Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 1999
  • » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU 35 thn 1999)

1999

Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU 35 thn 1999)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman :
                    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 35 TAHUN 1999
                                TENTANG
        PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG
            KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN.


                           PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang :

a. bahwa kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dan oleh karena
   itu untuk mewujudkan kekuasaan Kehakiman yang mandiri dan terlepas dari
   kekuasaan Pemerintah dipandang perlu melaksanakan pemisahan yang tegas
   antar fungsi2 yudikatif dari eksekutif;
b. bahwa pengorganisasian, pengadministrasian, dan pengaturan finansial
   Badan2 Peradilan yang berada di masing2 Departemen sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 11 ayat (1) Undang2 Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan2
   Pokok Kekuasaan Kehakiman perlu disesuaikan dengan tuntutan perkembangan
   keadaan;
c. bahwa ketentuan mengenai penyelesaian perkara koneksitas yang ada di
   lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 22 Undang2 No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan2 Pokok Kekuasaan
   Kehakiman perlu diatur kembali untuk disesuaikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan
   c perlu membentuk Undang2 tentang Perubahan atas Undang2 No.14 Tahun 1970
   tentang Ketentuan2 Pokok Kekuasaan Kehakiman;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 24, Pasal 25 Undang2 Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. X/MPR/1998
   Tentang Pokok2 Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan
   Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan2 Pokok Kekuasaan
   Kehakiman (LN Tahun 1970 No. 74, TLN No.2951);


                             Dengan Persetujuan
                 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


                                   Memutuskan:
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14
TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN.


                 Pasal l

  Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan2 Pokok Kekuasaan Kehakiman (LN Tahun 1970 No. 74, TLN.No. 2951) diubah
Sbb:

1. Ketentuan pasal 11 diubah sehingga berbunyi sbb.

                 Pasal 11

(1) Badan2 peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1 ), secara
   organisatoris, administratif, dan finansial berada di bawah kekuasaan
   Mahkamah Agung.
(2) Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana
   dimaksud dalam avat (1) untuk masing2 lingkungan peradilan diatur lebih
   lanjut dengan Undang2 sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing.

2. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A
   yang berbunyi sbb.

                 Pasal 11 A

(1) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan secara bertahap, paling lama 5 (lima)
   tahun sejak Undang2 ini mulai berlaku.
(2) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial bagi Peradilan Agama
   waktunya tidak ditentukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) mengenai tata cara pengalihan secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam
   ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
   Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sbb.:

                 Pasal 22

   Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
   lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer diperiksa dan
   diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali jika menurut
   Keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh
   pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.

4. Di antara Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 satu pasal yakni Pasal 40A yang
   berbunyi sbb.

                 Pasal 40A

   Dengan memperhatikan ketentuan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 40, semua
   ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Pasal 11 atau
   yang berkaitan dengan Pasal 22 masih tetap berlaku sepanjang belum diganti
   dengan ketentua peraturan perundang-undangan yang baru.
                 Pasal 11

Undang2 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang2 ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                           Disahkan di Jakarta
                         pada tanggal 31 Agustus 1999

                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                                 Ttd

                            BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE


 Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
   REPUBLIK INDONESIA
        ttd

     MULADl


     LEMBARAN NIEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 147
                                 PENJELASAN
                                    ATAS
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 35 TAHUN 1999
                                  TENTANG
                PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1970
                TENTANG KETENTUAN2 POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN

I. u m u m

    Ketetapan MPR-Rl No. X/MPR/1998 tentang Pokok2 Reformasi Pembangunan dalam
Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
khususnya BAB IV C Hukum menegaskan perlunya reformasi di bidang hukum untuk
mendukung penanggulangan krisis di bidang hukum. Salah satu agenda yang harus
dijalankan adalah pemisahan yang tegas antar fungsi2 yudikatif dari eksekutif.
Pemisahan ini dilaksanakan dengan mengalihkan organisasi, administrasi, dan
finansial badan2 peradilan yang semula berada di bawah departemen2 menjadi berada
di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
    Hal ini karena pembinaan lembaga peradilan yang selama ini dilakukan oleh
eksekutif dianggap memberi peluang bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam
proses peradilan serta berkembangnya kolusi clan praktek2 negatif pada proses
peradilan. Dalam rangka mencapai kekuasaan kehakiman yang merdeka cliperlukan
perubahan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan organisasi,
administrasi, dan finansial badan2 peradilan. Peraturan perundang-undangan yang
perlu diubah terlebih dahulu adalah Undang2 Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan2
Pokok Kekuasaan Kehakiman.

    Perubahan mengenai penataan kembali bidang2 organisasi, administrasi, dan
keuangan dilaksanakan secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun. Untuk meningkatkan checks and balances terhadap lembaga peradilan antara
lain perlu diusahakan agar putusan2 pengadilan dapat diketahui secara terbuka dan
transparan oleh masyarakat dan dibentuk Dewan Kehormatan Hakim yang berwenang
mengawasi perilaku hakim, memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi,
dan mutasi hakim serta menyusun kode etik tcode of conduct) bagi para hakim.
Perubahan atas Undang2 No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan2 Pokok Kekuasaan
Kehakiman meliputi :
a. pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dari badan2 peradilan
    yang semula berada di bawah kekuasaan masing2 departemen yang bersangkutan
    menjadi berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung;
b. pengalihan kewenangan dari Menteri Pertahanan Keamanan dan Menteri Kehakiman
    kepada Ketua Mahkamah Agung dalam menentukan badan peradilan yang berwenang
    memeriksa perkara koneksitas;
c. penambahan ketentuan mengenai :
    1) penegasan jangka waktu yang berkaitan dengan pelaksanaan pengalihan
      organisasi, administrasi, dan finansial dari badan2 peradilan yang
      dilakukan secara bertahap dan dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun,
      namun untuk Peradilan Agama tidak ditentukan waktunya;
    2) penegasan mengenai peraturan perundang-undangan yang masih tetap berlaku
      sebagai akibat perubahan Pasal 11 dan Pasal 22.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
  Angka 1
  Ayat (1)
  Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kekuasaan lingkungan peradilan masing2" misalnya :
a. bagi Peradilan Militer antara lain mengenai pembinaan administrasi
  keprajuritan hakim militer disesuaikan dengan Undang2 Nomor 2 Tahun 1988
  tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan ketentuan
  yang mengatur mengenai Kekuasaan Pengadilan Militer Pertempuran yang
  memeriksa dan memutus perkara pidana untuk tingkat pertama dan terakhir;

b. bagi Peradilan Agama adalah dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan
  perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan
  shadaqah.

Angka 2
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Selama belum dilakukan pengalihan, maka organisasi, administrasi, dan
finansial bagi Peradilan Agama masih tetap berada di bawah kekuasaan Dep.
Agama.

Ayat (3)
Cukup jelas

Angka 3
Kewenangan Pengadilan Umum untuk mengadili perkara2 yang dilakukan oleh
anggota Tentara Nasional Indonesia atau Polisi Republik Indonesia bersama-
sama dengan orang sipil pada hakekatnya merupakan suatu kekecualian atau
penyimpangan dari ketentuan, bahwa seorang semestinya diadili d! sidang
pengadilan masing2.
Hal tsb merupakan kekecualian, maka kewenangan Pengadilan Umum tsb terbatas
pada bentuk2 penyertaan dalam suatu delik, seperti sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Undang2 ini memberikan kewenangan kepada Ketua Mahkamah Agung untuk
menetapkan Pengadilan Militer sebagai pengadilan yang berwenang mengadili
perkara koneksitas tsb.
Penyertaan pada suatu delik militer yang murni oleh orang sipil dan perkara
penyertaan, di mana unsur militer melebihi unsur sipil misalnya, dapat
dijadikan landasan untuk menetapkan pengadilan lain daripada Pengadilan Umum,
ialah Pengadilan Militer untuk mengadili perkara2 demikian. Jika dalam hal
perkara diadili oleh Pengadilan Militer, maka susunan hakim adalah dari
Pengadilan Militer dan Pengadilan Umum. Dalam hal ini kepentingan justicia
bel tetap mendapat perhatian sepenuhnya, yaitu dalam susunan hakim yang
bersidang. Dalam waktu perang di mana berlaku hukum eksepsional ataupun
hukum luar biasa, meskipun tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan
seorang sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia atau Polisi Republik
Indonesia tidak ditarik dari pengadilannya.

Angka 4
cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. 3879


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_14_tahun_1970_tentang_keten_35.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.