Previous
Next

1985

Undang-Undang Perikanan (UU 9 thn 1985)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan :
                    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 9 TAHUN 1985
                               TENTANG
                              PERIKANAN

                   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:   a. bahwa perairan yang merupakan bagian terbesar wilayah Negara
                Republik Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
                mengandung sumber daya ikan yang sangat potensial dan penting arti,
                peranan, dan manfaatnya sebagai modal dasar pembangunan untuk
                mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
             b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dengan
                Wawasan Nusantara pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan
                sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam
                pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja
                dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan petani ikan kecil serta
                terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya yang akan
                meningkatkan ketahanan nasional;
             c. bahwa peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang
                berlaku sampai sekarang kurang luas jangkauannya dan kurang
                mampu menampung perkembangan keadaan serta kebutuhan
                pembangunan pada umumnya dan pembangunan hukum nasional
                pada khususnya, sehingga dipandang perlu untuk menetapkan
                ketentuan-ketentuan baru dalam bentuk. Undang-undang;

Mengingat:   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
             1945;

                             Dengan persetujuan
              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                                 MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERIKANAN.


                                      BAB I


                                 KETENTUAN UMUM

                                       Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
      pemanfaatan sumber daya ikan;
2.    Sumber daya ikan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya,
3.    Pengelolaan sumber daya ikan adalah semua upaya yang bertujuan agar sumber
      daya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung terus menerus;
4.    Pemanfaatan sumber daya ikan adalah kegiatan penangkapan ikan dan/atau
      pembudidayaan ikan;
5.    Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk
      menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
      mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial;
6.    Penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di
      perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun,
      termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
      menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya;
7.    Alat penangkap ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya
      yang dipergunakan untuk menangkap ikan;
8.    Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang
      dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk untuk melakukan
      survai atau eksplorasi perikanan;
9.    Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau
      membiakkan ikan dan memanen hasilnya;
10.   Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan;
11.   Petani ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan
      ikan;
12.   Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumber daya ikan,
      termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya;
13.   Pencemaran sumber daya ikan adalah tercampurnya sumber daya ikan dengan
      makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain akibat perbuatan manusia
      sehingga sumber daya ikan menjadi kurang atau tidak berfungsi sebagaimana
      seharusnya dan/atau berbahaya bagi yang memanfaatkannya;
14.   Kerusakan sumber daya ikan adalah terjadinya penurunan potensi sumber daya
      ikan yang dapat membahayakan kelestariannya di suatu lokasi perairan tertentu
      yang diakibatkan oleh perbuatan seseorang atau badan hukum yang telah
      menimbulkan gangguan sedemikian rupa terhadap keseimbangan biologi atau daur
      hidup sumber daya ikan;
15.   Pencemaran lingkungan sumber daya ikan adalah masuknya atau dimasukkannya
      makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan sumber
      daya ikan sehingga kualitas lingkungan sumber daya ikan turun sampai tingkat
      tertentu yang menyebabkan lingkungan sumber daya ikan menjadi kurang atau
      tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
16.   Kerusakan lingkungan sumber daya ikan adalah suatu keadaan lingkungan sumber
      daya ikan di suatu lokasi perairan tertentu yang telah mengalami perubahan fisik,


      kimiawi dan hayati, sehingga tidak atau kurang berfungsi sebagai tempat hidup,
      mencari makan, berkembang biak atau berlindung sumber daya ikan, karena telah
      mengalami gangguan sedemikian rupa sebagai akibat perbuatan seseorang atau
      badan hukum; 17. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia;
18.   Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan.


                                      BAB II
                                WILAYAH PERIKANAN

                                        Pasal 2

Wilayah perikanan Republik Indonesia meliputi:
a.    Perairan Indonesia;
b.    Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik
      Indonesia;
c.    Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

                                   BAB III
                        PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN

                                        Pasal 3

(1)   Pengelolaan sumber daya ikan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia
      ditujukan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa
      Indonesia.
(2)   Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah
      melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan secara terpadu dan terarah dengan
      melestarikan sumber daya ikan beserta lingkungannya bagi kesejahteraan dan
      kemakmuran rakyat Indonesia.

                                        Pasal 4

Dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan ketentuan-
ketentuan mengenai:
1.     alat-alat penangkapan ikan;
2.     syarat-syarat teknis perikanan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan dengan
       tidak mengurangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
       mengenai keselamatan pelayaran;
3.     jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh
       ditangkap;
4.     daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan; 5 . pencegahan pencemaran
       dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya;
6.     penebaran ikan jenis baru;
7.     pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
8.     pencegahan dan pemberantasan hama serta penyakit ikan;
9.     hal-hal lain yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya


      ikan.

                                       Pasal 5

Pengangkutan ikan hidup antar pulau di dalam wilayah Republik Indonesia atau antara
wilayah Indonesia dengan negara asing dikenakan ketentuan-ketentuan karantina ikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                                       Pasal 6

(1)   Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan
      pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dan/atau alat yang dapat
      membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.
(2)   kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan
      dan/atau alat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kepentingan ilmiah dan
      kepentingan tertentu lainnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                                       Pasal 7

(1)   Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan perbuatan yang
      mengakibatkan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan/atau
      lingkungannya.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku sepanjang
      mengenai perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan kegiatan penelitian dan
      kegiatan ilmiah lainnya yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                                       Pasal 8

(1)   Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan atau pelestarian alam perairan,
      Pemerintah menetapkan jenis ikan tertentu yang dilindungi dan/atau lokasi perairan
      tertentu sebagai suaka perikanan berdasarkan ciri yang khas jenis ikan atau
      keadaan alam perairan termaksud.
(2)   Dalam pengaturan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah
      dapat menetapkan pembatasan terhadap kegiatan penangkapan atau
      pembudidayaan ikan atau kegiatan lainnya di lokasi tersebut.

                                   BAB IV
                        PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN

                                       Pasal 9

(1)   Usaha perikanan di wilayah perikanan Republik Indonesia hanya boleh dilakukan
      oleh warga negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(2)   Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
      dapat diberikan di bidang penangkapan ikan, sepanjang hal tersebut menyangkut
      kewajiban Negara Republik Indonesia berdasarkan ketentuan persetujuan
      internasional atau hukum internasional yang berlaku.


                                       Pasal 10

(1)   Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan
      memiliki izin usaha perikanan.

(2)   Nelayan dan petani ikan kecil atau perorangan lainnya yang sifat usahanya
      merupakan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak
      dikenakan kewajiban memiliki izin usaha perikanan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1).
(3)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
      dengan Peraturan Pemerintah.

                                       Pasal 11

(1)   Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan di bidang
      penangkapan atau pembudidayaan ikan di laut atau di perairan lainnya di wilayah
      perikanan Republik Indonesia dikenakan pungutan perikanan.
(2)   Nelayan dan petani ikan kecil yang melakukan penangkapan atau pembudidayaan
      ikan yang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak dikenakan
      pungutan perikanan.
(3)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
      dengan Peraturan Pemerintah.

                                       Pasal 12

(1)   Kapal perikanan yang digunakan oleh warganegara Republik Indonesia atau badan
      hukum Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan di dalam wilayah perikanan
      Republik Indonesia harus berbendera Indonesia.
(2)   Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
      dapat dilakukan untuk kegiatan penelitian serta kegiatan ilmiah lainnya di wilayah
      perikanan Republik Indonesia dan kegiatan penangkapan ikan di Zona Ekonomi
      Eksklusif Indonesia.

                                       Pasal 13

Kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan di dalam wilayah perikanan Republik
Indonesia yang tidak untuk tujuan komersial diatur oleh Menteri.



                                   BAB V
                        PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN

                                       Pasal 14




Pemerintah menyelenggarakan pembinaan sistem informasi dan menyelenggarakan
pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran seluas-luasnya mengenai data teknik dan
data produksi perikanan guna menunjang pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan
serta pengembangan usaha perikanan.


                                       Pasal 15

(1)   Pemerintah membina dan mengembangkan penelitian dan kegiatan lainnya di
      bidang perikanan.
(2)   Dalam menyelenggarakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      Pemerintah dapat mengadakan kerja sama dengan lembaga swasta nasional,
      lembaga internasional atau lembaga asing.

                                       Pasal 16

(1)   Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, latihan, penyuluhan dan bimbingan di
      bidang perikanan.
(2)   Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah
      dapat mengikutsertakan masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

                                       Pasal 17

Pemerintah mendorong, menggerakkan, membantu dan melindungi usaha nelayan dan
petani ikan kecil terutama melalui koperasi nelayan dan/atau koperasi petani ikan.

                                       Pasal 18

(1)   Pemerintah membangun dan membina prasarana perikanan.
(2)   Ketentuan pelaksanaan mengenai pengadaan, kedudukan, fungsi, pengelolaan dan
      penggunaan prasarana perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
      dengan Peraturan Pemerintah.

                                       Pasal 19

Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan.

                                       Pasal 20

Menteri menetapkan larangan pengeluaran atau pemasukan jenis ikan tertentu dari atau ke
wilayah Republik Indonesia.
                                      BAB VI
                 PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN

                                       Pasal 21

Penyerahan sebagian urusan perikanan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah


dan penarikannya kembali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



                                      Pasal 22

Pemerintah Pusat dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
urusan tugas pembantuan di bidang perikanan.

                                  BAB VII
                        PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

                                      Pasal 23

(1)   Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
      secara berdaya guna dan berhasil guna, dilakukan pengawasan dan pengendalian
      terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan di bidang perikanan.
(2)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
      Peraturan Pemerintah.

                                     BAB VIII
                                KETENTUAN PIDANA

                                      Pasal 24

Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak- banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).

                                      Pasal 25

Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan
ikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10:
a.     dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda
       sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), apabila dalam
       kegiatannya menggunakan kapal bermotor berukuran 30 (tiga puluh) gros ton atau
       lebih;
b.     dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan
       atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah),
       apabila dalam kegiatannya menggunakan kapal bermotor berukuran kurang dari 30
       (tiga puluh) gros ton.




                                      Pasal 26

Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b melakukan usaha perikanan di bidang pembudidayaan
ikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (lima
juta rupiah).

                                      Pasal 27

(1)   Barangsiapa melanggar ketentuan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 4 dipidana
      dengan pidana denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta
      rupiah).
(2)   Barangsiapa melanggar ketentuan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 20 dipidana
      dengan pidana denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

                                      Pasal 28

(1)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 adalah
      kejahatan.
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 adalah
      pelanggaran.

                                      Pasal 29

Benda-benda yang dipergunakan dalam dan yang dihasilkan dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 dapat
dirampas untuk negara.

                                      Pasal 30

Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia dipidana sesuai dengan ketentuan pidana dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.


                                   BAB IX
                          KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

                                      Pasal 31

(1)   Pejabat aparatur penegak hukum yang berwenang melaksanakan penyidikan
      terhadap pelanggaran ketentuan Undang-undang ini di perairan Indonesia adalah
      pejabat penyidik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-undang
      Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
(2)   Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang bertugas di bidang perikanan dapat
      diberikan kewenangan untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran


      ketentuan Undang-undang ini.
(3)   Pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu di bidang perikanan sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (2) karena kewajibannya mempunyai kewenangan :
      a.     menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
             pelanggaran ketentuan Undang-undang ini;
      b.     melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku
             pelanggaran ketentuan Undang-undang ini;
      c.     menggeledah kapal perikanan, sarana angkutan dan tempat menyimpan,
             mendinginkan dan mengawetkan ikan yang diduga dipergunakan dalam atau
             menjadi tempat melakukan pelanggaran ketentuan Undang-undang ini.
      d.     melakukan penyitaan ikan yang dihasilkan, alat-alat dan surat-surat yang
             digunakan dalam melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-
             undang ini.
(4)   Penyidikan dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan
      dengan memperhatikan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
      Undang-undang Hukum Acara Pidana dan ketentuan hukum acara pidana lainnya.

                                    BAB X
                             KETENTUAN PERALIHAN

                                      Pasal 32

Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan
yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku
sampai dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

                                    BAB XI
                              KETENTUAN PENUTUP

                                      Pasal 33

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
a.    Algemeene regelen voor het visschen naar Parelschelpen, Parelmoerschelpen,
      Teripang en Sponsen binnen de afstand van niet meer dan drie Engelsche
      zeemijlen van de kusten van Nederlandsch Indie (Staatsblad Tahun 1916 Nomor
      157);
b.    Visscherij Bepalingen ter Bescherming van den Vischsstand (Staatsblad Tahun
      1920 Nomor 396);
c.    Algemeene Regeling voor de Visscherij binnen het zeegebied van Nederlandsch
      Indie (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 144);
d.    Algemeene regelen voor de jacht op walvisschen binnen den afstand van drie
      zeemijlen van de kusten van Nederlandsch Indie (Staatsblad Tahun 1927 Nomor
      145);
e.    Ketentuan mengenai perikanan dalam Territoriale Zee en Maritieme Kringen
      Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 442), kecuali ketentuan-ketentuan
      yang menyangkut acara pelaksanaan penegakan hukum di laut;
dengan segala perubahannya, dinyatakan tidak berlaku lagi.


                                       Pasal 34

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

                                       Pasal 35

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                                  Disahkan di Jakarta
                                                  pada tanggal 19 Juni 1985

                                                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                                  ttd.

                                                  SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juni 1985

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SUDHARMONO, S.H.


        LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 46




                               PENJELASAN
                                   ATAS
                     UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                            NOMOR 9 TAHUN 1985
                                 TENTANG
                                PERIKANAN

UMUM

Tanah air Indonesia yang sebagian besar terdiri dari perairan, mengandung sumber daya
ikan yang sangat tinggi tingkat kesuburannya dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, sejak dulu kala dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia secara turun temurun, Dengan
telah disahkannya rejim hukum Zona Ekonomi Eksklusif dalam lingkup hukum laut
internasional yang baru, maka sumber daya ikan milik bangsa Indonesia menjadi
bertambah besar jumlahnya dan sangat potensial untuk menunjang upaya peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.

Sumber daya ikan seperti di atas, dipadukan dengan nelayan dan petani ikan yang sangat
besar jumlahnya, merupakan modal dasar pembangunan nasional yang sangat penting
artinya. Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara,
bidang perikanan harus mampu ikut serta mewujudkan kekuatan ekonomi sebagai upaya
meningkatkan ketahanan nasional.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan ini merupakan landasan konstitusional dan
sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang berkaitan dengan sumber daya ikan.
Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan Negara
atas sumber daya ikan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat banyak dan oleh karenanya pemanfaatan sumber daya ikan
harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan, sekaligus memperbaiki kehidupan
nelayan dan petani ikan kecil serta memajukan desa-desa pantai. Berpegang kepada
pikiran dasar ini, maka perlu diambil langkah-langkah agar para nelayan dan petani ikan
yang sampai saat ini masih termasuk golongan yang sangat rendah pendapatannya
memperoleh kesempatan cukup untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Amanat bahwa kekayaan alam Indonesia harus dipergunakn untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat dalam Pasal 33 tersebut mengandung pula arti, bahwa pemanfaatan
sumber daya ikan tidak sekedar ditujukan untuk kepentingan kelompok masyarakat yang
secara langsung melakukan kegiatan di bidang perikanan, tetapi juga harus memberi
manfaat sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia secara keseluruhan. Dengan bertolak
dari pemikiran dasar tentang masalah keadilan dan pemerataan tadi, dirasakan perlunya
usaha-usaha untuk mewujudkan penyediaan ikan dalam jumlah yang memadai sebagai
upaya mencukupi gizi masyarakat dengan harga yang layak.

Pasal 33 juga mengandung cita-cita bangsa, bahwa pemanfaatan sumber daya ikan harus
dapat dilakukan secara terus menerus bagi kemakmuran rakyat. Sejalan dengan itu, sudah
semestinya bila pengelolaan dan pemanfaatannya diatur secara mantap, sehingga mampu


menjamin arah dan kelangsungan serta kelestarian pemanfaatannya dapat berlangsung
seiring dengan tujuan pembangunan nasional.

Sumber daya ikan memang memiliki daya pulih kembali ("renewable"), walaupun hal itu
tidak pula berarti tak terbatas. Oleh karena itu apabila pemanfaatannya dilakukan secara
bertentangan dengan kaidah-kaidah pengelolaan sumber daya ikan, misalnya sampai
melebihi potensi yang tersedia, atau dengan menggunakan alat yang dapat merusak
sumber daya ikan dan/atau lingkungan, tentu akan berakibat terjadinya kepunahan.
Terancamnya kelestarian sumber daya ikan dapat pula disebabkan oleh kegiatan-kegiatan
lain, misalnya pelayaran, pertambangan, penempatan kabel laut, pembuangan sampah
industri, penebangan hutan bakau bahkan juga peristiwa alam, kesemuanya ini secara
potensial dapat menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Sehubungan
dengan itu, pembinaan kelestarian sumber daya ikan merupakan masalah yang sangat
penting dan harus dilaksanakan segara terpadu dan terarah. Dalam hubungan inilah maka
perlu diambil langkah-langkah untuk mengatur segi-segi kelestarian serta pengawasannya.

Hal yang sangat penting dan erat sekali kaitannya dengan masalah perikanan ini, adalah
wilayah perikanan itu sendiri. Oleh karenanya, keterkaitan Undang-undang ini terutama
dengan Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia dan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, serta
pelaksanaan konsep negara kepulauan ("archipelagic state concept") sebagaimana diakui
dalam hukum laut intemasional yang baru bersifat mutlak. Sebab di dalam wilayah perairan
itulah jangkauan pengaturan Undang-undang ini berlangsung dan diberlakukan.

Kenyataan bahwa sumber daya ikan yang menjadi milik Bangsa Indonesia semakin
bertambah besar, perlu diimbangi usaha-usaha pemanfaatan yang memadai berasaskan
kekeluargaan dan berdasarkan demokrasi ekonomi. Untuk itu peranan dan perkembangan
koperasi, badan usaha milik negara dan swasta di bidang perikanan perlu ditingkatkan
secara wajar dan terarah serta serasi.


Karena untuk mencapai tingkat pemanfaatan yang optimal memang dibutuhkan
permodalan yang cukup besar, teknologi yang tepat guna dan tenaga kerja yang memadai,
maka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan yang terdapat di perairan laut yang
demikian luasnya, memerlukan sistem pengawasan dan pengamanan yang memadai.
Untuk itu Pemerintah perlu memberikan perhatian yang cukup di bidang ini.

Dalam pada itu, peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang berlaku pada
saat ini sebagian besar masih berasal dari zaman Hindia Belanda. Selain berbeda dalam
pemikiran dasar, peraturan-peraturan itupun sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan. Sehubungan dengan hal-hal di atas, maka dipandang perlu
untuk mengatur perikanan dengan Undang-undang.




PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
       Angka 1
             Cukup jelas.
       Angka 2
             Yang dimaksud dengan semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya
             adalah :
             1)    Pisces (ikan bersirip);
             2)    Crustacea (udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya);
             3)    Mollusca (kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya);
             4)    Coelenterata (ubur-ubur dan sebangsanya);
             5)    Echinodermata (tripang, bulu babi dan sebangsanya);
             6)    Amphibia (kodok dan sebangsanya);
             7)    Reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan sebangsanya);
             8)    Mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya);
             9)    Algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di
                   dalam air);
             10)   Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut
                   di atas;
             Semuanya termasuk bagian-bagiannya.

      Angka 3
            Pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan meliputi kegiatan-kegiatan
            pengendalian pemanfaatan, pembinaan potensi dan pelestarian sumber
            daya ikan dan lingkungannya, dan pengaturan berbagai kegiatan lainnya
            yang langsung berkaitan atau sekurang-kurangnya dapat mempengaruhi
            keadaan sumber daya ikan dan lingkungannya.

      Angka 4 sampai dengan Angka 18
            Cukup jelas.

Pasal 2
       Huruf a
              Perairan Indonesia adalah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang
              Nomor 4 Prp Tahun 1960.
       Huruf b
              Yang dimaksud dengan genangan air lainnya yaitu genangan air di daratan
              yang terjadi secara alamiah untuk waktu yang lama atau sementara yang
              memungkinkan untuk dilaksanakannya penangkapan atau pembudidayaan
              ikan. Termasuk dalam pengertian ini yaitu tambak dan kolam ikan yang
              diusahakan,
       Huruf c
              Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah sebagaimana ditetapkan dalam
              Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
              Indonesia.




Pasal 3
       Ayat (1)
              Cukup jelas.
       Ayat (2)
              Dalam rangka mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatan,
              maka kepada nelayan dan petani ikan yang hanya memiliki peralatan yang
              mobilitas dan/atau produktivitasnya relatif masih terbatas perlu diberikan
              kesempatan yang seluas-luasnya dan sebaik-baiknya agar tetap dapat
              memperoleh hasil untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dalam kaitan
              kebijaksanaan     pengaturan      yang    demikian,   maka     pengaturan
              pemanfaatannya harus memungkinkan mereka terhindar dari himpitan
              kegiatan yang telah memiliki alat dan perlengkapan dengan mobilitas
              dan/atau produktivitas yang lebih tinggi.

Pasal 4
       Angka 1 sampai dengan Angka 4
             Didorong oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan yang
             se-besar-besarnya dan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu
             pengetahuan dan teknologi, orang cenderung menggunakan alat penangkap
             ikan yang sangat produktif tetapi sering tidak selektif. Terhadap penggunaan
             alat yang tidak selektif sejauh mungkin dihindarkan.
             Dalam rangka membina kelestarian sumber daya ikan, bilamana perlu harus
             diatur pula mengenai jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran
             ikan yang tidak boleh ditangkap. Kemungkinan penutupan daerah, jalur, dan
             waktu atau musim dari kegiatan penangkapan ikan diperlukan bagi
             kelangsungan daur hidup ikan.

      Angka 5
            Berbagai macam cara perlu ditempuh dalam melaksanakan pencegahan
            pencemaran dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan
            dan lingkungannya yaitu antara lain dengan penanaman atau reboisasi
            hutan bakau, pemasangan terumbu karang buatan, pembuatan tempat-
            tempat berlindung/berbiak ikan, peningkatan kesuburan perairan dengan
            jalan pemupukan atau penambahan jenis-jenis makanan, pembuatan saluran
            ruaya bagi ikan ("fish ladders" atau "fish ways") atau pengerukan dasar
            perairan dan lain-lain. Di samping itu pula perlu dikeluarkan peraturan yang
            bertujuan mencegah segala perbuatan yang dapat mengakibatkan
            kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya.
      Angka 6
            Dalam usaha meningkatkan produktivitas perairan sering dilakukan
            penebaran ikan jenis baru.
            Menurut pengalaman penebaran ikan jenis baru tidak selamanya positif
            hasilnya, dalam arti dapat berakibat merusakkan sumber daya ikan
            setempat.
            Apabila sekali waktu telah terlanjur dilakukan penebaran ikan jenis baru yang
            hasilnya negatif, maka akan sangat sulit untuk menghilangkannya.
            Sehubungan dengan itu penebaran ikan jenis baru perlu dipertimbangkan


            secara matang dan pada umumnya didahului dengan pelaksanaan
            penelitian.
      Angka 7
            Sesuai dengan perkembangan teknologi, maka pembudidayaan ikan tidak
            lagi terbatas di kolam-kolam atau tambak, tetapi dilakukan pula di sungai,
            danau, dan laut. Karena perairan ini menyangkut kepentingan umum, maka
            perlu adanya penetapan mengenai lokasi dan luas daerah serta cara yang
            dipergunakan, agar tidak mengganggu kepentingan umum. Di samping itu
            pula perlu ditetapkan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk melindungi
            pembudidayaan tersebut, misalnya terhadap pencemaran.
      Angka 8
            Air yang dipergunakan untuk pembudidayaan di kolam atau tambak tidak
            dapat dipisahkan dari jaringan irigasi, sungai, dan danau atau sebaliknya,
            sehingga usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit
            ikan di tempat-tempat tersebut akan sangat mempengaruhi. Untuk itu agar
            tidak terjadi akibat yang merugikan, perlu diatur tentang cara pencegahan
            dan pemberantasannya termasuk penggunaan jenis obat-obatan.

Pasal 5
       Tindak karantina ikan dalam pengangkutan ikan hidup dilakukan untuk mencegah
       menjalarnya hama dan penyakit ikan berbahaya dari satu wilayah ke wilayah yang
       lain terutama antar pulau di dalam wilayah Republik Indonesia atau antar negara.
       Tujuan pelaksanaan tindak karantina ialah untuk melindungi para petani ikan di
       daerah penerima agar mereka terlindungi dari kemungkinan menjalarnya penyakit
       ikan yang berbahaya dari daerah pengirim. Oleh karena itu dalam peraturan
       pelaksanaan yang ditetapkan Pemerintah berdasarkan pasal ini perlu diperhatikan
       agar tindak karantina tidak mengakibatkan terhambatnya kelancaran arus
       pengangkutan ikan hidup.

Pasal 6
       Ayat (1)
              Penggunaan bahan peledak, bahan beracun, aliran listrik dan lain- lain tidak
              saja mematikan ikan, tetapi dapat pula mengakibatkan kerusakan pada
              lingkungan dan merugikan nelayan dan petani ikan. Apabila terjadi
              kerusakan sebagai akibat digunakannya bahan dan alat termaksud, maka
              pengembalian ke dalam keadaan seperti semula akan membutuhkan waktu
              yang sangat lama, atau bahkan mungkin mengakibatkan kepunahan. Oleh
              karenanya, penggunaan bahan- bahan tersebut harus dilarang.
       Ayat (2)
              Dalam rangka pelaksanaan penelitian ilmiah atau kepentingan teknik
              lainnya, seperti untuk mengetahui sampai sejauh mana akibat yang
              ditimbulkan oleh suatu bahan peledak/beracun dan penggunaan alat lainnya,
              perlu dilakukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data tentang
              akibat-akibatnya. Di samping itu mungkin untuk keperluan teknik lainnya
              diperlukan pula penggunaan bahan peledak atau bahan lainnya untuk
              memperoleh data kedalaman air, misalnya. Untuk kepentingan-kepentingan
              yang sedemikian rupa perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 7
       Ayat (1)
              Pasal ini tidak mengurangi kemungkinan dilakukannya kegiatan-kegiatan lain
              di wilayah perikanan Republik Indonesia sepanjang kegiatan-kegiatan
              tersebut telah disertai langkah-langkah pencegahan pencemaran dan
              kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya sesuai dengan ketentuan
              peraturan perundang-undangan yang berlaku.
       Ayat (2)
              Cukup jelas.

Pasal 8
       Ayat (1)
              Jenis-jenis ikan tertentu pada suatu saat mungkin sudah harus dianggap
              langka. Untuk itu demi kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan serta
              pelestariannya perlu diadakan perlindungan kepada jenis-jenis tersebut dari
              kegiatan penangkapan. Di samping itu perlu ditempuh berbagai langkah baik
              oleh Pemerintah sendiri ataupun dengan mendorong masyarakat untuk ikut
              serta membudidayakan jenis tersebut dalam rangka meningkatkan
              populasinya. Demikian pula halnya daerah-daerah perairan tertentu mungkin
              memiliki sifat-sifat khas dan sangat indah. Keadaan alam yang demikian
              perlu     ditetapkan     sebagai    suatu     suaka    perikanan      demi
              kepentingan-kepentingan nasional tersebut. Terhadap suaka perikanan yang
              demikian perlu dihindarkan dari kegiatan yang mungkin dapat merusakkan
              keindahannya.
       Ayat (2)
              Cukup jelas.

Pasal 9
       Ayat (1)
              Cukup jelas.
       Ayat (2)
              Pengecualian terhadap ketentuan ayat (1), yaitu pemanfaatan yang
              dilakukan oleh orang atau badan hukum asing hanya dapat diizinkan di
              bidang penangkapan ikan sepanjang negara Republik Indonesia terikat
              untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan persetujuan internasional atau
              ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Pasal 10
       Ayat (1)
              Dalam hal usaha perikanan, khususnya di bidang penangkapan dan
              pembudidayaan ikan, maka untuk dapat berlangsungnya pemanfaatan
              sumber daya ikan secara terus menerus perlu dilakukan pengendalian
              pemanfaatan agar tidak melampaui potensi yang tersedia. Pelaksanaan
              pengendalian tersebut dalam bentuk tindakan preventif antara lain dengan
              cara menetapkan tingkat pemanfaatan melalui perizinan. Dalam perizinan
              sekaligus dapat ditetapkan syarat-syarat tentang sarana dan cara yang


             dipergunakan, sehingga apabila terdapat kegiatan penangkapan atau
             pembudidayaan ikan yang tidak memiliki izin, maka berarti terjadi
             pemanfaatan sumber daya ikan di luar pengendalian. Hal yang demikian
             akan merupakan penghambat dalam rencana pengembangan perikanan
             sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan sumber daya ikan.
      Ayat (2)
             Pengecualian dari kewajiban memperoleh izin usaha ini dikhususkan bagi
             para nelayan, petani ikan kecil, dan perorangan lainnya yang usahanya lebih
             merupakan mata pencaharian untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari
             misalnya usaha perikanan oleh nelayan dengan kapal perikanan yang tidak
             melebihi ukuran tertentu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
             Walaupun demikian, untuk kepentingan pengumpulan data yang diperlukan
             dalam rangka pembinaan usaha perikanan dan pengelolaan sumber daya
             ikan pada umumnya, terhadap usaha dengan skala inipun diperlukan adanya
             pencatatan.
      Ayat (3)
             Cukup jelas.

Pasal 11
       Ayat (1)
              Kepada setiap orang atau badan hukum yang berusaha di bidang
              penangkapan atau pembudidayaan ikan yang dilakukan di laut atau di
              perairan lainnya di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia dikenakan
              pungutan perikanan, karena mereka ini telah memperoleh manfaat langsung
              dari sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Sedang terhadap usaha
              budidaya ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah yang
              menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah menjadi hak
              tertentu dari yang bersangkutan, tidak dikenakan pungutan perikanan.
       Ayat (2)
              Pengecualian secara mendasar, yaitu pembebasan pengenaan pungutan
              perikanan adalah diberlakukan bagi nelayan dan petani ikan kecil yang
              kegiatannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
       Ayat (3)
              Cukup jelas.

Pasal 12
       Ayat (1)
              Cukup jelas,
       Ayat (2)
              Kegiatan penelitian dan ilmiah lainnya untuk memperoleh data dalam rangka
              pengelolaan sumber daya ikan di laut baik yang dilakukan oleh Pemerintah
              maupun badan-badan swasta sudah lazim dilakukan dalam bentuk kerja
              sama dengan badan-badan ilmiah asing. Hal ini mengingat bahwa sifat
              sumber daya ikan secara ilmiah tidak mengenal batas-batas kewilayahan
              negara. Dalam pelaksanaan kerja sama penelitian tersebut seringkali terjadi
              bahwa badan-badan ilmiah asing menyediakan kapal penelitian dengan
              bendera dari negara asing yang bersangkutan. Pemanfaatan sumber daya


             ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia memerlukan dana investasi yang
             besar terutama untuk membiayai pengadaan kapal-kapal perikanan yang
             berukuran besar serta menggunakan teknologi maju, yang untuk sementara
             masih merupakan suatu kelangkaan yang masih sulit dipenuhi oleh
             usaha-usaha perikanan Indonesia. Untuk itu dalam rangka mengembangkan
             usaha perikanan menuju optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan di
             Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia oleh usaha-usaha perikanan Indonesia,
             maka kepada mereka perlu diberi kesempatan untuk mengadakan kerja
             sama dengan pihak asing dalam bentuk sewa atau beli sewa kapal
             perikanan berbendera asing. Dengan sendirinya perlu diadakan pembatasan
             waktu selesainya sewa atau beli sewa di samping syarat-syarat keharusan
             untuk menggunakan tenaga kerja Indonesia.

Pasal 13
       Yang dimaksud dengan kegiatan penangkapan ikan yang tidak komersial adalah
       kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga-lembaga Pemerintah atau swasta
       dalam rangka pendidikan, penyuluhan, dan penelitian serta kegiatan ilmiah lainnya.
       Juga digolongkan dalam pengertian ini ialah kegiatan penangkapan ikan untuk
       kesenangan atau wisata. Mengenai hal-hal di atas pada saatnya perlu diatur,
       karena kegiatan-kegiatan tersebut apabila dilakukan dalam jumlah besar dan dalam
       waktu yang lama juga mempengaruhi potensi sumber daya ikan.

Pasal 14
       Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
       penyusunan rencana pengembangan perikanan serta penilaian kemajuannya,
       diperlukan data teknik dan data produksi perikanan yang dapat memberikan
       gambaran yang benar tentang tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang
       tersedia. Data tersebut meliputi antara lain
       a.     jenis, jumlah, dan ukuran kapal perikanan;
       b.     jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
       c.     daerah, musim, dan jumlah penangkapan/pembudidayaan ikan;
       d.     luas daerah pembudidayaan ikan dan jumlah produksinya;
       e.     jumlah nelayan/petani ikan;
       f.     produk, ukuran ikan yang tertangkap, musim pemijahan ikan dan
              sebagainya.
       Setelah data-data tersebut diolah, Pemerintah melaksanakan penyebaran
       seluas-luasnya terutama kepada para nelayan dan petani ikan.

Pasal 15
       Ayat (1)
              Kegiatan penelitian dan ilmiah lainnya akan dapat mengungkapkan segala
              permasalahan yang mendasar mengenai sumber daya ikan, lingkungan, dan
              pemanfaatan serta berbagai aspek lain di bidang perikanan. Untuk itu
              pelaksanaan penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya harus ditujukan untuk
              menemukan daerah-daerah perikanan baru, jenis-jenis ikan baru, alat serta
              cara penangkapan dan pembudidayaan ikan yang lebih berdaya guna dan
              berhasil guna dan mengetahui tingkat kesuburan sumber daya ikan dalam


             rangka pengembangan perikanan tanpa membahayakan kelestarian sumber
             daya ikan dan lingkungannya.
      Ayat (2)
             Dalam kaitan pelaksanaan penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya di bidang
             perikanan sering dilakukan kerja sama antar negara. Hal yang demikian
             dilakukan antara lain berhubung dengan adanya jenis-jenis ikan tertentu
             yang merupakan kesatuan potensi dari dua negara atau lebih atau jenis-jenis
             ikan yang kehidupannya beruaya jauh ("highly migratory species") yang
             meliputi perairan laut dari berbagai negara. Terutama mengenai
             pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan oleh Pemerintah dimana perlu
             dapat diikutsertakan lembaga penelitian swasta nasional. Hal ini tidak
             menutup kemungkinan bagi lembaga-lembaga penelitian swasta nasional ini
             mengambil prakarsa untuk melaksanakan penelitian sendiri. Dalam rangka
             pembinaan terhadap prakarsa yang demikian, maka lembaga-lembaga
             swasta tersebut perlu meminta izin terlebih dahulu.

Pasal 16
       Ayat (1)
              Pengetahuan dan ketrampilan nelayan dan petani ikan perlu senantiasa
              ditingkatkan. Untuk itu Pemerintah menyelenggarakan pendidikan,
              bimbingan, latihan dan penyuluhan di bidang perikanan agar mereka
              memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk meningkatkan
              usahanya.
       Ayat (2)
              Cukup jelas.

Pasal 17
       Dengan mengingat bahwa bagian terbesar dari para nelayan dan petani ikan kita
       terdiri dari nelayan dan petani ikan kecil yang dilekati dengan berbagai macam
       kelemahan, maka diperlukan langkah-langkah yang nyata untuk meningkatkan
       kesejahteraan mereka. Langkah-langkah tersebut meliputi pula usaha-usaha
       pembinaan kemampuan koperasi di bidang perikanan sebagai organisasi ekonomi
       para nelayan dan petani ikan.

Pasal 18
       Ayat (1)
              Dalam rangka pengembangan perikanan, khususnya di bidang penangkapan
              dan pembudidayaan ikan Pemerintah berkewajiban membangun prasarana.
              Dalam hal ini prasarananya antara lain berbentuk pelabuhan perikanan dan
              saluran saluran induk untuk pertambakan/perkolaman. Pelabuhan perikanan
              berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi dan
              sesuai dengan sifatnya sebagai satu lingkungan kerja. Fungsinya meliputi
              berbagai aspek yaitu sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan,
              tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan,
              tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat
              pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan
              pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan


              pengumpulan data.
       Ayat (2)
              Mengingat fungsi pelabuhan perikanan menyangkut berbagai aspek serta
              dalam kenyataannya akan merupakan lingkungan kerja yang akan
              melaksanakan pelayanan umum, maka perlu ada pengaturan secara lengkap
              baik yang mengenai kedudukan, fungsi, pengelolaan, dan penggunaannya
              maupun tugas-tugas serta kewenangannya dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19
       Pengaturan tata niaga hasil perikanan didasarkan untuk mencapai efisiensi rantai
       pemasaran. Untuk tidak berliku-likunya rantai pemasaran dan terutama diarahkan
       untuk ditangani oleh koperasi-koperasi perikanan atau badan usaha milik negara
       yang bergerak di bidang perikanan., maka disatu pihak diharapkan dapat
       mewujudkan harga yang menguntungkan para nelayan atau petani ikan agar
       mereka berkesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan usahanya, dan di
       lain fihak dapat mewujudkan harga yang layak bagi masyarakat konsumen.
       Sedangkan pembinaan mutu hasil perikanan bertujuan untuk mencapai nilai
       ekonomis yang maksimal dari hasil usaha perikanan, dan melindungi masyarakat
       konsumen dari hal-hal yang mungkin dapat merugikan serta membahayakan
       kesehatannya sebagai akibat dari praktek-praktek yang bersifat penipuan,
       pemalsuan     atau    perbuatan     yang    bertentangan   dengan     ketentuan
       perundang-undangan di bidang kesehatan dan higiene.

Pasal 20
       Untuk mengembangkan usaha pembudidayaan ikan dan pelestarian sumber daya
       ikan perlu dicegah mengalirnya jenis-jenis ikan tertentu ke luar negeri. Di lain pihak
       jenis-jenis ikan dari luar negeri yang dapat membahayakan sumber daya ikan di
       dalam negeri perlu dicegah pemasukannya.

Pasal 21
       Cukup jelas.

Pasal 22
       Cukup jelas.

Pasal 23
       Ayat (1)
              Pengawasan dan pengendalian ini menyangkut kegiatan-kegiatan
              a.    pemantauan ("monitoring") terhadap jumlah kapal perikanan dan alat
                   yang dipergunakan menurut jenis dan ukurannya, ikan hasil
                   tangkapan menurut jenisnya dan hari penangkapan menurut jenis
                   kegiatan, serta terhadap daerah dan musim penangkapan ikan;
              b.    pengendalian terhadap jumlah kapal perikanan dan alat penangkapan
                   ikan yang diberikan izin menurut jenis dan ukurannya;
              c.    pengawasan       terhadap    pelaksanaan      ketentuan   perizinan
                   penangkapan ikan.




Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 24
       Cukup jelas.

Pasal 25
       Cukup jelas.

Pasal 26
       Cukup jelas.

Pasal 27
       Cukup jelas.

Pasal 28
       Cukup jelas.

Pasal 29
       Cukup jelas.

Pasal 29
       Cukup jelas.

Pasal 30
       Cukup jelas.

Pasal 31
       Cukup jelas.

Pasal 32
       Cukup jelas.

Pasal 33
       Cukup jelas.

Pasal 34
       Cukup jelas.


Pasal 35
       Cukup jelas.


       TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3299






Silahkan download versi PDF nya sbb:
perikanan_(uu_9_thn_1985)_9.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uu9 1985.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.