Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 1951
  • » Undang-Undang Perubahan "rechtenordonnantie" (staatsblad 1882 No. 240 Jo. Staatsblad 1931 No. 47) (UU 14 thn 1951)

1951

Undang-Undang Perubahan "rechtenordonnantie" (staatsblad 1882 No. 240 Jo. Staatsblad 1931 No. 47) (UU 14 thn 1951)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1951 Tentang Perubahan "rechtenordonnantie" (staatsblad 1882 No. 240 Jo. Staatsblad 1931 No. 47) :

                                 UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
                                             NOMOR 2 TAHUN 1951
                                                  TENTANG
                           PERUBAHAN "RECHTENORDONNANTIE" (STAATSBLAD 1882 NO. 240
                                         JO. STAATSBLAD 1931 NO. 47)

                                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                 Menimbang :      a. bahwa ternyata sangat meninjau kembali untuk mengubah
                                     "Rechtenor donnantie" dalam jangka pendek;
                                  b. bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak, perubahan
                                     tersebut di atas itu perlu segera diadakan;


                 Mengingat :      pasal 96 dan pasal 117 Undang-undang Dasar Sementara




                                  Republik Indonesia;
    



                                             Memutuskan :
    



                 Menetapkan :     UNDANG-UNDANG       DARURAT   TENTANG                      PERUBAHAN
                                  "RECHTENORDONNANTIE" (STAATSBLAD 1882                    No. 240 JO
                                  STAATSBLAD 1931 No. 471).

                                                             Pasal I.

                 Naskah yang lengkap dan baru dari Ordonansi 1 Oktober 1882 (Staatsblad No.
                 240) sebagai semula telah diubah dan ditambah, terakhir dengan ordonansi
                 tanggal 21 Pebruari 1948 (Staatsblad No. 43), yang dilampirkan pada Ordonansi
                 tanggal 26 Nopember 1931 (Staatsblad No. 471), diubah dan ditambah lagi
                 sebagai berikut :




                                                                        A.

                 Ayat kedua pasal 2a dibaca sebagai berikut :

                 "Memuatkan barang-barang untuk diangkut melalui lautan di tempat-tempat,
                 dimana syarat-syarat untuk muat tidak dapat dipenuhi, hanya diperbolehkan
                 dengan perjanjian, bahwa kapal, dengan mana pengangkutan akan dilakukan,
                 segera ditempat terdekat, dimana syarat-syarat dapat dipenuhi, meneguhkan
                 kewajiban-kewajiban, bagaikan dimuat ditempat itu".

                 Pada pasal tersebut ditambahkan ayat baru yang bunyinya :

                 "Menteri Keuangan dapat mengizinkan, dengan perjanjian-perjanjian yang
                 ditetapkan olehnya, untuk memenuhi syarat-syarat termasuk dalam ayat kedua,
                 bukan di tempat yang terdekat, tetapi di tempat lain yang akan ditunjuk
                 olehnya, dimana syarat-syarat itu dapat dipenuhi".

                                                                        B.

                 Ayat kedua pasal 3 dibaca sebagai berikut :


                 "Dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan dari Ordonansi ini dan




                 reglemen-reglemen yang terlampir padanya tentang pengangkutan ke dan dari
  



                 pelabuhan, maka Menteri Keuangan dengan permufakatan Menteri Dalam
     


                 Negeri, berhak untuk menunjuk jalan-jalan daratan atau melalui perairan atau




                 daerah-daerah, dimana terlarang barang-barang yang ditetapkan olehnya, jika




                 tidak dilindungi dengan dokumen dari pegawai-pegawai Bea dan Cukai yang
        



                 ditunjuk olehnya atau dari Jawatan-jawatan lain, diangkut dan/atau disimpan
                 dalam sebuah bangunan atau dipekarangannya".

                                                                        C.

                 Dalam pasal 6 diantara "Padang" dan "Makasar" disisipkan "Banjarmasin,
                 Pontianak".

                                                                        D.

                 Dalam ayat keempat pasal 9 kata-kata "vijf gulden" harus dibaca "lima belas
                 rupiah" dan dalam ayat kedelapan kata-kata "een gulden" dan "tien gulden"
                 masing-masing harus dibaca "lima rupiah" dan "lima puluh rupiah".




                                                                        E.

                 Pasal 16 dibaca sebagai berikut :

                 "Semua surat-surat, diperbuat berkenaan dengan ordonansi ini atau reglemen-
                 reglemen yang terlampir padanya, bebas dari meterai"

                                                                           F.

                 Dalam pasal 20, ayat terakhir, kata-kata "hoofd van gewestelijk bestuur"
                 diganti dengan "Kepala Daerah Jawatan Bea dan Cukai".

                                                                          G.

                 Pasal 29 dibaca sebagai berikut :
                 "Menteri Keuangan, untuk menghindarkan penuntutan hakim bagi perkara-
                 perkara, yang dalam ordonansi ini ditetapkan dapat dihukum, selama tidak
                 dianggap sebagai kejahatan, dapat berdamai atau menyuruh berdamai.
                 Dalam hal kelalaian yang salah, (schuldig verzium) kekuasaan yang sama,
                 ditempat-tempat, di mana berlaku reglemen A, dipegang oleh Kepala-kepala
                 Kantor, dan di tempat-tempat di mana reglemen itu tidak berlaku, oleh Kepala



                 Daerah Jawatan Bea dan Cukai".
    



                                                              Pasal II.




                 Reglemen A, terlampir pada "Rechtenordonnantie" tersebut dalam pasal




                 terdahulu, diubah dan ditambah lagi sebagai berikut
            



                                                                          A.

                 Dalam pasal 4, ayat terakhir dibatalkan.

                                                                          B.

                 dalam ayat ketiga pasal 17 dibelakang kata "Palembang" dibubuhkan kata-kata
                 "dan Pontianak".

                                                             Pasal III.

                 Dalam Reglemen B, terlampir pada "Rechtenordonnantie" tersebut, ayat kedua
                 pasal 9 harus dibaca sebagai berikut :



                 "Surat pemberitahuan berisi :

                 tempat tujuan, jenis, banyaknya (dengan huruf), merek-merek dan nomor-
                 nomor colli, beserta jenis barang-barang menurut kebiasaan dalam
                 perdagangan dan untuk barang-barang yang dikenakan bea-keluar, banyaknya :

                           a.   jika harga guna menghitung bea-keluar ditetapkan oleh Menteri
                                Keuangan atau oleh Pembesar yang ditunjuk olehnya, menurut
                                ukuran dalam prijscourant atau daftar harga-harga, termasuk
                                dalam keputusan yang bersangkutan.

                           b.   jika bea-keluar harus dihitung dari harga ketika pengeluaran,
                                menurut kebiasaan dalam perdagangan

                           c.   jika bea-keluar dihitung lain dari pada harga, menurut ukuran
                                yang ditentukan untuk menghitung bea itu.

                                                            Pasal IV.

                 Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari sesudah diundangkan.an



                 Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan




                 Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara
   



                 Republik Indonesia.




                                                                     Ditetapkan di Jakarta
          



                                                                     pada tanggal 13 Januari 1951
                                                                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                                     SOEKARNO

                                                                     MENTERI KEUANGAN,

                                                                     SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA.

                 Diundangkan
                 pada tanggal 15 Januari 1951
                 MENTERI KEHAKIMAN,

                 WONGSONEGORO



                                                       PENJELASAN

                                                     ATAS
                           UNDANG-UNDANG DARURAT NO 2 TAHUN 1951 TENTANG PERUBAHAN
                                 "RECHTENORDONNANTIE" (STAATSBLAD 1882 No. 240
                                          JO STAATSBLAD 1931 No. 471).


                 UMUM

                           Perubahan pasal 2a OR (Rechten Ordonnantie) sebagai termuat dalam
                           pasal I-A, dianggap sangat penting untuk mencapai hasil yang effektief
                           dalam usaha pembrantasan perdagangan gelap. Susunan kata (redaksi)
                           dari pasal yang pertama disebut, yang berlaku sejak tahun 1936, antara
                           lain merintangi kemungkinan pemeriksaan terhadap pemuatan-pemuatan
                           dari tempat-tempat, di mana tiada ditempatkan douane. Tidaklah
                           perahu yang berasal dari tempat-tempat semacam itu jika ditahan di
                           tengah lautan, nakhodanya selalu dapat menyatakan, bahwa syarat-
                           syarat untuk muat akan dipenuhinya di seberang kantor pabean, menurut
                           kehendak hatinya, walaupun kantor demikian letaknya tidak dalam
                           jalannya kapal itu. Kesempatan ini yang terbuka bagi penyelundup-
                           penyelundup untuk menutupi maksud-maksud sebenarnya pada waktu



                           ditahan dalam daerah pabean, haruslah dihentikan dalam jangka




                           pendek, hal mana dapat diselenggarakan dengan menghidupkan kembali





                           peraturan-peraturan yang berlaku sebelum tanggal 1 Pebruari 1937,
        


                           berdasarkan peraturan mana syarat-syarat harus dengan segera

                           dipenuhinya ditempat terdekat, di mana ada kantor pabean.


                           Karena dua sebab, maka redaksi pasal 2a OR yang sekarang, pada waktu
       



                           itu (lihat Ordonansi dalam S 1936 No. 702) dianggap penting.
                           Selaku akibat dari peninjauan kembali Zeehaven- en Scheepvaart-regiem
                           (S 1936 No. 699) maka pemasukan dan pengeluaran langsung dari-dan
                           keluar negeri dalam tahun 1937 dilakukan di beberapa pelabuhan-
                           pelabuhan yang tertentu (yang disebut "pelabuhan-pelabuhan-laut
                           (zeehavens), sedangkan pelayaran pantai (yaitu pengangkutan barang-
                           barang dengan kapal-kapal-laut (zeeschepen) yang dimuatkan dan/atau
                           penumpang yang naik, disesuatu pelabuhan-laut atau tempat-pantai
                           (kustplaats) ke pelabuhan-laut dan/atau tempat-pantai lain, di mana
                           barang-barang itu dibongkar dan/atau penumpang-penumpang itu turun,
                           dengan tidak memandang perjalanan yang dilaluinya) pada umumnya
                           hanya dapat dilakukan oleh kapal-kapal yang berlayar di bawah bendera
                           sendiri.

                           Karena tempat yang terdekat, di mana syarat-syarat pabean seharusnya
                           dipenuhi, tidak selamanya suatu pelabuhan-laut, maka hal ini berarti,
                           bahwa sesudahnya syarat-syarat dipenuhi di sesuatu tempat-pantai harus
                           pula diangkut ke pelabuhan-laut - jadi dengan melakukan pelayaran

                           pantai - agar dari sana dapat diangkut ke luar negeri; maka pada waktu
                           itu dirasa tidak benar untuk lebih mempertahankan teks pasal 2a OR
                           yang lama, tetapi haruslah diberikan kelonggaran untuk memenuhi
                           syarat-syarat pabean di setiap tempat, di mana ada ditempatkan kantor
                           pabean.

                           Kesukaran-kesukaran yang diduga tadi sebenarnya mempunyai arti lebih
                           jauh dalam teori dari dalam prakteknya, karena banyaklah jumlah
                           pelabuhan-pelabuhan-laut dan tempat-tempat-pantai, dari mana,
                           bersandarkan pada kelonggaran (dispensasi) luar biasa, dapat dilakukan
                           perdagangan luar negeri (lihat pasal 1, Scheepvaartverordening 1936,
                           Stbl. No. 703 dan pasal I Couvt. Besluit tertanggal 28 Desember 1936 No.
                           4 S No. 704).

                           Alasan lain untuk memilih redaksi pasal 2a OR yang sekarang, pada
                           waktu itu didapat, karena kewajiban untuk singgah di tempat yang
                           terdekat, di mana ada ditempatkan kantor pabean, oleh maskapai-
                           maskapai perkapalan yang besar sangatlah sukar dipenuhinya berkenaan
                           dengan waktu yang hilang karenanya. Tetapi dalam tahun 1936 tidak
                           perlu memusatkan pikiran akan penyelundupan, hal mana pada waktu ini



                           selalu meminta perhatian. Kini dirasa sebagai kekurangan yang sangat




                           berarti, bahwa kewajiban yang dulu, sebagai dimaksudkan di atas,





                           ditiadakan.
         
                           Tetapi agar pelayaran yang benar jujur di mana perlu dapat tertolong,


                           maka dalam pasal I-A dari Rencana dimuatkan bubuhan satu ayat baru
       



                           pada pasal 2a OR, yang memberikan kekuasaan pada Menteri Keuangan
                           di mana perlu untuk menyimpang dari apa yang diwajibkan sebagai
                           tertera dalam redaksi baru.

                           Untuk pemberantasan perdagangan gelap dari bagian daratan, ayat
                           kedua pasal 3 OR adalah merupakan dasar yang terpenting bagi
                           menciptakan tindakan-tindakan untuk membrantasnya. Berdasarkan
                           pasal ini, maka dapatlah ditetapkan apa yang disebut daerah-daerah
                           terlarang, di dalam daerah-daerah mana baik pengangkutan maupun
                           penumpukan dari apa yang disebut barang-barang expor-penting tidak
                           diperbolehkan, dengan ancaman akan didenda dan dirampas, jika tidak
                           ada surat naung.

                           Penunjukan daerah demikian, di mana termasuk jalan-jalan daratan dan
                           jalan-jalan di atas perairan dan pula daerah-daerah perbatasan, yang
                           berhubung dengan letaknya sangat baik bagi melakukan perdagangan
                           gelap, menurut bunyi kata-kata peraturan sekarang, harus dilakukan
                           oleh residen. Cara semacam ini, yang terlahir pada suatu saat, ketika

                           kejahatan penyelundupan tidak dirasa penting, sukarlah disesuaikan
                           dengan keadaan pada masa sekarang ini.

                           Sering-sering pemberantasan perdagangan gelap itu menjadi
                           kewajibannya pemerintah pusat, yang, karena tersangkutnya
                           kepentingan-kepentingan Negara yang besar dan bersifat umum,
                           langsung menyinggung kepentingannya. Berhubung dengan ini teranglah
                           bahwa peraturan tersebut di atas sepatutnya tidak lagi berada di tangan
                           residen, akan tetapi di tangan Menteri Keuangan. Tetapi agar supaya
                           penunjukan tersebut di atas dilakukan dengan mengingatkan akan
                           kepentingan-kepentingannya se-propinsi atau se-tempat, maka tindakan-
                           tindakan yang dalam hal itu dianggap perlu diambil oleh Menteri
                           tersebut, selalu hendaknya diperbincangkan dengan Menteri Dalam
                           Negeri. Pasal I-B dari Rencana dimaksudkan untuk memenuhi sesuatu.

                           Usul dalam pasal I-C dari Rencana, untuk merubah pasal 6 dari
                           "Rechtenordonnantie" bertujuan untuk menyesuaikan cara memungut
                           dan menjamin bea-bea-masuk dan ke luar di Pontianak dan Banjarmasin
                           dengan cara yang ditetapkan dalam Reglemen A, yang terlampir pada
                           ordonnansi ini.




                           Reglemen A ini berlaku yaitu hanya untuk pelabuhan-pelabuhan besar





                           seperti Tanjung Priok, Cirebon, Semarang, Surabaya, Belawan,
        


                           Palembang, Padang, Makassar, dan Manado sedangkan reglemen B untuk

                           pelabuhan-pelabuhan lainnya dan dari sebab itu, juga untuk Pontianak


                           dan Banjarmasin.
       



                           Menetapkan reglemen A untuk pelabuhan-pelabuhan penting dan
                           reglemen B untuk pelabuhan-pelabuhan lainnya pada waktu menyusun
                           peraturan- peraturan douane, adalah karena mereka yang berdagang di
                           pelabuhan-pelabuhan besar dipandang dapat, dan di pelabuhan-
                           pelabuhan kecil tidak dapat menyanggupi untuk memberikan semua
                           keterangan-keterangan kepada douane, yang sangat diperlukan bagi
                           memungut bea-bea.

                           Baik di pelabuhan-pelabuhan besar maupun di pelabuhan-pelabuhan
                           kecil, pedagang diharuskan memberitahukan barang-barang yang akan
                           dimasukkan atau dikeluarkan. Di pelabuhan-pelabuhan besar
                           pemberitahuan itu harus berisi semua keterangan-keterangan, yang
                           perlu diketahui douane untuk memungut bea-bea; di pelabuhan-
                           pelabuhan kecil dalam pemberitahuan-pemberitahuan dapat dinyatakan
                           keterangan-keterangan secara globaal sahaja. Douane di sana mendapat
                           keterangan-keterangan yang diperlukan untuk memungut bea-bea itu
                           dengan memeriksanya barang-barang itu sendiri.

                           Mewajibkan menyatakan semua keterangan-keterangan yang dibutuhkan
                           douane dalam pemberitahuan-pemberitahuan, seperti terjadi di kantor-
                           kantor-A, membatasi kewajiban-kewajiban pegawai-pegawai hingga
                           memeriksa barang-barang saja, dengan lain kata : hingga
                           memperbandingkan barang-barang yang diberitahukan untuk dimasukkan
                           atau dikeluarkan itu dengan pemberitahuannya.

                           Kecuali jika ada sesuatu sebab untuk melakukan pemeriksaan suatu
                           partai yang diberitahukan itu dengan seluruhnya, maka di kantor-A
                           pemeriksaan itu dapat dilakukan hanya terhadap sebahagian dari barang-
                           barang yang diberitahukan.

                           Cara bekerja demikian melancarkan jalannya pemeriksaan barang-barang
                           di halaman-halaman pelabuhan dan mempunyai faedahnya karena dapat
                           diselenggarakan oleh sejumlah kecil pegawai-pegawai; tidaklah demikian
                           halnya jika dalam pemberitahuan tidak dinyatakan semua keterangan-
                           keterangan yang diperlukan.
                           Seperti telah diterangkan di atas, selaku akibat dari pemberitahuan



                           secara globaal, maka di kantor-kantor-B, pegawai-pegawai yang




                           diwajibkan mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan agar





                           dapat memungut bea-bea dengan tepat. Pemeriksaan barang-barang
        


                           secara lengkap ini, berarti menetapkan jenis, jumlah dan harga dari

                           pelbagai jenis barang-barang, dengan sendirinya menghambat jalannya


                           barang-barang di pelabuhan dan berkenaan dengan pemungutan bea-
       



                           bea, melimpahkan pelbagai kewajiban-kewajiban kepada pegawai-
                           pegawai kantor-kantor-B itu, kewajiban-kewajiban mana memerlukan
                           ketelitian yang seksama dan karenanya mengambil tempo yang banyak.

                           Penetapan yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerugian-kerugian
                           besar bagi kas Negara.

                           Di kantor-A, di mana kaum dagang sendiri harus memberikan semua
                           keterangan yang dibutuhkan untuk pemungutan bea-bea, maka
                           menghitung bea pada asasnya dilakukan berdasarkan pemberitahuan itu.
                           Tetapi jika douane tidak setuju dengan jenis dan harga barang-barang
                           yang diberitahukan dan dalam hal itu tidak mendapat kata sepakat
                           dengan importur-importur, maka keputusan diminta dari suatu panitya
                           pertimbangan pertimbangan (pasal 39 reglemen A). Panitia ini, yang
                           terdiri dari Kepala Kantor di tempat selaku ketua dan sejumlah
                           anggauta-anggauta yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, mengambil
                           putusan dengan tiga anggauta, di mana selalu termasuk ketua itu.
                           Anggauta-anggauta biasa, yang separoh diangkat oleh Balai Perdagangan

                           dan Kerajinan (Kamer van Koophandel en Nijverheid) setempat dan
                           separoh lagi oleh Dewan Justisi (Raad van Justitie) atau, jika di tempat
                           itu tiada ada Balai Perdagangan dan Kerajinan, yang semuanya diangkat
                           oleh Dewan Justisi, pada umumnya adalah pedagang-pedagang
                           partikelir.

                           Berkenaan dengan berlakunya reglemen A dengan sendirinya tentu
                           diadakan pula pelbagai pengukuhan (sancties) terhadap pelanggaran
                           peraturan mengenai pemberitahuan, yang barulah tidak dapat dianggap
                           kurang patut atau luar biasa keras, jika perniagaan pada umumnya
                           sanggup memenuhi peraturan itu.

                           Agar untuk suatu pelabuhan dapat berlaku reglemen A, maka perlulah
                           bahwa perniagaan di tempat itu telah cukup mempunyai kecerdasan
                           sedemikian rupa, hingga dapat dituntut pemberitahuan lengkap tentang
                           barang-barang yang akan dimasukkan dan dikeluarkan dan selanjutnya di
                           tempat itu bisa didapatkan cukup orang-orang, kepada siapa sepenuhnya
                           dapat dipercayakan dan diserahi menyelesaikan perselisihan antara
                           douane dan pedagang.


                           Sebelum perang, perniagaan di Pontianak dan Banjarmasin dianggap




                           belum cukup cerdas untuk dimintakan pemberitahuan yang lengkap.

        


                           Kini terbukti, bahwa perniagaan di kedua pelabuhan tersebut telah

                           berkembang sekian rupa, hingga dapat dianggap bahwa di tempat-


                           tempat ini dapat diperbuat pemberitahuan-pemberitahuan yang lengkap,
       



                           seperti yang diminta di kantor-kantor-A, sedangkan kongsi-kongsi
                           perniagaan yang ternama disana cukup ada, hingga dapat dibentuk suatu
                           panitya pertimbangan.

                           Maka dari itu baiklah kedua pelabuhan tersebut dinaikkan derajatnya
                           hingga    kantor-kantor-A,    untuk  hal mana    dalam    pasal   6
                           "rechtenordonnantie" di antara "Padang" dan "Makassar" hendaknya
                           disisipkan "Banjarmasin, Pontianak".

                           Berhubung dengan keadaan-keadaan yang harus diperhatikan pula, maka
                           untuk Pontianak hendaknya diadakan suatu peraturan. Berkenaan dengan
                           kekurangan tempat penimbunan di Pontianak, maka dianggap perlu
                           untuk mengadakan aturan bagi Pontianak yang sesuai dengan peraturan
                           yang kini berlaku bagi Palembang, peraturan mana menyimpang dari
                           peraturan-peraturan yang berlaku bagi kantor-kantor-A lainnya, perihal
                           pengangkutan barang-barang dari ruangan-ruangan penimbunan atau
                           dari halaman-halaman penimbunan.
                           Peraturan umum di kantor-kantor-A untuk hal ini, yaitu bagi barang-

                           barang yang diperuntukkan bagi dimasukkan di tempat itu diberikan
                           tempo 15 hari dan bagi barang-barang lainnya tempo 30 hari, dalam
                           waktu mana barang-barang itu harus diangkat dari ruangan-
                           ruangan/halaman-halaman penimbunan.

                           Karena di Pontianak kekurangan tempat penimbunan, maka terpaksalah
                           tempo 15 dan 30 hari itu masing-masing diperpendekkan hingga 8 hari.
                           Hal ini dapat diselenggarakan dengan mudah sekali, seperti diusulkan
                           dalam pasal 11-B dari rencana Undang-undang, dengan menyisipkan "en
                           Pontianak" dalam ayat ketiga di belakangnya kata "Palembang" dari pasal
                           17 reglemen A, yang terlampir pada "Rechtenordonanntie".
                           Perubahan-perubahan yang diusulkan dalam sub D pasal I dari Rencana
                           Undang-undang dirasa perlu, karena uang-uang pengganti yang
                           ditetapkan dalam pasal 9 OR telah lama tidak sesuai lagi dengan dasar
                           upah personil douane sekarang dan karenanya harus diubah dengan
                           segera. Jumlah-jumlah yang kini diusulkan banyak mendekati pada
                           ongkos-ongkos yang sebenarnya.
                           Perubahan yang dimaksudkan dalam sub E pasal I dari Rencana, ternyata
                           perlu untuk menyesuaikan redaksi pasal 16 "Rechtenordonnantie" dengan
                           maksud pasal ini yaitu untuk membebaskan bea meterai dari semua



                           surat, yang diperbuat berkenaan dengan ordonansi ini.




                           Redaksi yang sekarang diusulkan dan yang disusun setelah





                           diperbincangkan dengan Jawatan Pajak, adalah lebih luas dari pada yang
        


                           sekarang, hingga maksud dari pembuat Undang-undang itu dapatlah lebih

                           terang dimengerti.


                           Dalam perubahan pasal 20 "Rechtenordonnantie" (lihat pasal I-F) adalah
       



                           terkandung maksud untuk menyerahkan kekuasaan pengembalian uang
                           melulu kepada pegawai-pegawai Jawatan Bea dan Cukai, baik jumlah-
                           jumlah uang yang telah dibayar lebih karena kekhilafan yang nyata
                           (kennelijke vergissing) maupun jumlah uang bea keluar dari barang-
                           barang yang telah karam di pelabuhan.
                           Ditempat-tempat di mana berada pegawai douane dengan paling rendah
                           pangkat "akhli pabean", maka pengembalian uang tersebut dilakukan
                           oleh pegawai ini, tetapi di tempat-tempat dimana pegawai dengan
                           pangkat tersebut tiada ditempatkan, maka ini dilakukan oleh oleh
                           Kepala Daerah Pamong Praja.

                           Tersangkut-pautnya Kepala Daerah (kemudian-residen) dalam hal ini
                           adalah sedari dulu ketika kepada Pamong Praja diserahi sesuatu
                           kewajiban yang tertentu dalam organisasi douane.

                           Ketika alat-alat penghubung yang modern memungkinkan mengadakan
                           perhubungan yang cepat antara bagian-bagian daerah, maka ditilik dari
                           sudut organisatoris dianggap perlu, bahwa kekuasaan termaksud berada

                           di tangan Kepala Daerah Jawatan Bea dan Cukai, yang karenanya
                           berpangkat inspektur atau inspektur kepala.

                           Alasan yang menyebabkan diusulkannya perubahan pasal 20 OR lebih-
                           lebih berlaku bagi pasal 29 OR, di mana diberikan kekuasaan untuk
                           mengadakan      atau   menyuruh mengadakan         perdamaian    untuk
                           menghindarkan penuntutan dihakim mengenai semua pelanggaran-
                           pelanggaran tersebut dalam "Rechtenordonnantie", selama pelanggaran-
                           pelanggaran itu bukan kejahatan.
                           Kekuasaan ini, sekedar mengenai pulau Jawa dan Madura, berada di
                           tangan Menteri Keuangan dan jika mengenai daerah-daerah lainnya, di
                           tangan Kepala Daerah Pamong Praja.
                           Dalam hal kelalaian yang dapat dipersalahkan (schulding verzuim)
                           ditempat-tempat di mana berlaku reglemen A, kekuasaan semacam itu
                           berada di tangan Kepala Kantor dan di tempat-tempat di Pulau Jawa dan
                           Madura di mana reglemen itu tidak berlaku di tangan Kepala Daerah
                           Pamong Praja.
                           Sebagai ternyata dalam pasal I-F dari Rencana Undang-undang, kini
                           diusulkan supaya kekuasaan berdamai untuk seluruh daerah pabean
                           diletakkan di tangan Menteri Keuangan, sedangkan dalam hal kelalaian



                           yang dapat dipersalahkan (schuldig verzuim) di tempat-tempat di mana




                           reglemen A tidak berlaku, kekuasaan itu diberikan kepada Kepala-kepala





                           Daerah Jawatan Bea dan Cukai, masing-msing untuk daerah-daerahnya
        


                           sendiri.

                           Dalam pasal II Rencana Undang-undang diusulkan dua rupa perubahan


                           dari reglemen A, yang terlampir pada "Rechtenordonnantie".
       



                           Perubahan pertama adalah mengenai pembatalan ayat terakhir dari
                           pasal 4 reglemen ini.
                           Tidak saja ayat terakhir ini berkenaan dengan ayat terdahulu dapat
                           dihapuskan, bahkan mungkin sulitlah halnya karena dalam beberapa hal
                           pemasukan secara gelap malah menjadi lebih mudah karenanya.

                           Kekuasaan yang tercantum dalam ayat kedua dari pasal ini yaitu untuk
                           memberikan idzin supaya di setiap tempat hanya memberitahukan
                           barang-barang yang akan dibongkar di sana, adalah dipergunakan seluas-
                           luasnya hingga idzin ini praktis diberikan kepada semua maskapai-
                           maskapai yang terkenal bernama baik, maka dispensasi ini sebenarnya
                           telah melampaui kelonggaran, yang diberikan kepada Tanjung Priok
                           dalam ayat terakhir, yang sebenarnya hanya mengenai pembebasan
                           penyerahan pemberitahuan umum untuk barang-barang yang
                           diperuntukkan bagi diangkut ke luar daerah pabean, jika langsung
                           diangkut ke sana.
                           Pembebasan terakhir ini dapatlah dipergunakan kapal-kapal kepada
                           mana idzin termaksud dalam ayat kedua karena sebab-sebab yang luar

                           biasa tidak diberikannya, untuk membongkar barang-barang itu secara
                           gelap pada waktu-waktu yang baik.
                           Perubahan yang diusulkan dalam sub B pasal 11, dengan panjang lebar
                           telah dijelaskan dalam usul di atas perihal menaikkan drajatnya kantor-
                           kantor Banjarmasin dan Pontianak hingga kantor-kantor A.
                           Dalam pasal 9 regelemen B, yang terlampir pada "OR", karena
                           dibatalkannya pos-pos 2, 3, 6, 7, 8 dan 10 dari lampiran B, yang
                           tersemat pada Undang-undang Tarip (I.S. 1924 No. 487) dengan pasal 12
                           ayat (1) dari "Ordonnansi bea keluar umum 1949" (Stbl. No. 39), perlulah
                           diadakan perubahan yang bersifat tekhnis.
                           Seperti telah dijelaskan di atas, di kantor-kantor B hanya dibutuhkan
                           pemberitahuan secara sumir. Terhadap kopra, lada, karet hevea dan
                           minyak kelapa, hasil-hasil bumi mana ketika itu dikenakan bea keluar
                           berdasarkan tarip bea-bea keluar yang sebagai lampiran B tersemat pada
                           Undang-undang Tarip, diharuskan memberitahukan banyaknya, yaitu
                           untuk ketiga hasil bumi yang tersebut pertama, dinyatakan dengan
                           kilogram dan untuk minyak kelapa, dengan liter. Peraturan ini (pasal 9
                           reglemen B) karena pembatalan tersebut diatas menjadi tidak benar dan
                           kini harus diubah lagi sedemikian rupa hingga terhadap semua barang-
                           barang yang dikenakan bea keluar diharuskan memberitahukan



                           banyaknya menurut ukuran yang diperlukan bagi menetapkan bea keluar




                           yang wajib dibayar itu.





                           Perubahan yang diusulkan, sekedar mengenai redaksinya, adalah kurang
        


                           lebih sama dengan pasal 51 reglemen A yang dalam hal ini mengatur

                           barang-barang yang dikeluarkan melalui kantor-kantor pabean yang


                           besar.
       


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_rechtenordonnantie_(staatsblad_1882_no_14.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Pengertian staatsblad. Pasal 25 dan 26 rechtenordonnantie. Definisi staatsblad. Pengertian staatsblad adalah. Staatsblad adalah. Apa arti staatblad. Staatsblad pengertian.

Ordonansi bea cukai terakhir diubah dengan staatsblad tahun 1931 nomor 471 (rechten ordonantie) pasal 25 dan 26. Apa arti staatsblad. Pengertian stateblad 1882. Pengertian statblad 1882. Pasal 25 rechtenordonnantie. Undang undang pasal 25 dan 26 rechtoredonantie. Pengertan staadblad adalah.

Isi pasal 25 dan 26 rechtenordonnantie. Pengertian staatblad. Https://carapedia.com/perubahan_rechtenordonnantie_staatsblad_1882_240_staatsblad_1931_info1007.html. Isi staatblad. Apa itu staatblad. Pasal 25 & 26 rechtenordonnantie.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK