Previous
Next

1997

Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU 19 thn 1997)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa :

UU 19/1997, PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

             *9846 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
                    NOMOR 19 TAHUN 1997 (19/1997)
                                TENTANG
                  PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.   bahwa   Negara    Republik   Indonesia   adalah   negara   hukum
     berdasarkan    Pancasila    dan   Undang-Undang    Dasar   1945,
     bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang
     adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta
     menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;
b.   bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional
     yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan
     serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar
     yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri;
c.   bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, peran masyarakat
     dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu terus
     ditingkatkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman, dan
     penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan
     negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu
     kewajiban kenegaraan sehingga setiap anggota masyarakat
     wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban
     perpajakannya;
d.   bahwa    dalam    pelaksanaan    peraturan   perundang-undangan
     perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi
     oleh Wajib Pajak sebagaimana mestinya sehingga memerlukan
     tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang
     memaksa;
c.   bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan
     Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959
     Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) tidak
     dapat    sepenuhnya    mendukung    pelaksanaan    Undang-undang
     perpajakan     yang    berlaku    sehubungan    dengan    adanya
     perkembangan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat
     yang dinamis sehingga diperlukan Undang-undang penagihan
     pajak yang mampu memberi kepastian hukum dan keadilan serta
     dapat   mendorong     peningkatan   kesadaran    dan   kepatuhan
     masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya;
f.   bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a, huruf
     b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Undang-undang Nomor 19
     Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa
     (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 1850) dipandang perlu diganti;
Mengingat:

1.   Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
     1945;
2.   Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
     Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49,
     *9847 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana
     telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994
     (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3566);

                         Dengan persetujuan
              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

                             MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

                                BAB I
                           KETENTUAN UMUM

                               Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah
     Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut
     oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan
     yang berlaku'
2.   Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
     peraturan    perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
     melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
     pemotong pajak tertentu;
3.   Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
     bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
     menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut
     peraturan perundang-undangan perpajakan;
4.   Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi
     perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
     Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
     bentuk   apapun,   persekutuan,   perkumpulan,    firma,kongsi
     koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga,
     dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha
     lainnya;
5.   Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan
     memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah
     Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat
     Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita,
     Pengumuman   Lelang,   Pembatalan   Lelang,   Surat   Perintah
     Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan
     pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi
     sebagian   atau   seluruh  utang   pajak   menurut   peraturan
     perundang-undangan yang berlaku;
6.   Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak
     yang    meliputi     penagihan   seketika    dan   sekaligus,
     pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan;
7.   Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah
     hukumnya    meliputi    tempat   tindakan   penagihan   pajak
     dilaksanakan;
8.   Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk
     sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang
     tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
     berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
9. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan
     penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada
     Penanggung   Pajak    tanpa  menunggu  tanggal   jatuh  tempo
     pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
     jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak;
10. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan
     pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita ajak kepada Penanggung
     Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pemayaran yang
     meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa
     pajak, dan tahun pajak;
11. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan
     biaya penagihan pajak;
12. Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa,
     Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang,
     Pembatalan Lelang dan biaya lainnya sehubungan dengan
     penagihan pajak;
13. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai
     barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk
     melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan
     yang berlaku;
14. Objek sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat
     dijadikan jaminan utang pajak;
15. Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan
     cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui
     usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli;
16. Kantor lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan
     penjualan secara lelang;
17. Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang
     dibuat oleh Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang
     ditentukan oleh peraturan perundang-undangan lelang yang
     berlaku;
18. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap
     Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara
     Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
     peraturan perundang-undangan yang berlaku;
19. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan
     Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu;
20. Gugatan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan
     pajak dan kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam
     peraturan perundang-undangan yang bersangkutan;
21. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung
     Pajak melunasi utang pajak dan biaya penangihan pajak dengan
      menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
      dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
      pencegahan,      melaksanaan     penyitaan,      melaksanakan
      penyanderaan, menjual barang yang telah disita;
22.   Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek
      sita;
23.   Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,
      Bupati atau Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II;
24.   Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah
      hukumnya    meliputi   tempat   tindakan    penagihan   pajak
      dilaksanakan;
25.   Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

                           *9849 BAB II
                    PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK

                              Pasal 2

(1)   Menteri berwenang menunjuk Pajabat untuk penagihan pajak
      pusat.
(2)   Kepala Daerah berwenang menunjuk Pajabat untuk penagihan
      pajak daerah.
(3)   Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      berwenang:
      a.   mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak;
      b.   menerbitkan:
           1)    Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
           2)    Surat Paksa;
           3)    Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
           4)    Surat Perintah Penyanderaan;
           5)    Surat Pencabutan Sita;
           6)    Pengumuman Lelang;
           7)    Pembatalan Lelang; dan
           8)    surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan
      penagihan pajak.

                              Pasal 3

(1)   Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat.
(2)   Syarat-syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian
      sebagai Jurusita Pajak ditetapkan oleh Menteri.

                              Pasal 4

Sebelum memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau
janji menurut agama atau kepercayaan oleh Pejabat yang berbunyi
sebagai berikut:
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapaun juga".

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu
janji atau pemberian".

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi   negara,   Undang-Undang Dasar  1945,   dan   segala
Undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia".

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan
jabatan saya ini dengan jujur, saksama dan dengan tidak
membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan
berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
seorang Jurusita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan
hukum dan *9850 keadilan",

                              Pasal 5

(1)   Jurusita Pajak bertugas:
      a.   melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan
      Sekaligus;
      b.   memberitahukan Surat Paksa;
      c.   melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak
      berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
      d.   melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah
      Penyanderaan.
(2)   Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi
      dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus
      diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.
(3)   Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak berwenang
      memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka
      lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di
      tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan,
      atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain
      yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
(4)   Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta
      bantuan    Kepolisian,   Kejaksaan,  Departemen   Kehakiman,
      Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional,
      Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri,
      Bank atau pihak lain dalam rangka melaksanakan penagihan
      pajak.
(5)   Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat
      yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
      atau Kepala Daerah.

                              Pasal 6

(1)   Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
      tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan
      Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang
      diterbitkan oleh Pejabat apabila:
      a.   Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk
     selama-lamanya atau berniat untuk itu;
     b.   Penanggung   Pajak   menghentikan   atau   secara   nyata
     mengecilkan   kegiatan   perusahaan,   atau   pekerjaan   yang
     dilakukannya di Indonesia, ataupun memindahtangankan barang
     yang dimiliki atau dikuasainya;
     c.   terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan
     membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu;
     d.   badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
     e.   terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh
     pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
(2) Surat     Perintah    Penagihan    Seketika    dan    Sekaligus
     sekurang-kurangnya memuat:
     a.   nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung
     Pajak;
     b.   besarnya uang pajak;
     c.   perintah untuk membayar; dan
     d.   saat pelunasan utang pajak.
(3) Surat   Perintah   Penagihan   Seketika   dan   Sekaligus
     diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.

                             BAB III
                           SURAT PAKSA

                             Pasal 7

(1)   Surat Paksa berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
      KETUHANAN YANG MAHA ESA", mempunyai kekuatan eksekutorial
      dan kedudukn hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang
      telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2)   Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat:
      a.   nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung
      Pajak;
      b.   besarnya utang pajak; dan
      c.   perintah untuk membayar.

                             Pasal 8

Surat Paksa diterbitkan apabila:
a.   Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan
     tanggal   jatuh   tempo   pembayaran   dan   kepadanya   telah
     diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat
     lain yang sejenis;
b.   terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan
     seketika dan sekaligus; atau
c.   Penanggung   Pajak   tidak   memenuhi   ketentuan   sebagimana
     tercantum   dalam   keputusan    persetujuan   angsuran   atau
     penundaan pembayaran pajak.

                             Pasal 9

(1)   Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat, Surat
      Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena
      jabatan.
(2)   Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang
      sama dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
      ayat (1).

                             Pasal 10

(1)   Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan
      pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung
      Pajak.
(2)   Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat
      hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita
      Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat
      Paksa.
(3)   Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh
      Jurusita Pajak kepada:
      a.   Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau
      di tempat lain yang memungkinkan;
      b.   orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun
      yang *9852 bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak,
      apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat
      dijumpai;
      c.   salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau
      yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak
      telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau
      d.   para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal
      dunia dan harta warisan telah dibagi.
(4)   Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak
      kepada:
      a.   pengurus, pemegang saham, dan pemilik modal baik di
      tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal
      mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
      b.   pegawai tingkat pimpinan di tempat kedudukan atau
      tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak
      tidak dapat menjumpai salah seorang sebagimana dimaksud pada
      huruf a.
(5)   Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa
      diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta
      Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau
      dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau
      badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau
      likuidator.
(6)   Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat
      kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan,
      Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa
      dimaksud.
(7)   Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa
      disampaikan melalui Perintah Daerah setempat.
(8)   Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui
      tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya,
      penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan
      Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang
      menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara
      lain yang ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Daerah.
(9)   Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah
      kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada
      Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksana
      Surat Paksa, kecuali ditempat lain oleh Menteri atau kepala
      Daerah.
      (10) Pejabat yang diminta bantuan sebagimana dimaksud pada
      ayat (9) wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang
      telah dilaksanakannya kepada Pejabat yang meminta bantuan.
      (11) Dalam hal Penanggung Pajak menolak untuk menerima Surat
      Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan
      mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak
      mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah
      diberitahukan.

                             Pasal 11

Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan
sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah
Surat Paksa diberitahukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
*9853
                              BAB IV
                            PENYITAAN

                             Pasal 12

(1)   Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak
      dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
      Pejabat menerbitkan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan.
(2)   Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan
      oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa,
      penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat
      dipercaya.
(3)   Setiap melaksanakan penyitaan, jurusita Pajak membuat Berita
      Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita
      Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
(4)   Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat
      dilaksanakan   dengan  syarat   seorang  saksi   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2), berasal dari Pemerintah Daerah
      setempat.
(5)   Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh
      Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Berita
      Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani Jurusita Pajak dan
      saksi-saksi.
(6)   Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan
      mengikat, meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani
      Berita Acara Pelaksanaan Sita sebagaimana dimaksud pada ayat
      (3).
(7)   Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada
      barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau
      di tempat barang bergerak atau barang tidak bergerak yang
      disita berada, dan atau di tempat-tempat umum.
(8)   Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel
      sita.

                             Pasal 13

Pengajuan  keberatan   oleh   Wajib     Pajak   tidak   mengakibatkan
penundaan pelaksanaan penyitaan.

                              Pasal 14
(1)   Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik Penanggung Pajak
      yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat
      kedudukan, atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya
      berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak
      tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa:
      a.   barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai,
      dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
      giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,
      obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan
      penyertaaan modal pada perusahaan lain; dan atau
      b.   barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan
      kapal dengan isi kotor tertentu.
(2)   Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
      sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup
      untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
(3)   Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud
      pada *9854 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 15

(1)   Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan
      dari penyitaan adalah:
      a.   pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang
      digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi
      tanggungannya;
      b.   persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu
      bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah;
      c.   perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas;
      d.   buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan
      Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk
      pendidikan, kebudayaan dan keilmuan;
      e.   peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan
      untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan
      jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 10.000.000,00
      (sepuluh juta rupiah); dan
      f.   peralatan   penyandang   cacat  yang   digunakan   oleh
      Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
(2)   Perubahan besarnya nilai peralatan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf e ditetapkan oleh Menteri.
(3)   Penambahan jenis barang bergerak yang dikecualikan dari
      penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
      b, huruf c, huruf d, dan huruf f diatur dengan Peraturan
      Pemerintah.
                             Pasal 16

Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak,
kecuali apabila menurut Jurusita Pajak barang dimaksud perlu
disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.

                             Pasal 17

(1)   Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo
      rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
      dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.
(2)   Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang yang
      kepemilikannya terdaftar, salinan Berita Acara Pelaksanaan
      Sita diserahkan kepada instansi tempat kepemilikan barang
      dimaksud terdaftar.
(3)   Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang tidak
      bergerak yang kepemilikannya belum terdaftar, Jurusita Pajak
      menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada
      Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat untuk
      diumumkan menurut cara yang lazim di tempat itu.

                             Pasal 18

(1)   Terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau
      Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, Jurusita
      Pajak menyampaikan Surat Paksa dengan dilampiri surat
      *9855 pemberitahuan yang menyatakan bahwa barang dimaksud
      akan disita apabila proses pembuktian telah selesai dan
      diputuskan bahwa barang bukti dikembalikan kepada Penanggung
      Pajak.
(2)   Kejaksanaan atau Kepolisian segera memberitahukan kepada
      Pejabat   yang   menerbitkan   Surat   Paksa   agar   segera
      melaksanakan penyitaan sebelum barang dimaksud dikembalikan
      kepada Penanggung Pajak.
(3)   Dalam hal barang yang disita oleh Kejaksanaan atau
      Kepolisian telah dikembalikan kepada Penanggung Pajak tanpa
      pemberitahuan kepada Pejabat, penyitaan terhadap barang
      dimaksud tetap dapat dilaksanakan.

                             Pasal 19

(1)   Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang
      telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang
      berwenang.
(2)   Terhadap barang yang telah disita sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada
      Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
(3)   Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
      sidang berikutnya menetapkan barang yang telah disita
      dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
(4)   Instansi lain yang berwenang sebagiamana dimaksud pada ayat
      (2), setelah menerima Surat Paksa menjadikan barang yang
      telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
(5)   Pengadilan   Negeri  atau   instansi    lain  yang   berwenang
      menentukan   pembagian   hasil   penjualan   barang   dimaksud
      berdasarkan ketentuan hak mendahulu negara untuk tagihan
      pajak.
(6)   Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak
      mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
      a.   biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu
      penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun
      barang tidak bergerak;
      b.   biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
      dimaksud; dan
      c.   biaya   perkara   yang    semata-mata   disebabkan   oleh
      pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(7)   Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera
      disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada Kantor Lelang
      untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang.

                              Pasal 20

(1)   Dalam hal objek sita berada di luar wilayah kerja Pejabat
      yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat meminta bantuan kepada
      Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita
      berada   untuk   menerbitkan   Surat   Perintah   Melaksanakan
      Penyitaan terhadap objek sita dimaksud, kecuali ditetapkan
      lain oleh Menteri atau Kepala Daerah.
(2)   Dalam hal objek sita letaknya berjauhan dengan tempat
      kedudukan Pejabat tetapi masih dalam wilayah kerjanya,
      Pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada Pejabat yang
      wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada
      untuk      *9856 menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
      Penyitaan.
(3)   Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dan ayat (2) memberitahukan pelaksanaan Surat Perintah
      Melaksanakan Penyitaan dimaksud kepada Pejabat yang meminta
      bantuan   segera   setelah   penyitaan   dilaksanakan   dengan
      mengirimkan Berita Acara Pelaksanaan Sita.

                              Pasal 21

Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila hasil lelang barang
yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan
pajak dan utang pajak.

                              Pasal 22

(1)   Pencabutan sita silaksankan apabila Penanggung Pajak telah
      melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau
      berdasarkan    putusan   pengadlan    atau    putusan    Badan
      Penyelesaian Sengketa Pajak atau ditetapkan lain oleh
      Menteri atau Kepala Daerah.
(2)   Pencabutan   sita   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)
      dilakasanakan   berdasarkan   Surat   Pencabutan   Sita   yang
      diterbitkan oleh Pejabat.

                             Pasal 23.

(1)   Penanggung Pajak dilarang:
      a.   memindahkan    hak,   memindahtangankan,    menyewakan,
      meminjamkan, atau merusak barang yang telah disita;
      b.   membebani barang yang telah disita dengan hak jaminan
      untuk pelunasan utang tertentu;
      c.   merusak, mencabut, atau menghilangkan salinan Berita
      Acara Pelaksanaan Sita atau segel sita yang telah ditempel
      pada barang sitaan.
(1)   Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal 24

Ketentuan mengenai tata cara penyitaan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

                             Pasal 25

(1)   Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak
      dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang
      melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang
      disita melalui Kantar Lelang.
(2)   Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka,
      tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya
      yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat
      berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada
      perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang
      sebagaimana dimaksud      *9857 pada ayat (1).
(3)   Barang yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang
      pajak dengan cara:
      a.   uang tunai disetor ke kas Negara atau Kas Daerah;
      b.   deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
      giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,
      dipindahbukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas
      permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan;
      c.   obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang
      diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas
      permintaan Pejabat;
      d.   obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak
      diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh Pejabat;
      e.   piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang
      pengalihan hak menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;
      f.   penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte
      persetujuan pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak
      kepada Pejabat.
(4)   Apabila pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
      b, huruf c, huruf d, huruf c, dan huruf f tidak melaksanakan
      kewajibannya,   dikenakan   sanksi   pidana   sesuai   dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)   Ketentuan   mengenai   tata  cara   penjualan   barang   yang
      dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 26

(1)   Penjualan   secara   lelang   terhadap  barang  yang   disita
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilaksanakan
      sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
(2)   Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita
      mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum
      lelang dilaksanakan.
(3)   Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang
      untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang
      dan menandatangani asli Risalah Lelang.
(4)   Pejabat dan Jurusita Pajak tidak diperbolehkan membeli
      barang sitaan yang dilelang.
(5)   Larangan terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak untuk membeli
      barang sitaan yang dilelang, berlaku juga terhadap istri,
      keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus,
      serta anak angkat.
(6)   Pejabat   dan  Jurusita    Pajak  yang  melanggar   ketentuan
      sebagimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi sesuai
      dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                             Pasal 27

(1)  Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang
     diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan
     keberatan.
(2) Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh
     Penanggung Pajak.
(3) Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah
     melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau
     berdasarkan   putusan   pengadilan,   atau   putusan   Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak, atau objek lelang musnah.

                             Pasal 28

(1)   Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar
      biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk
      membayar utang pajak.
(2)   Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup
      untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak,
      pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan
      dilelang masih ada.
(3)   Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan
      oleh   Pejabat  kepada  Penanggung   Pajak  segera   setelah
      pelaksanaan lelang.
(4)   Pejabat yang lalai melaksanakan ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dikenakan sanksi sesuai
       dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)    Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang
       berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah
       Lelang   yang   merupakan  bukti   otentik   sebagai dasar
       pendaftaran dan pengalihan hak.

                                BAB V
                     PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN

                               Pasal 29

Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang
mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya
dalam melunasi utang pajak.

                               Pasal 30

(1)  Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 hanya dapat
     dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan
     oleh Menteri atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat
     yang bersangkutan
(2) Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya:
     a.   identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan;
     b.   alasan untuk melakukan pencegahan; dan
     c.   jangka waktu pencegahan.
(3) jangka waktu pencegahan sebagimana dimaksud pada ayat (2)
     huruf c paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang
     untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(4) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
     disampaikan   kepada   Penanggung    Pajak   yang   dikenakan
     pencegahan,   Menteri   Kehakiman,   Pejabat   yang   memohon
     pencegahan, atasan Pejabat yang bersangkutan, dan Kepala
     Daerah setempat.
(5) Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap beberapa orang
     sebagai Penanggung Pajak Wajib Pajak badan atau ahli waris.

                               Pasal 31

Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya
utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

                               Pasal 32

Pencegahan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

                               Pasal 33

(1)        Penyanderaan hanya dapat dilakukan Penanggung Pajak yang
      mempunyai     utang    pajak     sekurang-kurangnya   sebesar
      Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad
      baiknya dalam melunasi utang pajak.
(2)      Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
    dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan
    yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis
    dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(3)      Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat
    diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(4)      Surat Perintah Penyanderaan memuat sekurang-kurangnya:
    a.   identitas Penanggung Pajak;
    b.   alasan penyanderaan;
    c.   izin penyanderaan;
    d.   lamanya penyanderaan; dan
    e.   tempat penyanderaan.
(5)      Penyanderaan   tidak   boleh   dilaksanakan    dalam   hal
    Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti
    sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.
(6)      Besarnya jumlah utang pajak sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dan dalam Pasal 29 dapat diubah dengan Peraturan
    Pemerintah.

                             Pasal 34

(1)       Penanggung Pajak yang disandera dilepas:
    a.    apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah
    dibayar lunas;
    b.    apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah
    Penyanderaan itu telah terpenuhi;
    c.    berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
    kekuatan hukum tetap; atau
    d.    berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau
    Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(2)       Sebelum Penanggung Pajak dilepas sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d, Pejabat segera
    memberitahukan    secara    tertulis   kepada   kepala   tempat
    penyanderaan sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah
    Penyanderaan.
       (3) Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan
          gugatan              terhadap   pelaksanaan  penyanderaan
                       *9860
          hanya kepada Pengadilan Negeri.
(4) Dalam hal gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada
       ayat (3) dikabulkan dan putusan pengadilan telah mempunyai
       kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat memohon
       rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas masa penyanderaan
       yang telah dijalaninya.
(5) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
       adalah Rp. 100.000,00 (sertus ribu rupiah) setiap hari.
(6) Perubahan besarnya nilai ganti rugi sebagaimana dimaksud
       pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri.
(7) Penanggung Pajak tidak dapat mengajukan gugatan terhadap
       pelaksanaan penyanderaan setelah masa penyanderaan berakhir.

                             Pasal 35

Penyanderaan   terhadap   Penanggung    Pajak   tidak   mengakibatkan
hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

                               Pasal 36

Ketentuan mengenai tempat penyanderaan, tata cara penyanderaan,
rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak, dan pemberian ganti rugi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                                 BAB VI
                                GUGATAN

                               Pasal 37

(1)     Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa,
        sita, atau lelang hanya dapat diajukan kepada Badan
        Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2)     Gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
        Surat Paksa, sita, atau pengumuman lelang dilaksanakan.
(3)     Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal
        34 ayat (3) tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.

                               Pasal 38

(1)     Gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita
        hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri.
(2)     Pengadilan Negeri yang menerima surat gugatan sebagimana
        dimaksud pada ayat (1) memberitahukan secara tertulis kepada
        Pejabat.
(3)     Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya
        terhadap barang yang digugat kepemilikannya sejak menerima
        pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)     Gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita
        tidak dapat diajukan setelah lelang dilaksanakan.

                                BAB VII
                           KETENTUAN KHUSUS
*9861
                               Pasal 39

(1)     Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau
        penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Perintah Penagihan
        Seketika   dan   Sekaligus,  Surat  Paksa,   Surat  Perintah
        Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, dan
        Pengumuman   Lelang    yang dalam    penerbitannya  terdapat
        kesalahan atau kekeliruan.
(2)     Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Perintah
        Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat
        Pemerintah     Melaksanakan   Penyitaan,    Surat   Perintah
        Penyanderaan, dan Pengumuman Lelang yang dalam penerbitannya
        terdapat kesalahan atau kekeliruan.
(3)     Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan setelah
        kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.
                             Pasal 40

(1)   Apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak memperoleh
      keputusan keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan
      utang pajak menjadi berkurang sehingga menimbulkan kelebihan
      pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak
      berhak menuntut pengembalian barang yang telah dilelang.
(2)   Pejabat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk uang sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

                             Pasal 41

Penagihan pajak tidak dilaksanakan apabila telah kedaluarsa
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.

                              BAB VII
                        KETENTUAN PERALIHAN

                             Pasal 42

(1)   Tindakan     pelaksanaan    penagihan   pajak     berdasarkan
      Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak
      Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
      63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) yang belum dapat
      diselesaikan    pada   saat  berlakunya   Undang-undang   ini
      ditetapkan sebagai berikut:
      a.   dalam hal Surat Paksa sudah diterbitkan tetapi belum
      diberitahukan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan,
      Surat Paksa dimaksud dinyatakan batal demi hukum;
      b.   dalam hal Surat Paksa sudah diberikan kepada Penanggung
      Pajak yang bersangkutan, pelaksanaan sita yang belum
      diproses diselesaikan berdasarkan Undang-undang ini;
      c.   dalam hal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sudah
      diterbitkan tetapi belum dilaksanakan, Surat Perintah
      Melaksanakan Penyitaan dimaksud dinyatakan batal demi hukum;
      d.   dalam hal lelang sudah diproses tetapi belum *9862
      diselesaikan, tetap diselesaikan berdasarkan Undang-undang
      Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan
      Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850).
(2)   Gugatan Penanggung Pajak terhadap tindakan pelaksanaan
      penagihan pajak sebelum tanggal 1 Januari 1998 diajukan
      kepada badan peradilan yang bersangkutan.

                               BAB IX
                         KETENTUAN PENUTUP

                             Pasal 43

(1)   Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 19
       Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa
       (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran
       Negara Nomor 1850) dinyatakan tidak berlaku.
(2)    Dengan   berlakunya  Undang-undang   ini,   semua   peraturan
       pelaksanaan   di  bidang   penagihan  pajak   tetap   berlaku
       sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau
       belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru.

                              Pasal 44

Undang-undang ini mulai dinamakan Undang-undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa

                              Pasal 45

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

                                     Disahkan di Jakarta
                                     pada tanggal 23 Mei 1997

                                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                                ttd.

                                               SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal tanggal 23 Mei 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIAT NEGARA
     REPUBLIK INDONESIA

              ttd.

            SOEHARTO

  *9863 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 42

                              PENJELASAN
                                 ATAS
                  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 19 TAHUN 1997
                               TENTANG
                 PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

UMUM

Tujuan Negara Republik Indonesia yang berlandaskn Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil,
makmur, dan merata. Tujuan luhur yang demikian itu hanya dapat
diwujudkan   melalui   pembangunan    nasional    secara   bertahap,
terencana, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Untuk
melaksanakan pembangunan nasional dimaksud, diperlukan dana dari
masyarakat, antara lain, berupa pembayaran pajak. Oleh karena
itu, peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran   pajak   berdasarkan    ketentuan    perpajakan   sangat
diharapkan. Namun, dalam      kenyataannya masih dijumpai adanya
tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak
sebagaimana mestinya. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu
dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekeuatan
hukum yang memaksa. Selama ini, tindakan penagihan pajak dimaksud
dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang
Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa.
Undang-undang Nomor 19 Thaun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara
Dengan Surat Paksa kurang dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan
Undang-undang perpajakan yang berlaku sekarang sebab selain
Undang-undang perpajakan telah mengalami perubahan, juga karena
adanya   perkembangan   sistem   hukum    nasional   dan   kehidupan
masyarakat    yang   dinamis.    Oleh    karena    itu,   diperlukan
Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang dapat
mengatasi   semua   permasalahan   yang    timbul   di   masyarakat,
khususnya, permasalahan mengenai tunggakan pajak serta dapat
memberikan   motivasi    peningkatan    kesadaran    dan   kepatuhan
masyarakat Wajib Pajak. Undang-undang penagihan pajak yang
demikian itu diharapkan akan dapat memberikan penekanan yang
lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak
dan kepentingan negara. keseimbangan kepentingan dimaksud berupa
pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak
berat sebelah atau tidak memihak, adil, serasi, dan selaras dalam
wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan
kepastian hukum.

Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa mengatur
ketentuan tentang tata cara tindakan penagihan pajak yang berupa
penagihan seketika dan sekaligus, pelaksanaan Surat Paksa,
penyitaan, pencegahan, dan atau penyanderaan, serta pelelangan.
Dalam Undang-undang ini, Surat Paksa diberi kekuatan eksekutorial
dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak dapat diajukan
banding sehingga Surat Paksa langsung dapat dilaksanakan dan
ditindaklanjuti sampai pelelangan barang Penanggung Pajak.
Selaras dengan perkembangan jenis pajak dan pungutan berdasarkan
peraturan perundang-undangan *9864 perpajakan yang dilakukan,
baik   oleh   Pemerintah    Pusat   maupun   Pemerintah   Daerah,
Undang-undang   ini  dimaksudkan   untuk   diberlakukan  terhadap
berbagai jenis pajak dimaksud. Sementara jenis pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat antara lain pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Masuk dan Cukai, pajak
yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, antara lain, Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan
dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak atas
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Dalam.rangka   menegakkan   keadilan,  Undang-undang  ini   tetap
memberikan perlindungan hukum, baik kepada Penanggung Pajak
maupun pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan. Karena
pelaksanaan sanggahan pada hakikatnya tidak berbeda dengan
pelaksanaan gugatan, ketentuan dalam Undang-undang ini mengatur
bahwa gugatan Penanggung Pajak terhadap tindakan pelaksanaan
penagihan pajak berupa pelaksanaan Surat Paksa, sita, atau lelang
diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Sementara itu,
gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita
diajukan ke Pengadilan Negeri. Sejalan dengan ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimaan telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994 bahwa sanggahan dan atau gugatan Penanggung
Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, sita atau lelang hanya
dapat diajukan kepada badan peradilan pajak yang selanjutnya
berdasarkan Undang-undang disebut Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak. Perlindungan hukum terhadap hak dimaksud diberikan porsi
tersendiri yang dituangkan berupa ketentuan dalam beberapa pasal
di dalam Undang-undang ini.
Pelunasan utang pajak oleh Penanggung Pajak merupakan salah satu
tujuan penting dari pemberlakuan Undang-undang ini. Untuk
menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu
terhadap Penanggung Pajak    tertentu secara sangat selektif dan
hati-hati berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, dapat dilakukan
tindakan pencegahan dan dengan seizin Menteri Keuangan atau
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat dilakukan penyanderaan.
Namun, perlindungan hak untuk memperoleh keadilan bagi Penanggung
Pajak terhadap pelaksanaan pencegahan dan atau penyanderaan
dimaksud tetap diberikan oleh Undang-undang ini.
Beberapa pokok pengaturan yang terkandung dalam Undang-undang ini
adalah sebagai berikut:

a.   Ketentuan tentang pengertian Penanggung Pajak diperluas
     untuk menyesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku,
     yaitu untuk Wajib Pajak badan, Penanggung Pajak adalah
     pengurus yang pengertiannya telah diperluas termasuk juga
     orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan
     kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan
     perusahaan;
b.   Dalam hal tertentu dapat dilaksanakan penagihan seketika dan
     sekaligus;
c.   Memperjelas dan mempertegas pemberitahuan Surat Paksa secara
     lebih rinci tentang kepada siapa, di mana, kapan, dan
     *9865 bagaimana Surat Paksa diberitahukan dan kemungkinan
     pembetulan serta penggantian Surat Paksa;
d.   Ketentuan tentang penyitaan barang yang digunakan sebagai
     jaminan pelunasan utang pajak diatur secara rinci dan jelas
     serta tegas yang meliputi jenis, status, nilai serta tempat
     penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung
     Pajak dengan tetap memberikan perlindungan hak bagi pihak
     ketiga;
e.   Untuk   melindungi    kepentingan    masyarakat    Wajib   Pajak
     diberikan pengecualian terhadap barang yang dapat disita;
f.   Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo
     rekening koran, giro, atau bentuk lain yang dipersamakan
     dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu
     dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai rahasia bank
     sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku;
g.   Untuk kepentingan negara, diatur secara lebih tegas tentang
     hak mendahulu yang dimiliki oleh negara terhadap pembagian
     hasil lelang barang milik Penanggung Pajak;
h.   Dalam   rangka   mendorong     masyarakat    agar   mengutamakan
     kewajiban    kenegaraan,    ketentuan     tentang    pelaksanaan
     penagihan pajak sampai dengan lelang lebih dipertegas
     walaupun Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding;
i.   Untuk melindungi kepentingan pembeli barang secara lelang,
     Risalah Lelang digunakan sebagai dasar pengalihan hak;
j.   Dalam hal-hal tertentu pencegahan dan atau penyanderaan
     dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak tertentu agar
     melunasi utang pajak. Pencegahan hanya dapat dilaksanakan
     berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Izin penyaderaan
     yang dahulu diberikan oleh Kepala Daerah Tingkat I, menurut
     Undang-undang ini diberikan oleh Menteri Keuangan atau
     Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pencegahan dan atau
     penyaderaan dilaksanakan secara selektif dan hati-hati;
k.   Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan
     prosedur,   gugatan    Penanggung   Pajak    terhadap   tindakan
     pelaksanaan Surat Paksa, sita, atau lelang hanya dapat
     diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan
     gugatan tidak dapat diajukan setelah lewat waktu 14 (empat
     belas) hari;
l.   Dalam hal lelang telah dilaksanakan dan Wajib Pajak
     memperoleh keputusan keberatan atau putusan banding yang
     mengakibatkan   utang    pajak   menjadi    berkurang   sehingga
     menimbulkan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak
     dapat meminta atau tidak berhak menuntut pengembalian barang
     yang telah dilelang, tetapi Pejabat mengembalikan kelebihan
     pembayaran pajak dalam bentuk uang sesuai dengan peraturan
     perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Dalam pembentukannya, Undang-undang tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, diperhatikan, diacu, dan dikaitkan dengan
Undang-undang lainnya, yaitu:
1.   Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia
     Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 156,
     Tambahan Lembaran Negera Nomor 2104);
2.   Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
     *9866 (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali
     diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
     (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3567);
3.    Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
      Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
      (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
      Negara   Nomor  3264),   sebagaimana  telah   diubah  dengan
      Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
      1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
4.    Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
      Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan
      Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
      1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
5.    Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
      (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3474);
6     Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
      (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3587);
7.    Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
      (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3608);
8.    Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
      (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3612);
9.    Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
      Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      3613);
10.   Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
      Tanah Beserta     Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah
      (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3632);
11.   Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
      Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);
12.   Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
      Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
13.   Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 (Peraturan Lelang
      Tahun 1908);

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1.
     Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang
     bersifat   teknis   dan   baku   yang    dipergunakan  dalam
     Undang-undang ini. Rumusan pengertian istilah ini diperlukan
     untuk mencegah adanya salah penafsiran dalam melaksanakan
     dan kelancaran, baik bagi Wajib Pajak maupun bagi aparatur
     dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.

Pasal 2.
     *9867 Ayat (1)
          Ketentuan  ini   memberi  kewenangan   kepada  Menteri
     menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. Yang dimaksud
     dengan Pejabat untuk penagihan pajak pusat antara lain
     Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan
     Pajak Bumi dan Bangunan. Adapun yang dimaksud dengan pajak
     pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat
     antara lain Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai
     Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak
     Bumi dan Bangunan, Bea Masuk dan Cukai.
     Ayat (2)
          Kewenangan menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak
     daerah diberikan kepada Kepala Daerah. Yanng dimaksud dengan
     Pejabat untuk penagihan pajak daerah seperti Kepala Dinas
     Pendapatan Daerah. Adapun yang dimaksud dengan pajak daerah
     adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, antara
     lain, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Penerangan Jalan, dan
     Pajak Kendaraan Bermotor.
     Ayat (3)
          Ayat   ini   mengatur   ketentuan   tentang   pemberian
     kewenangan kepada Pejabat di bidang penagihan pajak untuk
     mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan
     Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat
     Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah
     Penyanderaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang,
     Pembatalan Lelang, atau menerbitkan surat lain, misalnya,
     surat permintaan bantuan kepada Kepolisian atau surat
     permintaan pencegaham.

Pasal 3.
     Ayat (1) dan Ayat (2)
          Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya merupakan
     pelaksana eksekusi dari putusan yang sama kedudukannya
     dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
     hukum tetap. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat sebagai
     Jurusita Pajak, harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang
     ditetapkan      oleh    Menteri     misalnya,     pendidikan
     serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat
     serta telah mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus
     Jurusita Pajak.
          Dengan pertimbangan bahwa Jurusita Pajak harus ada pada
     setiap kantor Pejabat, baik Pejabat untuk penagihan pajak
     pusat maupun Pejabat untuk penagihan pajak daerah, maka
     kewenangan pengangkatan dan pemberhentian Jurusita Pajak
     diberikan    kepada   Pejabat    dengan   berpedoman    pada
     syarat-syarat dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 4.
     Cukup jelas

Pasal 5.
     Ayat (1)
          Huruf a
               Cukup jelas
          *9868 Huruf b
               Yang dimaksud dengan memberitahukan Surat Paksa
     adalah   penyampaian   Surat  Paksa   secara   resmi   kepada
     Penanggung Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan
     Surat Paksa.
          Huruf c
               Cukup jelas
          Huruf d
               Jurusita     Pajak    melaksanakan     penyanderaan
     berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan dari Pejabat sesuai
     dengan izin yang diberikan oleh Menteri atau Gubernur Kepala
     Daerah Tingkat I.
     Ayat (2)
          Ketentuan ini mengatur keharusan Jurusita Pajak dalam
     melaksanakan kewajibannya dilengkapi dengan kartu tanda
     pengenal yang diterbitkan oleh Pejabat. Hal ini dimaksudkan
     sebagai   bukti   diri  bagi  Jurusita   Pajak   bahwa   yang
     bersangkutan adalah Jurusita Pajak yang sah dan betul-betul
     bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak.
     Ayat (3) dan Ayat (4)
          Ketentuan ini mengatur kewenangan Jurusita Pajak dalam
     melaksanakan penyitaan untuk menemukan objek sita yang ada
     ditempat usaha, tempat kedudukan, atau tempat tinggal
     Penanggung Pajak dengan memperhatikan norma yang berlaku
     dalam masyarakat, misalnya dengan terlebih dahulu meminta
     izin dari Penanggung Pajak. Kewenangan ini pada hakikatnya
     tidak sama dengan penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam
     Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
          Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugas dapat meminta
     bantuan pihak lain, misalnya, dalam hal Penanggung Pajak
     tidak memberi izin atau menghalangi pelaksanaan penyitaan,
     Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau
     Kejaksaan. Demikian juga dalam hal penyitaan terhadap barang
     tidak bergerak seperti tanah, Jurusita Pajak dapat meminta
     bantuan kepada Badan Pertanahan Nasional atau Pemerintah
     Daerah untuk meneliti kelengkapan dokumen berupa keterangan,
     kepemilikan atau dokumen lainnya. Dalam hal penyitaan
     terhadap kapal laut dengan isi kotor tertentu dapat meminta
     bantuan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
     Ayat (5)
          Pada dasarnya Jurusita Pajak melaksanakan tugas di
     wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, namun apabila
     dalam suatu kota terdapat beberapa wilayah kerja Pejabat,
     misalnya, di Jakarta, maka Menteri atau Kepala Daerah
     berwenang menetapkan bahwa Jurusita Pajak dapat melaksanakan
     tugasnya di luar wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya.

     Contoh:
     Jurusita Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Menteng
     dapat melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak yang
     berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pasar
           *9869 Minggu.

Pasal 6.
     Ayat (1)
           Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan
     Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak
     kepada Penanggung Pajak.
           Dalam hal diketahui oleh Jurusita Pajak bahwa barang
     milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak ketiga atau
     terdapat tanda-tanda kepailitan, Jurusita Pajak segera
     melaksanakan    penagihan   seketika   dan  sekaligus  dengan
     melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik
     Penanggung Pajak dimaksud setelah Surat Paksa diberitahkan.
     Ayat (2)
           Cukup jelas
     Ayat (3)
           Cukup jelas
Pasal 7.
     Ayat (1)
           Agar tercapai efektivitas dan efisiensi penagihan pajak
     yang didasari oleh Surat Paksa, ketentuan ini memberi
     kekuatan eksekutorial serta memberi kedudukan hukum yang
     sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
     hukum tetap kepada Surat Paksa. Dengan demikian, Surat Paksa
     langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan
     lagi dan tidak dpat diajukan banding.
     Ayat (2)
           Cukup jelas
Pasal 8.
     Huruf a
           Pada dasarnya Surat Teguran, atau Surat Peringatan,
     atau surat lain yang sejenis hanya diterbitkan satu kali.
           Pengertian surat lain yang sejenis meliputi surat atau
     bentuk lain yang fungsinya sama dengan Surat Teguran atau
     Surat Peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat
     Paksa siterbitkan.
     Huruf b
           Cukup jelas
     Huruf c
           Dalam hal-hal tertentu, misalnya, karena Penanggung
     Pajak mengalami kesulitan likuiditas, kepada Penanggung
     Pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan
     untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui
     keputusan Pejabat. Oleh karena itu, keputusan dimaksud
     mengikat kedua belah pihak.
           Dengan demikian, apabila kemudian Penanggung Pajak
     tidak    memenuhi   ketentuan   sebagaimana  tercantum  dalam
     keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
     pajak, maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa
     Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang
     sejenis.

Pasal 9.
     Ayat (1) dan Ayat (2)
          *9870 Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur bahwa
     apabila terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat, misalnya
     kecurian, kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang
     menyebabkan asli Surat Paksa rusak, tidak terbaca, atau
     tidak dapat ditentukan lagi, Pejabat karena jabatan dapat
     menerbitkan Surat Paksa pengganti yang mempunyai kekuatan
     dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Pasal 10
     Ayat (1) dan Ayat (2)
          Mengingat Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial
     dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang
     telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemeberitahuan
     kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dilaksanakan
     dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak
     menandatangi Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat
     Paksa telah diberitahukan, dan selanjutnya salinan Surat
     Paksa diserahkan kepada Penanggung Pajak, sedangkan asli
     Surat Paksa disimpan di Kantor Pejabat.
     Ayat (3)
          Terhadap    Wajib   Pajak   yang   meninggal    dunia   dan
     meninggalkan    warisan   yang  telah    dibagi,   Surat   Paksa
     diterbitkan dan diberitahukan kepada masing-masing ahli
     waris. Surat Paksa dimaksud memuat, antara lain, jumlah
     tunggakan utang pajak yang telah dibagi sebanding dengan
     besarnya warisan yang diterima oleh masing-masing. Dalam hal
     ahli waris belum dewasa, Surat Paksa diserahkan kepada wali
     atau pengampunya.
     Ayat (4)
          Huruf a
                Yang dimaksud dengan pengurus, misalnya:
                -    untuk   perseroan    terbatas    sesuai   dengan
     Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
     adalah dewan direksi dan dewan komisaris;
                -    untuk     badan    usaha     lainnya     seperti
     persekutuan, firma, CV adalah direktur atau orang yang
     ditunjuk    untuk   melaksanakan   dan    mengendalikan    serta
     bertanggung jawab atas perusahaan dimaksud;
                -    untuk yayasan adalah ketua dan orang yang
     melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas
     yayasan dimaksud.
                     Termasuk dalam pengertian pengurus adalah
     orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan
     kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan, sedangkan yang
     dimaksud dengan pemegang saham adalah pemegang saham
     mayoritas.
          Huruf b
                Yang dimaksud dengan pegawai tingkat pimpinan
     adalah pegawai yang mengepalai salah satu bagian, misalnya,
     bagian pembukuan, keuangan, personalia, hubungan masyarakat,
     atau bagian umum.
     Ayat (5)
          *9871 Cukup jelas
     Ayat (6)
          Yang dimaksud dengan seorang kuasa pada ayat ini adalah
     orang pribadi atau badan yang menerima kuasa khusus untuk
     menjalankan hak dan kewajiban perpajakan.
     Ayat (7)
          Apabila Jurusita Pajak tidak menjumpai seorangpun
     sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), selain
     Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak melalui
     aparat   Pemerintah   Daerah   setempat   sekurang-kurangnya
     setingkat Kepala Kelurahan atau Kepala Desa dengan membuat
     Berita   Acara,  yang   selanjutnya   salinan  Surat   Paksa
     disampaikan   kepada   Penanggung   Pajak   melalui   aparat
     Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya setingkat
     Kepala Kelurahan atau Kepala Desa dengan membuat Berita
     Acara, yang selanjutnya salinan Surat Paksa dimaksud akan
     segera diserahkan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan.
     Ayat (8)
          Cukup jelas
     Ayat (9)
          Pada dasarnya apabila Surat Paksa akan dilaksanakan di
     luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud harus meminta
     bantuan kepada Pejabat lain. Namun, apabila di suatu kota
     terdapat beberapa wilayah kerja Pejabat, Menteri atau Kepala
     Daerah berwenang menetapkan bahwa Pejabat dimaksud dapat
     melaksanakan Surat Paksa di luar wilayah kerjanya tanpa
     harus meminta bantuan Pejabat setempat.

     Contoh:
     Kepala Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Krembangan akan
     melaksanakan Surat Paksa di tempat usaha Penanggung Pajak di
     Pasar Genteng, Surabaya .Dalam hal ini, Kepala Kantor
     Pelayanan   Pajak  Surabaya   Krembangan  dapat     langsung
     melaksanakan Surat Paksa di tempat usaha Penanggung Pajak
     tanpa harus meminta bantuan dari Kepala Kantor Pelayanan
     Pajak Surabaya Genteng.
     Ayat (10)
          Cukup jelas
     Ayat (11)
          Apabila Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa
     dengan berbagai alasan, misalnya, karena Wajib Pajak sedang
     mengajukan   keberatan,   salinan   Surat   Paksa   dimaksud
     ditinggalkan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat
     kedudukan Penanggung Pajak dan dicatat dalam Berita Acara
     bahwa Penanggung Pajak tidak mau atau menolak menerima
     salinan Surat Paksa. Dengan demikian, Surat Paksa dianggap
     telah diberitahukan.
Pasal 11
     Jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam
     dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Penanggung Pajak
     melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Paksa
     yang bersangkutan.
Pasal 12
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
     pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
     yang berlaku.
     Ayat (3)
           Berita.Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan
     kepada Penanggung Pajak dan myasarakat bahwa penguasaan
     barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung
     Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap
     penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara
     Pelaksanaan    Sita   secara  jelas   dan  lengkap       yang
     sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama
     Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama dan jenis barang
     yang disita, dan tempat penyitaan.
     Ayat (4)
           Seorang   saksi   dari  Pemerintah  Daerah    setempat,
     sekurang-kurangnya setingkat Kepala Kelurahan atau Kepala
     Desa.
     Ayat (5)
           Dalam pelaksanaan sita yang tidak dihadiri oleh
     Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita harus memuat
     alan ketidakhadiran Penanggung Pajak. Diperlukannya saksi
     dari Pemerintah Daerah setempat berfungsi sebagai saksi
     legalisator. Dengan demikian, Berita Acara Pelaksanaan Sita
     dimaksud tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.
     Ayat (6)
           Cukup jelas
     Ayat (7)
           Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus
     ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita, kecuali
     jika terdapat barang yang disita yang sesuai sifatnya tidak
     dapat ditempati salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita,
     misalnya, uang tunai atau sebidang tanah.
     Ayat (8)
           Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang
     disita dimaksudkan sebagai pengumuman bahwa penyitaan telah
     dilaksanakan, baik dihadiri ataupun tidak dihadiri oleh
     Penanggung Pajak.

Pasal 13
     Ketentuan ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun
     1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
     sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun
     1994 yang, antara lain, mengatur bahwa pengajuan keberatan
     tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
     penagihan pajak. Oleh karena itu, penyitaan tetap dapat
     dilaksanakan walaupun Wajib Pajak mengajukan keberatan.

Pasal 14
     Ayat (1)
          Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan
     *9873 utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu,
     penyitaan   dapat   dilaksanakan   terhadap   semua   barang
     Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat
     usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau di tempat
     lain sekalipun sekalipun penguasaannya kerada di tangan
     pihak lain.
           Pada     dasarnya    penyitaan     dilaksanakan  dengan
     mendahulukan barang bergerak, namun dalam keadaan tertentu
     penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak
     bergerak tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang
     bergerak. Keadaan tertentu, misalnya, Jurusita Pajak tidak
     menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan obyek sita,
     atau barang bergerak yang dijumpainya tidak mempunyai nilai,
     atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan utang
     pajaknya.
           Pengertian kepemilikan atas tanah meliputi, antara
     lain, hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, dan hak guna
     usaha.
           Yang dimaksud dengan penguasaan berada di tangan pihak
     lain misalnya, disewakan atau dipinjamkan, sedangkan yang
     dimaksud dengan dibebani dengan hak tanggungan sebagai
     jaminan pelunasan utang tertentu, misalnya, barang yang
     dihipotekkan, digadaikan, atau diagunkan.
     Ayat (2)
           Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, Jurusita
     Pajak    harus    memperhatikan   jumlah   dan   jenis barang
     berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat
     melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal tertentu
     Jurusita Pajak dimungkinkan untuk meminta bantuan jasa
     penilai.
     Ayat (3)
           Ketentuan ini diperlukan untuk menampung kemungkinan
     perluasan objek sita berupa hak lainnya sebagaimana dimaksud
     pada ayat (1).
Pasal 15
     Ayat (1)
           Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup dan usaha
     Penanggung Pajak, terhadap barang tertentu yang digunakan
     sehari-hari oleh Penanggung Pajak dan alat-alat yang
     digunakan penyandang cacat dikecualikan dari penyitaan.
     Ayat (2)
           Cukup jelas
     Ayat (3)
           Cukup jelas

Pasal 16
     Meskipun barang yang telah disita penguasaannya beralih dari
     Penanggung Pajak kepada Pejabat, penyimpanannya dititipkan
     kepada Penanggung Pajak, misalnya, tanah dan atau bangunan.
     Namun, ada barang yang karena sifatnya atau karena
     pertimbangan tertentu dari Jurusita Pajak, penyimpanannya
     dapat dititipkan pada bank, atau kantor pegadaian, atau
     disimpan di kantor Pejabat seperti perhiasan atau peralatan
     elektronik.
Pasal 17
     Ayat (1)
          Penyitaan atas kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan
     di bank berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening
     koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
     itu dilaksanakan dengan cara pemblokiran terlebih dahulu
     yang pelaksanaannya mengacu pada ketentuan mengenai rahasia
     bank   sesuai   dengan    peraturan   perundang-undangan    yang
     berlaku.
     Ayat (2)
          Penyitaan barang yang kepemilikannya terdaftar seperti
     kendaraan bermotor diberitahukan kepada Kepolisian Negara
     Republik   Indonesia;    tanah   diberitahukan    kepada   Badan
     Pertanahan Nasional; penyitaan kapal laut dengan isi kotor
     tertentu    diberitahukan      kepada    Direktorat     Jenderal
     Perhubungan Laut. Pemberitahuan ini dimaksudkan agar barang
     sitaan dimaksud tidak dapat dipindahtangankan sebelum utang
     pajak beserta biaya penagihan pajak dan biaya lainnya
     dilunasi oleh Penanggung Pajak.
          Pemberitahuan    dilakukan   dengan    penyerahan   salinan
     Berita Acara Pelaksanaan Sita.
     Ayat (3)
          Atas penyitaan barang tidak bergerak, misalnya, tanah
     yang kepemilikannya belum terdaftar di Badan Pertanahan
     Nasional, Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada
     Pemerintah Daerah setempat untuk digunakan sebagai dasar
     penerbitan Surat Keterangan Riwayat Tanah dan untuk mencegah
     pemindahtanganan tanah dimaksud. Penyampaian Berita Acara
     Pelaksanaan Sita ke Pengadilan Negeri dimaksudkan untuk
     didaftarkan    kepada     kepaniteraan    Pengadilan     Negeri.
     Pengadilan Negeri dan Pemerintah Daerah setempat selanjutnya
     mengumumkan penyitaan dimaksud.
Pasal 18
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Ketentuan    ini   dimaksudkan    agar    penyitaan   dapat
     dilaksanakan sebelum barang dikembalikan kepada Penanggung
     Pajak.
          Dalam    hal     Kejaksaan     atau     Kepolisian    lalai
     memberitahukan kepada Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa,
     sehubungan dengan akan dikembalikannya barang yang disita
     kepada Penanggung Pajak, kepada yang bersangkutan dikenakan
     sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
     berlaku.
     Ayat (3
          Cukup jelas
Pasal 19
     Ayat (1)
          Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa
     terhadap semua jenis barang yang telah disita oleh
     Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang, tidak
     boleh disita lagi oleh Jurusita Pajak. Adapun yang
     *9875 dimaksud dengan instansi lain yang berwenang adalah
     instansi lain yang juga berwenang melakukan penyitaan,
     misalnya, Panitia Urusan Piutang Negara.
     Ayat (2)
          Penyerahan salinan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak
     kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang
     dimaksudkan agar Pengadilan Negeri atau instansi lain yang
     berwenang menentukan bahwa penyitaan atas barang dimaksud
     juga berlaku sebagai jaminan untuk pelunasan utang pajak
     yang tercantum dalam Surat Paksa.
     Ayat (3)
          Pengadilan   Negeri    setelah   salinan    Surat   Paksa
     selanjutnya dalam sidang berikutnya menetapkan bahwa barang
     yang telah disita dimaksud juga sebagai jaminan pelunasan
     utang pajak.
          Dengan   demikian,  berdasarkan    penetapan   Pengadilan
     Negeri dimaksud pihak lain yang berkepentingan dapat
     mengetahuinya secara resmi.
     Ayat (4)
          Cukup jelas
     Ayat (5)
          Cukup jelas
     Ayat (6)
          Cukup jelas
     Ayat (7)
          Sebagai kelanjutan dari penetapan Pengadilan Negeri
     yang menentukan pembagian hasil penjualan barang sitaan
     dengan memperhatikan hak mendahulu untuk tagihan pajak,
     apabila putusan dimaksud kemudian telah mempunyai kekuatan
     hukum tetap, Pengadilan Negeri segera mengirimkan putusannya
     ke Kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian
     hasil lelang.
Pasal 20
     Ayat (1)
          Pada dasarnya apabila objek sita berada di luar wilayah
     kerja Pejabat, Pejabat dimaksud harus meminta bantuan kepada
     Pejabat lain untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
     Penyitaan terhadap objek sita dimaksud. Namun, apabila di
     suatu kota terdapat beberapa wilayah kerja Pejabat, Menteri
     atau Kepala Daerah berwenang menetapkan bahwa Pejabat
     dimaksud dapat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
     Penyitaan    dan   memerintahkan    Jurusita    Pajak    untuk
     meleksanakan penyitaan terhadap objek sita yang berada di
     luar wilayah kerjanya tanpa harus meminta bantuan Pejabat
     setempat.

      Contoh:
      Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru akan
      melaksanakan penyitaan terhadap objek sita yang berada di
      Tanjung Priok yang bukan merupakan wilayah kerjanya. Dalam
      hal ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran
      Baru dapat langsung melaksanakan penyitaan terhadap objek
      sita dimaksud tanpa meminta bantuan dari Kepala Kantor
      Pelayanan Pajak Jakarta Tanjung Priok.
              Ayat (2)
*9876
           Ketentuan ini dimaksudkan agar Pejabat yang menerbitkan
      Surat Paksa dapat meminta bantuan kepada Pejabat lain untuk
     menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan
     memerintahkan Jurusita pajak untuk melaksanakan penyitaan
     terhadap barang yang berada jauh dari tempat kedudukan
     Pejabat dimaksud sekalipun masih berada dalam wilayah
     kerjanya. Misalnya, apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak
     Perusahaan Negara dan Daerah di Jakarta yang wilayah
     kerjanya meliputi seluruh Indonesia akan melakukan.penyitaan
     terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di
     Kupang, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan
     Daerah dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor Pelayanan
     Pajak Kupang.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 21
     Apabila hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup
     untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak,
     Jurusita   Pajak dapat   melaksanakan penyitaan  tambahan
     terhadap barang milik Penanggung Pajak yang belum disita.
     Dengan demikian, penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari
     satu kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi
     utang pajak.

Pasal 22
     Ayat (1)
          Ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri atau
     Kepala Daerah untuk melakukan pencabutan sita karena adanya
     sebab-sebab di luar kekuasaan Pejabat yang bersangkutan,
     misalnya, objek sita terbakar, hilang, atau musnah. Yang
     dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari
     peradilan umum. Putusan peradilan umum, misalnya, putusan
     atas gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang
     disita, sedangkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak,
     misalnya, putusan atas gugatan Penanggung Pajak terhadap
     pelaksanaan sita.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 23
      Ayat (2)
         Huruf a dan Huruf b
                     Karena penguasa barang yang disita talah
         beralih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, maka
         Penanggung Pajak dilarang untuk memindahtangankan atau
         memindahkan hak atas barang yang disita, misalnya, dengan
         cara menjual menghibahkan, mewariskan, mewakafkan, atau
         menyumbangkan kepada pihak lain. Selain itu, Penanggung
         pajak juga dilarang membebani barang yang telah disita
         dengan hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu atau
         menyewakan. Larangan dimaksud berlaku baik untuk
         *9877 seluruh maupun untuk sebagian barang yang disita.
                Huruf c
                     Cukup jelas
           Ayat (2)
                Cukup jelas
Pasal 24
           Cukup jelas

Pasal 25
          Ayat (1)
               Sekalipun Penanggung Pajak telah melunasi utang
     pajak,   tetapi   belum   melunasi  biaya  penagihan  pajak,
     penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita
     tetap dapat dilaksanakan.
          Ayat (2)
               Cukup jelas
          Ayat (3)
               Huruf a
                     Cukup jelas
               Huruf b
                     Pemindahbukuan objek sita yang tersimpan di
     bank berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening
     koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
     itu dilaksanakan dengan mengacu kepada ketentuan mengenai
     rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
     berlaku.
               Huruf c
                     Cukup jelas
               Huruf d
                     Cukup jelas
               Huruf e
                     Cukup jelas
               Huruf f
                     Cukup jelas
          Ayat (4)
               Yang dimaksud dengan pihak-pihak pada ayat (3):
               Huruf b, adalah bank termasuk lembaga keuangan
lainnya;
               huruf c, adalah bursa efek;
               huruf d, adalah Pejabat;
               huruf e, adalah Notaris, debitur;
               huruf f, adalah Notaris.
          Ayat (5)
               Cukup jelas
Pasal 26
          Ayat (1)
               Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan
     kepada Penanggung Pajak melunasi utang pejaknya sebelum
     pelelangan terhadap barang yang disita dilaksanakan. Sesuai
     dengan ketentuan dalam peraturan lelang setiap penjualan
     secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang.
     Pengumuman lelang harus dilaksanakan sekurang-kurangnya 14
     (empat belas) hari setelah penyitaan, sedangkan lelang
     dilaksanakan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sejak
     pengumuman lelang. Apabila      *9878 Penanggung pajak belum
     juga melunasi utang pejaknya, sedangkan lelang harus
     dilaksanakan,    kepada   Penanggung    Pajak   masih    diberi
     kesempatan    untuk  menentukan   urutan   barang   yang   akan
     dilelang. Dalam hal Penanggung Pajak tidak menggunakan
     kesempatan    dimaksud   atau   apabila   pelaksanaan    lelang
     berdasarkan urutan yang ditentukan Penanggung Pajak menjadi
     terhambat, Pajabat menentukan kembali urutan barang yang
     dilelang dimaksud.
          Ayat (2)
                Cukup jelas
          Ayat (3)
                Kehadiran Pejabat atau yang mewakilinya dalam
     pelaksanaan lelang diperlukan untuk menentukan dilepas atau
     tidaknya barang yang dilelang apabila harga penawaran yang
     diajukan oleh calon pembeli lelang lebih rendah dari harga
     limit yang ditentukan. Selain itu, kehadiran Pejabat atau
     yang mewakilinya juga diperlukan untuk menghentikan lelang
     apabila hasil lelang sudah cukup untuk melunasi biaya
     penagihan pajak dan utang pajak.
          Ayat (4)
                Cukup jelas
          Ayat (5)
                Cukup jelas
          Ayat (6)
                Cukup jelas

Pasal 27
          Ayat (1)
               Mengingat bahwa lelang merupakan tindak lanjut
     eksekusi dari Surat Paksa yang kedudukannya sama dengan
     putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
     tetap, maka sekalipun Wajib Pajak mengajukan keberatan dan
     belum memperoleh keputusan, lelang tetap dapat dilaksanakan.
          Ayat (2)
               Karena   penguasaan   barnag    yang   disita   telah
     berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, maka Pejabat
     yang bersangkutan mempunyai wewenang untuk menjual barang
     yang disita dimaksud.
               Mengingat Penanggung Pajak yang memiliki barang
     yang disita telah diberitahukan bahwa barang yang disita
     akan dijual secara lelang pada waktu yang telah ditentukan,
     lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun tanpa dihadiri oleh
     Penanggung Pajak.
          Ayat (3)
               Pada dasarnya lelang tidak dilaksanakan apabila
     Penanggung Pajak.telah melunasi utang pajak dan biaya
     penagihan   pajak.   Namun,   dalam   hal    terdapat   putusan
     pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak ketiga atas
     kepemilikan   barang   yang   disita,   atau    putusan   Badan
     Penyelesaian   Sengketa   Pajak   yang   mengabulkan    gugatan
     Penanggung Pajak atas pelaksanaan penagihan pajak, atau
     barang sitaan yang akan dilelang musnah karena terbakar atau
     bencana alam, lelang tetap tidak dilaksanakan walaupun utang
     pajak dan biaya penagihan pajak belum      *9879 dilunasi.
Pasal 28
          Ayat (1) sampai dengan Ayat (4)
               Tujuan utama lelang adalah untuk melunasi biaya
     penagihan pajak dan utang pajak dengan tetap memberi
     perlindungan kepada Penanggung Pajak agar lelang tidak
     dilaksanakan secara berlebihan.
               Selain itu, ketentuan ini dimaksudkan untuk
     melindungi Penanggung Pajak agar Pejabat tidak berbuat
     sewenang-wenang dalam melakukan penjualan secara lelang
     termasuk, misalnya, dalam penentuan harga limit. Sisa barang
     sitaan beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan.oleh
     Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah dibuatnya
     Risalah Lelang sebagai tanda bahwa lelang telah selesai
     dilaksanakan. Risalah Lelang, antara lain, memuat keterangan
     tentang barang sitaan telah terjual.
          Ayat (5)
               Sebagai syarat pengalihan hak dari Penanggung
     Pajak kepada pembeli lelang dan juga sebagai perlindungan
     hukum terhadap hak pembeli lelang, kepadanya harus diberikan
     Risalah Lelang yang berfungsi sebagai akte jual beli yang
     merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan
     pengalihan hak.

Pasal 29
          Pencegahan   diperlukan   sebagai   salah   satu   upaya
     penagihan pajak. Namun, agar pelaksanaan pencegahan tidak
     sewenang-wenang, maka pelaksanaan pencegahan sebagai upaya
     penagihan pajak diberikan syarat-syarat, baik yang bersifat
     kuantitatif, yakni harus memenuhi utang pajak dalam jumlah
     tertentu maupun yang bersifat kualitatif, yakni diragukan
     itikad   baiknya   dalam  melunasi   utang   pajak   sehingga
     pencegahan hanya dilaksanakan secara sangat selektif dan
     hati-hati.

Pasal 30
          Ayat (1)
               Pelaksanaan pencegahan hanya dapat dilaksanakan
     berdasarkan keputusan Menteri sesuai dengan ketentuan yang
     diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
     Keimigrasian yang, antara lain, menentukan bahwa yang
     berwenang dan bertanggung jawab atas pencegahan adalah
     Menteri sepanjang menyangkut urusan piutang negara.
          Ayat (2)
               Cukup jelas
          Ayat (3)
               Cukup jelas
          Ayat (4)
               Cukup jelas
          Ayat (5)
               Cukup jelas

Pasal 31
           Berdasarkan   peraturan   perundang-undangan   perpajakan,
     utang      *9880 pajak hapus apabila sudah dibayar lunas
     atau   karena   kedaluwarsa.   Dengan    demikian,    pencegahan
     Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak.
     Oleh karena itu, sekalipun terhadap Penanggung Pajak telah
     dilakukan   pencegahan,   tindakan    penagihan    pajak   tidak
     terhenti dan tetap dapat dilaksanakan.

Pasal 32
          Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang
     berlaku adalah Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
     Keimigrasian.

Pasal 33
          Ayat (1)
                Penyanderaan merupakan salah satu upaya penagihan
     pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu
     terhadap kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya
     pada tempat tertentu. Agar penyanderaan tidak dilaksanakan
     sewenang-wenang dan juga tidak bertentangan dengan rasa
     keadilan bersama, maka diberikan syarat-syarat tertentu,
     baik syarat yang bersifat kuantitatif, yakni harus memenuhi
     utang pajak dalam jumlah tertentu, maupun syarat yang
     bersifat kualitatif, yakni diragukan itikad baik Penanggung
     Pajak dalam melunasi utang pajak, serta telah dilaksanakan
     penagihan pajak sampai dengan Surat Paksa. Dengan demikian,
     Pejabat mendapatkan data atau informasi yang akurat yang
     diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan
     permohonan     izin    penyanderaan.     Penyanderaan    hanya
     dilaksanakan    secara   sangat   selektif,   hati-hati,   dan
     merupakan upaya terakhir.
          Ayat (2)
                Persyaratan izin penyanderaan dari Menteri atau
     Gubernur    Kepala   Daerah   Tingkat   I   dimaksudkan   agar
     penyanderaan dilakukan secara sangat selektif dan hati-hati.
     Oleh karena itu, Pejabat tidak boleh menerbitkan Surat
     Perintah Penyanderaan sebelum mendapat izin tertulis dari
     Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
          Ayat (3)
                Cukup jelas
          Ayat (4)
                Cukup jelas
          Ayat (5)
                Cukup jelas
          Ayat (6)
                Cukup jelas

Pasal 34
           Cukup jelas

Pasal 35
          Berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan,
     utang pajak hapus apabila sudah dibayar lunas atau karena
     kedaluwarsa. Dengan demikian, penyanderaan Penanggung Pajak
     tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak.
           Oleh karena itu, sekalipun terhadap Penanggung Pajak
     telah       *9881 dilakukan penyanderaan, tindakan penagihan
     pajak tidak terhenti dan tetap dilaksakan.

Pasal 36
          Sebelum tempat penyanderaan ditentukan dengan Peraturan
     Pemerintah, Penanggung Pajak yang disandera dititipkan
     sementara di rumah tahanan negara.

Pasal 37
      Ayat (1)
         Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan hak kepada
   Penanggung Pajak untuk mengajukan gugatan kepada Badan
   Penyelesaian Sengketa Pajak dalam hal Penanggung Pajak tidak
   setuju dengan pelaksanaan penagihan pajak yang meliputi
   pelaksanaan Surat Paksa, sita atau lelang. Termasuk dalam
   pengertian gugatan dalam Undang-undang ini adalah sanggahan
   sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
   tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
   telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
      Ayat (2)
         Jangka waktu 14 (empat belas) hari untuk mengajukan
   gugatan dianggap memadai dan telah sesuai dengan ketentuan
   yang diatur dalam Undang-undang tentang Badan Penyelesaian
   Sengketa Pajak.
         Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap Surat
   Paksa dihitung sejak pemberitahuan kepada Penanggung Pajak,
   untuk sita dihitung sejak pembuatan Berita Acara Pelaksanaan
   Sita, dan untuk lelang dihitung sejak Pengumuman Lelang.
   Dengan demikian, lelang tidak boleh dilaksanakan sebelum lewat
   14 (empat belas) hari sejak Pengumuman Lelang. Apabila dalam
   jangka waktu dimaksud Penanggung Pajak tidak mengajukan
   gugatan, maka hak Penanggung Pajak untuk menggugat dinyatakan
   gugur.
      Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 38
      Ayat (1)
         Cukup jelas
      Ayat (2)
         Cukup jelas
      Ayat (3)
         Cukup jelas
      Ayat (4)
                Pada dasarnya pihak ketiga dapat mengajukan
         gugatan terhadap kepemilikan barang yang disita oleh
         jurusita Pajak melalui proses perdata. namun, apabila
         Pejabat lelang telah menunjuk seorang pembeli sebagai
         pemenang   lelang  dalam   proses   lelang  yang   sedang
         berlangsung, maka gugatan tidak dapat diajukan lagi
         terhadap kepemilikan untuk memberikan kepastian hukum dan
           melindungi kepentingan pembeli lelang karena kepada pihak
           ketiga *9882 telah diberikan kesempatan yang cukup untuk
           mengajukan gugatan sebelum lelang dilaksanakan.

Pasal 39
          Ayat (1)
                Ketentuan ini mengatur pembetulan atas kesalahan
     atau kekeliruan dalam penulisan nama, alamat, Nomor Pokok
     Wajib Pajak, jumlah utang pajak, atau keterangan lainnya
     yang tercantum dalam Surat Perintah Penagihan Seketika dan
     Sekaligus,    Surat   Paksa,  Surat  Perintah   Melaksanakan
     Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, dan Pengumuman
     Lelang yang permohonannya diajukan oleh penanggung Pajak
     kepada Pejabat. Dalam hal Penanggung Pajak mengajukan
     permohonan penggantian surat-surat dimaksud, baik karena
     hilang maupun rusak, atau karena alasan lain, penggantiannya
     diberikan    dalam   bentuk  salinan   atau   turunan   yang
     ditandatangani oleh Pejabat.
          Ayat (2)
                Cukup jelas
          Ayat (3)
                Cukup jelas

Pasal 40
          Ayat (1)
               Cukup jelas
          Ayat (2)
               Dalam hal barang yang dimiliki oleh Penanggung
     Pajak telah dilelang dan kemudian diperoleh keputusan
     keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan utang
     pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan
     kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud
     hanya dapat dikembalikan dalam bentuk uang.
Pasal 41
          Cukup jelas

Pasal 42
          Ayat (1)
               Cukup jelas
          Ayat (2)
               Ketentuan ini dimaksudkan agar gugatan Penanggung
     Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak yang telah
     diajukan kepada Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha
     Negara sebelum badan Penyelesaian Sengketa Pajak terbentuk,
     tetap diselesaikan oleh badan peradilan yang bersangkutan.

Pasal 43
          Ayat (1)
               Cukup jelas
          Ayat (2)
               Ketentuan pelaksanaan yang masih berlaku, antara
     lain, ketentuan tentang tata cara angsuran dan penundaan
     pembayaran pajak, ketentuan tentang tata cara pelaksanaan
     *9883 penagihan pajak dan    penunjukan Pejabat yang berwenang
     mengeluarkan Surat Paksa,    ketentuan mengenai besarnya biaya
     penagihan   pajak,   dan     ketentuan   tentang   tata   cara
     pengahapusan piutang pajak   dan besarnya piutang pajak.
Pasal 44
          Cukup jelas

Pasal 45
            Cukup jelas

           TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAHUN 1997 NOMOR 368


Silahkan download versi PDF nya sbb:
penagihan_pajak_dengan_surat_paksa_(uu_19_thn_199_19.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Timbulnyasurat paksa menurut uu no 19 tahun 2000. Contoh surat permohonan risalah lelang dari debitur ke bank.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.