Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2009
  • » Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (UU 3 thn 2009)

2009

Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (UU 3 thn 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung :
            UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 3 TAHUN 2009.... .
                               TENTANG
                     PERUBAHAN KEDUA ATAS
            UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
                   TENTANG MAHKAMAH AGUNG


            DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   : a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
                   yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
                   guna    menegakkan       hukum        dan   keadilan    yang
                   dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
                   peradilan   yang    berada       di    bawahnya        dalam
                   lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
                   agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan
                   peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
                   Mahkamah Konstitusi;

             b. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
                   tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
                   dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004,
                   sudah   tidak   sesuai    lagi   dengan      perkembangan
                   kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan
                   menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
                   Indonesia Tahun 1945;

             c.    bahwa    berdasarkan      pertimbangan          sebagaimana
                   dimaksud dalam huruf a dan                  huruf b, perlu
                   membentuk       Undang-Undang         tentang    Perubahan
                   Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
                   tentang Mahkamah Agung;




                                                                Mengingat: . . .
                                 -2-

Mengingat    : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, Pasal 24B, dan
                  Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
                  Indonesia Tahun 1945;
               2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
                  Mahkamah       Agung    (Lembaran         Negara    Republik
                  Indonesia    Tahun     1985       Nomor    73,     Tambahan
                  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316)
                  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
                  Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
                  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
                  Mahkamah       Agung    (Lembaran         Negara    Republik
                  Indonesia    Tahun     2004        Nomor    9,     Tambahan
                  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
               3. Undang-Undang        Nomor    4    Tahun     2004    tentang
                  Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
                  Indonesia    Tahun     2004        Nomor    8,     Tambahan
                  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);


                   Dengan Persetujuan Bersama
        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                 dan
                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                          MEMUTUSKAN:


Menetapkan   : UNDANG-UNDANG        TENTANG          PERUBAHAN         KEDUA
               ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
               TENTANG MAHKAMAH AGUNG.


                                          Pasal I

               Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14
               Tahun   1985    tentang   Mahkamah        Agung       (Lembaran
               Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73,
               Tambahan       Lembaran    Negara       Republik       Indonesia

                                                                     Nomor . . .
                     -3-

Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang         Nomor        14    Tahun    1985    tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik      Indonesia     Nomor       4359),   diubah   sebagai
berikut:


1.   Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua)
     pasal, yakni Pasal 6A dan Pasal 6B yang berbunyi
     sebagai berikut:


                              Pasal 6A

     Hakim      agung      harus    memiliki      integritas   dan
     kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan
     berpengalaman di bidang hukum.


                              Pasal 6B

     (1) Calon hakim agung berasal dari hakim karier.
     (2) Selain     calon     hakim       agung     sebagaimana
           dimaksud pada ayat (1), calon hakim agung juga
           berasal dari nonkarier.


2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
     berikut:


                               Pasal 7

     Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon
     hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
     6B harus memenuhi syarat:




                                                   a. hakim . . .
                -4-

a. hakim karier:
  1. warga negara Indonesia;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. berijazah magister di bidang hukum                  dengan
     dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang
     mempunyai keahlian di bidang hukum;
  4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
     lima) tahun;
  5. mampu secara rohani dan jasmani untuk
     menjalankan tugas dan kewajiban;
  6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh)
     tahun      menjadi     hakim,       termasuk         paling
     sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi;
     dan
  7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian
     sementara akibat melakukan pelanggaran kode
     etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
b. nonkarier:
  1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
     huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan
     angka 5;
  2. berpengalaman          dalam        profesi         hukum
     dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20
     (dua puluh) tahun;
  3. berijazah     doktor      dan   magister      di    bidang
     hukum dengan dasar sarjana hukum atau
     sarjana lain yang mempunyai keahlian di
     bidang hukum; dan
  4. tidak      pernah      dijatuhi     pidana         penjara
     berdasarkan putusan pengadilan yang telah
     memperoleh kekuatan hukum tetap karena
     melakukan        tindak    pidana     yang         diancam
     dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
     lebih.


                                         3. Ketentuan . . .
                   -5-

3. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
   berikut:


                            Pasal 8

   (1) Hakim agung ditetapkan oleh Presiden dari nama
      calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan
      Rakyat.
   (2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
      dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi
      Yudisial.
   (3) Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi
      Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat 1 (satu)
      orang dari 3 (tiga) nama calon untuk setiap
      lowongan.
   (4) Pemilihan    calon   hakim     agung   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama
      30 (tiga puluh) hari sidang terhitung sejak
      tanggal nama calon diterima Dewan Perwakilan
      Rakyat.
   (5) Pengajuan    calon   hakim     agung   oleh    Dewan
      Perwakilan Rakyat kepada Presiden sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama
      14 (empat belas) hari sidang terhitung sejak
      tanggal     nama   calon   disetujui    dalam   Rapat
      Paripurna.
   (6) Presiden menetapkan hakim agung dari nama
      calon yang diajukan        oleh Dewan Perwakilan
      Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
      paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
      sejak tanggal pengajuan nama calon diterima
      Presiden.


                                              (7) Ketua . . .
                   -6-

   (7) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih
      dari dan oleh hakim agung dan ditetapkan oleh
      Presiden.
   (8) Ketua Muda Mahkamah Agung ditetapkan oleh
      Presiden di antara hakim agung yang diajukan
      oleh Ketua Mahkamah Agung.
   (9) Keputusan Presiden mengenai penetapan Ketua,
      Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua Muda
      Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada
      ayat (7) dan ayat (8) dilakukan paling lama 14
      (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
      pengajuan nama calon diterima Presiden.


4. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
   berikut:


                          Pasal 9

   (1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua atau
      Wakil Ketua Mahkamah Agung mengucapkan
      sumpah atau janji menurut agamanya yang
      berbunyi sebagai berikut:

      -   Sumpah Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah
          Agung:

          "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya
          akan memenuhi kewajiban Ketua atau Wakil
          Ketua    Mahkamah      Agung    dengan    sebaik-
          baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
          Undang-Undang      Dasar       Negara    Republik
          Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
          segala     peraturan      perundang-undangan
          dengan selurus-lurusnya menurut Undang-
          Undang Dasar Negara Republik Indonesia
          Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan
          bangsa".

                                         - Janji Ketua . . .
               -7-

   -   Janji Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah
       Agung:

       "Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-
       sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua
       atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan
       sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
       teguh      Undang-Undang      Dasar      Negara
       Republik      Indonesia   Tahun    1945,    dan
       menjalankan segala peraturan perundang-
       undangan dengan selurus-lurusnya menurut
       Undang-Undang       Dasar    Negara    Republik
       Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
       nusa dan bangsa".
(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan
   Presiden.
(3) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung
   atau Ketua Muda Mahkamah Agung diambil
   sumpah atau janji menurut agamanya, yang
   berbunyi sebagai berikut:

   -   Sumpah hakim agung atau Ketua Muda
       Mahkamah Agung:

       "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya
       akan memenuhi kewajiban hakim agung atau
       Ketua    Muda     Mahkamah     Agung    dengan
       sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
       teguh      Undang-Undang      Dasar      Negara
       Republik      Indonesia   Tahun    1945,    dan
       menjalankan segala peraturan perundang-
       undangan dengan selurus-lurusnya menurut
       Undang-Undang       Dasar    Negara    Republik
       Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
       nusa dan bangsa".


                                    - Janji hakim . . .
                   -8-

      -   Janji       hakim         agung     atau     Ketua     Muda
          Mahkamah Agung:

          "Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-
          sungguh akan memenuhi kewajiban hakim
          agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung
          dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
          memegang            teguh     Undang-Undang            Dasar
          Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
          menjalankan segala peraturan perundang-
          undangan dengan selurus-lurusnya menurut
          Undang-Undang               Dasar     Negara       Republik
          Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
          nusa dan bangsa".

   (4) Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Ketua
      Mahkamah Agung.


5. Ketentuan      Pasal       11    diubah     sehingga      berbunyi
   sebagai berikut:


                                   Pasal 11

   Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung,
   dan hakim agung diberhentikan dengan hormat dari
   jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah
   Agung karena:
   a. meninggal dunia;
   b. telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun;
   c. atas permintaan sendiri secara tertulis;
   d. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus
      selama      3    (tiga)       bulan     berturut-turut      yang
      dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau
   e. ternyata        tidak        cakap      dalam      menjalankan
      tugasnya.




                                                      6. Di antara . . .
                 -9-

6. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu)
   pasal, yakni Pasal 11A, yang berbunyi sebagai
   berikut:


                            Pasal 11A

   (1) Hakim agung hanya dapat diberhentikan tidak
      dengan hormat dalam masa jabatannya apabila:
      a. dipidana karena bersalah melakukan tindak
          pidana    kejahatan      berdasarkan      putusan
          pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
          hukum tetap;
      b. melakukan perbuatan tercela;
      c. melalaikan      kewajiban      dalam   menjalankan
          tugas pekerjaannya terus-menerus selama
          3 (tiga) bulan;
      d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
      e. melanggar            larangan          sebagaimana
          dimaksud dalam Pasal 10; atau
      f. melanggar     kode     etik    dan/atau   pedoman
          perilaku hakim.
   (2) Usul   pemberhentian      sebagaimana       dimaksud
      pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua
      Mahkamah Agung kepada Presiden.
   (3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh
      Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
   (4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan
      huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
   (5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh
      Komisi Yudisial.




                                           (6) Sebelum . . .
                - 10 -

 (6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi
    Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena
    alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
    ayat (4), dan ayat (5), hakim agung mempunyai
    hak untuk membela diri di hadapan Majelis
    Kehormatan Hakim.
 (7) Majelis    Kehormatan              Hakim         dibentuk    oleh
    Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial                           paling
    lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
    tanggal diterimanya usul pemberhentian.
 (8) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri
    atas:
    a. 3 (tiga) orang hakim agung; dan
    b. 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial.
 (9) Majelis     Kehormatan               Hakim           melakukan
    pemeriksaan usul pemberhentian paling lama 14
    (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
    pembentukan Majelis Kehormatan Hakim.
(10) Dalam      hal      pembelaan             diri     sebagaimana
    dimaksud          pada       ayat    (6)     ditolak,     Majelis
    Kehormatan Hakim               menyampaikan keputusan
    usul pemberhentian kepada Ketua Mahkamah
    Agung dan Komisi Yudisial paling lama 7 (tujuh)
    hari kerja terhitung sejak tanggal pemeriksaan
    selesai.
(11) Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul
    pemberhentian          sebagaimana            dimaksud        pada
    ayat (10) kepada Presiden paling lama 14 (empat
    belas)     hari      kerja     terhitung          sejak   tanggal
    diterimanya keputusan usul pemberhentian dari
    Majelis Kehormatan Hakim.




                                           (12) Keputusan . . .
                 - 11 -

  (12) Keputusan Presiden mengenai pemberhentian
      sebagaimana         dimaksud        pada   ayat    (2)    dan
      ayat (11) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh)
      hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
      usul     pemberhentian        dari    Ketua   Mahkamah
      Agung.
  (13) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan,
      tata kerja, dan tata cara pengambilan keputusan
      Majelis Kehormatan Hakim diatur bersama oleh
      Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.


7. Ketentuan    Pasal     12    diubah     sehingga     berbunyi
   sebagai berikut:


                               Pasal 12

   (1) Dalam hal Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda
      Mahkamah Agung yang diberhentikan dengan
      hormat dari jabatannya sebagai Ketua, Wakil
      Ketua, dan Ketua            Muda Mahkamah Agung
      karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 11 huruf c, tidak dengan sendirinya
      berhenti dari jabatan sebagai hakim agung.
   (2) Dalam hal hakim agung yang diberhentikan
      tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 11A menduduki jabatan sebagai
      Ketua,     Wakil      Ketua,        atau   Ketua         Muda
      Mahkamah Agung, dengan sendirinya berhenti
      dari jabatan sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan
      Ketua Muda Mahkamah Agung.


8. Ketentuan    Pasal     13    diubah     sehingga     berbunyi
   sebagai berikut:


                                                    Pasal 13 . . .
                  - 12 -

                                Pasal 13

   Hakim agung sebelum diberhentikan tidak dengan
   hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A dan
   Pasal 12 ayat (2) dapat diberhentikan sementara dari
   jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah
   Agung.


9. Ketentuan      Pasal    20    diubah    sehingga     berbunyi
   sebagai berikut:


                                Pasal 20

   (1) Untuk      dapat      diangkat      menjadi      Panitera
      Mahkamah            Agung,     seorang    calon     harus
      memenuhi syarat:
      a. warga negara Indonesia;
      b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
      c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain
            yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
            dan
      d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua)
            tahun sebagai Panitera Muda Mahkamah
            Agung atau sebagai ketua atau wakil ketua
            pengadilan tingkat banding.
   (2) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda
      Mahkamah            Agung,     seorang    calon     harus
      memenuhi syarat:
      a. sesuai       dengan        ketentuan    sebagaimana
            dimaksud pada           ayat (1) huruf a, huruf b,
            dan huruf c; dan
      b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu)
            tahun sebagai hakim tinggi.
   (3) Untuk      dapat      diangkat      menjadi      Panitera
      Pengganti      Mahkamah         Agung,    seorang    calon
      harus memenuhi syarat:


                                                 a. sesuai . . .
                   - 13 -

       a. sesuai      dengan      ketentuan     sebagaimana
           dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
           huruf c; dan
       b. berpengalaman          sekurang-kurangnya        10
           (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan
           tingkat pertama.


10. Pasal 31 ayat (5) di hapus.


11. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi
   sebagai berikut:


                             Pasal 31A

   (1) Permohonan pengujian peraturan perundang-
       undangan di bawah undang-undang terhadap
       undang-undang           diajukan     langsung     oleh
       pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah
       Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa
       Indonesia.
   (2) Permohonan           sebagaimana     dimaksud     pada
       ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang
       menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya
       peraturan       perundang-undangan         di   bawah
       undang-undang, yaitu:
       a. perorangan warga negara Indonesia;
       b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
           masih       hidup      dan       sesuai     dengan
           perkembangan         masyarakat      dan    prinsip
           Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
           diatur dalam undang-undang; atau
       c. badan hukum publik atau badan hukum
           privat.




                                          (3) Permohonan . . .
              - 14 -

(3) Permohonan          sekurang-kurangnya             harus
   memuat:
   a. nama dan alamat pemohon;
   b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar
      permohonan dan menguraikan dengan jelas
      bahwa:
      1. materi muatan ayat, pasal, dan/atau
            bagian peraturan perundang-undangan di
            bawah        undang-undang               dianggap
            bertentangan         dengan             peraturan
            perundang-undangan yang lebih tinggi;
            dan/atau
      2. pembentukan          peraturan            perundang-
            undangan     tidak   memenuhi           ketentuan
            yang berlaku; dan
   c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
(4) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud
   pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung
   paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
   sejak tanggal diterimanya permohonan.
(5) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa
   pemohon atau permohonannya tidak memenuhi
   syarat, amar putusan menyatakan permohonan
   tidak diterima.
(6) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa
   permohonan          beralasan,          amar      putusan
   menyatakan permohonan dikabulkan.
(7) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana
   dimaksud      pada     ayat      (6),    amar     putusan
   menyatakan dengan tegas materi muatan ayat,
   pasal,    dan/atau      bagian           dari    peraturan
   perundang-undangan di bawah undang-undang
   yang bertentangan dengan peraturan perundang-
   undangan yang lebih tinggi.


                                            (8) Putusan . . .
                    - 15 -

     (8) Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan
         permohonan          sebagaimana        dimaksud          pada
         ayat (7) harus dimuat dalam Berita Negara atau
         Berita Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari
         kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
     (9) Dalam hal peraturan perundang-undangan di
         bawah      undang-undang          tidak     bertentangan
         dengan peraturan perundang-undangan yang
         lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam
         pembentukannya, amar putusan menyatakan
         permohonan ditolak.
    (10) Ketentuan      mengenai         tata     cara    pengujian
         peraturan      perundang-undangan               di     bawah
         undang-undang          diatur      dengan        Peraturan
         Mahkamah Agung.


12. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:


                               Pasal 32

    (1) Mahkamah        Agung      melakukan             pengawasan
        tertinggi    terhadap    penyelenggaraan              peradilan
        pada semua badan peradilan yang berada di
        bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan
        kehakiman.
    (2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada
        ayat     (1),   Mahkamah           Agung         melakukan
        pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas
        administrasi dan keuangan.
    (3) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta
        keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan
        dengan      teknis    peradilan    dari    semua         badan
        peradilan yang berada di bawahnya.


                                                (4) Mahkamah . . .
                 - 16 -

    (4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk,
       teguran, atau peringatan kepada pengadilan di
       semua     badan         peradilan     yang    berada       bawahnya.
    (5) Pengawasan        dan    kewenangan         sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
       ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan
       hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.


13. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 2 (dua)
    pasal, yakni Pasal 32A dan Pasal 32B, yang berbunyi
    sebagai berikut:


                              Pasal 32A

    (1) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim
       agung dilakukan oleh Mahkamah Agung.
    (2) Pengawasan       eksternal    atas    perilaku   hakim
       agung dilakukan oleh Komisi Yudisial.
    (3) Pengawasan        sebagaimana        dimaksud      pada
       ayat (1) dan ayat (2) berpedoman kepada kode
       etik dan pedoman perilaku hakim.
    (4) Kode    etik    dan     pedoman       perilaku   hakim
       sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
       oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.


                              Pasal 32B

    Mahkamah Agung harus memberikan akses kepada
    masyarakat         untuk      mendapatkan          informasi
    mengenai:
    a. putusan Mahkamah Agung; dan/atau
    b. biaya dalam proses pengadilan.


14. Pasal 38 dihapus.




                                             15. Ketentuan . . .
                  - 17 -

15. Ketentuan Pasal 80C diubah sehingga berbunyi
   sebagai berikut:


                            Pasal 80C

   Jabatan     kepaniteraan    Mahkamah      Agung    harus
   disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini
   paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
   diundangkan.


16. Di antara ketentuan Pasal 80C dan Pasal 81
   disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 80D yang
   berbunyi sebagai berikut:



                            Pasal 80D

   Sebelum kode etik dan pedoman perilaku hakim
   dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, kode etik
   dan pedoman perilaku hakim yang sudah ada
   dinyatakan      tetap     berlaku      sepanjang    tidak
   bertentangan dengan Undang-Undang ini.


17. Ketentuan Pasal 81A diubah sehingga berbunyi
   sebagai berikut:


                            Pasal 81A

   (1) Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada
       mata      anggaran    tersendiri   dalam   anggaran
       pendapatan dan belanja negara.
   (2) Dalam     mata anggaran sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1), tidak termasuk biaya kepaniteraan
       dan biaya proses penyelesaian perkara perdata,
       baik di lingkungan peradilan umum, peradilan
       agama, maupun penyelesaian perkara tata usaha
       negara.


                                             (3) Untuk . . .
                 - 18 -

    (3) Untuk penyelesaian perkara perdata dan perkara
       tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada
       ayat (2), biaya kepaniteraan dan biaya proses
       penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak
       atau para pihak yang berperkara.
    (4) Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (3), merupakan penerimaan negara bukan
       pajak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
       peraturan perundang-undangan.
    (5) Mahkamah Agung berwenang menetapkan dan
       membebankan         biaya         proses     penyelesaian
       perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
    (6) Pengelolaan     dan     pertanggungjawaban              atas
       anggaran dan biaya sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) diperiksa oleh
       Badan    Pemeriksa       Keuangan          sesuai    dengan
       ketentuan peraturan perundang-undangan.


18. Di antara Pasal 81A dan Pasal 82 disisipkan 2 (dua)
    pasal, yakni Pasal 81B dan Pasal 81C yang berbunyi
    sebagai berikut:
                           Pasal 81B

    Kode etik dan pedoman perilaku hakim harus sudah
    ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Undang-
    Undang ini diundangkan.


                           Pasal 81C

    Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus
    telah ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak
    Undang-Undang ini diundangkan.


                              Pasal II

Undang-Undang     ini     mulai    berlaku        pada      tanggal
diundangkan.

                                                           Agar . . .
                                   - 19 -

                  Agar   setiap   orang     mengetahuinya,    memerintahkan
                  pengundangan        Undang-Undang            ini     dengan
                  penempatannya     dalam      Lembaran      Negara   Republik
                  Indonesia.

                                  Disahkan di Jakarta
                                  pada tanggal 12 Januari 2009

                                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                                                 ttd.


                                  DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
          REPUBLIK INDONESIA,


                     ttd.


               ANDI MATTALATTA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 3


      Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
 Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




               Wisnu Setiawan
                           PENJELASAN
                               ATAS
             UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                   NOMOR 3 TAHUN 2009 ........
                             TENTANG
                     PERUBAHAN KEDUA ATAS
            UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
                   TENTANG MAHKAMAH AGUNG



I. UMUM


  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
  Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
  kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
  menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah salah
  satu pelaku kekuasaan kehakiman yang membawahi badan peradilan
  dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
  lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha
  negara.


  Undang-Undang ini adalah Perubahan Kedua atas Undang-Undang
  Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
  Undang Nomor 5 Tahun 2004. Perubahan dilakukan karena Undang-
  Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, khususnya yang menyangkut
  pengawasan, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
  hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang
  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


  Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua
  lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu,
  Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan
  peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
  agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata


                                                          usaha . . .
                                          -2-

  usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya
  lembaga    yang     melakukan      pengawasan         karena    ada   pengawasan
  eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B
  Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi
  Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
  mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
  kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena
  itu,   diperlukan     kejelasan     tentang         pengawasan    yang    menjadi
  kewenangan       Mahkamah       Agung         dan   pengawasan    yang    menjadi
  kewenangan       Komisi     Yudisial.    Pengawasan      yang    dilakukan    oleh
  Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi,
  dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan
  Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk
  hakim agung. Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja
  sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.


II. PASAL DEMI PASAL


  Pasal I
         Angka 1
             Pasal 6A
                   Cukup jelas.
             Pasal 6B
                   Ayat (1)
                        Yang dimaksud dengan "calon hakim agung yang
                        berasal dari hakim karier" adalah calon hakim
                        agung yang berstatus aktif sebagai hakim pada
                        badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
                        Agung yang dicalonkan oleh Mahkamah Agung.
                   Ayat (2)
                        Yang dimaksud dengan "calon hakim agung yang
                        juga berasal dari nonkarier" adalah calon hakim
                        agung yang berasal dari luar lingkungan badan
                        peradilan.


                                                                        Angka 2 . . .
                             -3-

Angka 2
    Pasal 7
          Huruf a
              angka 1
                    Cukup jelas.
              angka 2
                    Cukup jelas.


              angka 3
                    Yang dimaksud dengan "magister di bidang
                    hukum" adalah gelar akademis pada tingkat
                    strata 2 dalam bidang ilmu hukum, termasuk
                    magister ilmu syari'ah atau magister ilmu
                    kepolisian.
              angka 4
                    Cukup jelas.
              angka 5
                    Cukup jelas.
              angka 6
                    Cukup jelas.
              angka 7
                    Cukup jelas.
          Huruf b
              angka 1
                    Cukup jelas.
              angka 2
                    Yang     dimaksud     dengan    "profesi    hukum"
                    adalah    bidang    pekerjaan    seseorang     yang
                    dilandasi     pendidikan   keahlian    di    bidang
                    hukum       atau   perundang-undangan,       antara
                    lain,   advokat,    penasihat   hukum,      notaris,
                    penegak hukum, akademisi dalam bidang
                    hukum, dan pegawai yang berkecimpung di
                    bidang hukum atau peraturan perundang-
                    undangan.

                                                          angka 3 . . .
                              -4-

               angka 3
                     Cukup jelas.
               angka 4
                     Cukup jelas.

Angka 3
    Pasal 8
          Cukup jelas.

Angka 4
    Pasal 9
          Cukup jelas.
Angka 5
    Pasal 11
          Cukup jelas.

Angka 6
    Pasal 11A
          Ayat (1)
               Huruf a
                     Cukup jelas.
               Huruf b
                     Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan
                     tercela" adalah apabila hakim agung yang
                     bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan
                     tindakannya baik di dalam maupun di luar
                     pengadilan     merendahkan   martabat   hakim
                     agung.
               Huruf c
                     Cukup jelas.
               Huruf d
                     Cukup jelas.
               Huruf e
                     Cukup jelas.
               Huruf f
                     Cukup jelas.

                                                       Ayat (2) . . .
                           -5-

          Ayat (2)
               Cukup jelas.
          Ayat (3)
               Cukup jelas.
          Ayat (4)
               Cukup jelas.
          Ayat (5)
               Cukup jelas.
          Ayat (6)
               Cukup jelas.
          Ayat (7)
               Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim yang
               dimaksud dalam ketentuan ini bersifat ad hoc
               (kasus per kasus).
          Ayat (8)
               Cukup jelas.
          Ayat (9)
               Cukup jelas.
          Ayat (10)
               Cukup jelas.
          Ayat (11)
               Cukup jelas.
          Ayat (12)
               Cukup jelas.
          Ayat (13)
               Cukup jelas.

Angka 7
    Pasal 12
          Cukup jelas.

Angka 8
    Pasal 13
          Cukup jelas.



                                              Angka 9 . . .
                             -6-

Angka 9
    Pasal 20
           Cukup jelas.

Angka 10
    Cukup jelas.

Angka 11
    Pasal 31A
           Ayat (1)
                Cukup jelas.
           Ayat (2)
                Huruf a
                      Yang dimaksud dengan "perorangan" adalah
                      orang perseorangan atau kelompok orang yang
                      mempunyai kepentingan sama.
                Huruf b
                      Cukup jelas.
                Huruf c
                      Cukup jelas.
           Ayat (3)
                Cukup jelas.
           Ayat (4)
                Cukup jelas.
           Ayat (5)
                Cukup jelas.
           Ayat (6)
                Cukup jelas.
           Ayat (7)
                Cukup jelas.
           Ayat (8)
                Cukup jelas.
           Ayat (9)
                Cukup jelas.


                                                    Ayat (10) . . .
                                -7-

           Ayat (10)
                Cukup jelas.

Angka 12
    Pasal 32
           Cukup jelas.

Angka 13
    Pasal 32A
           Ayat (1)
                Pengawasan internal atas tingkah laku hakim
                agung masih diperlukan meskipun sudah ada
                pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
                Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan
                lebih      komprehensif       sehingga     diharapkan
                kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
                hakim betul-betul dapat terjaga.
           Ayat (2)
                Cukup jelas.
           Ayat (3)
                Cukup jelas.
           Ayat (4)
                Cukup jelas.

    Pasal 32B
           Akses       kepada    masyarakat    dimaksudkan       untuk
           mendapatkan putusan Mahkamah Agung diberikan
           melalui Sistem Informasi Mahkamah Agung Republik
           Indonesia (SIMARI).

Angka 14
    Cukup jelas.

Angka 15
    Pasal 80C
           Cukup jelas.


                                                         Angka 16 . . .
                                  -8-

       Angka 16
             Pasal 80D
                  Cukup jelas.

       Angka 17
             Pasal 81A
                  Ayat (1)
                       Berdasarkan     ketentuan   ini    Mahkamah    Agung
                       menyusun       kegiatan   dan     anggaran   tahunan,
                       termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tugas
                       kepaniteraan.
                  Ayat (2)
                       Cukup jelas.
                  Ayat (3)
                       Cukup jelas.
                  Ayat (4)
                       Cukup jelas.
                  Ayat (5)
                       Cukup jelas.
                  Ayat (6)
                       Cukup jelas.

       Angka 18
             Pasal 81B
                  Cukup jelas.
             Pasal 81C
                  Cukup jelas.

  Pasal II
       Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4958


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_kedua_atas__nomor_14_tahun_1985_tentang_3.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK