Previous
Next

1996

Undang-Undang Perairan Indonesia (UU 6 thn 1996)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia :

UU 6/1996, PERAIRAN INDONESIA

Bentuk:   UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:     6 TAHUN 1996 (6/1996)

Tanggal:   8 AGUSTUS 1996 (JAKARTA)

Sumber:    LN. 1996/73; TLN NO. 3647

Tentang:   PERAIRAN INDONESIA

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang bangsa
Indonesia, Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945, sebagai negara kepulauan dengan
Deklarasi tanggal 13 Desember 1957 dan Undang-undang Nomor 4 Prp.
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia telah menetapkan wilayah
perairan Negara Republik Indonesia;

b. bahwa bangsa Indonesia telah berhasil memperjuangkan konsepsi
hukum negara kepulauan dengan dimuatnya ketentuan mengenai asas
dan rezim hukum negara kepulauan dalam bab IV. Konvensi
Perserikatan  Bangsa-Bangsa   tentang   Hukum  Laut  yang  telah
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut);

c. bahwa pengaturan hukum negara kepulauan ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan rezim hukum negara
kepulauan sebagaimana dimuat dalam Bab IV Konvensi tersebut pada
huruf b;

d. bahwa sehubungan dengan itu, serta untuk menetapkan landasan
hukum yang mengatur wilayah perairan Indonesia, kedaulatan,
yurisdiksi, hak dan kewajiban serta kegiatan di perairan
Indonesia dalam rangka pembangunan nasional berdasarkan Wawasan
Nusantara, maka perlu mencabut Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun
1960   tentang   Perairan   Indonesia   dan   mengganti  dengan
Undang-Undang yang baru;

Mengingat:
1. Pasal   5 ayat (1),Pasal     20 ayat (1),dan     Pasal 33 ayat
3Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang   Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
  Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan
  Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) (Lembaran Negara Tahun 1985
  Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3319);

                          Dengan persetujuan

              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN:

  Menetapkan:
  UNDANG-UNDANG TENTANG PERAIRAN INDONESIA.

                                 BAB I
                            KETENTUAN UMUM

                               Pasal 1

     Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri
      *9339 dari satu atau lebih kepulauan dan dapat        mencakup
      pulau-pulau lain.

  2. Pulau adalah daerah daratan yang terbentuk secara alamiah
  dikelilingi oleh air dan yang berada di atas permukaan air pada
  waktu air pasang.

  3. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau
  dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud
  alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga
  pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan
  satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik
  yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.

  4. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta
  perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.

  5. Garis air rendah adalah garis air yang bersifat tetap di suatu
  tempat tertentu yang menggambarkan kedudukan permukaan air laut
  pada surut yang terendah.

  6. Elevasi surut adalah daerah daratan yang terbentuk secara
  alamiah yang dikelilingi dan berada di atas permukaan laut pada
  waktu air surut, tetapi berada di bawah permukaan laut pada waktu
  air pasang.

  7. Teluk adalah suatu lekukan jelas yang penetrasinya berbanding
  sedemikian rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung
  perairan tertutup yang lebih dari sekedar suatu lengkungan pantai
  semata-mata, tetapi suatu lekukan tidak merupakan suatu teluk
  kecuali apabila luasnya adalah seluas atau lebih luas daripada
      luas setengah lingkaran yang garis tengahnya ditarik melintasi
      mulut lekukan tersebut.

      8. Alur laut kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal
      atau pesawat udara asing di atas alur laut tersebut, untuk
      melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal
      semata-mata untuk transit yang terus menerus, langsung dan
      secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas
      perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara
      satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dan
      bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia lainnya.

      9. Konvensi adalah United Nations Convention on the Law of the
      Sea   Tahun   1982,   sebagaimana  telah   diratifikasi  dengan
      Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
      Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan
      Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

                                      Pasal 2

      (1)     Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan.

      (2) Segala    perairan   di   sekitar,  di   antara,   dan   yang
      menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk
      daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan
      luas atau lebarnya merupakan bagian integral dari wilayah daratan
      Negara Republik Indonesia sehingga merupakan bagian dari perairan
      Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik
      Indonesia.

                                      BAB II
                            WILAYAH PERAIRAN INDONESIA

                                      Pasal 3

(1)         Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial
            *9340 Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman.

      (2)                Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut
      selebar 12 (dua belas) mil laut yang dikukur dari garis pangkal
      kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

      (3)              Perairan Kepulauan Indonesia adalah semua
      perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus
      kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari
      pantai.

      (4)                Perairan pedalaman Indonesia adalah semua
      perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari
      pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamannya semua bagian dari
      perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
                                      Pasal 4

         Kedaulatan Negara Republik Indonesia di perairan Indonesia
      meliputi laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan
      pedalaman serta ruang udara di atas laut teritorial, perairan
      kepulauan, dan perairan pedalaman serta dasar laut dan tanah di
      bawahnya termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di
      dalamnya.

                                      Pasal 5

      (1)     Garis pangkal kepulauan Indonesia ditarik dengan menggunakan
            garis lurus kepulauan

      (2) Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) tidak dapat digunakan, maka digunakan garis
      pangkal biasa atau garis pangkal lurus.

      (3) Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik
      terluar pada garis air rendah pulau-pulau dan karang-karang
      terluar dari kepulauan Indonesia.

      (4) Panjang garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut,
      kecuali bahwa 3% (tiga per seratus) dari jumlah keseluruhan
      garis-garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia dapat
      melebihi kepanjangan tersebut, hingga suatu kepanjangan maksimum
      125 (seratus dua puluh lima) mil laut.

      (5) Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (3) tidak boleh ditarik dari dan ke elevasi surut, kecuali
      apabila di atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi
      serupa yang secara permanen berada di atas permukaan laut atau
      apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian
      pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari
      pulau yang terdekat.

      (6) Garis pangkal biasa sebagaimana dimaksud        dalam   ayat   (2)
      adalah garis air rendah sepanjang pantai.

      (7) Garis pangkal lurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
      adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada
      garis pantai yang menjorok jauh dan menikung ke daratan atau
      deretan pulau yang terdapat di dekat sepanjang pantai.

                                      Pasal 6

(1)         Garis pangkal kepulauan Indonesia yang ditarik        *9341
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dicantumkan dalam peta
            dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan
            posisinya, atau dapat pula dibuat daftar titik-titik koordinat
            geografis yang secara jelas memerinci datum geodetik.
(2)                Peta dengan skala atau skala-skala yang
memadai yang menggambarkan wilayah perairan Indonesia atau daftar
titik-titik   koordinat   geografis  dari   garis-garis   pangkal
kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3)                Pemerintah Indonesia mengumumkan sebagaimana
mestinya peta dengan skala atau skala-skala yang memadai atau
daftar titik-titik koordinat geografis sebagaimana dimaksud dalam
ayat   (1)  serta   mendepositokan  salinan   daftar   titik-titik
koordinat   geografis    tersebut   pada   Sekretariat    Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

                               Pasal 7

(1)     Di dalam perairan kepulauan, untuk penetapan batas perairan
      pedalaman, Pemerintah Indonesia dapat menarik garis-garis
      penutup pada mulut sungai, kuala, teluk, anak laut, dan
      pelabuhan.

(2) Perairan pedalaman terdiri atas:
a. laut pedalaman; dan
   b.     perairan darat.

(3)     Laut pedalaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a
      adalah bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis
      penutup, pada sisi laut dari garis air rendah.

(4) Perairan darat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b
adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis
air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah
segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup
mulut sungai.

                               Pasal 8

   Batas luar laut teritorial Indonesia diukur dari garis pangkal
yang ditarik sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5.

                               Pasal 9

(1)     Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 4, Pemerintah Indonesia
      menghormati persetujuan dan perjanjian yang ada dengan negara
      lain yang menyangkut bagian perairan yang merupakan perairan
      kepulauannya.

(2) Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk sifat, ruang
lingkup, dan daerah berlakunya hak dan kegiatan tersebut, atas
permintaan dari salah satu negara yang bersangkutan, harus diatur
dengan persetujuan bilateral.
(3) Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak boleh
dialihkan atau dibagi kepada negara ketiga atau warga negaranya.

      (4)              Kabel telekomunikasi bawah laut yang telah
      dipasang oleh negara atau badan hukum asing yang melintasi
      perairan            *9342 Indonesia tanpa memasuki daratan
      tetap dihormati.

(5)                Pemerintah Indonesia mengizinkan pemeliharaan
dan penggantian kabel-kabel sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana mestinya mengenai
letak dan maksud untuk memperbaiki dan mengganti kabel-kabel
tersebut.

                               Pasal 10

(1)     Dalam   hal  pantai   Indonesia  letaknya   berhadapan  atau
      berdampingan dengan negara lain, kecuali ada persetujuan yang
      sebaliknya, garis batas laut teritorial antara Indonesia
      dengan negara tersebut adalah garis tengah yang titik-titiknya
      sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis pangkal
      dari mana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain
yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara
kedua negara menurut suatu cara yang berbeda dengan ketentuan
tersebut.

                                BAB III
                   HAK LINTAS BAGI KAPAL-KAPAL ASING

                            Bagian Pertama
                           Hak Lintas Damai

                               Pasal 11

(1)     Kapal semua negara, baik negara pantai maupun negara tak
      berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial
      dan perairan kepulauan Indonesia.

(2) Lintas seperti navigasi melalui laut teritorial dan perairan
kepulauan Indonesia untuk keperluan:

a. melintasi laut tersebut tanpa memasuki perairan pedalaman atau
   singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas
   pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau

      b.     berlaku ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di
      tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan
      tersebut.
(3)     Lintas damai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
      terus-menerus  langsung   serta  secepat   mungkin,  mencakup
      berhenti atau buang jangkar sepanjang hal tersebut berkaitan
      dengan navigasi yang normal, atau perlu dilakukan karena
      keadaan memaksa, mengalami kesulitan, memberi pertolongan
      kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau
      kesulitan.

                               Pasal 12

(1)     Lintas dianggap damai apabila tidak merugikan kedamaian.
      ketertiban, atau keamanan Indonesia, dan dilakukan sesuai
      dengan ketentuan Konvensi dan hukum internasional lainnya.

      (2)             Lintas   oleh  kapal   asing  harus   dianggap
      membahayakan kedamaian, ketertiban, atau keamanan Indonesia,
      apabila kapal tersebut sewaktu berada di laut teritorial dan
      atau di perairan kepulauan melakukan salah satu kegiatan yang
                        *9343 dilarang oleh Konvensi dan atau hukum
      internasional lainnya.

(3)                Ketentuan lebih lanjut mengenai lintas damai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

                               Pasal 13

(1)     Pemerintah Indonesia dapat menangguhkan sementara lintas
      damai segala jenis kapal asing dalam daerah tertentu di laut
      teritorial atau perairan kepulauan, apabila penangguhan
      demikian sangat diperlukan untuk perlindungan keamanannya,
      termasuk keperluan latihan senjata.

(2) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
hanya setelah dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penangguhan sementara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

                               Pasal 14

(1)     Apabila   diperlukan    dengan   memperhatikan   keselamatan
      navigasi, Pemerintah Indonesia menetapkan alur laut dan skema
      pemisah lalu lintas di laut teritorial dan perairan kepulauan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan alur laut dan
skema pemisah lalu lintas di laut teritorial dan perairan
kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

                               Pasal 15
         Dalam melaksanakan hak lintas damai di laut teritorial dan
      perairan kepulauan, kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya
      diharuskan melakukan navigasi di atas permukaan air dan
      menunjukkan bendera kebangsaan.

                                     Pasal 16

         Kapal asing bertenaga nuklir dan kapal yang mengangkut nuklir
      atau bahan lain yang karena sifatnya berbahaya atau beracun,
      apabila melaksanakan hak lintas damai harus membawa dokumen dan
      mematuhi   tindakan  pencegahan  khusus  yang   ditetapkan  oleh
      perjanjian internasional.

                                     Pasal 17

         Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban kapal
      dagang, kapal perang dan kapal pemerintah asing yang dioperasikan
      untuk tujuan niaga dan bukan niaga dalam melaksanakan hak lintas
      damai melalui perairan Indonesia, diatur dengan Peraturan
      Pemerintah.

                                   Bagian Kedua
                          Hak Lintas Alur Laut Kepulauan

                                     Pasal 18

(1)         Lintas alur laut kepulauan dalam alur-alur laut yang khusus
            ditetapkan adalah pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan
            sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi dengan
            *9344 cara normal hanya untuk melakukan transit yang
            terus-menerus, langsung, dan secepat mungkin serta tidak
            terhalang.

      (2)                Segala jenis kapal dan pesawat udara negara
      asing, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati
      hak lintas alur laut kepulauan melalui perairan kepulauan
      Indonesia, antara satu bagian dari laut lepas atau Zona Ekonomi
      Eksklusif Indonesia dengan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi
      Eksklusif Indonesia lainnya.

      (3)                Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan
      kewajiban kapal dan pesawat udara negara asing yang melaksanakan
      hak lintas alur laut kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                                     Pasal 19

      (1)     Pemerintah Indonesia menentukan alur laut, termasuk rute
            penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk pelaksanaan
            hak lintas alur laut kepulauan oleh kapal dan pesawat udara
            asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan juga dapat
            menetapkan skema pemisah lalu lintas sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 14 untuk keperluan lintas kapal yang aman melalui
      alur laut.

(2) Alur laut dan rute penerbangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan dengan suatu rangkaian garis sumbu yang
bersambungan mulai dari tempat masuk rute hingga tempat ke luar
melalui perairan kepulauan dan laut teritorial yang berhimpitan
dengannya.

(3) Apabila diperlukan, setelah diadakan pengumuman sebagaimana
mestinya, alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat diganti dengan alur laut dan skema
pemisah lalu lintas lainnya.

(4) Dalam menentukan atau mengganti alur laut atau skema pemisah
lalu lintas, Pemerintah Indonesia harus mengajukan usul kepada
organisasi   internasional  yang    berwenang   untuk   mencapai
kesepakatan bersama.

(5) Pemerintah menentukan sumbu-sumbu alur laut dan skema
pemisah lalu lintas dan menetapkannya pada peta-peta yang
diumumkan.

(6) Kapal asing yang melakukan lintas alur laut kepulauan harus
mematuhi alur-alur laut dan skema lalu lintas yang telah
ditetapkan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai alur laut dan skema pemisah
lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

                             Bagian Ketiga
                          Hak Lintas Transit

                               Pasal 20

(1)     Semua kapal dan pesawat udara asing mempunyai kebebasan
      pelayaran dan penerbangan semata-mata untuk tujuan transit
      yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin melalui laut
      teritorial Indonesia di selat antara satu bagian laut atau
      Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan bagian laut lepas atau
      Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.

      (2)             Hak lintas transit dilaksanakan sesuai dengan
      ketentuan                   Konvensi,   hukum    internasional
                         *9345
      lainnya, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                               Pasal 21

(1)     Apabila   diperlukan    dengan   memperhatikan  keselamatan
      navigasi, Pemerintah Indonesia dapat menetapkan alur laut dan
      skema pemisah lalu lintas untuk pelayaran di lintas transit
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan alur laut dan
skema pemisah lalu lintas transit sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                            Bagian Keempat
                       Hak Akses dan Komunikasi

                               Pasal 22

(1)     Apabila suatu bagian dari perairan kepulauan Indonesia
      terletak di antara dua bagian wilayah suatu negara tetangga
      yang langsung berdampingan. Indonesia menghormati hak-hak yang
      ada dan kepentingan-kepentingan sah lainnya yang dilaksanakan
      secara tradisional oleh negara yang bersangkutan di perairan
      tersebut melalui suatu perjanjian bilateral.

(2) Pemerintah Indonesia menghormati pemasangan kabel laut dan
mengizinkan pemeliharaan dan penggantian kabel yang sudah ada
dengan pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana mestinya.

                                BAB IV
                PEMANFAATAN, PENGELOLAAN, PERLINDUNGAN,
             DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PERAIRAN INDONESIA

                               Pasal 23

(1)     Pemanfaatan,   pengelolaan,  perlindungan  dan  pelestarian
      lingkungan perairan Indonesia dilakukan berdasarkan peraturan
      perundang-undangan    nasional   yang   berlaku   dan   hukum
      internasional.

(2) Administrasi dan yurisdiksi, perlindungan, dan pelestarian
lingkungan perairan Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

(3) Apabila     diperlukan   untuk    meningkatkan   pemanfaatan,
pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan perairan
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibentuk
suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

                                 BAB V
                     PENEGAKAN KEDAULTAN DAN HUKUM
                         DI PERAIRAN INDONESIA

                               Pasal 24

(1)     Penegakan keaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang
      udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk
      kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas
      pelanggarannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi
      hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan
      yang berlaku.
      (2)             Yurisdiksi adalah penegakan kedaulatan dan
      hukum              *9346 terhadap kapal asing yang sedang
      melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia
      dilaksanakan   sesuai   dengan  ketentuan  Konvensi,   hukum
      internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan yang
      berlaku.

(3)                 Apabila   diperlukan,   untuk    pelaksanaan
penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.

                                 BAB VI
                          KETENTUAN PERALIHAN

                               Pasal 25

(1)     Selama Peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal
      6 ayat (2) belum ditetapkan, maka pada Undang-undang ini
      dilampirkan peta ilustratif dengan skla atau skala-skala yang
      menggambarkan   wilayah   perairan   Indonesia   atau   daftar
      titik-titik koordinat geografis dari garis-garis pangkal
      kepulauan Indonesia.

(2) Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960
tentang   Perairan Indonesia  tetap   berlaku  sepanjang  tidak
bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
Undang-undang ini.

                                BAB VII
                           KETENTUAN PENUTUP

                               Pasal 26

   Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 4
prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 22, Tambahan Lembaraan Negara Nomor 1942) dinyatakan
tidak berlaku.

                               Pasal 27

      Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 Agar   setiap  orang mengetahuinya,memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Agustus 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Agustus 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MOERDIONO

                            PENJELASAN
                               ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 6 TAHUN 1996
                             TENTANG
                       PERAIRAN INDONESIA

UMUM

                    Berdasarkan fakta sejarah dan cara pandang
bangsa Indonesia    *9347 bahwa Negara Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, secara geografis
adalah negara kepulauan. Oleh sebab itu, pada tanggal 13 Desember
1957 Pemerintah Republik Indonesia mengumumkan suatu pernyataan
(deklarasi) mengenai Wilayah Perairan Indonesia yang berbunyi
sebagai berikut:

                   "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara
dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia
dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian
yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan
demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang
berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia.

                   Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman
ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak
bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara
Indonesia.

                   Penentuan batas landas lautan teritorial (yang
lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik
ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia.

                   Ketentuan-ketentuan tersebut    di   atas   akan
diatur selekas-lekasnya dengan Undang-undang."

                   Deklarasi tanggal 13 Desember 1957 tersebut,
mengandung makna bahwa Negara Indonesia adalah satu kesatuan yang
meliputi   tanah  (daratan)   dan  air   (lautan)  secara   tidak
terpisahkan sebagai "Negara Kepulauan".
                   Negara kepulauan tersebut, kemudian diberikan
landasan hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Deklarasi tersebut mengakibatkan suatu perubahan mendasar dalam
struktur kewilayahan Negara Republik Indonesia karena laut tidak
lagi dianggap sebagai pemisah pulau-pulau, tetapi pemersatu yang
menjadikan keseluruhannya suatu kesatuan yang utuh.

                   Deklarasi yang diumumkan pada saat perjuangan
bangsa Indonesia mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah
kedaulatan Negara Republik Indonesia juga banyak menghadapi
kesulitan, antara alain arena perairan Indonesia di sekitar Irian
Barat masih dianggap sebagai perairan internasional yang bebas
dimanfaatkan oleh siapa saja.

                   Selain      alasan       terhadap      ancaman
pertahanan-keamanan, tindakan Pemerintah ini didasarkan pula
bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
serta ruang udara di atasnya diperuntukkan bagi kemakmuran dan
kesejahteraan   bangsa.   Kebijaksanaan   tersebut   juga   ingin
memberikan bentuk nyata kepada kesatuan dalam keanekaragaman
(Bhinneka Tunggal Ika) yang menjadi semboyan bangsa Indonesia.

                   Baik Deklarasi tanggal 13 Desember 1957 maupun
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
dilandasi oleh Wawasan Nusantara, yang kemudian sesuai dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983
ditetapkan sebagai wawasan dalam mencapai pembangunan nasional
yang mencakup perwujudan nusantara sebagai satu kesatuan politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-keamanan.

                   Sejak   diumumkannya   Deklarasi  tanggal   13
Desember 1957   *9348 Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan
agar konsepsi hukum negara kepulauan diterima dan diakui
masyarakat internasional. Perjuangan tersebut akhirnya telah
menghasilkan pengakuan masyarakat internasional secara universal
(semesta) yaitu dengan diterimanya pengaturan mengenai asas dan
rezim hukum negara kepulauan (Archipelagic State) dalam Bab IV
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun
1982. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

                   Perubahan kedudukan Negara Republik Indonesia
sebagai negara kepulauan membawa implikasi yang sangat luas tidak
saja terhadap kepentingan nasional, tetapi juga terhadap asas
negara kepulauan sebagai penjelmaan aspirasi bangsa Indonesia,
membawa konsekuensi bahwa Indonesia juga harus menghormati
hak-hak masyarakat internasional di perairan yang kini menjadi
perairan nasional, terutama hak lintas damai dan hak lintas alur
laut kepulauan bagi kapal-kapal asing.
                  Setelah masyarakat dunia yakin bahwa dengan
tindakannya ini Indonesia tidak bermaksud mengurangi hak-hak
dunia pelayaran yang sah dan tercapai suatu keseimbangan antara
keinginan Indonesia untuk mengamankan keutuhan wilayahnya dan
menguasai sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di
satu pihak, dan kepentingan dunia pelayaran internasional di
pihak lain, atas negara kepulauan ini akhirnya diterima dunia
internasional.

                   Ditinjau dari segi ketatanegaraan, Deklarasi
tanggal 13 desember 1957 dan Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun
1960 tentang Perairan Indonesia merupakan tonggak sejarah dalam
perkembangan ketatanegaraan Indonesia bahwa Negara Republik
Indonesia sebagai kepulauan yang dikemudian diakui oleh dunia
internasional dengan dimuatnya asas dan rezim hukum negara
kepulauan dalam BAB IV Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut Tahun 1982.

                   Ketentuan mengenai asas dan rezim hukum negara
kepulauan   dalam    Konvensi   tersebut    mengandung   berbagai
pengembangan dari konsepsi negara kepulauan sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan
Indonesia. Salah satu pengembangan tersebut adalah dengan
diakuinya garis pangkal lurus kepulauan, disamping garis pangkal
biasa dan garis pangkal lurus sebagai cara pengukuran garis pagka
kepulauan Indonesia. Berdasarkan cara pengukuran tersebut, maka
dalam wilayah perairan Indonesia terdapat lebih kurang 17.508
pulau yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.

                  Dengan demikian, alasan yang mendorong bangsa
Indonesia untuk mencetuskan asas negara kepulauan kemudian
mengundangkannya, sampai saat ini masih relevan. Akan tetapi
dengan berkembangnya berbagai kepentingan dan kegiatan di
perairan Indonesia perlu ditata, diamankan dan dikembangkan
secara terarah dan bijaksana sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional.

                   Selain   kepentingan     pertahanan-keamanan,
persatuan-kesatuan, dan ekonomi, juga perlindungan lingkungan
terhadap bahaya pencemaran dan pelestariannya serta kepentingan
pengelolaan dan pemanfaatan di perairan Indonesia, dirasakan
semakin *9349 mendesak.

                   Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
perlu dicabut dan diganti dengan undang-undang yang baru, karena
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan rezim hukum negara
kepulauan sebagaimana dimuat dalam BAB IV Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
     Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Negara
     Republik   Indonesia   menganut    asas   negara   kepulauan
     sebagaimana dimaksud dalam Deklarasi tanggal 13 Desember
     1957, dan merupakan penerapan dari Pasal 46 huruf a Konvensi
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
     Sebagai negara kepulauan, untuk menentukan garis pangkal
     kepulauan Indonesia pada prinsipnya dipergunakan garis
     pangkal lurus kepulauan.

Ayat (2)
     tidak dapat dipergunakannya garis pangkal lurus kepulauan
     disebabkan kondisi geografis atau keadaan pantai dan pulau
     sedemikian rupa, maka dipergunakan garis pangkal biasa atau
     garis pangkal lurus.

Ayat (3)
     Cukup jelas

Ayat (4)
     Cukup jelas

Ayat (5)
     Dapat tidaknya garis pangkal lurus kepulauan ditarik dari
     dan ke titik terluar pada garis air rendah dari suatu
     elevasi surut tergantung dari dua syarat, yaitu:

a.   bahwa elevasi surut tersebut terletak pada suatu jarak dari
     suatu pulau terdekat tidak lebih dari 12 (dua belas) mil
     laut; atau

     b.   pada elevasi surut tersebut terdapat bangunan tetap,
     misalnya mercusuar.

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 13 dan Pasal 47
     ayat (4) konvensi.

Ayat (6)
     Cukup jelas
    Ayat (7)
         Cukup jelas

    Pasal 6
    Ayat (1)
-   Yang dimaksud dengan "peta dengan skala atau skala-skala yang
                                       memdai"   adalah   peta    laut
                               *9350
             (hidrografi) dengan skala besar yang dipilih yang
             memadai penggunaannya bagi penyelenggaraan penegakan
             kedaulatan dan hukum.
             -         Yang dimaksud dengan "titik-titik koordinat
             geografis" adalah titik-titik yang ditetapkan dengan
             lintang dan bujur geografis.

             -         Yang dimaksud dengan "datum geodetik" adalah
             referensi matematik yang dipergunakan sebagai dasar
             pengukuran titik-titik pangkal dari garis-garis pangkal
             wilayah   negara   kepulauan,  yang   ditetapkan   oleh
             Pemerintah Indonesia.

    Ayat (2)
         Peta dengan skala atau skala-skala yang memadai yang
         menggambarkan   wilayah   perairan   Indonesia   sebagaimana
         dimaksud dalam ketentuan ayat ini, merupakan peta dengan
         skala besar yang dibuat oleh lembaga Pemerintah yang
         berwenang di bidang pemetaan hidro-oseanografi. Pembuatan
         peta dilakukan secara berlanjut sesuai dengan perubahan,
         baik perubahan kondisi geografis yang disebabkan oleh
         peristiwa alam maupun perubahan berdasarkan Konvensi,
         perjanjian atau persetujuan dengan negara tetangga.

    Ayat (3)
         Cukup jelas

    Pasal 7
    Ayat (1)
    -    Yang dimaksud dengan "kuala" adalah    suatu perairan yang
         berada di mulut sungai, yang untuk kepentingan tertentu
         tunduk pada rezim tertentu yang biasanya dipergunakan untuk
         wilayah kehidupan ikan.

         -    Yang dimaksud dengan "anak laut" adalah bagian dari
         laut yang terletak dalam suatu lekukan yang jelas yang
         mengandung perairan yang tertutup dan yang secara historis
         merupakan bagian dari wilayah Indonesia.

    Ayat (2)
         Dalam keadaan tertentu perairan pedalaman dapat terdiri dari
         laut pedalaman dan perairan darat Hal ini terjadi apabila
         ditarik garis penutup yang perairannya tidak berjatuhan sama
         dengan garis air rendah. Misalnya di teluk yang perairannya
         cukup luas sehingga ada bagian laut terletak pada sisi darat
         garis penutup.
     Khusus untuk mulut sungai agak sukar untuk memisahkan bagian
     air yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari
     bagian air yang terletak pada garis lurus yang menutup mulut
     sungai, sehingga seluruh perairan yang terletak di sisi
     darat dari garis penutup harus dianggap sebagai perairan
     darat

Ayat (3)
     Cukup jelas

Ayat (4)
     Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
     Meskipun Indonesia mempunyai kedaulatan penuh di perairan
                               kepulauannya,    tetapi    Indonesia
                     *9351
              mempunyai       kewajiban      untuk      menghormati
              perjanjian-perjanjian atau persetujuan-persetujuan
              yang dibuat dibuat dengan negara-negara lain
              tentang penggunaan secara sah bagian-bagian dari
              perairan    kepulauannya   untuk    pelaksanaan   hak
              perikanan tradisional, hak akses dan komunikasi
              negara tetangga negara tetangga yang langsung
              berdampingan,     pemasangan,    pemeliharaan,    dan
              penggantian    kabel-kabel   di   dasar   laut   oleh
              negara-negara lain.

         Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 51 ayat (1)
         dan ayat (2) Konvensi.

   Ayat (2)
     Cukup jelas

   Ayat (3)
     Cukup jelas

   Ayat (4)
     Cukup jelas

   Ayat (5)
     Yang dimaksud dengan "pemberitahuan sebagaimana mestinya"
     adalah pemberitahuan resmi secara tertulis yang dilakukan
     oleh pemilik kabel melalui saluran diplomatik kepada
     Pemerintah   Indonesia  disertai   penjelasan  antara   lain
     mengenai letak, perkiraan waktu penyelesaian, peralatan yang
     digunakan, jenis perbaikan yang dilakukan, dan maksud
     perbaikan atau penggantian kabel-kabel, sebelum dilakukan
     kegiatan tersebut.
Pasal 10
     Dilaut teritorial tertentu, Indonesia tidak dapat menetapkan
     laut teritorialnya secara penuh sampai dengan jarak 12 (dua
     belas) mil laut dari garis pangkal lurus kepulauan karena
     laut teritorialnya tumpang tindih dengan negara-negara
     tetangga   yang   letak  pantai-patainya    berhadapan  atau
     berdampingan. Untuk menetapkan garis batas laut teritorial
     demikian maka akan ditarik garis tengah yang diukur sama
     jauh dari titik-titik pangkal pada garis pangkal darimana
     lebar laut teritorial masing-masing diukur.

       Apabila terdapat hal-hal khusus seperti adanya hak-hak
       historis atau adanya kondisi geografis khusus seperti bentuk
       pantai atau adanya pulau, maka garis batas laut teritorial
       tersebut akan ditetapkan melalui perundingan untuk mencapai
       suatu kesepakatan.

Pasal 11

Ayat (1)
     Yang dimaksud dengan "menikmati hak lintas damai" adalah hak
     yang   diperuntukkan   bagi   setiap   kapal   asing   untuk
     melaksanakan pelayaran pada lintas damai sesuai dengan
     ketentuan Konvensi, hukum internasional lainnya, dan atau
     peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)
-    Yang dimaksud dengan "lintas" adalah semua pelayaran dari:

laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia melalui laut
      teritorial atau perairan kepuluan Indonesia
             *9352 menuju ke laut lepas atau Zona Ekonomi
      Eksklusif Indonesia tanpa memasuki perairan pedalaman;
      atau

    b.        laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ke
    atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di
    tengah laut atau fasilitas pelabuhan tersebut.
                     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal
    18 ayat (1) Konvensi.

-      Yang dimaksud dengan "navigasi" adalah proses mengarahkan
       gerak kapal dari satu titik ke titik lain dengan lancar dan
       dapat menghindar bahaya dan atau rintangan pelayaran agar
       dapat menyelesaikan perjalanan dengan selamat dan sesuai
       dengan jadwal.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
     Cukup jelas

     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan "kegiatan yang dilarang oleh Konvensi"
          adalah kegiatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 ayat
          (2) yaitu:

     a.   setiap   ancaman   atau    penggunaan   kekerasan   terhadap
          kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara
          pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan
          pelanggaran asas hukum internasional sebagaimana tercantum
          dalam Piagam Perserkatan Bangsa-Bangsa;

          b.    setiap latihan atau praktek senjata apapun;

          c.   setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
          informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan
          negara pantai;

          d.   setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi
          pertahanan atau keamanan negara pantai;

          e.   peluncuran, pendaratan, atau penerimaan setiap pesawat
          udara.

          f.   peluncuran,   pendaratan,   atau    penerimaan   setiap
          peralatan dan perlengkapan militer;

          g.   bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang
          secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan bea
          cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter negara pantai;

          h.   setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah
          yang bertentangan dengan Konvensi;

          i.    setiap kegiatan perikanan;

          j.    kegiatan riset atau survei;

          k.   setiap perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap
          sistem komunikasi atau setiap fasilitas atau instalasi
          lainnya negara pantai; atau

l.   setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung
                           *9353 dengan lintas.

     Ayat (3)
     Cukup jelas

     Pasal 13

     Ayat (1)
          Penegakan kedaulatan dan perlindungan keselamatan negara di
     laut erat hubungannya dengan pertahanan dan keamanan negara.
     Oleh karena itu, kalau perlu untuk menjaga pertahanan dan
     keamanan negara, Pemerintah Indonesia berwenang untuk
     menutup sementara waktu bagian-bagian tertentu dari perairan
     Indonesia bagi pelayaran kapal-kapal asing.
     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 25 ayat (3)
     Konvensi.

   Ayat (2)
     Penengguhan demikian harus dilakukan dengan suatu pengumuman
     yang wajar, misalnya dalam bentuk pengumuman kepada para
     pelaut (notice to mariners).

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 25 ayat (3)
     Konvensi.

Ayat (3)
     Cukup jelas

Pasal 14

     Agar pengawasan terhadap kapal-kapal asing yang melaksanakan
     hak lintas damai di perairan Indonesia dapat dilaksanakan
     dengan baik, serta untuk menjamin keselamatan pelayaran,
     pemerintah Indonesia menetapkan alur laut dan skema pemisah
     lalu lintas di laut teritorial dan perairan kepulauannya.
     Lintas damai melalui alur-alur yang ditetapkan khususnya
     diperlukan bagi lintas kapal tanki. kapal bertenaga nuklir,
     dan kapal yang mengangkut muatan yang berbahaya atau
     beracun, termasuk limbah radio aktif.

     Alur lintas damai demikian dapat juga ditetapkan untuk
     kepentingan perlindungan perikanan, termasuk budidaya laut
     dan pelestarian lingkungan laut.

     Penetapan alur-alur laut, terutama skema pemisah lalu lintas
     tersebut dilakukan dengan bekerja sama dengan organisasi
     internasional yang berwenang terutama dalam masalah teknis
     keselamatan pelayaran

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 22 Konvensi.

Pasal 15
     Kapal selam yang berlayar di perairan Indonesia diwajibkan
     untuk berlayar di permukaan air. Apabila kapal selam asing
     tersebut tidak memenuhi ketentuan ini maka lintas yang
     dilakukannya dianggap tidak damai, dan kapal tersebut
     diperingatkan untuk segera meninggalkan perairan Indonesia.

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 20 Konvensi.

Pasal 16
     Setiap kapal asing bertenaga nuklir dan kapal asing yang
     mengangkut bahan nuklir atau bahan lain yang sifatnya
     berbahaya atau beracun, harus memetahui aturan-aturan serta
     standar internasional yang berlaku.

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 23 Konvensi.

Pasal 17
     Cukup jelas

Pasal 18
     Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)
     Untuk menegakkan kedaualtan, keselamatan perairan dan ruang
                     *9354 udara di atasnya, Pemerintah Indonesia
              menentukan alur-alur laut kepulauan untuk digunakan
              oleh kapal asing, dan ruang udara di atasnya untuk
              digunakan sebagai rute penerbangan oleh pesawat
              udara asing. Penetapan alur-alur laut dan rute
              penerbangan ini dilakukan dengan pertimbangan agar
              dapat   dilakukan   lintas    yang   langsung   dan
              terus-menerus, serta dengan menempuh jarak yang
              terdekat. Disamping itu, untuk menjamin keselamatan
              pelayaran,   Pemerintah    Indonesia   dapat   juga
              menetapkan skema pemisah lalu lintas di alur-alur
              laut yang dianggap rawan kecelakaan.

           Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 53 ayat (1)
           Konvensi.

Ayat (2)
     Berlainan dengan alur laut untuk lintas damai, alur laut
     kepulauan dan rute penerbangan di atasnya tidak merupakan
     suatu alur atau koridor yang secara fisik ada secara nyata
     melainkan merupakan suatu rute lintas yang hanya ada apbila
     sedang digunakan. Alur ini ditentukan dengan menetapkan
     titik-titik sumbu atau poros untuk menentukan lebar alur
     laut kepulauan yang dapat digunakan.

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 53 ayat (5)
     Konvensi.

ayat (3)
     Untuk menegakkan kedaulatan dan keamanan negara serta dengan
     memperhatikan keselamatan pelayaran, apabila diperlukan,
     Pemerintah Indonesia dapat sewaktu-waktu mengganti alur laut
     dan skema pemisah lalu lintas yang ditetapkan. Penggantian
     alur-alur laut dan skema pemisah lalu lintas ini harus
     diumumkan secara wajar, misalnya dalam bentuk pengumuman
     kepada para pelaut (notice to mariners).
     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 53 ayat (7)
     Konvensi.

Ayat (4)
     Di   laut   teritorial   dan   perairan kepulauan  Indonesia
     mempunyai kedaulatan penuh. Oleh karena itu pengajuan usul
     untuk menentukan atau mengganti alur laut atau skema pemisah
     dimaksudkan semata-mata untuk meminta pertimbangan dari segi
     keselamatan    pelayaran.    Organisasi internasional   yang
     dimaksud adalah internasional Maritime Organization (IMO).

     Ketentuan ini merupakan penerapan dari Pasal 53 ayat (9)
     Konvensi.

Ayat (5)
     Cukup jelas

Ayat (6)
     Kecuali dengan izin Pemerintah Indonesia, kapal dan pesawat
     udara asing yang berlayar atau terbang di luar alur-alur
     laut   kepulauan   yang  telah  ditetapkan   dianggap  tidak
     melaksanakan hak lintas alur kepulauan. Apabila kapal
     tersebut berlayar juga di luar alur-alur laut yang telah
     ditetapkan    untuk   lintas   damai,   dianggap   melakukan
     pelanggaran terhadap ketentuan ini.

Ayat (7)
     Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)
     Cukup jelas

Ayat (2)
     Hak lintas transit dalam Undang-undang ini adalah hak lintas
                      *9355 transit di Selat Malaka dan di Selat
              Singapura.

           Yang dimaksud dengan "ketentuan Konvensi" adalah hak
           lintas transit sebagaimana ditentukan antara lain dalam
           Pasal 39 Konvensi yaitu:

           a.         lewat dengan cepat melalui atau di atas selat;

b.         menghindarkan   diri   dari  ancaman   atau   penggunaan
           kekerasan apapun terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah
           atau kemerdekaan politik negara Indonesia atau dengan
           cara apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional
           yang tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

           c.         menghindarkan diri dari kegiatan apapun selain
           transit   secara terus menerus, langsung dan secepat
           mungkin dalam dara normal kecuali diperlukan karena
           "force majeure" atau karena gangguan navigasi; dan

           d.        memenuhi ketentuan internasional tentang:

     1)   keselamatan pelayaran di laut;
2)   pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran yang
     berasal dari kapal;
     3)   keselamatan penerbangan sesuai peraturan udara yang
     ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional
     (International Civil Aviation Organization); dan
     4)   memonitor frekuensi radio yang ditunjuk.

Pasal 21
     Cukup jelas

Pasal 22
     Hak akses dan komunikasi yang dimaksudkan adalah hak akses
     dan komunikasi sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang
     Nomor 1 Tahun 1983 tentang Pengesahan atas Treaty between
     Malaysia and Indonesia relating to the Legal Regime of the
     Archipelagic State and Rights of Malaysia in the Teritorial
     Sea, Archipelagic Waters and the Territory of Indonesia
     lying between East and West Malaysia (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 7, Tambahan Lembaran
     Negara Republik Indonesia Nomor 3248).

Pasal 23

Ayat (1)
     Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan nasional
     yang berlaku", misalnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
     tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
     Hidup dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
     Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta
     peraturan perundang-undangan dari pelbagai konvensi atau
     perjanian internasional lainnya.

Ayat (2)
     Yang dimaksud dengan "administrasi dan yurisdiksi" adalah
     administrasi dalam rangka pelaksanaan yurisdiksi yang
     dilakukan   oleh  instansi   yang terkait dengan  masalah
     lingkungan perairan Indonesia.

     Misalnya    mengenai penetapan Baku Mutu Lingkungan atau
                Analisis Dampak Lingkungan yang dilakukan oleh
                Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, maka
                mengenai administrasi tersebut        *9356 antara
                lain    mengenai    persyaratan-persyaratan    yang
                berkaitan dengan Baku Mutu Lingkungan atau Analisis
                Dampak Lingkungan tersebut.

Ayat (3)
     Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)
     Pelaksanaan penegakan kedaulatan dan hukum di perairan
     Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di
     bawahya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
     dilakukan   untuk  memelihara   keutuhan  wilayah  perairan
     Indonesia serta menjaga dan melindungi kepentingan nasional
     di laut. Sanksi atas pelanggaran kedaulatan dan hukum di
     perairan Indonesia, antara lain dapat dilakukan dengan
     memperingatkan kapal asing yang bersangkutan untuk segera
     meninggalkan perairan Indonesia.

Ayat (2)
     Yurisdiksi terhadap kapal asing dapat mengenai yurisdiksi
     pidana,   perdata,   atau    yurisdiksi   lainnya.  Mengenai
     yurisdiksi pidana dan perdata antara lain berlaku ketentuan
     sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Konvensi,
     hukum    internasional    lainnya,    dan   atau   peraturan
     perundang-undangan yang berlaku.

     Pasal 27 ayat (1) Konvensi menyatakan bahwa yurisprudensi
     kriminal negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas
     kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial untuk
     menangkap siapapun atau untuk mengadakan penyidikan yang
     bertalian dengan kejahatan apapun yang dilakukan di atas
     kapal selama lintas demikian, kecuali.

a.   apabila akibat kejahatan itu dirasakan di negara pantai;

     b.   apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu
     kedamaian negara tersebut atau ketertiban laut wilayah;

     c.   apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh
     nahkoda kapal atau oleh wakil diplomatik atauu pejabat
     konsuler negara bendera; atau

     d.   apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas
     perdagangan gelap narkotika atau bahan psikotropika.

     Selanjutnya Pasal 28 Konvensi menyatakan bahwa yurisdiksi
     perdata tidak dapat dilakukan terhadap kapal asing atau
     orang yang berada di atasnya, kecuali:

a.   hanya apabila berkenaan dengan kewajiban atau tanggungjawab
     ganti rugi yang diterima atau yang dipikul oleh kapal itu
     sendiri dalam melakukan atau untuk maksud perjalanannya
     melalui perairan Indonesia; atau

     b.   untuk melaksanakan eksekusi atau penangkapan sesuai
     dengan Undang-undang yang berlaku dengan tujuan atau guna
     keperluan proses perdata terhadap suatu kapal asing yang
     berada atau melintas laut teritorial atau perairan kepulauan
     setelah meninggalkan perairan pedalaman.

     Yang dimaksud dengan yurisdiksi lainnya misalnya yurisdiksi
     administratif.

Ayat (3)
     Ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) mengatur mengenai
                     *9357 penegakan kedaulatan dan hukum di
              perairan Indonesia, namun karena mengenai penegakan
              kedaulatan   telah   diatur  secara    tegas   dalam
              Undang-undang   Nomor   20   Tahun    1982   tentang
              Ketentuan-ketentuan   Pokok   Pertahanan    Keamanan
              Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
              dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988, maka yang
              perlu      dikoordinasikan      hanya       mengenai
              pelaksanaanpenegakan hukum.

         Penegakan hukum dilaksanakan oleh instansi terkait,
         antara lain Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut,
         Kepolisian    Negara   Republik   Indonesia,  Departemen
         Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Keuangan,
         dan Departemen Kehakiman, sesuai dengann wewenang
         masing-masing    instansi    tersebut   dan  berdasarkan
         ketentuan peraturan perundang-undangan nasional maupun
         hukum intenasional.

Pasal
ayat (1)
      Peta ilustratif yang dilampirkan dalam Undang-undang ini
      mempunyai sifat sementara sampai ditetapkannya Peraturan
      Pemerintah tentang peta dengan skala atau skala-skala yang
      memadai yang menggambarkan wilayah perairann Indonesia atau
      daftar titik-titik koordinat geografis dari garis-garis
      pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      6 ayat (2).

     Pelampiran peta ilustratif dalam Undang-undang ini dilakukan
     dengan pertimbangan bahwa pembuatan peta dengan skala atau
     skala-skala yang memadai atau daftar titik-titik koordinat
     geografis dari garis-garis pangkal kepulauan Indonesia
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) memerlukan waktu
     yang cukup lama. Oleh sebab itu, demi kepastian hukum dalam
     Undang-undang ini dilampirkan peta ilustratif wilayah
     perairan Indonesia.
     Dalam hal terdapat batas wilayah tertentu di perairan
     Indonesia masih dalam perundingan dengan negara tetangga
     maka batas wilayah tertentu tersebut akan diatur lebih
     lanjut   dalam   Peraturan  Pemerintah   berdasarkan   hasil
     perundingan.

   Ayat (2)
     Cukup jelas

Pasal 26
   cukup jelas

Pasal 27
cukup jelas

                              CATATAN

Lampiran berupa gambar, apabila ingin menampilkan gambar tersebut
tekan
 TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT DISPLAYED.
 TAB kemudian ENTER

Kutipan:   LEMBAR LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1996


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perairan_indonesia_(uu_6_thn_1996)_6.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.