Previous
Next

2004

Undang-Undang Perbendaharaan Negara (UU 1 thn 2004)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara :
                       UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                               NOMOR 1 TAHUN 2004
                                       TENTANG
                             PERBENDAHARAAN NEGARA


                     DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




Menimbang :   a.      bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan
                   tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu
                   dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara;
              b.       bahwa pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
                   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu
                   dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
                   besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran
                   Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
                   Belanja Daerah (APBD);
              c.     bahwa dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
                   negara diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara
                   yang mengatur perbendaharaan negara;
              d.      bahwa      Undang-undang     Perbendaharaan  Indonesia/Indische
                   Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana
                   telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-
                   undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 1968 Nomor 53), tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
                   pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara;
              e.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
                   a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas perlu dibentuk Undang-undang
                   tentang Perbendaharaan Negara;
Mengingat :   1.     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23, dan Pasal 23C Undang-Undang
                   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
              2.      Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
                   (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
                   Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
                                 Dengan Persetujuan Bersama
                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                                        MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA.


                                            BAB I
                                      KETENTUAN UMUM
                                        Bagian Pertama
                                          Pengertian


                                            Pasal 1
          Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
           1.      Perbendaharaan      Negara        adalah     pengelolaan    dan
                pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan
                kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
           2.      Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang
                ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
                untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh
                pengeluaran negara.
           3.     Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan
                uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara
                Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan
                membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
           4.      Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang
                ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh
                penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
           5.     Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan
                uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk
                menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh
                pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
           6.      Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
                Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai
                dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
                peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang
                sah.
           7.      Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
                Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
                dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
                peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang
                sah.
           8.     Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah
      Pusat dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan
      uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
      perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
9.       Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah
      Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
      dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
      perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
10.      Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
      atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
11.      Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
      atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
12.      Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan
      penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja
      perangkat daerah.
13.     Pengguna Barang adalah pejabat            pemegang    kewenangan
      penggunaan barang milik negara/daerah.
14.     Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk
      dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan
      membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang
      negara/daerah.
15.     Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk
      melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
16.     Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk
      melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.
17.      Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
      menyimpan,        menyetorkan,        menatausahakan,          dan
      mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam
      rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian
      negara/lembaga/pemerintah daerah.
18.      Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
      menyimpan,         membayarkan,         menatausahakan,         dan
      mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah
      dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja
      kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
19.      Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab
      atas pengelolaan keuangan kementerian negara/ lembaga yang
      bersangkutan.
20.     Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga
      pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
21.     Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro
      keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan
      pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
22.     Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga,
      dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
      melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
23.      Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
      dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
      penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
       mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
       prinsip efisiensi dan produktivitas.
 24.     Bank Sentral adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
       Dasar 1945 Pasal 23D.


                                 Bagian Kedua
                                Ruang Lingkup


                                    Pasal 2
Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1,
meliputi:
 a.       pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
 b.       pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
 c.       pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
 d.       pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
 e.       pengelolaan kas;
 f.       pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
 g.       pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
 h.      penyelenggaraan akuntansi      dan      sistem   informasi   manajemen
       keuangan negara/daerah;
 i.       penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
 j.       penyelesaian kerugian negara/daerah;
 k.       pengelolaan Badan Layanan Umum;
 l.       perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang
       berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka
       pelaksanaan APBN/APBD.


                                 Bagian Ketiga
                                  Asas Umum


                                    Pasal 3
(1) Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat
    untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
(2) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah
    Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
      Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran
(3)
      atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran
      tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
(4) Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang
    sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
      Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang
(5) sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
    Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau
(6) tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang
    selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
      Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan
(7)
      APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.


                                      BAB II
                       PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
                                   Bagian Pertama
                                 Pengguna Anggaran


                                      Pasal 4
(1) Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
    bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
(2) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
    kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
      a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
      b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
      c. menetapkan pejabat       yang    bertugas   melakukan   pemungutan
      penerimaan negara;
      d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan
      piutang;
      e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
      belanja;
      f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah
      pembayaran;
      g. menggunakan barang milik negara;
      h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang
      milik negara;
      i.    mengawasi pelaksanaan anggaran;
      j.    menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;
      kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.


                                      Pasal 5
Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:
 a.          menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
 b.          menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan
           dan/atau Bendahara Pengeluaran;
 c.          menetapkan pejabat    yang   bertugas   melakukan   pemungutan
           penerimaan daerah;
d.           menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan
          piutang daerah;
e.           menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang
          milik daerah;
f.          menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan
          dan memerintahkan pembayaran.


                                     Pasal 6
(1) Kepala    satuan    kerja   perangkat   daerah adalah  Pengguna
    Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang
(2) dipimpinnya.
    Kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya
    selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang satuan kerja
    perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang:
     a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
     b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
     anggaran belanja;
     c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
     d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
     e. mengelola utang dan piutang;
     f.    menggunakan barang milik daerah;
     g. mengawasi pelaksanaan anggaran;
     h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;
     satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.


                                    Bagian Kedua
                          Bendahara Umum Negara/Daerah


                                       Pasal 7
(1) Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.
(2) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang:
      a.      menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran
            negara;
      b.       mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
      c.       melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
      d.       menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
      e.       menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka
            pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
      f.       mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
            pelaksanaan anggaran negara;
   g.     menyimpan uang negara;
   h.      menempatkan uang     negara     dan mengelola/menatausahakan
        investasi;
   i.     melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
        Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara;
   j.     melakukan pinjaman dan memberikan           jaminan   atas nama
        pemerintah;
   k.     memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
   l.     melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
   m.     mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar
        akuntansi pemerintahan;
   n.     melakukan penagihan piutang negara;
   o.     menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;
   p.     menyajikan informasi keuangan negara;
   q.     menetapkan kebijakan dan          pedoman    pengelolaan   serta
        penghapusan barang milik negara;
   r.      menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam
        rangka pembayaran pajak;
   s.     menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.


                                  Pasal 8
(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa
    Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
    dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah
    ditetapkan.
(2) Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
    kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,
    menatausahakan, dan mempertanggungjawab-kan uang dan surat
    berharga yang berada dalam pengelolaannya.
(3)
    Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan
    pengeluaran Kas Negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
(4)
    Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan penagihan
    piutang negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.
(5)
    Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran
    tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.


                                  Pasal 9
(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara
    Umum Daerah.
(2)
    Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
    Umum Daerah berwenang:
   a.     menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
       b.     mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
       c.     melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
       d.     memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan
            pengeluaran kas daerah;
       e.     melaksanakan pemungutan pajak daerah;
       f.     memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh
            bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
       g.      mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
            pelaksanaan APBD;
       h.     menyimpan uang daerah;
       i.     melaksanakan      penempatan           uang      daerah       dan
            mengelola/menatausahakan investasi;
       j.     melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
            Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
       k.     menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas
            nama pemerintah daerah;
       l.     melaksanakan    pemberian   pinjaman    atas   nama   pemerintah
            daerah;
       m.     melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
       n.     melakukan penagihan piutang daerah;
       o.     melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
       p.     menyajikan informasi keuangan daerah;
       q.     melaksanakan kebijakan dan          pedoman    pengelolaan   serta
            penghapusan barang milik daerah.


                                   Bagian Ketiga
                        Bendahara Penerimaan/Pengeluaran


                                     Pasal 10
(1) Menteri/pimpinan      lembaga/gubernur/bupati/walikota    mengangkat
    Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
    rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di
    lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
(2) Menteri/pimpinan      lembaga/gubernur/bupati/walikota    mengangkat
      Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
      rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di
      lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
(3)
      Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.
(4) Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh
    Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.
(5) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara
    langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan
      pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
      kegiatan/pekerjaan/ penjualan tersebut.


                                    BAB III
       PELAKSANAAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA/DAERAH
                                 Bagian Pertama
                                Tahun Anggaran


                                    Pasal 11
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.


                                    Pasal 12
(1) APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
       a.     hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai
            kekayaan bersih;
       b.     kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai
            kekayaan bersih;
       c.      penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
            yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
            bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
(2) Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening
    Kas Umum Negara.


                                     Pasal 13
(1) APBD dalam satu tahun anggaran meliputi:
       a.     hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
            kekayaan bersih;
       b.     kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
            kekayaan bersih;
       c.      penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
            yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
            bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
(2)
      Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui Rekening
      Kas Umum Daerah.


                                   Bagian Kedua
                          Dokumen Pelaksanaan Anggaran


                                     Pasal 14
(1) Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada
      semua menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen
      pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga.
(2) Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
    untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan alokasi
    anggaran yang ditetapkan oleh Presiden.
(3)
    Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan
    rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
    tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta
    pendapatan yang diperkirakan.
(4)
    Pada dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) dilampirkan rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam
    lingkungan kementerian negara yang bersangkutan.
(5) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri
      Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga,         kuasa
      bendahara umum negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan.


                                   Pasal 15
(1) Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
    memberitahukan kepada semua kepala satuan kerja perangkat daerah
    agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-
    masing satuan kerja perangkat daerah.
(2) Kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan
      anggaran untuk satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya
      berdasarkan      alokasi  anggaran   yang    ditetapkan  oleh
      gubernur/bupati/walikota.
(3)
    Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan
    rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
    tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja serta
(4) pendapatan yang diperkirakan.
      Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Pejabat
      Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Kepala satuan kerja
      perangkat daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan.


                                 Bagian Ketiga
                       Pelaksanaan Anggaran Pendapatan


                                   Pasal 16
(1) Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang
    mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan
    pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.
    Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada
(2) waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.

    Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah
(3) tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.
    Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
    dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
(4)
    negara/daerah adalah hak negara/daerah.


                               Bagian Keempat
                        Pelaksanaan Anggaran Belanja


                                  Pasal 17
(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan
    sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah
    disahkan.
(2)
    Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam
    dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
    Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain
    dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.


                                  Pasal 18
(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji,
    membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan
    memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.
    Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna
(2) Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:

    a.     menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak
         penagih;
    b.      meneliti   kebenaran   dokumen  yang   menjadi    per-
         syaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/ perjanjian
         pengadaan barang/jasa;
    c.     meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
    d.     membebankan pengeluaran sesuai dengan mata            anggaran
         pengeluaran yang bersangkutan;
    e.     memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.
    Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang
    berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban
(3) APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang
    timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.


                                  Pasal 19
(1) Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh
    Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

(2) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara
    berkewajiban untuk:
    a.     meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
         Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
       b.      menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang
            tercantum dalam perintah pembayaran;
       c.     menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
       d.     memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran
            negara;
       e.      menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang
            diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak
            memenuhi persyaratan yang ditetapkan.


                                     Pasal 20
(1) Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBD dilakukan oleh
    Bendahara Umum Daerah.
(2)
    Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) Bendahara Umum Daerah berkewajiban untuk:
       a.     meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
            Pengguna Anggaran;
       b.      menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang
            tercantum dalam perintah pembayaran;
       c.     menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
       d.     memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran
            daerah;
       e.      menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang
            diterbitkan oleh Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan
            yang ditetapkan.


                                     Pasal 21
(1) Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum
    barang dan/atau jasa diterima.
(2)
    Untuk        kelancaran        pelaksanaan tugas     kementerian
    negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada Pengguna
    Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan
(3) yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.
      Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan
      yang dikelolanya setelah :
      a.      meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
            Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
      b.       menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam
            perintah pembayaran;
      c.      menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
(4)
    Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna
    Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3)
(5) tidak dipenuhi.
(6) Bendahara Pengeluaran bertanggung           jawab   secara   pribadi   atas
    pembayaran yang dilaksanakannya.
      Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dalam peraturan pemerintah.


                                     BAB IV
                             PENGELOLAAN UANG
                                 Bagian Pertama
                      Pengelolaan Kas Umum Negara/Daerah


                                    Pasal 22
(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur
    dan menyelenggarakan rekening pemerintah.

(2) Dalam rangka penyelenggaraan rekening pemerintah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) Menteri Keuangan membuka Rekening Kas Umum
    Negara.
(3) Uang negara disimpan dalam Rekening Kas Umum Negara pada bank
(4) sentral.
    Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara,
(5) Bendahara Umum Negara dapat membuka Rekening Penerimaan dan
    Rekening Pengeluaran pada bank umum.
(6)
    Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara
    setiap hari.
(7) Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan
      seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.
(8) Dalam hal kewajiban penyetoran tersebut secara teknis belum dapat
    dilakukan setiap hari, Bendahara Umum Negara mengatur penyetoran
    secara berkala.
(9)
    Rekening Pengeluaran pada bank umum diisi dengan dana yang
    bersumber dari Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.
      Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana
      dimaksud pada ayat (8) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk
      membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBN.


                                    Pasal 23
(1) Pemerintah Pusat memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang
    disimpan pada bank sentral.
      Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud pada
(2)
      ayat (1), serta biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh
      bank sentral, ditetapkan berdasarkan kesepakatan Gubernur bank sentral
      dengan Menteri Keuangan.


                                    Pasal 24
(1) Pemerintah Pusat/Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro
    atas dana yang disimpan pada bank umum.
(2) Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah Pusat/Daerah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tingkat suku bunga
    dan/atau jasa giro yang berlaku.
(3)
    Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ketentuan yang
    berlaku pada bank umum yang bersangkutan.


                                 Pasal 25
(1) Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah merupakan
    Pendapatan Negara/Daerah.
(2)
    Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum
    dibebankan pada Belanja Negara/Daerah.


                                 Pasal 26
(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam hal tertentu
    dapat menunjuk badan lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau
    pengeluaran negara untuk mendukung kegiatan operasional kementerian
    negara/lembaga.
(2)
    Penunjukan badan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
(3) dalam suatu kontrak kerja.
  Badan lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  berkewajiban menyampaikan laporan secara berkala kepada Bendahara
  Umum Negara mengenai pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran
  sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.


                                 Pasal 27
(1) Dalam rangka penyelenggaraan rekening Pemerintah Daerah, Pejabat
    Pengelola Keuangan Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada
    bank yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota.
(2)
    Dalam pelaksanaan operasional Penerimaan dan Pengeluaran Daerah,
    Bendahara Umum Daerah dapat membuka Rekening Penerimaan dan
    Rekening Pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh
(3) gubernur/bupati/walikota.
    Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
    untuk menampung Penerimaan Daerah setiap hari.
(4)
    Saldo Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap
    akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum
(5) Daerah.
    Rekening Pengeluaran pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(6) diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Daerah.
  Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk
  membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.


                                 Pasal 28
(1) Pokok-pokok mengenai pengelolaan uang negara/daerah diatur dengan
   peraturan pemerintah setelah dilakukan konsultasi dengan bank sentral.

(2) Pedoman lebih lanjut mengenai pengelolaan uang negara/daerah sesuai
   dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah sebagaimana
   dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku
(3) Bendahara Umum Negara.

   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
   berkaitan dengan pengelolaan uang daerah selanjutnya diatur dengan
   peraturan daerah.



                               Bagian Kedua
        Pelaksanaan Penerimaan Negara/Daerah oleh Kementerian
             Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah


                                 Pasal 29
(1) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka
    rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan
    kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah memperoleh
    persetujuan dari Bendahara Umum Negara.
(2) Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk menatausahakan
   penerimaan negara di lingkungan kementerian negara/lembaga.
(3) Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat
    memerintahkan   pemindahbukuan      dan/atau penutupan rekening
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


                                   Pasal 30
(1) Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk
    keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan pemerintah daerah
    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
    Gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara untuk menatausahakan
(2) penerimaan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah
    daerah yang dipimpinnya.


                               Bagian Ketiga
        Pengelolaan Uang Persediaan untuk Keperluan Kementerian
            Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah


                                 Pasal 31
(1) Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan
    pelaksanaan pengeluaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang
    bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku
(2) Bendahara Umum Negara.
    Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk mengelola uang
    yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan
(3)
    pengeluaran kementerian negara/lembaga.
   Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat
   memerintahkan   pemindahbukuan      dan/atau penutupan rekening
   sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


                                  Pasal 32
(1) Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk
    keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan satuan kerja perangkat
    daerah.
(2)
    Gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara untuk mengelola uang
    yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan
    pengeluaran satuan kerja perangkat daerah.


                                   BAB V
                   PENGELOLAAN PIUTANG DAN UTANG
                               Bagian Pertama
                             Pengelolaan Piutang


                                  Pasal 33
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada
    Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
    sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang
    APBN.
(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga
    asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang
(3) tentang APBN.
   Tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.


                                  Pasal 34
(1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja,
    dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang
    negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu.
    Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat
(2) waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                                 Pasal 35
Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
                                      Pasal 36


(1) Penyelesaian piutang negara/daerah yang timbul sebagai akibat hubungan
    keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai
    piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam
    undang-undang.
(2)
    Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
    menyangkut piutang negara ditetapkan oleh:
       a.      Menteri Keuangan, jika bagian piutang negara yang tidak
            disepakati tidak lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
            rupiah);
       b.      Presiden, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih
            dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan
            Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
       c.     Presiden, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan
            Rakyat, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari
            Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
    menyangkut piutang Pemerintah Daerah ditetapkan oleh:
       a.      Gubernur/bupati/walikota, jika bagian piutang daerah yang tidak
            disepakati tidak lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
       b.      Gubernur/bupati/walikota, setelah mendapat pertimbangan Dewan
            Perwakilan Rakyat Daerah, jika bagian piutang daerah yang tidak
            disepakati lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
      Perubahan atas jumlah uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
      ayat (3), ditetapkan dengan undang-undang.


(4)                                     Pasal 37
(1) Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
    pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara
    penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.
(2)
    Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang
    menyangkut piutang Pemerintah Pusat, ditetapkan oleh:
       a.     Menteri    Keuangan      untuk      jumlah        sampai      dengan
            Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
       b.      Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
            miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
            rupiah);
       c.      Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk
            jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
    Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),                      sepanjang
(3) menyangkut piutang Pemerintah Daerah, ditetapkan oleh:

       a.     Gubernur/bupati/walikota untuk jumlah sampai dengan
            Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
       b.      Gubernur/bupati/walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan
            Rakyat Daerah untuk jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima
            miliar rupiah).
      Perubahan atas jumlah uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
      ayat (3) ditetapkan dengan undang-undang.
(4)
    Tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara/daerah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta dalam Pasal 36
(5) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.


                                   Bagian Kedua
                                 Pengelolaan Utang


                                     Pasal 38
(1) Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama
    Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah
    yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan
    ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN.
(2) Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan
    kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
(3) Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja
    Negara.
(4)
    Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal
    dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau
    hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan
    peraturan pemerintah.


                                     Pasal 39
(1) Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan
    ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah menyiapkan
    pelaksanaan      pinjaman  daerah   sesuai   dengan     keputusan
    gubernur/bupati/walikota.
(3) Biaya berkenaan dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada
(4) Anggaran Belanja Daerah.
      Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur
      lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


                                     Pasal 40
(1) Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah
    5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh
    undang-undang.
(2)
    Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila
    pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum
(3) berakhirnya masa kedaluwarsa.
      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk
      pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah.


                                     BAB VI
                           PENGELOLAAN INVESTASI


                                    Pasal 41
(1) Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh
    manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.

(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk
    saham, surat utang, dan investasi langsung.
      Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
(3)
      pemerintah.
(4)
      Penyertaan     modal      pemerintah    pusat     pada     perusahaan
      negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
(5) Penyertaan     modal     pemerintah    daerah     pada         perusahaan
    negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah.


                                    BAB VII
                PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH


                                    Pasal 42
      Menteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara.
(1)
    Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang bagi kementerian
(2) negara/lembaga yang dipimpinnya.

    Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah
(3) Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.


                                    Pasal 43
    Gubernur/bupati/walikota menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik
(1) daerah.
(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan
    atas penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan
    kebijakan yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.
    Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang bagi
(3) satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.


                                  Pasal 44
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan
menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya.


                                 Pasal 45
(1) Barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
    pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.

(2) Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara
    dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal
    Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.


                                  Pasal 46

(1) Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2)
    dilakukan untuk:
    a.     pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
    b.     tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
         ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:
     1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
     2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah
        disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;

     3) diperuntukkan bagi pegawai negeri;
     4) diperuntukkan bagi kepentingan umum;
     5) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
        memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan
        perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan
        tidak layak secara ekonomis.
    c.      Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau
         bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus
         miliar rupiah).

(2) Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan
    yang bernilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
    sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan
    setelah mendapat persetujuan Presiden.
(3) Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan
    yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
    dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.


                                  Pasal 47
(1) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2)
    dilakukan untuk:
    a.     pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
    b.     tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
         ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:
     1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
         harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah
        2) disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
            diperuntukkan bagi pegawai negeri;
        3) diperuntukkan bagi kepentingan umum;
        4) dikuasai daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
        5) memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan
           perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan
           tidak layak secara ekonomis.
       c.      Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau
            bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
            rupiah).

(2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
    yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
    dilakukan setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.


                                     Pasal 48
    Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara lelang,
(1) kecuali dalam hal-hal tertentu.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
    pemerintah.


                                     Pasal 49
(1)
    Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah
    Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik
(2) Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.

    Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status
(3) kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
    Tanah dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk
    kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang
    bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri
(4) Keuangan/ gubernur/bupati/ walikota untuk kepentingan penyeleng-garaan
    tugas pemerintahan negara/daerah.

(5) Barang milik negara/daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain
    sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah.
(6)
    Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan
    untuk mendapatkan pinjaman.
      Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang
      milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.


                                    BAB VIII
 LARANGAN PENYITAAN UANG DAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
         DAN/ATAU YANG DIKUASAI NEGARA/DAERAH


                                    Pasal 50
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
 a.      uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada
      instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
 b.     uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
 c.     barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi
      Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
 d.     barang tidak     bergerak     dan    hak   kebendaan   lainnya    milik
      negara/daerah;
 e.      barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang
      diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.


                                    BAB IX
      PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBN/APBD
                              Bagian Pertama
                            Akuntansi Keuangan


                                    Pasal 51
(1) Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
    Umum Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
    keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan
    dan perhitungannya.
(2) Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku
    Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
    keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan
    dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya.
(3)
    Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan
    untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai
    dengan standar akuntansi pemerintahan.
                               Bagian Kedua
                         Penatausahaan Dokumen


                                    Pasal 52
Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan
dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara
dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.


                               Bagian Ketiga
                       Pertanggungjawaban Keuangan


                                    Pasal 53
(1) Bendahara   Penerimaan/Bendahara        Pengeluaran   bertanggung    jawab
      secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya
      kepada Kuasa Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.
(2) Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri
    Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dari segi hak dan ketaatan
    kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang
    dilakukannya.
(3)
    Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari segi
    hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan
(4) pengeluaran yang dilakukannya.
    Bendahara      Umum        Daerah       bertanggung     jawab     kepada
    gubernur/bupati/walikota dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas
    pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.


                                    Pasal 54
(1) Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material
    kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan
    anggaran yang berada dalam penguasaannya.
      Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material
(2)
      kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada
      dalam penguasaannya.


                                 Bagian Keempat
                                Laporan Keuangan


                                    Pasal 55
    Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan
(1) Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka
    memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
(2) Dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1):
       a.     Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
            Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang
            meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas
            Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan
            Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.
       b.      Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
            disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua)
            bulan setelah tahun anggaran berakhir.
       c.     Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun
            Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat;
       d.      Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat dalam
            kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar
            laporan keuangan perusahaan negara.
      Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
(3)
      Presiden kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan
(4) setelah tahun anggaran berakhir.
    Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
    memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan
    berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi
    keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
(5) pemerintahan.

   Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan keuangan dan kinerja instansi
   pemerintah diatur dengan peraturan pemerintah.


                                   Pasal 56
(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat
    Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah
    daerah untuk disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka
    memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(2)
    Dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1):
    a.      Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna
         Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan
         keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan
         catatan atas laporan keuangan.
    b.      Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
         disampaikan kepada kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah
         selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
    c.     Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku
         Bendahara Umum Daerah menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah
         Daerah;
    d.      Gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah daerah dalam
         kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan menyusun ikhtisar
         laporan keuangan perusahaan daerah.
(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
    gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling
    lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(4)
    Kepala      satuan    kerja    perangkat   daerah      selaku Pengguna
    Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan
    APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
    memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan
    standar akuntansi pemerintahan.


                                 Bagian Kelima
                    Komite Standar Akuntansi Pemerintahan


                                   Pasal 57
(1) Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi
    pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.

(2) Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar
    akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat
      maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang
      berlaku umum.
(3) Pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite
    Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditetapkan dengan keputusan Presiden.


                                      BAB X
                      PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH


                                     Pasal 58
(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas
    pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan
    mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan
    pemerintahan secara menyeluruh.
(2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan dengan peraturan pemerintah.


                                      BAB XI
                  PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH


                                     Pasal 59
(1) Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar
    hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan
    ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
    Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
    karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang
    dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara,
(3)
    wajib mengganti kerugian tersebut.
      Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja
      perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah
      mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja
      perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari
      pihak mana pun.
(1)

                                     Pasal 60
(2)
      Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala
      kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada Badan
      Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
      kerugian negara itu diketahui.
    Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada bendahara,
(3) pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
    melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 59 ayat (2) segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan
    dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya
    dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
(1) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau
    tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan
    lembaga yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan
    pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
(2)
                                    Pasal 61
    Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala
    satuan kerja perangkat daerah kepada gubernur/bupati/walikota dan
    diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7
(3) (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
    Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara,
    pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
    melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan surat pernyataan
    kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi
(1) tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.
    Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau
(2) tidak     dapat     menjamin     pengembalian      kerugian      daerah,
    gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat
    keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang
    bersangkutan.
(3)

                                     Pasal 62
      Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan
      oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(1)
    Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa
(2) Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-
    undangan yang berlaku.
      Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap
      bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan
      pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
(1)

                                     Pasal 63
(2)
      Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan
      bendahara          ditetapkan          oleh         menteri/pimpinan
      lembaga/gubernur/bupati/walikota.
      Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan
      pemerintah.


                                     Pasal 64
      Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah
      ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi
      administratif dan/atau sanksi pidana.
      Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
                                    Pasal 65
Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
untuk membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima)
tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan)
tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap
yang bersangkutan.


                                  Pasal 66
(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
    yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah berada dalam
    pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan
    penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh
    hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya,
    yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau
    pejabat lain yang bersangkutan.
(2)
    Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk
    membayar ganti kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan
    pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai
    negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak
    bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
    bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal               dunia,
    pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat
    yang berwenang mengenai adanya kerugian negara/daerah.



                                   Pasal 67
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah sebagaimana diatur
    dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan
    milik negara/daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai
    negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam
    penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2)
    Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang-undang ini
    berlaku pula untuk pengelola perusahaan negara/daerah dan badan-badan
    lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara, sepanjang
    tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.


                                    BAB XII
            PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM


                                   Pasal 68
(1) Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
    masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
    mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2)
    Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang
    tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
    menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
(3)
    Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh
    Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang
   bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
    Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan
(4) oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh
    kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang
    pemerintahan yang bersangkutan.


                                    Pasal 69
(1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan
    anggaran tahunan.
(2)
    Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan
    Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
    dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
(3) Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah.

    Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana kerja dan
    anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
(4) dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian
    Negara/Lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan.

(5) Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan
    jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah.
(6)
    Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari
    masyarakat atau badan lain.
(7) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat
    digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum yang
    bersangkutan.
   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan
   Umum diatur dalam peraturan pemerintah.


                                   BAB XIII
                           KETENTUAN PERALIHAN


                                    Pasal 70
(1) Jabatan fungsional bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
    dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini
    diundangkan.
(2)
    Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
    berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13
    Undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun
    anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
    belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
(3) pengukuran berbasis kas.
    Penyimpanan uang negara dalam Rekening Kas Umum Negara pada Bank
    Sentral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan secara
    bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada
(4) tahun 2006.

   Penyimpanan uang daerah dalam Rekening Kas Umum Daerah pada bank
   yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
   dilaksanakan secara bertahap, sehingga       terlaksana   secara penuh
   selambat-lambatnya pada tahun 2006.


                                  Pasal 71
(1) Pemberian bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    23 ayat (1) mulai dilaksanakan pada saat penggantian Sertifikat Bank
    Indonesia dengan Surat Utang Negara sebagai instrumen moneter.
    Penggantian Sertifikat Bank Indonesia dengan Surat Utang Negara
(2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai tahun 2005.

    Selama Surat Utang Negara belum sepenuhnya menggantikan Sertifikat
(3) Bank Indonesia sebagai instrumen moneter, tingkat bunga yang diberikan
    adalah sebesar tingkat bunga Surat Utang Negara yang berasal dari
    penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
                                 BAB XIV
                         KETENTUAN PENUTUP


                                 Pasal 72
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Perbendaharaan
Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor
448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) dinyatakan tidak
berlaku.


                                 Pasal 73
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-undang ini sudah
selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini
diundangkan.


                                 Pasal 74
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
                       Disahkan di Jakarta
                       pada tanggal 14 Januari 2004
                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                       ttd.
                       MEGAWATI SOEKARNOPUTRI



  Diundangkan di Jakarta
  pada tanggal 14 Januari 2004
  SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
              ttd.
  BAMBANG KESOWO

          LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 5




Salinan sesuai dengan aslinya
 Deputi Sekretaris Kabinet
   Bidang Hukum dan
  Perundang-undangan,




 Lambock V. Nahattands


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perbendaharaan_negara_(uu_1_thn_2004)_1.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.