swasta dan penyuluh swadaya.

      Peningkatan kompetensi penyuluh sebagaimana dimaksud
(3)
      pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada standar,
      akreditasi, serta pola pendidikan dan pelatihan penyuluh
      yang diatur dengan peraturan menteri.

                                                 Pasal 22 . . .
                     - 18 -

                      Pasal 22

(1)   Penyuluh PNS merupakan pejabat fungsional yang diatur
      berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(2)   Alih tugas penyuluh PNS hanya dapat dilakukan apabila
      diganti dengan penyuluh PNS yang baru sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan.


                   BAB VII
              PENYELENGGARAAN

                  Bagian Kesatu
              Programa Penyuluhan


                    Pasal 23

(1)   Programa penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan
      arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan
      penyelenggaraan penyuluhan.

(2)   Programa penyuluhan terdiri atas programa penyuluhan
      desa/kelurahan atau unit kerja lapangan, programa
      penyuluhan     kecamatan,     programa    penyuluhan
      kabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi, dan
      programa penyuluhan nasional.

(3)   Programa penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) disusun dengan memperhatikan keterpaduan dan
      kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan.

(4)   Programa penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (3) disahkan oleh Kepala Balai Penyuluhan, Kepala Badan
      Pelaksana Penyuluhan Kabupaten/Kota, Ketua Badan
      Koordinasi Penyuluhan Provinsi, atau Kepala Badan
      Penyuluhan     sesuai   dengan     tingkat  administrasi
      pemerintahan.

(5)   Programa   penyuluhan desa/kelurahan       sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (2) diketahui          oleh kepala
      desa/kelurahan.


                                                 Pasal 24 . . .
                     - 19 -

                      Pasal 24

(1)   Programa penyuluhan disusun setiap tahun yang memuat
      rencana    penyuluhan     tahun    berikutnya  dengan
      memperhatikan siklus anggaran masing-masing tingkatan
      mencakup pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya
      sebagai dasar pelaksanaan penyuluhan.

(2)   Programa penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) harus terukur, realistis, bermanfaat, dan dapat
      dilaksanakan serta dilakukan secara partisipatif, terpadu,
      transparan, demokratis, dan bertanggung gugat.


                     Pasal 25

Ketentuan   mengenai    pedoman     penyusunan         programa
penyuluhan diatur dengan peraturan menteri.


                 Bagian Kedua
           Mekanisme Kerja dan Metode


                     Pasal 26

(1)   Penyuluh menyusun dan melaksanakan rencana kerja
      tahunan berdasarkan programa penyuluhan.

(2)   Penyuluhan dilaksanakan dengan berpedoman pada
      programa penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      23, Pasal 24, dan Pasal 25.

(3)   Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
      partisipatif melalui mekanisme kerja dan metode yang
      disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama
      dan pelaku usaha.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme kerja dan
      metode penyuluhan ditetapkan dengan peraturan menteri,
      gubernur, atau bupati/walikota.



                                              Bagian Ketiga . . .
                     - 20 -

                 Bagian Ketiga
               Materi Penyuluhan

                    Pasal 27

(1)   Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan
      kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan
      memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumber daya
      pertanian, perikanan, dan kehutanan.

(2)   Materi penyuluhan sebagaimana dimaksud      pada ayat (1)
      berisi unsur pengembangan sumber daya       manusia dan
      peningkatan modal sosial serta unsur ilmu   pengetahuan,
      teknologi, informasi, ekonomi, manajemen,    hukum, dan
      pelestarian lingkungan.

                    Pasal 28

(1)   Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang
      akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha
      harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah,
      kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan
      tradisional.

(2)   Lembaga    pemerintah    pemberi     rekomendasi    wajib
      mengeluarkan    rekomendasi     segera   setelah   proses
      pengujian dan administrasi selesai.

(3)   Teknologi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan oleh Menteri.

(4)   Ketentuan mengenai pemberian rekomendasi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai
      dengan peraturan perundang-undangan.

                Bagian Keempat
           Peran Serta dan Kerja Sama

                    Pasal 29

Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan
mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam
pelaksanaan penyuluhan.

                                                   Pasal 30 . . .
                     - 21 -

                     Pasal 30

      Kerja      sama     penyuluhan      dapat dilakukan
(1)
      antarkelembagaan penyuluhan, baik secara vertikal,
      horisontal, maupun lintas sektoral.

      Kerja sama penyuluhan antara kelembagaan penyuluhan
(2)
      nasional, regional, dan/atau internasional dapat dilakukan
      setelah mendapat persetujuan dari menteri.

      Penyuluh   swasta    dan   penyuluh    swadaya    dalam
(3)
      melaksanakan penyuluhan kepada pelaku utama dan
      pelaku usaha dapat berkoordinasi dengan penyuluh PNS.




                   BAB VIII
            SARANA DAN PRASARANA


                     Pasal 31

(1)   Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan
      dan kinerja penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana
      yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan
      dengan efektif dan efisien.

      Pemerintah, pemerintah daerah, kelembagaan penyuluhan
(2)
      swasta,   dan    kelembagaan     penyuluhan    swadaya
      menyediakan    sarana   dan    prasarana    penyuluhan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

      Penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya
(3)
      dapat memanfaatkan sarana dan prasarana sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2).

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan sarana dan
      prasarana diatur dengan peraturan menteri, gubernur,
      atau bupati/walikota.



                                                   BAB IX . . .
                     - 22 -



                     BAB IX
                  PEMBIAYAAN


                     Pasal 32

      Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan
(1)
      efisien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai
      untuk memenuhi biaya penyuluhan.

(2)   Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui
      APBN, APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik
      secara sektoral maupun lintas sektoral, maupun sumber-
      sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

(3)   Pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan
      jabatan fungsional dan profesi, biaya operasional penyuluh
      PNS, serta sarana dan prasarana bersumber dari APBN,
      sedangkan pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan di
      provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa bersumber
      dari APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan
      programa penyuluhan.

(4)   Jumlah tunjangan jabatan fungsional dan profesi penyuluh
      PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada
      jenjang jabatan sesuai dengan peraturan perundang-
      undangan.

(5)   Dalam hal penyuluhan yang diselenggarakan oleh
      penyuluh swasta dan penyuluh swadaya, pembiayaannya
      dapat dibantu oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.



                     Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan penyuluhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.




                                                    BAB X . . .
                     - 23 -

                   BAB X
         PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

                    Pasal 34

(1)   Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan
      terhadap penyuluhan yang diselenggarakan, baik oleh
      pemerintah daerah maupun swasta atau swadaya.

(2)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan terhadap kelembagaan, ketenagaan,
      penyelenggaraan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan
      penyuluhan.

(3)   Untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan
      terhadap kinerja penyuluh, pemerintah memfasilitasi
      terbentuknya organisasi profesi dan kode etik penyuluh.

(4)   Setiap penyuluh yang menjadi anggota organisasi profesi
      tunduk terhadap kode etik penyuluh.

(5)   Organisasi profesi penyuluh berkewajiban melakukan
      pembinaan dan pengawasan, termasuk memberikan
      pertimbangan terhadap anggotanya yang melakukan
      pelanggaran kode etik.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
      pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dengan peraturan pemerintah.


                   BAB XI
              KETENTUAN SANKSI

                    Pasal 35

(1)   Setiap penyuluh PNS yang melakukan penyuluhan dengan
      materi    teknologi tertentu   yang    belum   mendapat
      rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
      (1) dikenakan sanksi administratif berdasarkan peraturan
      perundang-undangan      bidang     kepegawaian   dengan
      memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi dan
      kode etik penyuluh.

                                                 (2) Setiap . . .
                     - 24 -

(2)   Setiap pejabat pemberi rekomendasi yang tidak mematuhi
      ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2)
      dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berdasarkan
      peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian.

(3)   Setiap penyuluh swasta yang melakukan penyuluhan
      dengan materi teknologi tertentu yang belum mendapat
      rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
      (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
      sertifikat sebagai penyuluh dengan memperhatikan
      pertimbangan dari organisasi profesi dan kode etik
      penyuluh.

(4)   Setiap penyuluh swadaya yang melakukan penyuluhan
      dengan materi teknologi tertentu yang belum mendapat
      rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
      (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
      sertifikat sebagai penyuluh swadaya, kecuali materi
      teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.


                    Pasal 36

Setiap orang dan/atau kelembagaan penyuluhan yang
melakukan penyuluhan dengan sengaja atau karena
kelalaiannya   menimbulkan    kerugian  sosial  ekonomi,
lingkungan hidup, dan/atau kesehatan masyarakat dipidana
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.




                  BAB XII
            KETENTUAN PERALIHAN


                    Pasal 37

(1)   Penyelenggaraan penyuluhan yang telah dilaksanakan
      sebelum Undang-Undang ini dan tidak bertentangan
      dengan Undang-Undang ini tetap dapat dilaksanakan.


                                          (2) Pelaksanaan . . .
                    - 25 -

(2)   Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diberi waktu penyesuaian paling lama 1 (satu)
      tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini.



                    Pasal 38

Kelembagaan penyelenggara penyuluhan pada tingkat pusat,
yang telah ada saat Undang-Undang ini diundangkan harus
sudah disesuaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun.




                  BAB XIII
             KETENTUAN PENUTUP


                    Pasal 39

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan di bidang penyuluhan dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.



                    Pasal 40

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.



                    Pasal 41

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



                                                    Agar . . .
                                       - 26 -



                  Agar    setiap  orang    mengetahuinya,   memerintahkan
                  pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
                  dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                           Disahkan di Jakarta,
                                           pada tanggal 15 Nopember 2006

                                           PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                         ttd

                                           DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


  Diundangkan di Jakarta
  pada tanggal 15 Nopember 2006

  MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
          REPUBLIK INDONESIA,

                        ttd

               HAMID AWALUDIN


      LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 92


      Salinan sesuai dengan aslinya,
       SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
    Bidang Perekonomian dan Industri,




    M. SAPTA MURTI, SH., MA, MKn
                              PENJELASAN
                                  ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 16 TAHUN 2006

                               TENTANG

    SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN



I. UMUM

     Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan
  antara lain mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
  kehidupan bangsa.
     Indonesia sebagai negara agraris dan bahari memiliki hutan tropis
  terbesar ketiga di dunia dengan keragaman hayati yang sangat tinggi. Hal
  itu merupakan modal dasar yang sangat penting dalam meningkatkan
  perekonomian nasional karena telah terbukti dan teruji bahwa pada saat
  krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998, bidang pertanian,
  perikanan, dan kehutanan mampu memberikan kontribusi yang signifikan
  pada produk domestik bruto nasional. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
  wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia sumber daya
  alam hayati, tanah yang subur, iklim yang sesuai sehingga bidang
  pertanian, perikanan, dan kehutanan dapat menjadi tulang punggung
  perekonomian nasional.
     Petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan,
  dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan merupakan bagian
  dari masyarakat Indonesia sehingga perlu ditingkatkan kesejahteraan dan
  kecerdasannya. Salah satu upaya peningkatan tersebut dilaksanakan
  melalui kegiatan penyuluhan.
     Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan proses
  pembelajaran bagi pelaku utama agar mereka mau dan mampu menolong
  dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
  teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk
  meningkatkan    produktivitas,  efisiensi  usaha,   pendapatan,    dan
  kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
  lingkungan hidup.


                                                               Untuk . . .
                                 -2-

   Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang berkembang
pada abad 21 dengan isu globalisasi, desentralisasi, demokratisasi, dan
pembangunan berkelanjutan, diperlukan sumber daya manusia yang andal
untuk mewujudkan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang tangguh,
produktif, efisien, dan berdaya saing sehingga dapat menyejahterakan
seluruh rakyat Indonesia.
   Untuk menjawab perubahan lingkungan strategis diperlukan upaya
revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan. Revitalisasi tersebut akan
berhasil jika didukung antara lain oleh adanya sistem penyuluhan
pertanian, perikanan, dan kehutanan.
   Sistem penyuluhan selama ini belum didukung oleh peraturan
perundang-undangan yang kuat dan lengkap sehingga kurang memberikan
jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku utama, pelaku usaha,
dan penyuluh. Kondisi tersebut menimbulkan perbedaan pemahaman dan
pelaksanaan di kalangan masyarakat. Di samping itu, adanya perubahan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan penyuluhan yang demikian
cepat telah melemahkan semangat dan kinerja para penyuluh sehingga
dapat menggoyahkan ketahanan pangan dan menghambat pengembangan
perekonomian nasional.
  Undang-undang yang ada selama ini masih bersifat parsial dan belum
mengatur sistem penyuluhan secara jelas, tegas, dan lengkap. Hal tersebut
dapat dilihat dalam undang-undang sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
   Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
   Alam Hayati dan Ekosistemnya;
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
   Tanaman;
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
   dan Tumbuhan;
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
   Hidup;
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
   Tanaman;
                                                    9. Undang-Undang . . .
                                -3-

   9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional
      Penelitian dan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
      Teknologi;
 10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
 11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
 12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
     Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang ini mengatur sistem
  penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan secara holistik dan
  komprehensif dalam suatu pengaturan yang terpadu, serasi antara
  penyuluhan yang diselenggarakan oleh kelembagaan penyuluhan
  pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta, dan kelembagaan
  penyuluhan swadaya kepada pelaku utama dan pelaku usaha.

II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
     Cukup jelas.

  Pasal 2
     Yang dimaksud dengan ``penyuluhan berasaskan demokrasi" yaitu
     penyuluhan yang diselenggarakan dengan saling menghormati pendapat
     antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan pelaku utama serta pelaku
     usaha lainnya.
     Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan manfaat" yaitu
     penyuluhan yang harus memberikan nilai manfaat bagi peningkatan
     pengetahuan,   keterampilan   dan   perubahan  perilaku   untuk
     meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan pelaku
     utama dan pelaku usaha.
     Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan kesetaraan" yaitu
     hubungan antara penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha yang harus
     merupakan mitra sejajar.
     Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan keterpaduan" yaitu
     penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan secara terpadu antar
     kepentingan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
     Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan keseimbangan" yaitu
     setiap    penyelenggaraan    penyuluhan   harus    memperhatikan
     keseimbangan antara kebijakan, inovasi teknologi dengan kearifan
     masyarakat    setempat,   pengarusutamaan  gender,  keseimbangan
     pemanfaatan sumber daya dan kelestarian lingkungan, dan
     keseimbangan antar kawasan yang maju dengan kawasan yang relatif
     masih tertinggal.

                                                               Yang . . .
                            -4-

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan keterbukaan" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka antara penyuluh
dan pelaku utama serta pelaku usaha.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan kerjasama" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan harus diselenggarakan secara sinergis
dalam kegiatan pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan
serta sektor lain yang merupakan tujuan bersama antara pemerintah
dan masyarakat.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan partisipatif" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan yang melibatkan secara aktif pelaku utama
dan pelaku usaha dan penyuluh sejak perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan kemitraan" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
saling menghargai, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan
saling membutuhkan antara pelaku utama dan pelaku usaha yang
difasilitasi oleh penyuluh.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan keberlanjutan" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan dengan upaya secara terus menerus dan
berkesinambungan agar pengetahuan, keterampilan, serta perilaku
pelaku utama    dan pelaku usaha semakin baik dan sesuai dengan
perkembangan sehingga dapat terwujud kemandirian.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan berkeadilan" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan yang memosisikan pelaku utama dan
pelaku usaha berhak mendapatkan pelayanan secara proporsional
sesuai dengan kemampuan, kondisi, serta kebutuhan pelaku utama
dan pelaku usaha.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan pemerataan" yaitu
penyelenggaraan penyuluhan harus dapat dilaksanakan secara merata
bagi seluruh wilayah Republik Indonesia dan segenap lapisan pelaku
utama dan pelaku usaha.

Yang dimaksud dengan "penyuluhan berasaskan bertanggung gugat"
yaitu bahwa evaluasi kinerja penyuluhan dikerjakan dengan
membandingkan pelaksanaan yang telah dilakukan dengan perencanaan
yang telah dibuat dengan sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional,
dan kegiatannya dapat dijadualkan.

                                                         Pasal 3 . . .
                              -5-

Pasal 3
   Yang dimaksud dengan "pengembangan sumber daya manusia" antara
   lain peningkatan semangat, wawasan, kecerdasan, keterampilan, serta
   ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membentuk kepribadian yang
   mandiri.

  Yang dimaksud dengan "peningkatan modal sosial" antara lain
  pembentukan kelompok, gabungan kelompok/asosiasi, manajemen,
  kepemimpinan, akses modal, dan akses informasi.

  Huruf a
     Cukup jelas.

  Huruf b
    Cukup jelas.

  Huruf c
    Yang    dimaksud      dengan    "terdesentralisasi"  yaitu bahwa
    penyelenggaraan penyuluhan merupakan urusan rumah tangga desa
    atau unit kerja lapangan, kabupaten/kota, dan provinsi.

     Yang dimaksud dengan "partisipatif" yaitu bahwa penyelenggaraan
     penyuluhan melibatkan pelaku utama mulai dari perencanaan,
     pelaksanaan, sampai dengan evaluasi.

     Yang dimaksud dengan "keterbukaan" yaitu bahwa penyelenggaraan
     penyuluhan dilakukan dengan prinsip transparansi sehingga dapat
     diketahui oleh semua unsur yang terlibat.

     Yang dimaksud dengan "keswadayaan" yaitu bahwa penyelenggaraan
     penyuluhan dilakukan dengan mengutamakan kemampuan pelaku
     penyuluhan sendiri.

     Yang    dimaksud    dengan    "kemitrasejajaran"  yaitu    bahwa
     penyelenggaraan penyuluhan dilakukan berdasarkan atas kesetaraan
     kedudukan antara penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha.

     Yang dimaksud dengan "bertanggung gugat" yaitu bahwa evaluasi
     kinerja penyuluhan dikerjakan dengan membandingkan pelaksanaan
     yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat dengan
     sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat
     dijadwalkan.


                                                           Huruf d . . .
                               -6-

     Huruf d
       Cukup jelas.

     Huruf e
       Cukup jelas.


Pasal 4
   Cukup jelas.


Pasal 5
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

  Ayat (2)
    Sasaran utama penyuluhan pertanian meliputi petani, pekebun,
    peternak, baik individu maupun kelompok, dan pelaku usaha lainnya.

     Sasaran utama penyuluhan perikanan meliputi nelayan, pembudi daya
     ikan, pengolah ikan, baik individu maupun kelompok yang melakukan
     kegiatan perikanan.

     Sasaran utama penyuluhan kehutanan meliputi masyarakat di dalam
     dan di sekitar kawasan hutan, kelompok, atau individu masyarakat
     pengelola komoditas yang dihasilkan dari kawasan hutan.

  Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan "generasi muda dan tokoh masyarakat", yaitu
    generasi muda dan tokoh masyarakat dengan memperhatikan keadilan
    dan kesetaraan gender.


Pasal 6
   Cukup jelas.


Pasal 7
   Cukup jelas.


Pasal 8
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

                                                           Ayat (2) . . .
                                 -7-

  Ayat (2)
    Kelembagaan penyuluhan pada tingkat pusat adalah badan yang
    menangani penyuluhan      pada setiap Departemen/Kementrian yang
    bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

     Pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan yang
     bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

     Pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan
     yang bertanggung jawab kepada bupati/walikota.

     Pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan Pertanian,
     Perikanan dan Kehutanan yang bertanggung jawab kepada badan
     pelaksana penyuluhan Kabupaten/Kota.

  Ayat (3)
    Cukup jelas.

  Ayat (4)
    Cukup jelas.

  Ayat (5)
     Pos penyuluhan di perdesaan merupakan wadah penyuluh pegawai
     negeri sipil, penyuluh swasta dan swadaya serta pelaku utama dan
     pelaku usaha di perdesaan sebagai tempat berdiskusi, merencanakan,
     melaksanakan, dan memantau kegiatan penyuluhan.


Pasal 9
   Cukup jelas.


Pasal 10
   Ayat (1)
      Yang dimaksud dengan "Komisi Penyuluhan Nasional" yaitu
      kelembagaan independen sebagai mitra kerja menteri dalam memberikan
      rekomendasi yang berkaitan dengan penyuluhan. Keanggotaan Komisi
      Penyuluhan Nasional terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang
      mempunyai keahlian dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau
      pembangunan perdesaan.

  Ayat (2)
    Cukup jelas.

                                                             Ayat (3) . . .
                                   -8-

    Ayat (3)
      Cukup jelas.

Pasal 11
   Ayat (1)
      Pada tingkat provinsi dibentuk Badan Koordinasi Penyuluhan karena
      sebagian besar kegiatan penyuluhan berada di kabupaten/kota,
      sedangkan di provinsi badan itu lebih banyak bersifat koordinatif.

  Ayat (2)
    Cukup jelas.

  Ayat (3)
    Cukup jelas.


Pasal 12
   Komisi Penyuluhan Provinsi merupakan kelembagaan independen yang
   dibentuk oleh gubernur yang terdiri atas para pakar dan atau praktisi yang
   mempunyai keahlian dan kepedulian di bidang penyuluhan atau
   pembangunan perdesaan.


Pasal 13
   Cukup jelas.


Pasal 14
   Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota merupakan kelembagaan independen
   yang dibentuk oleh bupati/walikota yang terdiri atas para pakar dan/atau
   praktisi yang mempunyai keahlian dan kepedulian di bidang penyuluhan
   atau pembangunan perdesaan.


Pasal 15
   Cukup jelas.


Pasal 16
   Cukup jelas.


Pasal 17
   Cukup jelas.


                                                               Pasal 18 . . .
                                  -9-

Pasal 18
   Cukup jelas


Pasal 19
   Ayat (1)
      Kelembagaan pelaku utama dibentuk secara partisipatif sesuai dengan
      kesepakatan di antara petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi
      daya ikan, pengolah ikan, serta masyarakat di dalam dan di sekitar
      hutan.


Pasal 20
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

  Ayat (2)
    Ketentuan pengangkatan penyuluh pegawai negeri sipil harus mendapat
    prioritas oleh Pemerintah dan pemerintah daerah untuk mencukupi
    kebutuhan tenaga penyuluh pegawai negeri sipil.

  Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan "bersifat mandiri" yaitu tenaga penyuluh bekerja
    atas kehendak diri sendiri atau atas biaya lembaga/pelaku usaha.


Pasal 21
   Cukup jelas.


Pasal 22
   Ayat (1)
      Penyuluh pegawai negeri sipil memperoleh kesetaraan persyaratan,
      jenjang jabatan, tunjangan jabatan fungsional, tunjangan profesi, dan
      usia pensiun.

  Ayat (2)
    Cukup jelas.


Pasal 23
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

                                                                Ayat (2) . . .
                                - 10 -

  Ayat (2)
    Programa penyuluhan desa atau unit kerja lapangan disusun oleh
    pelaku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh.

  Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan "keterpaduan" yaitu bahwa programa
    penyuluhan disusun dengan memperhatikan programa penyuluhan
    tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, tingkat provinsi, dan tingkat
    nasional, dengan berdasarkan kebutuhan pelaku utama dan pelaku
    usaha.

     Yang dimaksud dengan "kesinergian" yaitu bahwa hubungan antara
     programa penyuluhan pada tiap tingkatan mempunyai hubungan yang
     bersifat saling mendukung.

     Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar semua programa selaras dan tidak
     bertentangan antara programa dalam berbagai tingkatan.

  Ayat (4)
    Cukup jelas.

  Ayat (5)
    Cukup jelas.


Pasal 24
   Cukup jelas.


Pasal 25
   Cukup jelas.


Pasal 26
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

  Ayat (2)
    Cukup jelas.

  Ayat (3)
    Cukup jelas.


                                                             Ayat (4) . . .
                                  - 11 -

  Ayat (4)
    Yang dimaksud "metode penyuluhan" antara lain seminar, workshop,
    lokakarya, magang, studi banding, temu lapang, temu teknologi,
    sarasehan.


Pasal 27
   Cukup jelas.


Pasal 28
   Ayat (1)
      Yang dimaksud dengan "teknologi" dapat berupa produk atau proses.
      Yang dimaksud dengan "produk" antara lain bibit, benih, alat dan mesin,
      bahan, pestisida, dan obat hewan/ikan. Yang dimaksud dengan "proses"
      yaitu paket teknologi, misalnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT).

     Yang dimaksud dengan "teknologi tertentu" yaitu teknologi yang
     diperkirakan dapat merusak lingkungan hidup, mengganggu kesehatan
     dan ketentraman batin masyarakat, dan menimbulkan kerugian ekonomi
     bagi pelaku utama, pelaku usaha, dan masyarakat. Misalnya: teknologi
     rekayasa genetik, teknologi perbenihan dan teknologi pengendalian hama
     penyakit.

     Yang dimaksud dengan "teknologi yang bersumber dari pengetahuan
     tradisional" yaitu produk atau proses yang ditemukan oleh masyarakat
     dan/atau telah dimanfaatkan secara meluas sesuai dengan adat
     kebiasaan secara turun-temurun.

  Ayat (2)
    Yang dimaksud "lembaga pemerintah pemberi rekomendasi" adalah
    menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya.

  Ayat (3)
    Cukup jelas.

  Ayat (4)
    Cukup jelas.


Pasal 29
      Cukup jelas.


                                                                Pasal 30 . . .
                                  - 12 -

Pasal 30
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

  Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan "bekerja sama" yaitu kerja sama yang dimulai
    dari penyusunan Frencana, pelaksanaan sampai dengan pemantauan
    penyelenggaraan penyuluhan.

  Ayat (3)
    Cukup jelas.


Pasal 31
   Ayat (1)
      Cukup jelas.

  Ayat (2)
    Cukup jelas.

  Ayat (3)
    Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar para penyuluh baik penyuluh
    pegawai negeri sipil, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya dapat
    saling memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki.

  Ayat (4)
    Cukup jelas.


Pasal 32
   Cukup jelas.


Pasal 33
   Pengaturan mengenai pembiayaan penyuluhan antara lain standar minimal
   biaya operasional, sumber pembiayaan, serta alokasi dan distribusi biaya.

  Standar minimal biaya operasional meliputi:
  a. perjalanan tetap;
  b. biaya perlengkapan (jas hujan, sepatu lapangan, dan pakaian kerja, soil
     test kit);
  c. biaya percontohan dan demonstrasiplot (demplot);
  d. biaya penyusunan materi penyuluhan;
  e. biaya penyusunan rencana kerja.

                                                               Pasal 34 . . .
                           - 13 -

Pasal 34
    Cukup jelas.

Pasal 35
    Cukup jelas.

Pasal 36
    Cukup jelas.

Pasal 37
    Cukup jelas.

Pasal 38
    Cukup jelas.

Pasal 39
    Cukup jelas.

Pasal 40
    Cukup jelas.

Pasal 41
    Cukup jelas.



   TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4660


Silahkan download versi PDF nya sbb:
sistem_penyuluhan_pertanian,_perikanan,_kehutanan_16.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Definisi sistem penyuluhan kehutanan menurut uu 16 2006. Penjelasan uu.16 tahun 2006.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.