Previous
Next

1992

Undang-Undang Perkeretaapian (UU 13 thn 1992)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian :

UU 13/1992, PERKERETAAPIAN

Bentuk:         UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:        13 TAHUN 1992 (13/1992)

Tanggal:      11 MEI 1992 (JAKARTA)

Sumber:       LN 1992/47; TLN NO. 3479

Tentang:      PERKERETAAPIAN

Indeks:       ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Prasarana.

                      DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                        Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

a.      bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
        untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh
        ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa
        dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila
        dan Undang-Undang Dasar 1945;

b.      bahwa perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi
        tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang
        ditata   dalam   sistem   transportasi    nasional,   mempunyai
        karakteristik pengangkutan secara masal dan keunggulan
        tersendiri,    perlu   lebih   dikembangkan    potensinya   dan
        ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik
        nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong,
        dan   penggerak    pembangunan   nasional    demi   peningkatan
        kesejahteraan rakyat;

c.      bahwa    peraturan   perundang-undangan  yang    mengatur
        perkeretaapian yang ada pada saat ini tidak sesuai lagi
        dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan
        dan teknologi;

d.      bahwa untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan
        perkeretaapian sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat
        dan bangsa Indonesia serta agar lebih berhasilguna dan
        berdayaguna dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai
        perkeretaapian dalam Undang-undang;

Mengingat:
Pasal    5     ayat     (1),   Pasal   20   ayat   (1),   dan   Pasal   33
Undang-Undang Dasar 1945;

                    *8109 Dengan persetujuan
           DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKERETAAPIAN.

                                 BAB I
                            KETENTUAN UMUM

                               Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.   Perkeretaapian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
     sarana, prasarana, dan fasilitas penunjang kereta api untuk
     penyelenggaraan angkutan kereta api yang disusun dalam satu
     sistem;

2.   Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik
     berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan
     lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel,

3.   Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api
     yang terkait satu sama lain yang menghubungkan berbagai
     tempat sehingga merupakan satu sistem;

4.   Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang
     digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk
     menunjang kegiatannya;

5.   Fasilitas   keselamatan  perkeretaapian   adalah   perangkat
     bangunan, peralatan, dan perlengkapan yang digunakan untuk
     menunjang kelancaran dan keselamatan perjalanan kereta api;

6.   Sarana kereta api adalah segala sesuatu yang dapat bergerak
     di atas jalan rel;

7.   Prasarana kereta api adalah jalur dan stasiun kereta api
     termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api
     dapat dioperasikan;

8.   Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang
     melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat
     memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi pengguna jasa
     kereta api;

9.   Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang
     menggunakan jasa angkutan kereta api baik untuk angkutan
     orang maupun barang;
10.  Badan penyelenggara adalah badan usaha milik negara yang
     melaksanakan penyelenggaraan angkutan kereta api;
11.      Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di
     bidang perkeretaapian.

                               BAB II
                          ASAS DAN TUJUAN

                              Pasal 2

Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi nasional
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata,
keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, dan percaya pada
diri sendiri.

                              Pasal 3

Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar
perpindahan orang dan/atau barang secara masal, menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong
dan penggerak pembangunan nasional.

                              BAB III
                             PEMBINAAN

                              Pasal 4

Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerintah.

                              Pasal 5

(1)   Pembinaan   perkeretaapian   diarahkan untuk meningkatkan
      peranserta angkutan kereta api dalam keseluruhan moda
      transportasi secara terpadu.

(2)   Ketentuan mengenai pembinaan perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.

                               BAB IV
                          PENYELENGGARAAN

                              Pasal 6
(1)   Perkeretaapian   diselenggarakan   oleh    Pemerintah   dan
      pelaksanaannya diserahkan kepada badan penyelenggara yang
      dibentuk untuk itu berdasarkan peraturan perundang-undangan
      yang berlaku.

(2)   Badan usaha lain selain badan penyelenggara sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), dapat diikutsertakan dalam kegiatan
      perkeretaapian   atas    dasar   kerjasama    dengan   badan
      penyelenggara.

(3) Bentuk dan syarat-syarat kerjasama sebagaimana dimaksud
     dalam ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
     Pemerintah.

                              Pasal 7

(1)   Untuk menunjang kegiatan badan usaha di bidang industri,
      pertanian, pertambangan, dan kepariwisataan oleh badan usaha
      yang bersangkutan dapat digunakan kereta api khusus.

(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
      lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                               BAB V
                       PRASARANA DAN SARANA

                              Pasal 8

(1)   Pemerintah menyediakan dan merawat prasarana kereta api.

(2)   Penyediaan dan perawatan prasarana sebagaimana dimaksud
      dalam   ayat   (1),  dapat  dilimpahkan   kepada  badan
      penyelenggara.

(3)   Pengusahaan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      dilaksanakan oleh badan penyelenggara.

                              Pasal 9

(1)   Badan penyelenggara menyediakan dan merawat sarana kereta
      api.

(2)   Penyediaan dan perawatan sarana sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1), dapat dilakukan oleh badan usaha lain sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dengan cara kerjasama
      dengan badan penyelenggara.

(3)   Pengusahaan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
      ayat (2), dilaksanakan oleh badan penyelenggara.

                             Pasal 10

(1)   Prasarana dan sarana kereta api yang dioperasikan wajib
      mempunyai keandalan dan memenuhi persyaratan keselamatan.

(2)   Untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1), terhadap setiap prasarana dan sarana kereta api
      dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

(3)   Syarat keselamatan dan tata cara pemeriksaan serta pengujian
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
                             Pasal 11

Pemerintah    mengembangkan   rancang    bangun   dan   rekayasa
perkeretaapian.

                             Pasal 12

(1)   Pengoperasian prasarana dan sarana kereta api hanya dapat
      dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah memenuhi kualifikasi
      keahlian.

(2)   Persyaratan keahlian dan tata cara mendapatkan kualifikasi
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut
      dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 13

Untuk kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api,
Pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api yang
meliputi daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, dan daerah
pengawasan jalan termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas di
atasnya.

                             Pasal 14

(1)   Dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul
      dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi serta
      menempatkan barang pada jalur kereta api baik yang dapat
      mengganggu pandangan bebas, maupun dapat membahayakan
      keselamatan kereta api.

(2)   Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1),      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 15

(1)   Perlintasan antara jalur kereta    api   dengan   jalan   dibuat
      dengan prinsip tidak sebidang.

(2)   Pengecualian terhadap prinsip sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1), hanya dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan
      keselamatan dan kelancaran, baik perjalanan kereta api
      maupun lalu lintas di jalan.

(3)   Ketentuan    mengenai   perpotongan    dan pengecualiannya
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur
      lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 16

Dalam hal terjadi perpotongan jalur kereta api dengan jalan yang
digunakan untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai
jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

                             Pasal 17

(1) Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan,
     saluran air dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau
     memerlukan   persambungan,  pemotongan   atau   penyinggungan
     dengan jalur kereta api, dilaksanakan dengan cara yang tidak
     membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.

(2)   Ketentuan  mengenai   pelaksanaan pembangunan sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 18

Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1),
berwenang melarang siapapun:
a.   berada di daerah manfaat jalan kereta api;
b.   menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api;
c.   menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain
     untuk angkutan kereta api;
d.   berada di luar tempat yang disediakan untuk angkutan
     penumpang dan/atau barang;
e.   mengganggu ketertiban dan/atau pelayanan umum.

                             Pasal 19

(1)   Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti
      untuk melayani naik dan turunnya penumpang dan/atau bongkar
      muat barang dan/atau untuk keperluan operasi kereta api.

(2)   Kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh badan
      penyelenggara, naik turunnya penumpang dan/atau bongkar muat
      barang hanya dapat dilakukan di stasiun.

                             Pasal 20

(1)   Selain berfungsi sebagai tempat naik atau turunnya penumpang
      dan/atau bongkar muat barang, di stasiun dapat dilakukan
      kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api.

(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
      lanjut oleh Menteri.

                              BAB VI
              JARINGAN PELAYANAN ANGKUTAN KERETA API

                             Pasal 21

(1)   Jaringan pelayanan angkutan kereta api diselenggarakan
      secara terpadu dalam satu kesatuan yang merupakan bagian
      tidak   terpisahkan  dari  sistem   transportasi  secara
        keseluruhan.

(2)     Jaringan pelayanan angkutan       kereta   api    disusun dalam
        jaringan  pelayanan   angkutan     antar   kota    dan  jaringan
        pelayanan angkutan kota.
*8114
                               Pasal 22

(1)     Jaringan   pelayanan   angkutan  kereta   api   antar   kota
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) yang berfungsi
        sebagai pelayanan lintas utama, melayani angkutan jarak jauh
        dan sedang.

(2)     Jaringan   pelayanan  angkutan   kereta   api  antar   kota
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) yang berfungsi
        sebagai pelayanan lintas cabang, melayani angkutan jarak
        sedang dan dekat.

                               Pasal 23

Jaringan pelayanan angkutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2), berfungsi sebagai pelayanan lintas utama dalam satu
sistem angkutan kota.

                               Pasal 24

Angkutan kereta api khusus berfungsi untuk melayani kegiatan
badan usaha tertentu di bidang industri, pertanian, pertambangan,
dan kepariwisataan.

                                BAB VII
                               ANGKUTAN

                               Pasal 25

(1)     Penyelenggaraan   pelayanan  angkutan   orang atau   barang
        dilakukan setelah dipenuhinya syarat-syarat umum angkutan
        yang    ditetapkan     badan    penyelenggara   berdasarkan
        Undang-undang ini.

(2)     Karcis penumpang atau surat angkutan barang merupakan tanda
        bukti terjadinya perjanjian angkutan.

                               Pasal 26

Penumpang dan/atau barang yang telah memenuhi syarat-syarat umum
angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, wajib diangkut oleh
badan penyelenggara.

                               Pasal 27

Jika terjadi pembatalan pemberangkatan perjalanan kereta api oleh
badan penyelenggara, badan penyelenggara wajib mengembalikan
jumlah biaya yang telah dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim
barang.

                             Pasal 28

(1) Badan penyelenggara bertanggung jawab atas kerugian
     yang diderita oleh pengguna jasa dan/atau pihak ketiga yang
     timbul dari penyelenggaraan pelayanan angkutan kereta api.

(2)   Tanggung   jawab  sebagaimana     dimaksud     dalam     ayat    (1),
      diberikan dengan ketentuan:

      a.   sumber kerugian berasal dari pelayanan angkutan dan
      harus dibuktikan adanya kelalaian petugas, atau pihak lain
      yang dipekerjakan oleh badan penyelenggara;

      b.   besarnya ganti rugi dibatasi sejumlah maksimum asuransi
      yang   ditutup   oleh    badan   penyelenggara   dalam   hal
      penyelenggaraan kegiatannya.

                             Pasal 29

Badan penyelenggara diberi wewenang untuk:

a.    melaksanakan pemeriksaan terhadap pemenuhan            syarat-syarat
      umum angkutan bagi penumpang dan/atau barang;

b.    melaksanakan    penindakan   atas    pelanggaran            terhadap
      syarat-syarat umum angkutan tersebut huruf a;

c.    membatalkan perjalanan kereta api apabila dianggap              dapat
      membahayakan ketertiban dan kepentingan umum;

d.    menertibkan penumpang kereta api        atau    masyarakat       yang
      mengganggu perjalanan kereta api.

                             Pasal 30

Struktur dan golongan tarif angkutan kereta api ditetapkan oleh
Pemerintah.

                             Pasal 31

Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dimulai sejak
diangkutnya penumpang dan/atau diterimanya barang dan berakhir di
tempat tujuan yang disepakati.

                             Pasal 32

(1)   Pengirim dan/atau penerima barang yang tidak mengambil
      barangnya dari tempat penyimpanan yang ditetapkan badan
      penyelenggara dalam jangka waktu yang ditetapkan sesuai
      dengan   syarat-syarat umum  angkutan, dikenakan  biaya
      pcnyimpanan barang.

(2)   Pengirim dan/atau penerima barang hanya dapat mengambil
      barang setelah biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      dilunasi.

(3) Barang yang tidak diambil sebagaimana dimaksud dalam
     ayat (1) lebih dari waktu tertentu, dinyatakan sebagai
     barang tak bertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai
     ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal 33

Pengangkutan barang berbahaya dilaksanakan      sesuai    peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal 34

Badan penyelenggara wajib mengasuransikan      tanggung    jawabnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

                            Pasal 35
(1)   Penderita cacat dan/atau orang sakit berhak memperoleh
      pelayanan berupa perlakuan khusus dalam bidang angkutan
      kereta api.

(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
      lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                             BAB VIII
                            PENYIDIKAN

                             Pasal 36

(1)   Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pegawai
      Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup
      tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang
      perkeretaapian,   dapat  diberi   wewenang  khusus  sebagai
      penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
      Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan
      penyidikan tindak pidana di bidang perkeretaapian.

(2)   Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang
      untuk:
      a.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan
      atau keterangan tentang adanya tindak pidana;
      b.   memanggil dan memeriksa saksi dan/atau tersangka;
      c.   melakukan penggeledahan, penyegelan dan/atau penyitaan
      alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
      d.   melakukan pemeriksaan tempat yang diduga digunakan
      untuk melakukan tindak pidana;
      c.   meminta keterangan kepada saksi-saksi dan mengumpulkan
      barang bukti dari orang dan/atau badan hukum sehubungan
    dengan tindak pidana;
    f.   membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
    g.   menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup
    bukti tentang adanya tindak pidana.

(3) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
     (1) dan ayat (2), dilakukan sesuai dengan peraturan
     perundang-undangan yang berlaku.

                             BAB IX
                        KETENTUAN PIDANA

                            Pasal 37

Barangsiapa membangun gedung, membuat tembok, pagar tanggul dan
bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi serta
menempatkan barang pada jalur kereta api, baik yang dapat
mengganggu pandangan bebas maupun yang dapat membahayakan
keselamatan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan
diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara serta
wajib membongkar ataupun menghilangkan gangguan dimaksud.

                            Pasal 38

Barangsiapa karena perbuatannya mengakibatkan rusaknya pintu
perlintasan kereta api atau tanpa hak membuka pintu perlintasan
kereta api pada waktu kereta api akan dan/atau sedang berjalan
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah) dan
diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara.

                            Pasal 39

Barangsiapa melakukan perbuatan yang mengakibatkan terjadinya
pergeseran tanah di jalur kereta api, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 sehingga mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta
api, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah)
dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara.

                            Pasal 40

Barangsiapa melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusaknya,
mengurangi nilai atau tidak dapat berfungsinya atau tidak dapat
berfungsi secara sempurna sarana dan/atau prasarana kereta api,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan
diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara.

                            Pasal 41
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal
39, dan Pasal 40 Undang-undang ini adalah pelanggaran.

                                Pasal 42

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
menyebabkan matinya orang, luka berat atau cacat dapat dipidana
sesuai dengan ketentuan dalam hukum pidana.

                                BAB X
                         KETENTUAN LAIN-LAIN

                                Pasal 43

(1)   Terhadap setiap kecelakaan       kereta   api   harus    dilakukan
      penelitian sebab-sebabnya.

(2)   Penelitian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      dilaksanakan oleh Panitia yang pembentukan, susunan dan
      tugas-tugasnya diatur lebih lanjut oleh Menteri.

                                BAB XI
                         KETENTUAN PERALIHAN

                                Pasal 44

Pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan
pelaksanaan mengenai perkeretaapian dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.

                               BAB XII
                          KETENTUAN PENUTUP

                                Pasal 45

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:

1.    Algemeene Regelen betreffende den Aanleg en de Exploitatie
      van Spoor en Tramwegen, bestemd voor Algemeen Verkeer in
      Nederlandsch Indie (Koninklijke Besluit, Staatsblad 1926
      Nomor 26 jo. Staatsbiad Nomor 295);

2.    Algemeene Bepalingen betreffende de Spoor          en    Tramwegen
      (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 258);

3.    Bepalingen betreffende den Aanleg en het Bedrijf               der
      Spoorwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 259);

4.    Bepalingen voor de Stadstramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
      1927 Nomor 260);

5.    Bepalingen   Landelijke   Tramwegen   (Ordonnantie,     Staatsblad
       1927 Nomor 261);

6.     Bepalingen   betreffende   het   Vervoer    over   Spoorwegen
       (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 262);

7. Industriebaan Ordonnantie (Staatsblad 1885 Nomor 158 jo
     Staatsblad 1938 Nomor 595), dinyatakan tidak berlaku.

                              Pasal 46

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992.
     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

                              PENJELASAN
                                  ATAS
                  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 13 TAHUN 1992
                                TENTANG
                            PERKERETAAPIAN

UMUM

     Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik
Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri
dari beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, di
antara dua benua dan dua samudera, oleh karena itu mempunyai
posisi dan peranan yang sangat strategis dalam hubungan antar
bangsa.
     Untuk   mencapai   tujuan  pembangunan   nasional,   sebagai
pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting
dan strategis dalam pembangunan bangsa dan hal ini harus
tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
     Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan
strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh
persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan
bangsa dan negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin
pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi
mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah
air, bahkan dari dan ke luar negeri.
     Di   samping   itu,    transportasi    juga    berperan   sebagai
penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang
berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan
dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
     Menyadari peranannya, maka transportasi harus ditata dalam
satu sistem transportasi nasional secara terpadu, dan mampu
mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan
tingkat kebutuhan pelayanan yang aman, nyaman, cepat, tepat,
teratur dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat.   Untuk    itu    perlu    dikembangkan    berbagai   moda
transportasi dengan memperhitungkan karakteristik dan keunggulan
moda yang bersangkutan, dalam kaitannya dengan jenis dan volume
yang diangkut serta jarak tempuh yang harus dilayani.
     Perkeretaapian merupakan salah satu modal transportasi yang
memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam
kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang maupun barang secara
masal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai
faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah
serta lebih efisien dibanding dengan moda transportasi jalan raya
untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu
lintas, seperti angkutan kota. Keunggulan dan karakteristik
perkeretaapian    tersebut     perlu    dimanfaatkan     dalam   upaya
pengembangan    sistem     transportasi     secara    terpadu,    maka
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan dan pembangunan,
pengusahaan, pemeliharaan, dan pengoperasiannya perlu diatur
dengan   sebaik-baiknya,     sehingga    terdapat    keterpaduan   dan
keserasian serta keseimbangan beban antar modal transportasi yang
pada akhirnya mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi
mobilitas orang serta barang secara aman, nyaman, cepat, tepat,
teratur dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Keseluruhan hal tersebut di atas perlu diatur dalam satu
Undang-undang.
     Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban
serta tanggung jawab badan penyelenggara dan pengguna jasa
terhadap kerugian pihak ketiga, yang timbul dari penyelenggaraan
pelayanan angkutan kereta api.
     Kecuali   hal-hal    tersebut    di   atas   dan   dalam   rangka
pembangunan hukum nasional serta untuk lebih mewujudkan kepastian
hukum, melalui undang-undang ini hendak dicapai penyederhanaan,
penyesuaian,   dan   penggantian     perundang-undangan     di  bidang
perkeretaapian yang berlaku selama ini, yaitu:

a.   Algemeene Regelen betreffende den Aanleg en de Exploitatie
     van Spoor en Tramwegen, bestemd voor Algemeen Verkeer in
     Nederlandsch Indie (Koninklijke Besluit, Staatsblad 1926
     Nomor 26 jo Staatsblad Nomor 295);
b.   Algemeene Bepalingen betreffende de Spoor en Tramwegen
     (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 258);
c.   Bepalingen betreffende den Aanleg en het Bedrijf der
     Spoorwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 259);
d.   Bepalingen voor de Stadstramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
     1927 Nomor 260);
e.   Bepalingen Landelijke Tramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
     1927 Nomor 261);
f.   Bepalingen   betreffende   het   Vervoer   over   Spoorwegen
     (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 262);
g. Industriebaan Ordonnantie (Staatsblad 1885 Nomor 158
     jo. Staatsblad 1938 Nomor 595), yang sudah tidak sesuai lagi
     dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan
     teknologi.
     Dalam Undang-undang ini hanya diatur hal-hal yang bersifat
pokok, sedangkan yang bersifat teknis akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
     Angka 1
          Yang dimaksud dengan segala sesuatu dalam ketentuan ini
     meliputi perencanaan, pembangunan, pengadaan, pengoperasian,
     pengusahaan,    pemeliharaan,   pengaturan,     pengendalian,
     pengawasan, penelitian dan pengembangan Serta pendidikan dan
     pelatihan.
     Angka 2
          Yang dimaksud dengan akan ataupun sedang bergerak di
     jalan rel adalah yang terkait dengan urusan perjalanan
     kereta api.
     Angka 3
          Pengertian   menghubungkan  berbagai   tempat   termasuk
     menghubungkan titik temu berbagai moda transportasi.
     Angka 4
          Cukup jelas
     Angka 5
          Cukup jelas
     Angka 6
          Cukup jelas
     Angka 7
          Cukup jelas
     Angka 8
          Cukup jelas
     Angka 9
          Cukup jelas
     Angka 10
          Cukup jelas
     Angka 11
          Cukup jelas

Pasal 2
     Dalam ketentuan pasal ini yang dimaksud dengan:

     a.   asas manfaat yaitu, bahwa perkeretaapian harus dapat
     memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
     peningkatan    kesejahteraan    rakyat   dan    pengembangan
     perikehidupan yang berkeseimbangan bagi Warga Negara;
     b.   asas adil dan merata yaitu, bahwa perkeretaapian harus
     dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada
     segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
     masyarakat;
     *8122 c. asas keseimbangan yaitu, bahwa perkeretaapian
     harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat
     keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara
     kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan
     individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional
     dan internasional;

     d.    asas kepentingan umum yaitu, bahwa perkeretaapian harus
     lebih    mengutamakan   kepentingan   pelayanan   umum   bagi
     masyarakat luas;

     e.   asas keterpaduan yaitu, bahwa perkeretaapian harus
     merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling
     menunjang dan saling mengisi baik intra maupun antar moda
     transportasi;

     f.   asas   percaya  pada  diri   sendiri  yaitu,  bahwa
     perkeretaapian harus berlandaskan pada kepercayaan akan
     kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada
     kepribadian bangsa.

Pasal 3
     Secara masal mengandung pengertian bahwa kereta api memiliki
     kemampuan untuk mengangkut orang dan/atau barang dalam
     jumlah atau volume besar setiap kali perjalanannya.

Pasal 4
     Pengertian   dikuasai   oleh    Negara   adalah    bahwa   Negara
     mempunyai     hak     penguasaan       atas      penyelenggaraan
     perkeretaapian, yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
     Perwujudan    pembinaan    tersebut     meliputi      aspek-aspek
     pengaturan, pengendalian dan pengawasan.
     Aspek   pengaturan    mencakup     perumusan    dan     penentuan
     kebijaksanaan   umum   maupun    teknis   antara    lain   berupa
     persyaratan   keselamatan,    perizinan   dan    penyelenggaraan
     angkutan kereta api.
     Aspek pengendalian dilakukan baik di bidang pembangunan
     maupun operasi berupa pengarahan dan bimbingan terhadap
     penyelenggaraan angkutan kereta api.
     Aspek pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan
     angkutan kereta api.

Pasal 5
     Ayat (1)
          Peningkatan peranserta angkutan kereta api diutamakan
     untuk lintas jarak jauh dan angkutan kota.
          Untuk lintas jarak jauh dengan pertimbangan bahwa
     sesuai karakteristiknya sebagai angkutan masal lebih efisien
     apabila dibandingkan dengan moda angkutan lainnya.
          Sebagai angkutan kota, ditujukan untuk mengurangi
     kepadatan lalu lintas di jalan serta memperlancar mobilitas
     orang secara masal.
          *8123 Sedangkan untuk lintas jarak sedang lebih
     ditujukan untuk memperlancar dan menghimpun penumpang atau
     barang dari daerah penyangga.
     Ayat (2)
          Dalam Peraturan Pemerintah akan diatur antara lain
     mengenai keterpaduan antara perkeretaapian dengan moda
     transportasi lainnya.

Pasal 6
     Ayat (1)
           Pelaksanaan penyelenggaraan angkutan kereta api oleh
     badan    penyelenggara  tidak   mengurangi   tanggung jawab
     Pemerintah dalam penyediaan prasarana dan sarana serta
     kualitas pelayanan kereta api.
     Ayat (2)
           Yang   dimaksud  badan   usaha    lain   selain badan
     penyelenggara ialah badan hukum Indonesia.
           Keikutsertaan badan hukum tersebut ialah dengan cara
     bekerjasama dengan badan penyelenggara sebagai pencerminan
     dari usaha bersama dan kekeluargaan.
     Ayat (3)
           Cukup jelas

Pasal 7
     Ayat (1)
           Penggunaan kereta api khusus semata-mata hanya untuk
     menunjang kegiatan pokok dari badan usaha di bidang
     industri, pertanian termasuk kehutanan dan perkebunan,
     pertambangan, kepariwisataan, dan tidak dipergunakan untuk
     angkutan umum.
           Kegiatan kereta api khusus di bidang kepariwisataan
     dibatasi hanya pada taman rekreasi yang merupakan kesatuan
     dari usaha pokoknya dan tidak digolongkan sebagai angkutan
     umum.
           Penyediaan, perawatan dan pengoperasian prasarana dan
     sarana kereta api khusus dilakukan oleh badan usaha yang
     bersangkutan.
     Ayat (2)
           Dalam Peraturan Pemerintah akan diatur antara lain
     mengenai tata cara dan syarat-syarat perizinan, keandalan,
     dan keselamatan.

Pasal 8
     Ayat (1)
          Penyediaan dan perawatan prasarana kereta api dilakukan
     oleh Pemerintah hanya terbatas bagi prasarana kereta api
     untuk umum dengan prinsip mengutamakan produksi dalam
     negeri.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 9
     *8124 Ayat (1)
          Penyediaan dan perawatan sarana kereta api, dilakukan
     oleh   badan   penyelenggara dengan  prinsip  mengutamakan
     produksi dalam negeri.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 10
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan mempunyai keandalan dan memenuhi
     persyaratan keselamatan adalah kondisi prasarana dan sarana
     siap pakai dan secara teknis laik untuk dioperasikan.
     Ayat (2)
          Hasil pemeriksaan dan pengujian dinyatakan dengan
     pemberian tanda lulus pemeriksaan dan pengujian. Khusus
     untuk hasil pemeriksaan dan pengujian sarana kereta api di
     dalamnya   juga    dimuat   daya   angkut    maksimal   yang
     diperkenankan,   hal   tersebut   dimaksudkan   agar   dalam
     pengoperasiannya tetap diperhatikan batas muatan maksimum.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 11
     Dalam mengembangkan rancang bangun dan rekayasa, Pemerintah
     menciptakan iklim dan mendorong berkembangnya industri
     perkeretaapian dalam negeri dengan teknologi tepat guna
     antara lain yang hemat energi dan berwawasan lingkungan,
     dengan demikian harus dilakukan upaya yang konsisten dalam
     rangka mengurangi, mencegah, dan mengendalikan dampak
     pencemaran yang timbul dan dapat membahayakan lingkungan.

Pasal 12
     Ayat (1)
          Sesuai tuntutan perkembangan teknologi dan kelangsungan
     usaha, badan penyelenggara dituntut secara berkesinambungan
     meningkatkan keterampilan dan kualitas sumberdaya manusia di
     bidang perkeretaapian melalui pendidikan dan pelatihan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 13
     Penetapan  peraturan   mengenai   jalur  kereta   api   dalam
     ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan
     terhadap kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api
     itu sendiri sehingga diharapkan tetap dapat terwujud
     penyelenggaraan kereta api dengan kualitas yang tinggi.
     Sesuai maksud tersebut maka jalur kereta api sepenuhnya
     dikuasai oleh Pemerintah melalui badan penyelenggara. Hal
     ini berarti bahwa badan penyelenggara dalam memanfaatkan
     *8125 jalur tersebut tidak boleh mengakibatkan terganggunya
     penyelenggaraan angkutan kereta api.
     Agar masyarakat luas mengetahui batas jalur kereta api, maka
     badan penyelenggara wajib menempatkan tanda atau patok
     batas-batas jalur kereta api.
     Di dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

     a.   daerah manfaat jalan kereta api adalah jalan rel
     beserta tanah di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk
     konstruksi jalan rel;

     b.   daerah milik jalan kereta api yaitu daerah manfaat
     jalan kereta api beserta tanah di kiri dan kanannya yang
     dipergunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel;

     c.   daerah pengawasan jalan kereta api yaitu daerah milik
     jalan kereta api beserta tanah di kiri dan kanannya yang
     dipergunakan untuk pengamanan dan kelancaran operasional
     kereta api;

     d.   jalan rel yaitu satu kesatuan konstruksi yang terbuat
     dari baja, beton atau konstruksi lain yang terletak di
     permukaan, di bawah dan diatas tanah atau bergantung beserta
     perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api.

Pasal 14
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan pandangan bebas dalam ketentuan
     ini adalah pandangan bebas masinis kereta api untuk melihat
     jauh ke depan dan pandangan bebas masyarakat pemakai jalan
     yang akan melintasi jalur kereta api.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 15
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan jalan adalah sebagaimana diatur
     dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
          Yang dimaksud dengan prinsip tidak sebidang adalah
     prinsip letak jalan tidak berpotongan secara horizontal,
     melainkan dibangun di atas atau di bawah jalur kereta api.
          Prinsip ini berlaku pula untuk jalur kereta api khusus.
          Terhadap perlintasan antara jalur kereta api dengan
     jalan yang telah ada pada saat ini dan belum menerapkan
     prinsip tidak sebidang, secara berangsur-angsur sesuai
     dengan kemampuan Pemerintah diupayakan untuk dibuat tidak
     sebidang.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          *8126 Cukup jelas
Pasal 16
     Kewajiban mendahulukan perjalanan kereta api ini didasarkan
     pertimbangan bahwa sifat pengoperasian kereta api sangat
     terbatas pada jalan rel tersebut dan keterbatasan teknis
     lainnya.

Pasal 17
     Ayat (1)
          Pihak-pihak yang memerlukan penyambungan, pemotongan
     atau   penyinggungan   dengan   jalur   kereta  api dapat
     melakukannya setelah memenuhi persyaratan dan perizinan
     serta tidak membahayakan perjalanan kereta api.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 18
     Huruf a
          Termasuk    dalam  ketentuan    ini   adalah   kegiatan
     menggembala atau menggiring ternak.
     Huruf b
          Termasuk dalam ketentuan ini adalah melintasi jalur
     kereta api menjelang kereta api lewat dan termasuk
     pengertian menyeret adalah mendorong barang tanpa roda.
     Huruf c
          Cukup jelas
     Huruf d
          Yang dimaksud dengan di luar tempat yang disediakan
     adalah di tempat-tempat tertentu dalam stasiun yang tidak
     disediakan untuk naik atau turunnya penumpang dan/atau
     bongkar muat barang.
     Huruf e
          Yang dimaksud dengan mengganggu ketertiban dan/atau
     pelayanan umum antara lain kegiatan percaloan, duduk di atas
     atap kereta api dan tempat-tempat lain yang membahayakan.
          Termasuk dalam pengertian ini adalah penumpang dan/atau
     barang yang menimbulkan gangguan kepada penumpang lainnya
     dan atau yang dapat membahayakan keselamatan perjalanan
     kereta api.

Pasal 19
     Ayat (1)
          Operasi kereta api memerlukan tempat untuk bersilang,
     bersusulan,   berangkat,  berhenti   dan  operasi  lainnya.
     Pemilihan tempat tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
     pengguna jasa kereta api untuk naik turunnya penumpang
     dan/atau bongkar muat barang serta perpindahan antar moda
     transportasi.
          Selain itu terdapat pula stasiun yang hanya untuk
     melayani penumpang, barang, baik barang-barang umum atau
     barang- barang sejenis antara lain peti kemas,    *8127
     batu bara, hewan dan sebagainya, serta stasiun yang hanya
     untuk keperluan operasi. Pengertian tempat dalam ketentuan
     ini adalah merupakan suatu kawasan yang memiliki batas-batas
     tertentu.
     Ayat (2)
          Yang dimaksud hal-hal tertentu adalah naik turunnya
     penumpang atau barang di luar stasiun yang disebabkan karena
     keadaan yang memaksa antara lain kerusakan kereta api,
     jembatan atau jalan rel dan dalam rangka tugas-tugas
     keamanan.

Pasal 20
     Ayat (1)
           Kegiatan usaha penunjang pada ayat ini antara lain
     dapat    berupa   usaha pertokoan,   restoran,   perkantoran,
     perhotelan    sepanjang  usaha   penunjang   tersebut   tidak
     mengganggu fungsi pokok stasiun.
     Ayat (2)
           Cukup jelas

Pasal 21
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Penyusunan jaringan pelayanan angkutan antar kota
     adalah untuk menghubungkan antar kota-kota di dalam negeri.
     Sesuai dengan kebutuhan, dapat pula menghubungkan antara
     kota di dalam negeri dengan kota di luar negeri.
          Penyusunan jaringan pelayanan angkutan antar kota dan
     pelayanan angkutan kota ke dalam satu sistem yang terpadu
     ditujukan untuk memperoleh efisiensi yang tinggi serta dalam
     rangka pemberian pelayanan yang sebaik-baiknya.
          Hal    ini    tidak     menutup    kemungkinan    untuk
     mengintegrasikan pelayanan angkutan kereta api khusus ke
     dalam sistem ini.
          Sistem angkutan kota pada dasarnya merupakan suatu
     jaringan pelayanan tersendiri yang tidak sama dengan
     jaringan angkutan antar kota. Namun demikian kedua sistem
     tersebut harus diintegrasikan agar memungkinkan pengguna
     jasa berpindah dari satu jaringan pelayanan ke jaringan
     pelayanan kereta api yang lain, termasuk kemungkinan
     berpindah ke moda transportasi lainnya, karena merupakan
     satu sistem distribusi dan akumulasi bagi angkutan kota.

Pasal 22
     Ayat (1)
          Pelayanan lintas utama dalam ayat ini dimaksudkan untuk
     melayani angkutan yang bervolume besar dengan jarak tempuh
     yang jauh sehingga biaya angkutannya menjadi lebih murah.
     Ayat (2)
          *8128 Cukup jelas

Pasal 23
     Cukup jelas
Pasal 24
     Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1)

Pasal 25
     Ayat (1)
          Syarat-syarat   umum   angkutan  sebagaimana dimaksud
     meliputi hak dan kewajiban pengguna jasa dan badan
     penyelenggara angkutan penumpang dan angkutan barang yang
     antara lain memuat hal-hal sebagai berikut:

          a.   Hak pengguna jasa untuk memperoleh pelayanan
     sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati misalnya
     pemegang karcis tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan
     sesuai dengan karcis yang dimilikinya. Kewajiban pengguna
     jasa untuk membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat
     pelayanan yang dikehendakinya.

          b.   Kewajiban badan penyelenggara untuk mengangkut
     penumpang yang telah memiliki karcis penumpang sesuai dengan
     tingkat pelayanan yang disepakati atau mengangkut barang
     pengguna jasa yang telah memiliki surat angkutan barang.

               Demikian pula kewajiban badan penyelenggara untuk
     membayar ganti rugi sesuai syarat-syarat umum yang telah
     disepakati, kepada pengguna jasa yang mengalami kerugian
     sebagai akibat dari kelalaian badan penyelenggara.
               Memberikan pelayanan dalam batas-batas kelayakan
     sesuai kemampuan badan penyelenggara kepada pengguna jasa,
     selama    menunggu    keberangkatan   dalam    hal   terjadi
     keterlambatan    pemberangkatan   karena   kelalaian   badan
     penyelenggara.

          c.   Apabila calon pengguna jasa yang telah memiliki
     karcis atau surat angkutan barang, kemudian membatalkan
     perjalanannya, atau pengiriman barangnya maka berlaku
     ketentuan-ketentuan     sebagaimana    tercantum    dalam
     syarat-syarat umum angkutan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 26
     Ketentuan   wajib   angkut   ini  dimaksudkan   agar   badan
     penyelenggara tidak melakukan perbedaan perlakuan terhadap
     pemakai jasa angkutan kereta api, sepanjang pengguna jasa
     *8129 telah memenuhi syarat-syarat umum angkutan yang
     ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 27
     Pembatalan dalam ketentuan ini tidak termasuk     pembatalan
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c.

Pasal 28
     Ayat (1)
          Pengertian kerugian yang diderita oleh pengguna jasa
     tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh ataupun bagian
     biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 29
     Huruf a
          Cukup jelas
     Huruf b
          Penindakan    yang   dapat     dilakukan   oleh    badan
     penyelenggara antara lain berupa:

          1)        pengenaan denda atau menurunkan penumpang di
     stasiun terdekat;

          2)   menurunkan barang dan melaporkan kepada aparat
     yang berwenang apabila barang tersebut diduga membahayakan
     keselamatan perjalanan kereta api.
     Huruf c
          Cukup jelas

     Huruf d
          Dalam penertiban penumpang kereta api atau masyarakat,
     dapat dilakukan bersama aparat keamanan.

Pasal 30
     Dalam penetapan struktur dan golongan taraf. Pemerintah
     memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan badan
     penyelenggara.
     Pemerintah   menetapkan  tarif   yang   berorientasi  kepada
     kepentingan dan kemampuan masyarakat luas.
     Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut,
     badan penyelenggara menetapkan tarif yang berorientasi
     kepada   kelangsungan    dan   pengembangan    usaha   badan
     penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta
     perluasan jaringan angkutan kereta api.

Pasal 31
     Dalam angkutan barang maka tanggung jawab tersebut berakhir
     hingga diserahkannya barang ditempat tujuan yang disepakati.

Pasal 32
     Ayat (1)
          *8130 Tempat penyimpanan yang disediakan oleh      badan
     penyelenggara dapat berupa gerbong, gudang dan          ruang
     terbuka.
          Biaya penyimpanan antara lain sewa gerbong,        biaya
     pembongkaran, biaya pemindahan, biaya penumpukan, dan   biaya
     sewa gudang.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Yang dimaksud dengan waktu tertentu dalam ketentuan ini
     adalah waktu yang disebutkan dalam syarat-syarat umum
     angkutan.

Pasal 33
     Pada dasarnya barang berbahaya seperti bahan peledak, bahan
     kimia dan lain-lain harus diperlakukan dengan pengamanan
     khusus, seperti cara pengepakan, pemuatan dan lain-lain
     sehingga tidak membahayakan keselamatan.

Pasal 34
     Cukup jelas

Pasal 35
     Ayat (1)
          Pelayanan khusus bagi penumpang yang menderita cacat
     atau orang sakit tersebut dimaksudkan agar mereka juga dapat
     menikmati pelayanan angkutan kereta api dengan baik. Yang
     dimaksud pelayanan khusus dalam ketentuan ini dapat berupa
     pembuatan jalan khusus di stasiun dan sarana khusus untuk
     naik kereta api, atau penyediaan ruang yang disediakan
     khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi
     orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi
     tidur.
          Yang dimaksud dengan cacat dalam ketentuan ini misalnya
     penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat
     kaki, tuna netra dan sebagainya.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 36
     Ayat (1)
          Penyidikan     pelanggaran     terhadap     Undang-undang
     Perkeretaapian    memerlukan      keahlian     dalam    bidang
     perkeretaapian sehingga perlu adanya petugas khusus untuk
     melakukan penyidikan disamping pegawai yang biasa bertugas
     menyidik tindak pidana, petugas dimaksud adalah pegawai
     negeri sipil di lingkungan Departemen yang membawahi bidang
     perkeretaapian.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Pelaksanaan   penyidikan   dilaksanakan    sesuai  dengan
     ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara
     lain Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 107        *8131 Undang-undang
     Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 37
     Cukup jelas

Pasal 38
     Cukup jelas

Pasal 39
     Perbuatan yang mengakibatkan pergeseran tanah disekitar
     jalur kereta api dapat berupa menggali tanah, menimbun,
     membuang limbah, air dan sebagainya di daerah milik jalan
     kereta api.

Pasal 40
     Cukup jelas

Pasal 41
     Cukup jelas

Pasal 42
     Yang dimaksud dengan ketentuan dalam hukum pidana adalah
     ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau peraturan
     perundang-undangan yang menggantikannya.

Pasal 43
     Ayat (1)
          Penelitian sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam
     ketentuan ini adalah bukan dalam kaitan dengan penyidikan
     (penegakan hukum), melainkan semata-mata untuk mengetahui
     sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam rangka perbaikan
     teknologi dan agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi
     dikemudian hari. Apabila dalam kecelakaan tersebut memang
     terdapat unsur melawan hukum maka pemeriksaannya juga
     dilakukan oleh penyidik dalam rangka penegakan hukum.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 44
     Cukup jelas

Pasal 45
     Cukup jelas

Pasal 46
     Diberlakukannya Undang-undang ini mulai tanggal 17 September
     1992 dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada aparat
     Pemerintah dan badan penyelenggara guna menyesuaikan dengan
     ketentuan Undang-undang ini serta memberikan penyuluhan
     kepada masyarakat untuk mengetahui Undang-undang ini.

                   --------------------------------

                            *8132 CATATAN

Kutipan:   LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perkeretaapian_(uu_13_thn_1992)_13.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Pengertian kereta api menurut para ahli. Pengertian stasiun kereta api menurut para ahli. Definisi kereta api menurut para ahli. Isi algemeene bepalinge van spoor en tramwegen dki jakarta. Dasar untuk tertib perkeretaapian adalah algemeene bepalingen van spoor en tramwegen. Definisi prasarana kereta api menurut uu no. 13 tahun 1992. Stasiun kereta api menurut para ahli.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.