Previous
Next

2009

Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU 22 thn 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan :
              UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 22 TAHUN 2009
                              TENTANG
                 LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN



              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran
                 strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi
                 nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
                 kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
                 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
                 1945;

              b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian
                 dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan
                 potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
                 keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan
                 Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan
                 ekonomi dan pengembangan wilayah;

              c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan
                 internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan
                 Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu
                 pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta
                 akuntabilitas penyelenggaraan negara;

              d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
                 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi
                 dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
                 kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
                 Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-
                 undang yang baru;

              e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                 dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
                 membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan
                 Angkutan Jalan;

                                                             Mengingat . . .
                                   -2-


Mengingat    : Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
               Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


                       Dengan Persetujuan Bersama

            DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                                   DAN

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                             MEMUTUSKAN:


Menetapkan   : UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN
               JALAN.


                                   BAB I
                           KETENTUAN UMUM

                                  Pasal 1

               Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

               1.   Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
                    sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan,
                    Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana
                    Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi,
                    Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

               2.   Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang
                    Lalu Lintas Jalan.

               3.   Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang
                    dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
                    Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

               4.   Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
                    serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling
                    terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan
                    Angkutan Jalan.

                                                               5. Simpul . . .
                    -3-

5.   Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi
     pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa
     Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan
     sungai dan danau, dan/atau bandar udara.

6.   Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang
     Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang
     meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
     alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat
     pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas
     pendukung.

7.   Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang
     terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak
     Bermotor.

8.   Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang
     digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain
     Kendaraan yang berjalan di atas rel.

9.   Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang
     digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.

10. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan
    yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang
    dengan dipungut bayaran.

11. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang
    diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang,
    dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas
    pendukung.

12. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan
    pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
    bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan
    tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
    tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
    jalan rel dan jalan kabel.

13. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum
    yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan
    keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang
    dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

14. Halte adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor
    Umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

                                                15. Parkir . . .
                   -4-

15. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak
    bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan
    pengemudinya.

16. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak
    untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.

17. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan
    yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau
    perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
    perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.

18. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di
    permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang
    meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
    membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang
    yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan
    membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.

19. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat
    elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat
    dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu
    Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau
    pada ruas Jalan.

20. Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua
    dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa
    kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga
    tanpa rumah-rumah.

21. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang
    menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang
    dengan Kendaraan Bermotor Umum.

22. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum
    yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.

23. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan
    Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin
    Mengemudi.

24. Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan
    yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
    Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang
    mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian
    harta benda.
                                        25. Penumpang . . .
                    -5-

25. Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan
    selain Pengemudi dan awak Kendaraan.

26. Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang
    Lalu Lintas Jalan.

27. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan
    untuk berlalu lintas.

28. Dana Preservasi Jalan adalah dana yang khusus
    digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi,
    dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuai
    dengan standar yang ditetapkan.

29. Manajemen     dan    Rekayasa    Lalu   Lintas    adalah
    serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi
    perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan
    pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka
    mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
    keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.

30. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
    keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau
    Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum,
    dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.

31. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
    suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko
    kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh
    manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.

32. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
    keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur
    sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.

33. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
    keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang
    bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.

34. Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
    Angkutan Jalan adalah sekumpulan subsistem yang
    saling berhubungan dengan melalui penggabungan,
    pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data
    yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas dan
    Angkutan Jalan.

                                            35. Penyidik . . .
                    -6-

35. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik
    Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
    diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
    melakukan penyidikan.

36. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara
    Republik Indonesia yang karena diberi wewenang
    tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
    dalam Undang-Undang ini.

37. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
    adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
    kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

38. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota,
    dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
    Pemerintahan Daerah.

39. Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin
    kementerian negara dan bertanggung jawab atas urusan
    pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan
    Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidang
    industri, bidang pengembangan teknologi, atau bidang
    pendidikan dan pelatihan.

40. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
    pemimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
    penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian
    yang meliputi bidang keamanan dan ketertiban
    masyarakat,    penegakan    hukum,     perlindungan,
    pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.


                   BAB II
            ASAS DAN TUJUAN

                  Pasal 2

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan
memperhatikan:
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;
                                                  d. asas . . .
                           -7-

  d.   asas   partisipatif;
  e.   asas   bermanfaat;
  f.   asas   efisien dan efektif;
  g.   asas   seimbang;
  h.   asas   terpadu; dan
  i.   asas   mandiri.

                          Pasal 3

  Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan
  tujuan:
  a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan
      moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
      nasional,    memajukan          kesejahteraan    umum,
      memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
      mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
  b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
  c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum
      bagi masyarakat.


                         BAB III

RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG

                         Pasal 4

  Undang-Undang       ini   berlaku   untuk   membina      dan
  menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
  aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
  a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang
     di Jalan;
  b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan
     fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
  c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi
     Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu
     lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
     penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



                                                    BAB IV . . .
                      -8-

                    BAB IV
                 PEMBINAAN

                    Pasal 5

(1)   Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh
      Pemerintah.

(2)   Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. perencanaan;
      b. pengaturan;
      c. pengendalian; dan
      d. pengawasan.

(3)   Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi
      pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang
      meliputi:
      a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh
         kementerian negara yang bertanggung jawab di
         bidang Jalan;
      b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan
         Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
         kementerian negara yang bertanggung jawab di
         bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan;
      c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
         industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
         kementerian negara yang bertanggung jawab di
         bidang industri;
      d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
         teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
         kementerian negara yang bertanggung jawab di
         bidang pengembangan teknologi; dan
      e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan
         Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
         Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan
         Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas,
         oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                                                    Pasal 6 . . .
                      -9-

                    Pasal 6

(1)   Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
      dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
      a. penetapan      sasaran      dan     arah    kebijakan
          pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan
          Jalan nasional;
      b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan
          prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
          Jalan yang berlaku secara nasional;
      c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan
          fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
          secara nasional;
      d. pemberian      bimbingan,     pelatihan,   sertifikasi,
          pemberian izin, dan bantuan teknis kepada
          pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
          dan
      e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar,
          pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh
          Pemerintah Daerah.

(2)   Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian
      urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau
      pemerintah kabupaten/kota.

(3)   Urusan    pemerintah    provinsi    dalam    melakukan
      pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
      a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu
         Lintas   dan    Angkutan      Jalan   provinsi   dan
         kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas
         wilayah kabupaten/kota;
      b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin
         kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
      c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan provinsi.

(4)   Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan
      pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
      a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu
         Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang
         jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;

                                               b. pemberian . . .
                      - 10 -

      b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin
         kepada    perusahaan     angkutan       umum         kabupaten/kota; dan
      c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan kabupaten/kota.


                    BAB V
             PENYELENGGARAAN

                    Pasal 7

(1)   Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam
      kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat
      dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan
      hukum, dan/atau masyarakat.

(2)   Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh
      Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
      instansi masing-masing meliputi:
      a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh
          kementerian negara yang bertanggung jawab di
          bidang Jalan;
      b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan
          Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
          kementerian negara yang bertanggung jawab di
          bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
          Angkutan Jalan;
      c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
          industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
          kementerian negara yang bertanggung jawab di
          bidang industri;
      d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
          teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
          kementerian negara yang bertanggung jawab di
          bidang pengembangan teknologi; dan
      e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan
          Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
          Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan
          Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas,
          oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                                                     Pasal 8 . . .
                    - 11 -

                   Pasal 8

Penyelenggaraan di       bidang Jalan meliputi       kegiatan
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan
prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) huruf a, yaitu:
a. inventarisasi     tingkat     pelayanan     Jalan      dan
    permasalahannya;
b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta
    penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
c. perencanaan,      pembangunan,         dan    optimalisasi
    pemanfaatan ruas Jalan;
d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan
    Jalan;
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan
    dan keselamatan berlalu lintas; dan
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang
    prasarana Jalan.

                   Pasal 9

Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan
   Jalan;
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. perizinan angkutan umum;
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang
   sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana
   dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan
   umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan
   Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan
   khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
   Undang-Undang ini.


                                                Pasal 10 . . .
                    - 12 -

                   Pasal 10

Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
a. penyusunan      rencana      dan    program   pelaksanaan
   pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan        industri    perlengkapan   Kendaraan
   Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan
   Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan       industri   perlengkapan   Jalan   yang
   menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
   Angkutan Jalan.

                  Pasal 11

Penyelenggaraan    di    bidang    pengembangan     teknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d
meliputi:
a. penyusunan     rencana      dan    program   pelaksanaan
   pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan       teknologi    perlengkapan  Kendaraan
   Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan
   Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang
   menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan
   Angkutan Jalan.

                  Pasal 12

Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) huruf e meliputi:
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi
   Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan
   Bermotor;
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian
   data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan
   Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu
   Lintas;

                                             f. penegakan . . .
                          - 13 -

     f. penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran
        dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
     g. pendidikan berlalu lintas;
     h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
     i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.

                       Pasal 13

     (1)   Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
           sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan
           secara terkoordinasi.

     (2)   Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
           Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
           oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

     (3)   Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas
           melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang
           memerlukan keterpaduan dalam       merencanakan dan
           menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

     (4)   Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
           sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur
           pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.

     (5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan
           Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.

                        BAB VI
   JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

                    Bagian Kesatu
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                       Pasal 14

     (1)   Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
           yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu
           Lintas dan Angkutan Jalan untuk   menghubungkan
           semua wilayah di daratan.

     (2)   Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
           sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
           Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
           sesuai dengan kebutuhan.

                                                  (3) Rencana . . .
                     - 14 -

(3)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
      a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan Nasional;
      b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan Provinsi; dan
      c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan Kabupaten/Kota.

                   Pasal 15

(1)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)
      huruf     a    disusun      secara  berkala   dengan
      mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang
      kegiatan berskala nasional.
(2)   Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk
      Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional
      sebagaimana   dimaksud   pada    ayat   (1)   harus
      memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
(3)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      Nasional memuat:
      a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
         menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;
      b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda
         transportasi;
      c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan
      d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.

                   Pasal 16

(1)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)
      huruf     b    disusun    secara    berkala     dengan
      mempertimbangkan      kebutuhan    Lalu   Lintas    dan
      Angkutan Jalan dan ruang kegiatan berskala provinsi.
(2)   Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk
      Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
      memperhatikan:
      a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
      b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan

                                               c. Rencana . . .
                     - 15 -

      c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan Nasional.

(3)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      Provinsi memuat:
      a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
         menurut asal tujuan perjalanan lingkup provinsi;
      b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan provinsi dalam keseluruhan moda
         transportasi;
      c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul provinsi; dan
      d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas provinsi.

                  Pasal 17

(1)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
      ayat (3) huruf c disusun secara berkala dengan
      mempertimbangkan     kebutuhan     Lalu  Lintas  dan
      Angkutan Jalan serta ruang kegiatan berskala
      kabupaten/kota.

(2)   Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk
      Jaringan     Lalu     Lintas dan   Angkutan   Jalan
      Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan dengan memperhatikan:
      a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
      b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
          Jalan Nasional;
      c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
      d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
          Jalan Provinsi; dan
      e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

(3)   Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      Kabupaten/Kota memuat:
      a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
         menurut    asal    tujuan     perjalanan   lingkup
         kabupaten/kota;
      b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan
         moda transportasi;
      c. rencana    lokasi    dan      kebutuhan     Simpul
         kabupaten/kota; dan

                                              d. rencana . . .
                      - 16 -

      d. rencana    kebutuhan         Ruang      Lalu     Lintas
         kabupaten/kota.

                    Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
diatur dengan peraturan pemerintah.


                 Bagian Kedua
               Ruang Lalu Lintas

                   Paragraf 1

                  Kelas Jalan

                    Pasal 19

(1)   Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
      a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan
         pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu
         Lintas dan Angkutan Jalan; dan
      b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu
         terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.

(2)   Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
      a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang
         dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran
         lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
         milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
         (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi
         4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan
         sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
      b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
         lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
         dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu
         lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
         12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling
         tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan
         muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;


                                                     c. jalan . . .
                       - 17 -

      c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
         lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
         dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu
         seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
         9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi
         3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan
         sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
      d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat
         dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar
         melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter,
         ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)
         milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua
         ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih
         dari 10 (sepuluh) ton.

(3)   Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat
      ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8
      (delapan) ton.

(4)   Kelas   jalan  berdasarkan   spesifikasi   penyediaan
      prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur
      dengan peraturan pemerintah.

                    Pasal 20

(1)   Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan
      oleh:
      a. Pemerintah, untuk jalan nasional;
      b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;
      c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
      d. pemerintah kota, untuk jalan kota.

(2)   Kelas jalan sebagaimana dimaksud           pada   ayat   (1)
      dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas
      jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan tata
      cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.


                                                   Paragraf 2 . . .
                      - 18 -

                   Paragraf 2
       Penggunaan dan Perlengkapan Jalan

                    Pasal 21

(1)   Setiap Jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang
      ditetapkan secara nasional.

(2)   Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan
      permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan
      jalan bebas hambatan.

(3)   Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan
      khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan
      batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus
      dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.

(4)   Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas
      hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam
      puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
      dengan peraturan pemerintah.

                   Pasal 22

(1)   Jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan
      laik fungsi Jalan secara teknis dan administratif.

(2)   Penyelenggara Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan
      fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan.

(3)   Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi
      Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi secara berkala
      dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun
      dan/atau sesuai dengan kebutuhan.

(4)   Uji kelaikan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim uji laik fungsi
      Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan.

(5)   Tim uji laik fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (4) terdiri atas unsur penyelenggara Jalan, instansi
      yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara
      Republik Indonesia.

                                                   (6) Hasil . . .
                     - 19 -

(6)   Hasil uji kelaikan fungsi Jalan wajib dipublikasikan dan
      ditindaklanjuti oleh penyelenggara Jalan, instansi yang
      bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau Kepolisian Negara
      Republik Indonesia.

(7)   Uji kelaikan fungsi Jalan dilaksanakan sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

                   Pasal 23

(1)   Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi
      Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib
      menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan
      Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)   Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan kegiatan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi
      dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang
      sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                   Pasal 24

(1)   Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk
      memperbaiki   Jalan    yang    rusak  yang dapat
      mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.

(2)   Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang
      rusak   sebagaimana     dimaksud   pada   ayat   (1),
      penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu
      pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya
      Kecelakaan Lalu Lintas.

                   Pasal 25

(1)   Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum
      wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
      a. Rambu Lalu Lintas;
      b. Marka Jalan;
      c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
      d. alat penerangan Jalan;
      e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;


                                                    f. alat . . .
                     - 20 -

      f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
      g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang
         cacat; dan
      h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar
         badan Jalan.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan pemerintah.

                   Pasal 26

(1)   Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh:
      a. Pemerintah untuk jalan nasional;
      b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
      c. pemerintah      kabupaten/kota         untuk jalan
         kabupaten/kota dan jalan desa; atau
      d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.

(2)   Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

                   Pasal 27

(1)   Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu
      disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume
      Lalu Lintas.

(2)   Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan
      pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan
      daerah.

                   Pasal 28

(1)   Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
      mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi
      Jalan.

(2)   Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
      mengakibatkan    gangguan pada fungsi perlengkapan
      Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).

                                            Bagian Ketiga . . .
                      - 21 -

                  Bagian Ketiga
             Dana Preservasi Jalan

                    Pasal 29

(1)   Untuk mendukung pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan
      Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar, kondisi
      Jalan harus dipertahankan.
(2)   Untuk mempertahankan kondisi Jalan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), diperlukan Dana Preservasi
      Jalan.
(3)   Dana Preservasi Jalan digunakan khusus untuk kegiatan
      pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan.
(4)   Dana Preservasi Jalan dapat bersumber dari Pengguna
      Jalan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

                    Pasal 30

Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan
berdasarkan      prinsip    berkelanjutan,  akuntabilitas,
transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian.

                    Pasal 31

Dana Preservasi Jalan dikelola oleh unit pengelola Dana
Preservasi Jalan yang bertanggung jawab kepada Menteri di
bidang Jalan.

                    Pasal 32

Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja unit pengelola
Dana Preservasi Jalan diatur dengan peraturan Presiden.

               Bagian Keempat
                   Terminal

                  Paragraf 1
      Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal
                   Pasal 33

(1)   Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang
      dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan
      antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan
      diselenggarakan Terminal.

                                               (2) Terminal . . .
                     - 22 -

(2)   Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
      Terminal penumpang dan/atau Terminal barang.

                    Pasal 34

(1)   Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 33 ayat (2) menurut pelayanannya dikelompokkan
      dalam tipe A, tipe B, dan tipe C.

(2)   Setiap tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi
      dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas Kendaraan
      yang dilayani.

                    Pasal 35

Untuk kepentingan sendiri, badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, dan swasta dapat membangun Terminal
barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                    Pasal 36

Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib
singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali
ditetapkan lain dalam izin trayek.


                   Paragraf 2
           Penetapan Lokasi Terminal

                    Pasal 37

      Penentuan    lokasi   Terminal dilakukan   dengan
(1)
      memperhatikan rencana kebutuhan Terminal yang
      merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan.

      Penetapan     lokasi     Terminal   dilakukan    dengan
(2)
      memperhatikan:
      a. tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;
      b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang
         Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
         Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah
         Kabupaten/Kota;

                                            c. kesesuaian . . .
                     - 23 -

      c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau
         kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan
         lintas;
      d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau
         pusat kegiatan;
      e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
      f. permintaan angkutan;
      g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
      h. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan; dan/atau
      i. kelestarian lingkungan hidup.


                  Paragraf 3
              Fasilitas Terminal

                   Pasal 38

(1)   Setiap penyelenggara Terminal wajib        menyediakan
      fasilitas Terminal   yang  memenuhi         persyaratan
      keselamatan dan keamanan.

(2)   Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.

(3)   Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib
      melakukan pemeliharaan.


                  Paragraf 4
          Lingkungan Kerja Terminal

                   Pasal 39

(1)   Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang
      diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.

(2)   Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan
      digunakan    untuk     pelaksanaan      pembangunan,
      pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.

                                           (3) Lingkungan . . .
                      - 24 -

(3)    Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada
       ayat   (1) ditetapkan    dengan   peraturan  daerah
       kabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah Khusus
       Ibukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah
       Provinsi.


                    Paragraf 5
      Pembangunan dan Pengoperasian Terminal

                     Pasal 40

(1)    Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:
       a. rancang bangun;
       b. buku kerja rancang bangun;
       c. rencana induk Terminal;
       d. analisis dampak Lalu Lintas; dan
       e. analisis mengenai dampak lingkungan.

(2)    Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:
       a. perencanaan;
       b. pelaksanaan; dan
       c. pengawasan operasional Terminal.

                    Pasal 41

(1)    Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan
       pelayanan jasa Terminal sesuai dengan standar
       pelayanan yang ditetapkan.

(2)    Pelayanan jasa Terminal sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dikenakan retribusi yang dilaksanakan sesuai
       dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                   Paragraf 6
            Pengaturan Lebih Lanjut

                    Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, klasifikasi, tipe,
penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan,
dan pengoperasian Terminal diatur dengan peraturan
pemerintah.
                                             Bagian Kelima . . .
                     - 25 -

                 Bagian Kelima
                 Fasilitas Parkir

                    Pasal 43

(1)   Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat
      diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan
      izin yang diberikan.

(2)   Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik
      Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia
      atau badan hukum Indonesia berupa:
      a. usaha khusus perparkiran; atau
      b. penunjang usaha pokok.

(3)   Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat
      diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan
      kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus
      dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka
      Jalan.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas
      Parkir,  perizinan,    persyaratan,   dan   tata  cara
      penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur
      dengan peraturan pemerintah.

                   Pasal 44

Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk
umum     dilakukan    oleh    Pemerintah Daerah  dengan
memperhatikan:
a. rencana umum tata ruang;
b. analisis dampak lalu lintas; dan
c. kemudahan bagi Pengguna Jasa.


               Bagian Keenam
             Fasilitas Pendukung

                   Pasal 45

(1)   Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan meliputi:
      a. trotoar;
                                                  b. lajur . . .
                      - 26 -

      b.   lajur sepeda;
      c.   tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
      d.   Halte; dan/atau
      e.   fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia
           usia lanjut.

(2)   Penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
      a. Pemerintah untuk jalan nasional;
      b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
      c. pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan
         jalan desa;
      d. pemerintah kota untuk jalan kota; dan
      e. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.

                    Pasal 46

(1)   Pemerintah    dalam      melaksanakan    pembangunan,
      pengelolaan, dan pemeliharaan fasilitas pendukung Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 45 ayat (2) dapat bekerja sama dengan pihak
      swasta.

(2)   Ketentuan    lebih  lanjut  mengenai pembangunan,
      pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis
      fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      diatur dengan peraturan pemerintah.


                    BAB VII
                  KENDARAAN

                 Bagian Kesatu
           Jenis dan Fungsi Kendaraan

                    Pasal 47

(1)   Kendaraan terdiri atas:
      a. Kendaraan Bermotor; dan
      b. Kendaraan Tidak Bermotor.

(2)   Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis:
      a. sepeda motor;
                                                  b. mobil . . .
                          - 27 -

          b.   mobil penumpang;
          c.   mobil bus;
          d.   mobil barang; dan
          e.   kendaraan khusus.

    (3)   Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
          (2) huruf b, huruf c, dan huruf d     dikelompokkan
          berdasarkan fungsi:
          a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
          b. Kendaraan Bermotor Umum.

    (4)   Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada
          ayat (1) huruf b dikelompokkan dalam:
          a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan
          b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.


                     Bagian Kedua
Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor

                        Pasal 48

    (1)   Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan
          harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

    (2)   Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
          terdiri atas:
          a. susunan;
          b. perlengkapan;
          c. ukuran;
          d. karoseri;
          e. rancangan    teknis    kendaraan  sesuai  dengan
              peruntukannya;
          f. pemuatan;
          g. penggunaan;
          h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau
          i. penempelan Kendaraan Bermotor.

    (3)   Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
          (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor
          yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
          a. emisi gas buang;

                                               b. kebisingan . . .
                       - 28 -

      b.    kebisingan suara;
      c.    efisiensi sistem rem utama;
      d.    efisiensi sistem rem parkir;
      e.    kincup roda depan;
      f.    suara klakson;
      g.    daya pancar dan arah sinar lampu utama;
      h.    radius putar;
      i.    akurasi alat penunjuk kecepatan;
      j.    kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
      k.    kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat
            Kendaraan.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan
      laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
      (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

                  Bagian Ketiga
           Pengujian Kendaraan Bermotor

                     Pasal 49

(1)   Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta
      tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam
      negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan
      pengujian.

(2)   Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. uji tipe; dan
      b. uji berkala.

                     Pasal 50

(1)   Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)
      huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor,
      kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor,
      dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi
      Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.

(2)   Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
      a. pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis
          dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan
          Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam
          keadaan lengkap; dan

                                               b. penelitian . . .
                     - 29 -

      b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan
         Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah,
         bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan
         Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.

(3)   Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit
      pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
      (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

                   Pasal 51

(1)   Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor
      dalam keadaan lengkap yang telah lulus uji tipe diberi
      sertifikat lulus uji tipe.

(2)   Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta
      tempelan, dan modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang
      telah lulus uji tipe diterbitkan surat keputusan
      pengesahan rancang bangun dan rekayasa.

(3)   Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan
      landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor
      dalam keadaan lengkap, rumah-rumah, bak muatan,
      kereta gandengan dan kereta tempelan, serta Kendaraan
      Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe
      produksinya.

(4)   Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda
      bukti sertifikat registrasi uji tipe.

(5)   Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri
      produksinya terhadap sertifikat uji tipe, dilakukan uji
      sampel oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai modifikasi dan uji tipe
      diatur dengan peraturan pemerintah.



                                                 Pasal 52 . . .
                     - 30 -

                    Pasal 52

(1)   Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi,
      mesin, dan kemampuan daya angkut.

(2)   Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan
      berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta
      merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang
      dilalui.

(3)   Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga
      mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib
      dilakukan uji tipe ulang.

(4)   Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan
      registrasi dan identifikasi ulang.

                    Pasal 53

(1)   Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
      (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum,
      mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta
      tempelan yang dioperasikan di Jalan.

(2)   Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi kegiatan:
      a. pemeriksaan     dan   pengujian fisik Kendaraan
         Bermotor; dan
      b. pengesahan hasil uji.

(3)   Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan
      Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
      dilaksanakan oleh:
      a. unit        pelaksana     pengujian   pemerintah
          kabupaten/kota;
      b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang
          mendapat izin dari Pemerintah; atau
      c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan
          izin dari Pemerintah.


                                                  Pasal 54 . . .
                      - 31 -

                    Pasal 54

(1)   Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang
      umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus,
      kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi
      pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.

(2)   Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. susunan;
      b. perlengkapan;
      c. ukuran;
      d. karoseri; dan
      e. rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan
         peruntukannya.

(3)   Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
      a. emisi gas buang Kendaraan Bermotor;
      b. tingkat kebisingan;
      c. kemampuan rem utama;
      d. kemampuan rem parkir;
      e. kincup roda depan;
      f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama;
      g. akurasi alat penunjuk kecepatan; dan
      h. kedalaman alur ban.

(4)   Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta
      gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan
      rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu.

(5)   Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian
      fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
      pemberian kartu uji dan tanda uji.

(6)   Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
      memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan
      Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil
      uji, dan masa berlaku hasil uji.

(7)   Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
      memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan
      Bermotor dan masa berlaku hasil uji.

                                                   Pasal 55 . . .
                     - 32 -

                    Pasal 55

(1)   Pengesahan hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      53 ayat (2) huruf b diberikan oleh:
      a. petugas yang memiliki kompetensi yang ditetapkan
         oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
         sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan atas usul gubernur untuk pengujian yang
         dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah
         kabupaten/kota; dan
      b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang
         ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
         bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh
         unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang
         merek dan unit pelaksana pengujian swasta.

(2)   Kompetensi petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan
      pelatihan.

                   Pasal 56

Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur
dengan peraturan pemerintah.


               Bagian Keempat
      Perlengkapan Kendaraan Bermotor

                   Pasal 57

(1)   Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan
      wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan
      Bermotor.

(2)   Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
      Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.

(3)   Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
      Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang-
      kurangnya terdiri atas:
      a. sabuk keselamatan;
      b. ban cadangan;
                                                c. segitiga . . .
                     - 33 -

      c. segitiga pengaman;
      d. dongkrak;
      e. pembuka roda;
      f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi
         Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang
         tidak memiliki rumah-rumah; dan
      g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu
         Lintas.

(4)   Ketentuan     lebih lanjut  mengenai    perlengkapan
      Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan
      pemerintah.

                    Pasal 58

Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan
dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu
keselamatan berlalu lintas.

                    Pasal 59

(1)   Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat
      dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.

(2)   Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terdiri atas warna:
      a. merah;
      b. biru; dan
      c. kuning.

(3)   Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
      tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.

(4)   Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan
      kepada Pengguna Jalan lain.

(5)   Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
      a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan
         untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian
         Negara Republik Indonesia;
                                                 b. lampu . . .
                     - 34 -

      b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan
         untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan
         Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran,
         ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan
      c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan
         untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol,
         pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas
         umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang
         khusus.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur,
      dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan pemerintah.

(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan
      lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.


                Bagian Kelima
      Bengkel Umum Kendaraan Bermotor

                  Pasal 60

(1)   Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk
      memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib
      memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

(2)   Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas
      tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan
      Bermotor.

(3)   Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang
      ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
      bidang industri.

(4)   Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) harus mendapatkan izin dari pemerintah
      kabupaten/kota     berdasarkan     rekomendasi  dari
      Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                                          (5) Pengawasan . . .
                     - 35 -

(5)   Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan
      Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
      cara penyelenggaraan bengkel umum      diatur dengan
      peraturan pemerintah.


               Bagian Keenam
          Kendaraan Tidak Bermotor

                  Pasal 61

(1)   Setiap Kendaraan Tidak Bermotor yang dioperasikan di
      Jalan wajib memenuhi persyaratan keselamatan,
      meliputi:
      a. persyaratan teknis; dan
      b. persyaratan tata cara memuat barang.

(2)   Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
      a. konstruksi;
      b. sistem kemudi;
      c. sistem roda;
      d. sistem rem;
      e. lampu dan pemantul cahaya; dan
      f. alat peringatan dengan bunyi.

(3)   Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya
      meliputi dimensi dan berat.

(4)   Ketentuan    lebih  lanjut   mengenai   persyaratan
      keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dengan peraturan pemerintah.

                  Pasal 62

(1)   Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas
      bagi pesepeda.


                                            (2) Pesepeda . . .
                     - 36 -

(2)   Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan,
      keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu
      lintas.

                   Pasal 63

      Pemerintah Daerah dapat menentukan jenis dan
(1)
      penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor di daerahnya
      sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.

      Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan
(2)
      Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

      Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan
(3)
      Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) yang bersifat lintas kabupaten/kota diatur
      dengan peraturan daerah provinsi.


               Bagian Ketujuh
Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor

                   Pasal 64

(1)   Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.

(2)   Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. registrasi Kendaraan Bermotor baru;
      b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor
         dan pemilik;
      c. registrasi   perpanjangan    Kendaraan     Bermotor;
         dan/atau
      d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor.

(3)   Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) bertujuan untuk:
      a. tertib administrasi;
      b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor
         yang dioperasikan di Indonesia;
      c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau
         kejahatan;

                                           d. perencanaan . . .
                     - 37 -

      d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa
         Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
      e. perencanaan pembangunan nasional.

(4)   Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh
      Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem
      manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.

(5)   Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
      merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk
      forensik kepolisian.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala
      Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                  Pasal 65

(1)   Registrasi Kendaraan Bermotor baru sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a meliputi
      kegiatan:
      a. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan
         pemiliknya;
      b. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor; dan
      c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
         dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

(2)   Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah
      diregistrasi, pemilik diberi Buku Pemilik Kendaraan
      Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan
      Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

                  Pasal 66

Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk
pertama kali harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sertifikat registrasi uji tipe;
b. memiliki bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor yang sah;
    dan
c. memiliki hasil pemeriksaan cek fisik Kendaraan Bermotor.



                                                Pasal 67 . . .
                     - 38 -

                    Pasal 67

(1)   Registrasi    dan   identifikasi  Kendaraan   Bermotor,
      pembayaran       pajak    Kendaraan     Bermotor,   dan
      pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan secara
      terintegrasi dan terkoordinasi dalam Sistem Administrasi
      Manunggal Satu Atap.

(2)   Sarana    dan prasarana   penyelenggaraan Sistem
      Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah
      Daerah.

(3)   Mekanisme    penyelenggaraan  Sistem   Administrasi
      Manunggal Satu Atap dikoordinasikan oleh Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan
      prosedur serta pelaksanaan Sistem Administrasi
      Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) diatur dengan peraturan Presiden.

                    Pasal 68

(1)   Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan
      wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan
      Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

(2)   Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) memuat data Kendaraan
      Bermotor, identitas pemilik, nomor registrasi Kendaraan
      Bermotor, dan masa berlaku.

(3)   Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) memuat kode wilayah, nomor
      registrasi, dan masa berlaku.

(4)   Tanda Nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi
      syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara
      pemasangan.

(5)   Selain Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan Tanda Nomor
      Kendaraan Bermotor khusus dan/atau Tanda Nomor
      Kendaraan Bermotor rahasia.
                                             (6) Ketentuan . . .
                     - 39 -

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Tanda Nomor
      Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan
      Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.

                    Pasal 69

(1)   Setiap Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasi dapat
      dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentu dengan
      dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan
      Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor.

(2)   Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba
      Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik
      Indonesia kepada badan usaha di bidang penjualan,
      pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
      cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba
      Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan
      Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.

                    Pasal 70

(1)   Buku Pemilik Kendaraan Bermotor berlaku          selama
      kepemilikannya tidak dipindahtangankan.

(2)   Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda
      Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima)
      tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.

(3)   Sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2), Surat Tanda Nomor Kendaraan
      Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor wajib
      diajukan permohonan perpanjangan.

                    Pasal 71

(1)   Pemilik Kendaraan Bermotor wajib melaporkan kepada
      Kepolisian Negara Republik Indonesia jika:
      a. bukti registrasi hilang atau rusak;
      b. spesifikasi teknis dan/atau fungsi Kendaraan
         Bermotor diubah;

                                           c. kepemilikan . . .
                      - 40 -

      c. kepemilikan Kendaraan Bermotor beralih; atau
      d. Kendaraan Bermotor digunakan secara terus-
         menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah
         Kendaraan diregistrasi.

(2)   Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c disampaikan
      kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat
      Kendaraan Bermotor tersebut terakhir diregistrasi.

(3)   Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf d disampaikan kepada Kepolisian
      Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan
      Bermotor tersebut dioperasikan.

                   Pasal 72

(1)   Registrasi Kendaraan Bermotor Tentara Nasional
      Indonesia diatur dengan peraturan Panglima Tentara
      Nasional Indonesia dan dilaporkan untuk pendataan
      kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2)   Registrasi Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara
      Republik Indonesia diatur dengan peraturan Kepala
      Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3)   Registrasi Kendaraan Bermotor perwakilan negara asing
      dan lembaga internasional diatur dengan      peraturan
      Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                   Pasal 73

(1)   Kendaraan Bermotor Umum yang telah diregistrasi dapat
      dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan
      Bermotor Umum atas dasar:
      a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor Umum; atau
      b. usulan pejabat yang berwenang memberi izin
         angkutan umum.

(2)   Setiap Kendaraan Bermotor Umum yang tidak lagi
      digunakan sebagai angkutan umum wajib dihapuskan
      dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
      Umum.

                                                   Pasal 74 . . .
                     - 41 -

                    Pasal 74

(1)   Kendaraan Bermotor yang telah diregistrasi sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dapat dihapus dari
      daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
      atas dasar:
      a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor; atau
      b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan
          registrasi Kendaraan Bermotor.

(2)   Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan
      Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      dapat dilakukan jika:
      a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak
         dapat dioperasikan; atau
      b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan
         registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
         setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor
         Kendaraan Bermotor.

(3)   Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.

                    Pasal 75

Ketentuan lebih lanjut mengenai Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 73,
dan Pasal 74 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.


              Bagian Kedelapan
             Sanksi Administratif

                    Pasal 76

(1)   Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 53 ayat (1),
      Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 60 ayat (3)
      dikenai sanksi administratif berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. pembayaran denda;
      c. pembekuan izin; dan/atau
      d. pencabutan izin.

                                                 (2) Setiap . . .
                     - 42 -

(2)   Setiap orang yang menyelenggarakan bengkel umum
      yang melanggar ketentuan Pasal 60 ayat (3) dikenai
      sanksi administratif berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. pembayaran denda; dan/atau
      c. penutupan bengkel umum.

(3)   Setiap petugas pengesah swasta yang melanggar
      ketentuan Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi
      administratif berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. pembayaran denda;
      c. pembekuan sertifikat pengesah; dan/atau
      d. pencabutan sertifikat pengesah.

(4)   Setiap petugas penguji atau pengesah uji berkala yang
      melanggar ketentuan Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3)
      dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
    pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
    peraturan pemerintah.


                   BAB VIII
                 PENGEMUDI


                Bagian Kesatu
            Surat Izin Mengemudi

                   Paragraf 1
            Persyaratan Pengemudi

                    Pasal 77

(1)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai
      dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.


                                                  (2) Surat . . .
                     - 43 -

(2)   Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) terdiri atas 2 (dua) jenis:
      a. Surat       Izin   Mengemudi Kendaraan   Bermotor
           perseorangan; dan
      b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.

(3)   Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon
      Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang
      dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau
      belajar sendiri.

(4)   Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan
      Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti
      pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.

(5)   Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki
      Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor
      perseorangan.


                   Paragraf 2
       Pendidikan dan Pelatihan Pengemudi

                    Pasal 78

(1)   Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan
      oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari
      Pemerintah.

(2)   Izin  penyelenggaraan   pendidikan    dan   pelatihan
      mengemudi yang diberikan oleh Pemerintah sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah
      Daerah.

(3)   Izin   penyelenggaraan    pendidikan   dan    pelatihan
      mengemudi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
      berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
      ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana dan
      Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Kepala
      Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(4)   Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

                                                 Pasal 79 . . .
                      - 44 -

                    Pasal 79

 (1)   Setiap calon Pengemudi pada saat belajar mengemudi
       atau mengikuti ujian praktik mengemudi di Jalan wajib
       didampingi instruktur atau penguji.

 (2)   Instruktur atau penguji sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) bertanggung jawab atas pelanggaran dan/atau
       Kecelakaan Lalu Lintas yang terjadi saat calon
       Pengemudi belajar atau menjalani ujian.


                  Paragraf 3
Bentuk dan Penggolongan Surat Izin Mengemudi

                    Pasal 80

 Surat    Izin   Mengemudi     untuk   Kendaraan    Bermotor
 perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2)
 huruf a digolongkan menjadi:
 a. Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan
    mobil penumpang dan barang perseorangan dengan
    jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga
    ribu lima ratus) kilogram;
 b. Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan
    mobil penumpang dan barang perseorangan dengan
    jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga
    ribu lima ratus) kilogram;
 c. Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan
    Kendaraan alat berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan
    Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau
    gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan
    untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000
    (seribu) kilogram;
 d. Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan
    Sepeda Motor; dan
 e. Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan
    kendaraan khusus bagi penyandang cacat.

                    Pasal 81

 (1)   Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi
       persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus
       ujian.
                                                 (2) Syarat . . .
                     - 45 -

(2)   Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditentukan paling rendah sebagai berikut:
      a. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin
          Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat
          Izin Mengemudi D;
      b. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin
          Mengemudi B I; dan
      c. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin
          Mengemudi B II.

(3)   Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi:
      a. identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk;
      b. pengisian formulir permohonan; dan
      c. rumusan sidik jari.

(4)   Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi:
      a. sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter;
         dan
      b. sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis.

(5)   Syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi:
      a. ujian teori;
      b. ujian praktik; dan/atau
      c. ujian keterampilan melalui simulator.

(6)   Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
      ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), setiap Pengemudi
      Kendaraan     Bermotor     yang   akan   mengajukan
      permohonan:
      a. Surat Izin Mengemudi B I harus memiliki Surat Izin
         Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas)
         bulan; dan
      b. Surat Izin Mengemudi B II harus memiliki Surat Izin
         Mengemudi B I sekurang-kurangnya 12 (dua belas)
         bulan.



                                                 Pasal 82 . . .
                     - 46 -

                    Pasal 82

Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) huruf b
digolongkan menjadi:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk
    mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang
    dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi
    3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
b. Surat Izin Mengemudi B I Umum berlaku untuk
    mengemudikan mobil penumpang dan barang umum
    dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500
    (tiga ribu lima ratus) kilogram; dan
c. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlaku untuk
    mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan
    Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau
    gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta
    tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu)
    kilogram.

                    Pasal 83

(1)   Setiap orang yang mengajukan permohonan untuk dapat
      memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan
      Bermotor Umum harus memenuhi persyaratan usia dan
      persyaratan khusus.

(2)   Syarat usia untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi
      Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
      a. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin
         Mengemudi A Umum;
      b. usia 22 (dua puluh dua) tahun untuk Surat Izin
         Mengemudi B I Umum; dan
      c. usia 23 (dua puluh tiga) tahun untuk Surat Izin
         Mengemudi B II Umum.

(3)   Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      sebagai berikut:
      a. lulus ujian teori yang meliputi pengetahuan mengenai:
         1. pelayanan angkutan umum;
         2. fasilitas umum dan fasilitas sosial;
         3. pengujian Kendaraan Bermotor;
         4. tata cara mengangkut orang dan/atau barang;

                                                5. tempat . . .
                     - 47 -

         5. tempat penting di wilayah domisili;
         6. jenis barang berbahaya; dan
         7. pengoperasian peralatan keamanan.
      b. lulus ujian praktik, yang meliputi:
         1. menaikkan       dan    menurunkan  penumpang
             dan/atau barang di Terminal dan di tempat
             tertentu lainnya;
         2. tata cara mengangkut orang dan/atau barang;
         3. mengisi surat muatan;
         4. etika Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum; dan
         5. pengoperasian peralatan keamanan.

(4)   Dengan memperhatikan syarat usia, setiap Pengemudi
      Kendaraan     Bermotor   yang    akan    mengajukan
      permohonan:
      a. Surat Izin Mengemudi A Umum harus memiliki Surat
         Izin Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas)
         bulan;
      b. untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum harus
         memiliki Surat Izin Mengemudi B I atau Surat Izin
         Mengemudi A Umum sekurang-kurangnya 12 (dua
         belas) bulan; dan
      c. untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum harus
         memiliki Surat Izin Mengemudi B II atau Surat Izin
         Mengemudi B I Umum sekurang-kurangnya 12 (dua
         belas) bulan.

(5)   Selain   harus     memenuhi     persyaratan usia   dan
      persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dan ayat (3), setiap orang yang mengajukan permohonan
      untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi Kendaraan
      Bermotor     Umum       harus    memenuhi    ketentuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) dan ayat
      (4).

                  Pasal 84

Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor dapat
digunakan sebagai Surat Izin Mengemudi Kendaraan
Bermotor yang jumlah beratnya sama atau lebih rendah,
sebagai berikut:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum dapat berlaku untuk
   mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya
   menggunakan Surat Izin Mengemudi A;

                                                  b. Surat . . .
                      - 48 -

b. Surat Izin Mengemudi B I dapat berlaku untuk
   mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya
   menggunakan Surat Izin Mengemudi A;
c. Surat Izin Mengemudi B I Umum dapat berlaku untuk
   mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya
   menggunakan Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin
   Mengemudi A Umum, dan Surat Izin Mengemudi B I;
d. Surat Izin Mengemudi B II dapat berlaku untuk
   mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya
   menggunakan Surat Izin Mengemudi A dan Surat Izin
   Mengemudi B I; atau
e. Surat Izin Mengemudi B II Umum dapat berlaku untuk
   mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya
   menggunakan Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin
   Mengemudi A Umum, Surat Izin Mengemudi B I, Surat Izin
   Mengemudi B I Umum, dan Surat Izin Mengemudi B II.

                   Pasal 85

(1)   Surat Izin Mengemudi berbentuk kartu elektronik atau
      bentuk lain.

(2)   Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 (lima) tahun dan
      dapat diperpanjang.

(3)   Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
      Indonesia.

(4)   Dalam hal terdapat perjanjian bilateral atau multilateral
      antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dan negara
      lain, Surat Izin Mengemudi yang diterbitkan di Indonesia
      dapat pula berlaku di negara lain dan Surat Izin
      Mengemudi yang diterbitkan oleh negara lain berlaku di
      Indonesia.

(5)   Pemegang Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (4) dapat memperoleh Surat Izin Mengemudi
      internasional yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara
      Republik Indonesia.




                                                 Paragraf 4 . . .
                      - 49 -

                    Paragraf 4
           Fungsi Surat Izin Mengemudi

                     Pasal 86

(1)   Surat  Izin Mengemudi        berfungsi    sebagai   bukti
      kompetensi mengemudi.

(2)   Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai          registrasi
      Pengemudi     Kendaraan     Bermotor    yang     memuat
      keterangan identitas lengkap Pengemudi.

(3)   Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk
      mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan
      identifikasi forensik kepolisian.

                  Bagian Kedua
Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi

                   Paragraf 1
         Penerbitan Surat Izin Mengemudi

                     Pasal 87

(1)   Surat Izin Mengemudi diberikan kepada setiap calon
      Pengemudi yang lulus ujian mengemudi.

(2)   Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3)   Kepolisian   Negara    Republik     Indonesia    wajib
      menyelenggarakan sistem informasi penerbitan Surat Izin
      Mengemudi.

(4)   Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di
      bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) wajib menaati prosedur
      penerbitan Surat Izin Mengemudi.

                   Pasal 88

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan,
pengujian, dan penerbitan Surat Izin Mengemudi diatur
dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
                                                 Paragraf 2 . . .
                          - 50 -

                        Paragraf 2
Pemberian Tanda Pelanggaran pada Surat Izin Mengemudi

                        Pasal 89

    (1)   Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang
          memberikan tanda atau data pelanggaran terhadap Surat
          Izin Mengemudi milik Pengemudi yang melakukan
          pelanggaran tindak pidana Lalu Lintas.

    (2)   Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk
          menahan sementara atau mencabut Surat Izin
          Mengemudi sementara sebelum diputus oleh pengadilan.

    (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda atau
          data pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
          dan ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
          Negara Republik Indonesia.


                     Bagian Ketiga
                Waktu Kerja Pengemudi

                       Pasal 90

    (1)   Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan
          memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu
          istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor
          Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
          undangan.

    (2)   Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
          sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 8
          (delapan) jam sehari.

    (3)   Pengemudi     Kendaraan      Bermotor    Umum      setelah
          mengemudikan Kendaraan selama 4 (empat) jam
          berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah
          jam.

    (4)   Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling
          lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat
          selama 1 (satu) jam.

                                               Bagian Keempat . . .
                     - 51 -


                Bagian Keempat
              Sanksi Administratif

                    Pasal 91

(1)   Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di
      bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi yang melanggar
      ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat
      (4) dikenai sanksi administratif berupa sanksi disiplin
      dan/atau etika profesi kepolisian.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
      pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
      Negara Republik Indonesia.

                    Pasal 92

(1)   Setiap Perusahaan Angkutan Umum yang tidak
      mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai
      waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi
      Kendaraan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      90 dikenai sanksi administratif.

(2)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. pemberian denda administratif;
      c. pembekuan izin; dan/atau
      d. pencabutan izin.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
      pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.




                                                  BAB IX . . .
                       - 52 -

                      BAB IX
                  LALU LINTAS

                  Bagian Kesatu
       Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

                  Paragraf 1
Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

                     Pasal 93

 (1)   Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan
       untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan
       gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan,
       Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
       Angkutan Jalan.

 (2)   Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
       a. penetapan prioritas angkutan massal            melalui
          penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus;
       b. pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan
          Pejalan Kaki;
       c. pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
       d. pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu
          Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan
          aksesibilitas;
       e. pemaduan berbagai moda angkutan;
       f. pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
       g. pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau
       h. perlindungan terhadap lingkungan.

 (3)   Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas meliputi kegiatan:
       a. perencanaan;
       b. pengaturan;
       c. perekayasaan;
       d. pemberdayaan; dan
       e. pengawasan.


                                                   Pasal 94 . . .
                      - 53 -

                    Pasal 94

(1)   Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 93 ayat (3) huruf a meliputi:
      a. identifikasi masalah Lalu Lintas;
      b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;
      c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang
         dan barang;
      d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya
         tampung jalan;
      e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya
         tampung Kendaraan;
      f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan
         Kecelakaan Lalu Lintas;
      g. inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;
      h. penetapan tingkat pelayanan; dan
      i. penetapan       rencana       kebijakan     pengaturan
         penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.

(2)   Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      93 ayat (3) huruf b meliputi:
      a. penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan
         gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu; dan
      b. pemberian informasi kepada masyarakat dalam
         pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

(3)   Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 93 ayat (3) huruf c meliputi:
      a. perbaikan      geometrik    ruas  Jalan    dan/atau
         persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak
         berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan;
      b. pengadaan,        pemasangan,    perbaikan,     dan
         pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan
         langsung dengan Pengguna Jalan; dan
      c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam
         rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan
         efektivitas penegakan hukum.

(4)   Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 93 ayat (3) huruf d meliputi pemberian:
      a. arahan;
      b. bimbingan;
      c. penyuluhan;

                                               d. pelatihan . . .
                                - 54 -

                d. pelatihan; dan
                e. bantuan teknis.

          (5)   Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
                Pasal 93 ayat (3) huruf e meliputi:
                a. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan;
                b. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan
                c. tindakan penegakan hukum.

                              Pasal 95

          (1)   Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan
                gerakan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
                94 ayat (2) huruf a yang berupa perintah, larangan,
                peringatan, atau petunjuk diatur dengan:
                a. peraturan Menteri yang membidangi sarana dan
                    Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
                    jalan nasional;
                b. peraturan daerah provinsi untuk jalan provinsi;
                c. peraturan daerah kabupaten untuk jalan kabupaten
                    dan jalan desa; atau
                d. peraturan daerah kota untuk jalan kota.

          (2)   Perintah,   larangan,     peringatan, atau petunjuk
                sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan
                dengan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat
                Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

                            Paragraf 2
Tanggung Jawab Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

                              Pasal 96

          (1)   Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu
                Lintas dan Angkutan Jalan bertanggung jawab atas
                pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a,
                huruf b, huruf c, huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i,
                Pasal 94 ayat (2), Pasal 94 ayat (3) huruf b, Pasal 94 ayat
                (4), serta Pasal 94 ayat (5) huruf a dan huruf b untuk
                jaringan jalan nasional.


                                                            (2) Menteri . . .
                      - 55 -

(2)   Menteri yang membidangi Jalan bertanggung jawab atas
      pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a,
      huruf b, huruf d, huruf g, huruf h, dan huruf i, serta
      Pasal 94 ayat (3) huruf a untuk jalan nasional.

(3)   Kepala     Kepolisian     Negara     Republik     Indonesia
      bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan
      Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf f, huruf g, dan
      huruf i, Pasal 94 ayat (3) huruf c, dan Pasal 94 ayat (5).

(4)   Gubernur    bertanggung    jawab    atas    pelaksanaan
      Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan provinsi
      setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.

(5)   Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen
      dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kabupaten dan/atau
      jalan desa setelah mendapat rekomendasi dari instansi
      terkait.

(6)   Walikota   bertanggung   jawab        atas    pelaksanaan
      Manajemen dan Rekayasa Lalu          Lintas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat     (2) untuk jalan kota
      setelah mendapat rekomendasi dari   instansi terkait.

                    Pasal 97

(1)   Dalam hal terjadi perubahan arus Lalu Lintas secara
      tiba-tiba atau situasional, Kepolisian Negara Republik
      Indonesia dapat melaksanakan Manajemen dan Rekayasa
      Lalu Lintas kepolisian.

(2)   Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
      menggunakan Rambu Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat
      Lalu Lintas, serta alat pengendali dan pengaman
      Pengguna Jalan yang bersifat sementara.

(3)   Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan
      rekomendasi pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu
      Lintas kepada instansi terkait.


                                                    Pasal 98 . . .
                     - 56 -

                   Pasal 98

(1)   Penanggung jawab pelaksana Manajemen dan Rekayasa
      Lalu Lintas wajib berkoordinasi dan membuat analisis,
      evaluasi, dan laporan pelaksanaan berdasarkan data dan
      kinerjanya.

(2)   Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) disampaikan kepada forum Lalu Lintas dan Angkutan
      Jalan.

                Bagian Kedua
         Analisis Dampak Lalu Lintas

                  Pasal 99

(1)   Setiap   rencana     pembangunan      pusat kegiatan,
      permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan
      gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan
      Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib
      dilakukan analisis dampak Lalu Lintas.
(2)   Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
      a. analisis bangkitan dan tarikan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan;
      b. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa dan dengan
         adanya pengembangan;
      c. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan
         dampak;
      d. tanggung jawab Pemerintah dan pengembang atau
         pembangun dalam penanganan dampak; dan
      e. rencana pemantauan dan evaluasi.

(3)   Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu syarat
      bagi pengembang untuk mendapatkan izin Pemerintah
      dan/atau Pemerintah Daerah menurut peraturan
      perundang-undangan.

                  Pasal 100

(1)   Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 99 ayat (1) dilakukan oleh lembaga
      konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat.

                                                (2) Hasil . . .
                              - 57 -

         (2)   Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana
               dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) harus mendapatkan
               persetujuan dari instansi yang terkait di bidang Lalu
               Lintas dan Angkutan Jalan.

                           Pasal 101

         Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan analisis
         dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99
         dan Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.


                         Bagian Ketiga
          Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
 Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan Petugas yang Berwenang

                           Paragraf 1
Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
              Rambu Lalu Lintas, dan Marka Jalan

                           Pasal 102

         (1)   Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas,
               dan/atau Marka Jalan yang bersifat perintah, larangan,
               peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas Jalan
               pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 (enam
               puluh) hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan
               Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu
               Lintas dan Angkutan Jalan atau peraturan daerah
               sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).

         (2)   Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas,
               dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
               (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat
               30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemasangan.

         (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum Alat
               Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas,
               dan/atau Marka Jalan diatur dengan peraturan
               pemerintah.



                                                          Paragraf 2 . . .
                               - 58 -

                            Paragraf 2
Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas

                            Pasal 103

         (1)   Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah
               atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu
               Lintas dan/atau Marka Jalan.

         (2)   Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan
               harus diutamakan daripada Marka Jalan.

         (3)   Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang
               tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka
               kotak kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi
               Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan.

         (4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Rambu Lalu Lintas,
               Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
               sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
               peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
               sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


                           Paragraf 3
                     Pengutamaan Petugas

                            Pasal 104

         (1)   Dalam keadaan tertentu untuk Ketertiban dan
               Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, petugas
               Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan
               tindakan:
               a. memberhentikan    arus    Lalu   Lintas  dan/atau
                   Pengguna Jalan;
               b. memerintahkan Pengguna Jalan untuk jalan terus;
               c. mempercepat arus Lalu Lintas;
               d. memperlambat arus Lalu Lintas; dan/atau
               e. mengalihkan arah arus Lalu Lintas.

         (2)   Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
               diutamakan daripada perintah yang diberikan oleh Alat
               Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas,
               dan/atau Marka Jalan.

                                                       (3) Pengguna . . .
                     - 59 -

(3)   Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan
      oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)   Pengaturan    lebih    lanjut    mengenai     ketentuan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
      peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

               Bagian Keempat
           Tata Cara Berlalu Lintas

                  Paragraf 1
         Ketertiban dan Keselamatan

                  Pasal 105

Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
a. berperilaku tertib; dan/atau
b. mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan
    Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
    Jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan.

                  Pasal 106

(1)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar
      dan penuh konsentrasi.

(2)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki
      dan pesepeda.

(3)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan
      teknis dan laik jalan.

(4)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan wajib mematuhi ketentuan:
      a. rambu perintah atau rambu larangan;
      b. Marka Jalan;
      c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
      d. gerakan Lalu Lintas;
      e. berhenti dan Parkir;

                                             f. peringatan . . .
                    - 60 -

      f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
      g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
      h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan
         Kendaraan lain.

(5)   Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di
      Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
      Bermotor wajib menunjukkan:
      a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat
          Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
      b. Surat Izin Mengemudi;
      c. bukti lulus uji berkala; dan/atau
      d. tanda bukti lain yang sah.

(6)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang
      duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk
      keselamatan.

(7)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan
      rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di
      sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan
      mengenakan helm yang memenuhi standar nasional
      Indonesia.

(8)   Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan
      Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang
      memenuhi standar nasional Indonesia.

(9)   Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa
      kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari
      1 (satu) orang.


                 Paragraf 2
          Penggunaan Lampu Utama
                 Pasal 107

(1)   Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan
      lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di
      Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.


                                          (2) Pengemudi . . .
                     - 61 -

(2)   Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan
      lampu utama pada siang hari.


                  Paragraf 3
         Jalur atau Lajur Lalu Lintas


                  Pasal 108

(1)   Dalam   berlalu   lintas   Pengguna     Jalan    harus
      menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.

(2)   Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat
      dilakukan jika:
      a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan di
          depannya; atau
      b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara
          Republik Indonesia untuk digunakan sementara
          sebagai jalur kiri.

(3)   Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya
      lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak
      Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.

(4)   Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan
      bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan
      membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului
      Kendaraan lain.

                  Pasal 109

(1)   Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati
      Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur
      Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati,
      mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia
      ruang yang cukup.

(2)   Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan lajur Jalan
      sebelah kiri dengan tetap memperhatikan Keamanan dan
      Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


                                                 (3) Jika . . .
                     - 62 -

(3)   Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat
      akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan,
      Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
      melewati Kendaraan tersebut.

                  Pasal 110

(1)   Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari
      arah berlawanan pada jalan dua arah yang tidak
      dipisahkan secara jelas wajib memberikan ruang gerak
      yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.

(2)   Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika
      terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain
      di depannya wajib mendahulukan Kendaraan yang
      datang dari arah berlawanan.

                  Pasal 111

Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak
memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan,
Pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi
kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.


                  Paragraf 4
           Belokan atau Simpangan

                  Pasal 112

(1)   Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik
      arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di
      samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan
      isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat
      tangan.

(2)   Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau
      bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas
      di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta
      memberikan isyarat.

(3)   Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi
      Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang
      langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh
      Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.


                                                 Pasal 113 . . .
                     - 63 -

                   Pasal 113

(1)   Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan
      dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi
      wajib memberikan hak utama kepada:
      a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan/atau
         dari arah cabang persimpangan yang lain jika hal itu
         dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas atau Marka
         Jalan;
      b. Kendaraan dari Jalan utama jika Pengemudi tersebut
         datang dari cabang persimpangan yang lebih kecil
         atau dari pekarangan yang berbatasan dengan Jalan;
      c. Kendaraan     yang    datang   dari  arah   cabang
         persimpangan sebelah kiri jika cabang persimpangan
         4 (empat) atau lebih dan sama besar;
      d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kiri
         di persimpangan 3 (tiga) yang tidak tegak lurus; atau
      e. Kendaraan    yang   datang   dari  arah   cabang
         persimpangan yang lurus pada persimpangan 3 (tiga)
         tegak lurus.

(2)   Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali
      Lalu Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus
      memberikan hak utama kepada Kendaraan lain yang
      datang dari arah kanan.


                    Pasal 114

Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan,
Pengemudi Kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta
   api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih
   dahulu melintasi rel.



                                                Paragraf 5 . . .
                    - 64 -



                  Paragraf 5
                  Kecepatan

                  Pasal 115

Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan
   paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 21; dan/atau
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.

                 Pasal 116

(1)   Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai
      dengan Rambu Lalu Lintas.

(2)   Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat
      kendaraannya jika:
      a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang
         sedang menurunkan dan menaikkan Penumpang;
      b. akan melewati Kendaraan Tidak Bermotor yang
         ditarik oleh hewan, hewan yang ditunggangi, atau
         hewan yang digiring;
      c. cuaca hujan dan/atau genangan air;
      d. memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum
         dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas;
      e. mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang
         kereta api; dan/atau
      f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan
         menyeberang.

                 Pasal 117

Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus
mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang
Kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan
Kendaraan lain.


                                             Paragraf 6 . . .
                     - 65 -

                   Paragraf 6
                   Berhenti

                   Pasal 118

Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, setiap
Kendaraan Bermotor dapat berhenti di setiap Jalan, kecuali:
a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan
   yang bergaris utuh;
b. pada tempat tertentu yang dapat membahayakan
    keamanan, keselamatan serta mengganggu Ketertiban dan
    Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau
c. di jalan tol.

                  Pasal 119

(1)   Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus
      sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan
      dan/atau menaikkan Penumpang wajib memberi isyarat
      tanda berhenti.

(2)   Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang
      Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang
      sedang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      wajib menghentikan kendaraannya sementara.


                   Paragraf 7

                    Parkir

                  Pasal 120

Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau
membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.

                  Pasal 121

(1)   Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang
      segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya,
      atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam
      keadaan darurat di Jalan.


                                            (2) Ketentuan . . .
                            - 66 -

       (2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
             berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta
             samping.

                         Paragraf 8
                  Kendaraan Tidak Bermotor

                          Pasal 122

       (1)   Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:
             a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik
                oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang
                dapat membahayakan keselamatan;
             b. mengangkut atau menarik benda yang dapat
                merintangi atau membahayakan Pengguna Jalan lain;
                dan/atau
             c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika
                telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan
                Tidak Bermotor.

       (2)   Pesepeda dilarang membawa Penumpang, kecuali jika
             sepeda tersebut telah dilengkapi dengan tempat
             Penumpang.

       (3)   Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan
             beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi
             Kendaraan lain untuk mendahului.

                         Pasal 123

       Pesepeda tunarungu harus menggunakan tanda pengenal
       yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang
       sepedanya.


                        Paragraf 9
Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum

                         Pasal 124

             Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan
       (1)
             orang dalam trayek wajib:
             a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai
                dengan tarif yang telah ditetapkan;

                                               b. memindahkan . . .
                     - 67 -

      b. memindahkan penumpang dalam perjalanan ke
         Kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama
         tanpa dipungut biaya tambahan jika Kendaraan
         mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah
         petugas;
      c. menggunakan lajur Jalan yang telah ditentukan atau
         menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan
         mendahului atau mengubah arah;
      d. memberhentikan kendaraan selama menaikkan
         dan/atau menurunkan Penumpang;
      e. menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan
      f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk
         angkutan umum.

      Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan
(2)
      orang dalam trayek dengan tarif ekonomi wajib
      mengangkut anak sekolah.

                  Pasal 125

Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang wajib
menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang
ditentukan.

                  Pasal 126

Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang
dilarang:
a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah
    ditentukan;
b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan;
c. menurunkan Penumpang selain di tempat pemberhentian
    dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan
    mendesak; dan/atau
d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin
    trayek.



                                          Bagian Kelima . . .
                                 - 68 -

                            Bagian Kelima
         Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas

                               Paragraf 1
Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas yang Diperbolehkan

                               Pasal 127


                 Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di
           (1)
                 luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan
                 provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.

                 Penggunaan    jalan nasional  dan     jalan    provinsi
           (2)
                 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan
                 untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.

                 Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa
           (3)
                 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan
                 untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah,
                 dan/atau kepentingan pribadi.

                               Paragraf 2
     Tata Cara Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas

                               Pasal 128

                 Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
           (1)
                 127 ayat (1) yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat
                 diizinkan jika ada jalan alternatif.
                 Pengalihan arus Lalu Lintas ke jalan alternatif
           (2)
                 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan
                 dengan Rambu Lalu Lintas sementara.
                 Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam
           (3)
                 Pasal 127 ayat (2) dan ayat (3) diberikan oleh Kepolisian
                 Negara Republik Indonesia.

                             Paragraf 3
                          Tanggung jawab

                              Pasal 129

           (1)   Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan bertanggung jawab
                 atas semua akibat yang ditimbulkan.

                                                            (2) Pejabat . . .
                        - 69 -

   (2)   Pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud
         dalam Pasal 128 ayat (3) bertanggung        jawab
         menempatkan petugas pada ruas Jalan untuk menjaga
         Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran
         Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                     Pasal 130

   Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Jalan selain
   untuk kegiatan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 127, Pasal 128, dan Pasal 129 diatur dengan peraturan
   Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                  Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas

                     Pasal 131

   (1)   Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas
         pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan,
         dan fasilitas lain.

   (2)   Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat
         menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.

   (3)   Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana
         dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak
         menyeberang   di    tempat   yang  dipilih dengan
         memperhatikan keselamatan dirinya.

                     Pasal 132

   (1)   Pejalan Kaki wajib:
         a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi
             Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
         b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.

   (2)   Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang
         ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
         Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan
         Kelancaran Lalu Lintas.


                                                  (3) Pejalan . . .
                     - 70 -

(3)   Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda
      khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan
      lain.


               Bagian Ketujuh
      Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

                 Pasal 133

(1)   Untuk    meningkatkan     efisiensi dan     efektivitas
      penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan
      pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen
      kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria:
      a. perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan
         Bermotor dengan kapasitas Jalan;
      b. ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan
         umum; dan
      c. kualitas lingkungan.

(2)   Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
      a. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan
         pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan
         Jalan tertentu;
      b. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada
         koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan
         tertentu;
      c. pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada koridor
         atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan
         tertentu;
      d. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Umum
         sesuai dengan klasifikasi fungsi Jalan;
      e. pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu
         dengan batasan ruang Parkir maksimal; dan/atau
      f. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor
         Umum pada koridor atau kawasan tertentu pada
         waktu dan Jalan tertentu.
(3)   Pembatasan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dilakukan dengan
      pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang
      diperuntukkan bagi peningkatan kinerja Lalu Lintas dan
      peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.


                                           (4) Manajemen . . .
                      - 71 -

(4)    Manajemen kebutuhan Lalu Lintas ditetapkan dan
       dievaluasi secara berkala oleh Menteri yang
       bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
       Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah provinsi,
       dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
       lingkup kewenangannya dengan melibatkan instansi
       terkait.
(5)    Ketentuan   lebih lanjut mengenai  manajemen
       kebutuhan Lalu Lintas diatur dengan peraturan
       pemerintah.

                 Bagian Kedelapan
      Hak Utama Pengguna Jalan untuk Kelancaran

                     Paragraf 1
      Pengguna Jalan yang Memperoleh Hak Utama
                     Pasal 134

Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk
didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan       pemadam      kebakaran    yang    sedang
   melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan             pertolongan pada
   Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta
   lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu
   menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara
   Republik Indonesia.
                   Paragraf 2
        Tata Cara Pengaturan Kelancaran

                   Pasal 135
(1)    Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas
       Kepolisian Negara    Republik Indonesia    dan/atau
       menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi
       sirene.
                                             (2) Petugas . . .
                     - 72 -

(2)   Petugas   Kepolisian   Negara  Republik    Indonesia
      melakukan pengamanan jika mengetahui adanya
      Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)   Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas
      tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak
      utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.


               Bagian Kesembilan
              Sanksi Administratif

                    Pasal 136

(1)   Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pasal 100 ayat (1),
      dan Pasal 128 dikenai sanksi administratif.

(2)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. penghentian sementara pelayanan umum;
      c. penghentian sementara kegiatan;
      d. denda administratif;
      e. pembatalan izin; dan/atau
      f. pencabutan izin.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
      pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan
      pemerintah.


                     BAB X
                  ANGKUTAN

                 Bagian Kesatu
           Angkutan Orang dan Barang


                   Pasal 137

(1)   Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan
      Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.

                                            (2) Angkutan . . .
                     - 73 -

(2)   Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor
      berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.

(3)   Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib
      menggunakan mobil barang.

(4)   Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang,
      kecuali:
      a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang,
         kondisi    geografis,  dan   prasarana    jalan  di
         provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
      b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional
         Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik
         Indonesia; atau
      c. kepentingan     lain   berdasarkan    pertimbangan
         Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau
         Pemerintah Daerah.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai mobil barang yang
      digunakan   untuk    angkutan  orang  sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan
      pemerintah.


                Bagian Kedua
  Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum

                  Pasal 138

(1)   Angkutan   umum      diselenggarakan dalam upaya
      memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman,
      nyaman, dan terjangkau.

(2)   Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan
      angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)   Angkutan umum orang dan/atau barang               hanya
      dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.

                  Pasal 139

(1)   Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum
      untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota
      antarprovinsi serta lintas batas negara.

                                           (2) Pemerintah . . .
                        - 74 -

   (2)   Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya
         angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau
         barang antarkota dalam provinsi.

   (3)   Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin
         tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang
         dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.

   (4)   Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh
         badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
         dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan
         peraturan perundang-undangan.


                   Bagian Ketiga
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum

                    Paragraf 1
                      Umum

                     Pasal 140

   Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
   Umum terdiri atas:
   a. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
       dalam trayek; dan
   b. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak
       dalam trayek.


                    Paragraf 2
         Standar Pelayanan Angkutan Orang

                    Pasal 141

   (1)   Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar
         pelayanan minimal yang meliputi:
         a. keamanan;
         b. keselamatan;
         c. kenyamanan;
         d. keterjangkauan;
         e. kesetaraan; dan
         f. keteraturan.

                                                (2) Standar . . .
                         - 75 -

     (2)   Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada
           ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang
           diberikan.

     (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
           minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
           dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di
           bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
           Jalan.

                       Paragraf 3
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek

                        Pasal 142

     Jenis pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
     Umum dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140
     huruf a terdiri atas:
     a. angkutan lintas batas negara;
     b. angkutan antarkota antarprovinsi;
     c. angkutan antarkota dalam provinsi;
     d. angkutan perkotaan; atau
     e. angkutan perdesaan.

                        Pasal 143

     Kriteria pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan
     Bermotor Umum dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam
     Pasal 140 huruf a harus:
     a. memiliki rute tetap dan teratur;
     b. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau
         menurunkan penumpang di Terminal untuk angkutan
         antarkota dan lintas batas negara; dan
     c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat
         yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan
         perdesaan.

                       Pasal 144

     Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
     disusun berdasarkan:
     a. tata ruang wilayah;
     b. tingkat permintaan jasa angkutan;

                                              c. kemampuan . . .
                       - 76 -

c.    kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d.    ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e.    kesesuaian dengan kelas jalan;
f.    keterpaduan intramoda angkutan; dan
g.    keterpaduan antarmoda angkutan.

                     Pasal 145

(1)    Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor
       Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 disusun
       dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.

(2)    Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi
       dengan instansi terkait.
(3)    Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) terdiri atas:
       a. jaringan trayek lintas batas negara;
       b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi;
       c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi;
       d. jaringan trayek perkotaan; dan
       e. jaringan trayek perdesaan.

(4)    Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) dikaji ulang secara berkala paling lama 5
       (lima) tahun.

                     Pasal 146

(1)    Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 145 ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan
       perkotaan.
(2)    Kawasan      perkotaan untuk    pelayanan    angkutan
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
       a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
          dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
          kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah
          provinsi;
       b. gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui
          batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
          atau
       c. bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang
          berada dalam wilayah kabupaten/kota.

                                                  Pasal 147 . . .
                     - 77 -

                   Pasal 147

(1)   Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor
      Umum lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri yang
      bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian
      antarnegara.
(2)   Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.

                   Pasal 148
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1) dan ayat (3)
huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
    Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk jaringan
    trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
    antarkota antarprovinsi dan perkotaan yang melampaui
    batas 1 (satu) provinsi;
b. gubernur untuk         jaringan trayek     dan kebutuhan
    Kendaraan Bermotor Umum antarkota dalam provinsi
    dan     perkotaan      yang melampaui batas 1 (satu)
    kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapat
    persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di
    bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
   Jalan; atau
c. bupati/walikota untuk jaringan trayek dan kebutuhan
    Kendaraan Bermotor Umum perkotaan dalam 1 (satu)
   wilayah kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan
    dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
    Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
                  Pasal 149
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3)
huruf e ditetapkan oleh:
a. bupati untuk kawasan perdesaan yang menghubungkan 1
    (satu) daerah kabupaten;
b. gubernur untuk kawasan perdesaan yang melampaui 1
    (satu) daerah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi;
    atau
                                                c. Menteri . . .
                              - 78 -

         c. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
            Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
            kawasan perdesaan yang melampaui satu daerah provinsi.

                            Pasal 150

         Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan
         Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek diatur dengan
         peraturan pemerintah.


                           Paragraf 4
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek

                            Pasal 151

         Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
         Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam
         Pasal 140 huruf b terdiri atas:
         a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
         b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
         c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
         d. angkutan orang di kawasan tertentu.

                           Pasal 152

               Angkutan     orang    dengan     menggunakan     taksi
         (1)
               sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a harus
               digunakan untuk pelayanan angkutan dari pintu ke
               pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan.

               Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana
         (2)
               dimaksud pada ayat (1) dapat:
               a. berada dalam wilayah kota;
               b. berada dalam wilayah kabupaten;
               c. melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten
                  dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
               d. melampaui wilayah provinsi.

               Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana
         (3)
               dimaksud pada ayat (2) dan jumlah maksimal kebutuhan
               taksi ditetapkan oleh:
               a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada
                  dalam wilayah kota;

                                                         b. bupati . . .
                     - 79 -

      b. bupati untuk taksi yang wilayah operasinya berada
         dalam wilayah kabupaten;
      c. gubernur untuk taksi yang wilayah operasinya
         melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten
         dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau
      d. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
         Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan untuk
         taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah
         provinsi.

                  Pasal 153

(1)   Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan
      dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang
      perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan
      angkutan orang dalam trayek.

(2)   Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan
      dengan menggunakan mobil penumpang umum atau
      mobil bus umum.

                  Pasal 154

(1)   Angkutan    orang    untuk    keperluan    pariwisata
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus
      digunakan untuk pelayanan angkutan wisata.

(2)   Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan
      pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
      menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus
      umum dengan tanda khusus.

(3)   Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak
      diperbolehkan   menggunakan     Kendaraan  Bermotor
      Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum
      tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.

                  Pasal 155

(1)   Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 151 huruf d harus dilaksanakan melalui
      pelayanaan angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan.


                                             (2) Angkutan . . .
                    - 80 -

(2)   Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil
      penumpang umum.

                 Pasal 156

Evaluasi wilayah operasi dan kebutuhan angkutan orang
tidak dalam trayek dilakukan sekurang-kurangnya sekali
dalam 1 (satu) tahun dan diumumkan kepada masyarakat.

                 Pasal 157

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan
peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


                 Paragraf 5

              Angkutan Massal

                 Pasal 158

(1)   Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal
      berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan
      orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan
      perkotaan.

(2)   Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus didukung dengan:
      a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal;
      b. lajur khusus;
      c. trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan
         dengan trayek angkutan massal; dan
      d. angkutan pengumpan.

                 Pasal 159

Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   angkutan   massal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 diatur dengan
peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


                                       Bagian Keempat . . .
                         - 81 -

                    Bagian Keempat
Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum

                       Paragraf 1
                        Umum

                       Pasal 160

  Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri
  atas:
  a. angkutan barang umum; dan
  b. angkutan barang khusus.


                     Paragraf 2
               Angkutan Barang Umum

                      Pasal 161

  Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 160 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai
  berikut:
  a. prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas
      Jalan;
  b. tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk
      memuat dan membongkar barang; dan
  c. menggunakan mobil barang.


                     Paragraf 3
        Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat

                      Pasal 162

  (1)     Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus
          wajib:
          a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
             sifat dan bentuk barang yang diangkut;
          b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang
             diangkut;
          c. memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;

                                            d. membongkar . . .
                     - 82 -

      d. membongkar dan memuat barang di tempat yang
         ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai
         dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
      e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu
         Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban
         Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
      f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.

(2)   Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat
      dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat
      pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3)   Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan
      Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib
      memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan
      bentuk barang khusus yang diangkut.

                 Pasal 163

(1)   Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau
      pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib
      memberitahukan     kepada    pengelola  pergudangan
      dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum
      barang dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.

(2)   Penyelenggara angkutan barang yang melakukan
      kegiatan   pengangkutan   barang   khusus     wajib
      menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung
      jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur
      penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama
      barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan
      Bermotor Umum.

                  Pasal 164

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan
Kendaraan Bermotor Umum diatur dengan peraturan Menteri
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.




                                          Bagian Kelima . . .
                      - 83 -

                 Bagian Kelima
              Angkutan Multimoda

                    Pasal 165

(1)   Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian
      angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum
      angkutan multimoda.

(2)   Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda
      dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara
      badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum
      angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain.

(3)   Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara
      sistem dan mendapat izin dari Pemerintah.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda,
      persyaratan, dan tata cara memperoleh izin sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
      pemerintah.


                Bagian Keenam
      Dokumen Angkutan Orang dan Barang
       dengan Kendaraan Bermotor Umum

                   Pasal 166

(1)   Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
      yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota
      antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus
      dilengkapi dengan dokumen.

(2)   Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) meliputi:
      a. tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam
         trayek;
      b. tanda pengenal bagasi; dan
      c. manifes.

(3)   Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum
      wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
      a. surat perjanjian pengangkutan; dan
      b. surat muatan barang.

                                                 Pasal 167 . . .
                    - 84 -

                  Pasal 167

(1)   Perusahaan Angkutan Umum orang wajib:
      a. menyerahkan tiket Penumpang;
      b. menyerahkan           tanda   bukti   pembayaran
         pengangkutan untuk angkutan tidak dalam trayek;
      c. menyerahkan    tanda    pengenal  bagasi   kepada
         Penumpang; dan
      d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.

(2)   Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang
      namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen
      identitas diri yang sah.

                  Pasal 168

(1)   Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang
      wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian
      dokumen perjalanan.

(2)   Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang
      wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang.


               Bagian Ketujuh
         Pengawasan Muatan Barang

                  Pasal 169

(1)   Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum
      barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara
      pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas
      jalan.

(2)   Untuk mengawasi pemenuhan terhadap        ketentuan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1)        dilakukan
      pengawasan muatan angkutan barang.

(3)   Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan
      menggunakan alat penimbangan.

(4)   Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      terdiri atas:
      a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau
      b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan.

                                             Pasal 170 . . .
                     - 85 -



                  Pasal 170

(1)   Alat  penimbangan      yang    dipasang secara  tetap
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a
      dipasang pada lokasi tertentu.

(2)   Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat
      penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
      Pemerintah.

(3)   Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang
      dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana
      penimbangan yang ditunjuk oleh Pemerintah.

(4)   Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap
      wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat
      angkutan, dan asal tujuan.

                  Pasal 171

(1)   Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan
      dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan
      penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan.

(2)   Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan
      Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa
      Kendaraan Bermotor.

(3)   Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas
      Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                  Pasal 172

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan muatan
angkutan barang diatur dengan peraturan pemerintah.




                                       Bagian Kedelapan . . .
                      - 86 -

                Bagian Kedelapan
             Pengusahaan Angkutan

                   Paragraf 1
              Perizinan Angkutan

                   Pasal 173

(1)   Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan
      angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:
      a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
      b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam
         trayek; dan/atau
      c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau
         alat berat.

(2)   Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) tidak berlaku untuk:
      a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan
         ambulans; atau
      b. pengangkutan jenazah.

                   Pasal 174

(1)   Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1)
      berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang
      terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu
      pengawasan.

(2)   Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

(3)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
      izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek
      dalam satu kawasan.

                   Pasal 175

(1)   Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk
      jangka waktu tertentu.

                                          (2) Perpanjangan . . .
                     - 87 -

 (2)   Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau
       pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat
       (2).


                   Paragraf 2
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek

                   Pasal 176

 Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a
 diberikan oleh:
 a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
    Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
    penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:
    1. trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian
       antarnegara;
    2. trayek antarkabupaten/kota yang melampaui wilayah
       1 (satu) provinsi;
    3. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1
       (satu) provinsi; dan
    4. trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu)
       provinsi.
 b. gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang
    melayani:
    1. trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu)
       kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
    2. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1
       (satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
    3. trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1 (satu)
       kabupaten dalam satu provinsi.
 c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk
    penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek
    yang seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah
    Khusus Ibukota Jakarta.
 d. bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang yang
    melayani:
    1. trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah
       kabupaten; dan
    2. trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah
       kabupaten.

                                             e. walikota . . .
                        - 88 -

   e. walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang
      melayani trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu)
      wilayah kota.

                      Pasal 177

   Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek
   wajib:
   a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang
      diberikan; dan
   b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai
      dengan     standar  pelayanan    minimal  sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1).

                      Pasal 178

   Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan
   angkutan orang dalam trayek diatur dengan peraturan
   Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
   Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                      Paragraf 3
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam Trayek

                      Pasal 179

         Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek
   (1)
         sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b
         diberikan oleh:
         a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
            Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
            angkutan orang yang melayani:
            1. angkutan     taksi  yang   wilayah    operasinya
               melampaui 1 (satu) daerah provinsi;
            2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
            3. angkutan pariwisata.
         b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah
            operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah
            kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
         c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk
            angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang
            wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi
            Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan

                                                  d. bupati . . .
                          - 89 -

           d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan
              tertentu yang wilayah operasinya berada dalam
              wilayah kabupaten/kota.

           Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
     (2)
           persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada
           ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang
           bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
           Lintas dan Angkutan Jalan.


                        Paragraf 4
Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat

                        Pasal 180

     (1)   Izin   penyelenggaraan    angkutan     barang   khusus
           sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c
           diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
           sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
           dengan rekomendasi dari instansi terkait.

     (2)   Izin penyelenggaraan angkutan alat berat sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh
           Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
           Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

     (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
           persyaratan pemberian izin penyelenggaraan angkutan
           barang khusus dan alat berat diatur dengan peraturan
           Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
           Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


                   Bagian Kesembilan
                      Tarif Angkutan
                        Pasal 181

     (1)   Tarif angkutan terdiri    atas tarif Penumpang dan tarif
           barang.

     (2)   Tarif Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
           terdiri atas:
           a. tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek;
               dan
                                                        b. tarif . . .
                     - 90 -

      b. tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam
         trayek.

                   Pasal 182

      Tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek
(1)
      terdiri atas:
      a. tarif kelas ekonomi; dan
      b. tarif kelas nonekonomi.

      Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud
(2)
      pada ayat (1) dilakukan oleh:
      a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
         Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
         angkutan orang yang melayani trayek antarkota
         antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan
         perdesaan yang wilayah pelayanannya melampaui
         wilayah provinsi;
      b. gubernur untuk angkutan orang yang melayani
         trayek antarkota dalam provinsi serta angkutan
         perkotaan dan perdesaan yang melampaui batas satu
         kabupaten/kota dalam satu provinsi;
      c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek
         antarkota dalam kabupaten serta angkutan perkotaan
         dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam
         kabupaten; dan
      d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek
         angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya
         dalam kota.
      Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas
(3)
      nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan
      Umum.
      Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penumpang
(4)
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
      sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                   Pasal 183

(1)   Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam
      trayek   dengan   menggunakan     taksi  sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh
      Perusahaan    Angkutan    Umum      atas  persetujuan
      Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing
      berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

                                                 (2) Tarif . . .
                             - 91 -

       (2)   Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam
             trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di
             kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
             151 huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan
             berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan
             Perusahaan Angkutan Umum.

                           Pasal 184

       Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
       181 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan
       antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.

                      Bagian Kesepuluh
             Subsidi Angkutan Penumpang Umum

                           Pasal 185

       (1)   Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi
             pada trayek tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah
             dan/atau Pemerintah Daerah.

       (2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi
             angkutan Penumpang umum sebagaimana dimaksud
             pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.


                      Bagian Kesebelas
Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum

                          Paragraf 1
             Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum

                          Pasal 186

       Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang
       dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan
       dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh
       Penumpang dan/atau pengirim barang.
                          Pasal 187

       Perusahaan Angkutan Umum wajib mengembalikan biaya
       angkutan yang telah dibayar oleh Penumpang dan/atau
       pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan.

                                                        Pasal 188 . . .
                     - 92 -

                   Pasal 188

Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang
diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai
dalam melaksanakan pelayanan angkutan.

                   Pasal 189

Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan
tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.

                   Pasal 190

Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan
penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat
pemberhentian terdekat jika Penumpang dan/atau barang
yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan
keselamatan angkutan.

                   Pasal 191

Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas
kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang
dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.

                   Pasal 192

(1)   Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas
      kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal
      dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan,
      kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat
      dicegah atau dihindari       atau karena kesalahan
      Penumpang.

(2)   Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
      berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau
      bagian biaya pelayanan.

(3)   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di
      tempat tujuan yang disepakati.

(4)   Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian
      barang bawaan Penumpang, kecuali jika Penumpang
      dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan
      oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut.

                                            (5) Ketentuan . . .
                      - 93 -


(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian
      diatur dengan peraturan pemerintah.

                   Pasal 193

(1)   Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas
      kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena
      barang    musnah,     hilang,  atau    rusak    akibat
      penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa
      musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh
      suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari
      atau kesalahan pengirim.

(2)   Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
      berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.

(3)   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan
      di tempat tujuan yang disepakati.

(4)   Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab
      jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan
      yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan
      barang.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian
      diatur dengan peraturan pemerintah.

                   Pasal 194

(1)   Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab
      atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika
      pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian
      tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan
      Angkutan Umum.

(2)   Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti
      kerugian pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan
      Umum      sebagaimana      dimaksud    pada  ayat (1)
      disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
      terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.


                                                  Paragraf 2 . . .
                     - 94 -

                   Paragraf 2
        Hak Perusahaan Angkutan Umum


                   Pasal 195

(1)   Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan
      barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak
      memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan
      sesuai dengan perjanjian angkutan.
(2)   Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya
      tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil
      sesuai dengan kesepakatan.
(3)   Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang
      yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan jika pengirim atau
      penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan
      kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                   Pasal 196

Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau
penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati,
Perusahaan Angkutan Umum berhak memusnahkan barang
yang   sifatnya  berbahaya   atau   mengganggu     dalam
penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.


              Bagian Kedua Belas
        Tanggung Jawab Penyelenggara

                   Pasal 197

(1)   Pemerintah     dan     Pemerintah     Daerah    sebagai
      penyelenggara angkutan wajib:
      a. memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa
         angkutan umum untuk mendapatkan pelayanan;
      b. memberikan     perlindungan     kepada   Perusahaan
         Angkutan Umum dengan menjaga keseimbangan
         antara penyediaan dan permintaan angkutan umum;
         dan
      c. melakukan     pemantauan       dan    pengevaluasian
         terhadap angkutan orang dan barang.

                                            (2) Ketentuan . . .
                     - 95 -

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab
      penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang
      bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan.

              Bagian Ketiga Belas

         Industri Jasa Angkutan Umum

                  Pasal 198

(1)   Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi
      industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan
      mendorong persaingan yang sehat.

(2)   Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan
      yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:
      a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar;
      b. menetapkan standar pelayanan minimal;
      c. menetapkan kriteria persaingan yang sehat;
      d. mendorong terciptanya pasar; dan
      e. mengendalikan     dan   mengawasi    pengembangan
         industri jasa angkutan umum.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan
      persaingan yang sehat diatur dengan peraturan
      pemerintah.


             Bagian Keempat Belas
             Sanksi Administratif

                  Pasal 199

(1)   Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal
      177, Pasal 186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, dan
      Pasal 193 dikenai sanksi administratif berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. denda administratif;
      c. pembekuan izin; dan/atau
      d. pencabutan izin.


                                          (2) Ketentuan . . .
                              - 96 -

       (2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
              pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
              pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang
              bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
              Lintas dan Angkutan Jalan.


                             BAB XI
KEAMANAN DAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

                         Bagian Kesatu
             Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                           Pasal 200

       (1)    Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab
              atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan
              memelihara Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

       (2)    Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
              ayat (1) dilakukan melalui kerja sama antara pembina
              Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan masyarakat.

       (3)    Untuk mewujudkan dan memelihara Keamanan Lalu
              Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada
              ayat (1), dilaksanakan kegiatan:
              a. penyusunan program nasional Keamanan Lalu Lintas
                  dan Angkutan Jalan;
              b. penyediaan      dan    pemeliharaan    fasilitas   dan
                  perlengkapan Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan
                  Jalan;
              c. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, pembimbingan,
                  penyuluhan, dan penerangan berlalu lintas dalam
                  rangka meningkatkan kesadaran hukum dan etika
                  masyarakat dalam berlalu lintas;
              d. pengkajian      masalah Keamanan Lalu Lintas dan
                  Angkutan Jalan;
              e. manajemen keamanan Lalu Lintas;
              f. pengaturan,      penjagaan,   pengawalan,     dan/atau
                  patroli;
              g. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan
                  Pengemudi; dan
              h. penegakan hukum Lalu Lintas.

                                                          Pasal 201 . . .
                     - 97 -

                   Pasal 201

(1)   Perusahaan     Angkutan    Umum wajib   membuat,
      melaksanakan, dan menyempurnakan sistem keamanan
      dengan berpedoman pada program nasional Keamanan
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2)   Kendaraan Bermotor Umum harus dilengkapi dengan
      alat pemberi informasi untuk memudahkan pendeteksian
      kejadian kejahatan di Kendaraan Bermotor.

                   Pasal 202

Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan program nasional
Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 200 dan Pasal 201 diatur dengan
peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                Bagian Kedua
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                   Pasal 203

(1)   Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya
      Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2)   Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
      Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
      rencana umum nasional Keselamatan Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan, meliputi:
      a. penyusunan program nasional kegiatan Keselamatan
          Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
      b. penyediaan     dan     pemeliharaan   fasilitas dan
          perlengkapan     Keselamatan    Lalu   Lintas  dan
          Angkutan Jalan;
      c. pengkajian masalah Keselamatan Lalu Lintas dan
          Angkutan Jalan; dan
      d. manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan.

                   Pasal 204

(1)   Perusahaan     Angkutan    Umum      wajib  membuat,
      melaksanakan, dan menyempurnakan sistem manajemen
      keselamatan dengan berpedoman pada rencana umum
      nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


                                           (2) Kendaraan . . .
                               - 98 -

          (2)   Kendaraan Bermotor Umum harus dilengkapi dengan
                alat pemberi informasi terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas
                ke Pusat Kendali Sistem Keselamatan Lalu Lintas dan
                Angkutan Jalan.

                            Pasal 205

          Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan rencana umum
          nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
          sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (2) dan
          kewajiban    Perusahaan    Angkutan     Umum   membuat,
          melaksanakan, dan menyempurnakan sistem manajemen
          keselamatan serta persyaratan alat pemberi informasi
          Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
          204 diatur dengan peraturan pemerintah.


                           Bagian Ketiga
Pengawasan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                             Pasal 206

          (1)   Pengawasan terhadap pelaksanaan program Keamanan
                dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
                meliputi:
                a. audit;
                b. inspeksi; dan
                c. pengamatan dan pemantauan.

          (2)   Audit bidang Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
                sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
                dilaksanakan oleh auditor independen yang ditentukan
                oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

          (3)   Audit bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
                Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
                dilaksanakan oleh auditor independen yang ditentukan
                oleh pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

          (4)   Inspeksi bidang Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan
                Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
                dilaksanakan secara periodik berdasarkan skala prioritas
                oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                                                         (5) Inspeksi . . .
                             - 99 -

       (5)   Inspeksi bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
             Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
             dilaksanakan secara periodik berdasarkan skala prioritas
             oleh setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

       (6)   Pengamatan dan pemantauan sebagaimana dimaksud
             pada ayat (1) huruf c wajib dilaksanakan secara
             berkelanjutan oleh setiap pembina Lalu Lintas dan
             Angkutan Jalan.

       (7)   Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
             ditindaklanjuti dengan tindakan korektif dan/atau
             penegakan hukum.

                          Pasal 207

       Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Keamanan dan
       Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 206 ayat (1) diatur dengan peraturan
       pemerintah.


                       Bagian Keempat
Budaya Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
                          Pasal 208

       (1)   Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertangggung
             jawab membangun dan mewujudkan budaya Keamanan
             dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

       (2)   Upaya membangun dan mewujudkan budaya Keamanan
             dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
             sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
             a. pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini;
             b. sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika
                berlalu lintas serta program Keamanan dan
                Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
             c. pemberian      penghargaan     terhadap      tindakan
                Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
                Angkutan Jalan;
             d. penciptaan lingkungan Ruang Lalu Lintas yang
                mendorong pengguna jalan berperilaku tertib; dan
             e. penegakan      hukum     secara     konsisten     dan
                berkelanjutan.

                                                      (3) Pembina . . .
                             - 100 -

        (3)   Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan
              kebijakan dan program untuk mewujudkan budaya
              Keamanan dan Keselamatan berlalu lintas.

                            BAB XII
                     DAMPAK LINGKUNGAN

                         Bagian Kesatu
Perlindungan Kelestarian Lingkungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                           Pasal 209

        (1)   Untuk menjamin kelestarian lingkungan, dalam setiap
              kegiatan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus
              dilakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran
              lingkungan hidup untuk memenuhi ketentuan baku
              mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
              perundang-undangan.
        (2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dan
              penanggulangan pencemaran lingkungan hidup di bidang
              Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud
              pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

                         Bagian Kedua
             Pencegahan dan Penanggulangan
     Dampak Lingkungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                           Pasal 210

        (1)   Setiap Kendaraan Bermotor yang beroperasi di Jalan
              wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas
              buang dan tingkat kebisingan.
        (2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan,
              dan prosedur penanganan ambang batas emisi gas buang
              dan tingkat kebisingan yang diakibatkan oleh Kendaraan
              Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
              dengan peraturan pemerintah.

                          Pasal 211

        Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan
        Perusahaan Angkutan Umum wajib mencegah terjadinya
        pencemaran udara dan kebisingan.

                                                        Pasal 212 . . .
                     - 101 -

                   Pasal 212

Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan
Perusahaan Angkutan Umum wajib melakukan perbaikan
terhadap kendaraannya jika terjadi kerusakan yang dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.

                 Bagian Ketiga
               Hak dan Kewajiban

                   Paragraf 1
              Kewajiban Pemerintah

                   Pasal 213

(1)   Pemerintah wajib mengawasi kepatuhan Pengguna Jalan
      untuk menjaga    kelestarian lingkungan hidup dalam
      penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)   Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), Pemerintah wajib:
      a. merumuskan dan menyiapkan kebijakan, strategi,
         dan program pembangunan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan yang ramah lingkungan;
      b. membangun dan mengembangkan sarana dan
         Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
         ramah lingkungan;
      c. melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap
         Perusahaan Angkutan Umum, pemilik, dan/atau
         Pengemudi Kendaraan Bermotor yang beroperasi di
         jalan; dan
      d. menyampaikan informasi yang benar dan akurat
         tentang kelestarian lingkungan di bidang Lalu Lintas
         dan Angkutan Jalan.

                   Paragraf 2
Hak dan Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum

                   Pasal 214

(1)   Perusahaan Angkutan Umum berhak memperoleh
      kemudahan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan yang ramah lingkungan.

                                           (2) Perusahaan . . .
                     - 102 -


(2)   Perusahaan Angkutan Umum berhak memperoleh
      informasi mengenai kelestarian lingkungan di bidang
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                   Pasal 215

Perusahaan Angkutan Umum wajib:
a. melaksanakan program pembangunan Lalu Lintas dan
   Angkutan Jalan yang ramah lingkungan yang telah
   ditetapkan oleh Pemerintah;
b. menyediakan sarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
   ramah lingkungan;
c. memberi informasi yang jelas, benar, dan jujur mengenai
   kondisi jasa angkutan umum;
d. memberi penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan,
   dan pemeliharaan sarana angkutan umum; dan
e. mematuhi baku mutu lingkungan hidup.


                  Paragraf 3
         Hak dan Kewajiban Masyarakat


                   Pasal 216

(1)   Masyarakat berhak mendapatkan Ruang Lalu Lintas
      yang ramah lingkungan.

(2)   Masyarakat berhak memperoleh informasi tentang
      kelestarian lingkungan bidang Lalu Lintas dan Angkutan
      Jalan.

                   Pasal 217

Masyarakat wajib menjaga kelestarian lingkungan bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.



                                        Bagian Keempat . . .
                       - 103 -

                  Bagian Keempat
                Sanksi Administratif

                     Pasal 218

  (1)   Pelanggaran     terhadap ketentuan mengenai dampak
        lingkungan       Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 dikenai sanksi
        administratif berupa:
        a. peringatan tertulis;
        b. denda administratif;
        c. pembekuan izin; dan/atau
        d. pencabutan izin.

  (2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan kriteria
        pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
        pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.


                      BAB XIII

PENGEMBANGAN INDUSTRI DAN TEKNOLOGI SARANA
DAN PRASARANA LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

                   Bagian Kesatu
                      Umum

                     Pasal 219

  (1)   Pengembangan industri dan teknologi sarana dan
        Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
        a. rancang bangun dan pemeliharaan Kendaraan
           Bermotor;
        b. peralatan penegakan hukum;
        c. peralatan uji laik kendaraan;
        d. fasilitas Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan
           Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
        e. peralatan registrasi dan identifikasi Kendaraan dan
           Pengemudi;
        f. teknologi serta informasi Lalu Lintas dan Angkutan
           Jalan;
        g. fasilitas pendidikan dan pelatihan personel Lalu
           Lintas dan Angkutan Jalan; dan
        h. komponen pendukung Kendaraan Bermotor.

                                         (2) Pemberdayaan . . .
                      - 104 -

 (2)   Pemberdayaan industri dan pengembangan teknologi
       Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) dilakukan melalui:
       a. pengembangan riset dan rancang bangun Kendaraan
          Bermotor;
       b. pengembangan standardisasi Kendaraan dan/atau
          komponen Kendaraan Bermotor;
       c. pengalihan teknologi;
       d. penggunaan sebanyak-banyaknya muatan lokal;
       e. pengembangan industri bahan baku dan komponen;
       f. pemberian kemudahan fasilitas pembiayaan dan
          perpajakan;
       g. pemberian fasilitas kerja sama dengan industri
          sejenis; dan/atau
       h. pemberian fasilitas kerja sama pasar pengguna di
          dalam dan di luar negeri.


                  Bagian Kedua
Pengembangan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor

                   Pasal 220

 (1)   Pengembangan rancang bangun Kendaraan Bermotor
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) huruf a
       dan pengembangan riset rancang bangun sebagaimana
       dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh:
       a. Pemerintah;
       b. Pemerintah Daerah;
       c. badan hukum;
       d. lembaga penelitian; dan/atau
       e. perguruan tinggi.

 (2)   Pengembangan rancang bangun Kendaraan Bermotor
       sebagaimana     dimaksud    pada    ayat  (1)  wajib
       memperhatikan:
       a. dimensi utama dan konstruksi Kendaraan Bermotor;
       b. kesesuaian material;
       c. kesesuaian motor penggerak;
       d. kesesuaian daya dukung jalan;
       e. bentuk fisik Kendaraan Bermotor;
                                               f. dimensi . . .
                          - 105 -

         f.   dimensi, konstruksi, posisi, dan jarak tempat duduk;
         g.   posisi lampu;
         h.   jumlah tempat duduk;
         i.   dimensi dan konstruksi bak muatan/volume tangki;
         j.   peruntukan Kendaraan Bermotor; dan
         k.   fasilitas keluar darurat.

   (3)   Rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
         harus mendapatkan pengesahan dari Menteri yang
         bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
         Lintas dan Angkutan Jalan.

                        Pasal 221

   Pemberdayaan industri dan pengembangan teknologi Lalu
   Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 219 ayat (2) dilaksanakan dengan memanfaatkan
   sumber daya nasional, menerapkan standar keamanan dan
   keselamatan, serta memperhatikan kelestarian lingkungan.


                      Bagian Ketiga

Pengembangan Industri dan Teknologi Prasarana Lalu Lintas
               dan Angkutan Jalan


                        Pasal 222

   (1)   Pemerintah wajib mengembangkan industri dan teknologi
         prasarana yang menjamin Keamanan, Keselamatan,
         Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan.

   (2)   Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu
         Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara terpadu
         dengan dukungan semua sektor terkait.

   (3)   Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana
         dimaksud pada ayat (1) meliputi modernisasi fasilitas:
         a. pengatur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
         b. penegakan hukum;
         c. uji kelaikan Kendaraan;
         d. Keamanan,       Keselamatan,    Ketertiban,       serta
            Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

                                                 e. pengawasan . . .
                           - 106 -

            e. pengawasan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
            f. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan
               Pengemudi;
            g. Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
               Angkutan Jalan; dan
            h. keselamatan Pengemudi dan/atau Penumpang.

      (4)   Metode pengembangan industri dan teknologi meliputi:
            a. pemahaman teknologi;
            b. pengalihan teknologi; dan
            c. fasilitasi riset teknologi.

      (5)   Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana
            dimaksud pada ayat (3) harus mendapatkan pengesahan
            dari instansi terkait.


                       Bagian Keempat
Pemberdayaan Industri Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                         Pasal 223

      (1)   Untuk mengembangkan industri Prasarana Lalu Lintas
            dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
            222 ayat (2), Pemerintah mendorong pemberdayaan
            industri dalam negeri.

      (2)   Untuk mendorong pengembangan industri dalam negeri
            sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui
            pemberian fasilitas, insentif bidang tertentu, dan
            menerapkan standar produk peralatan Lalu Lintas dan
            Angkutan Jalan.

                         Pasal 224

      (1)   Pengembangan industri Prasarana      Lalu   Lintas   dan
            Angkutan Jalan terdiri atas:
            a. rekayasa;
            b. produksi;
            c. perakitan; dan/atau
            d. pemeliharaan dan perbaikan.


                                             (2) Pengembangan . . .
                     - 107 -


(2)   Pengembangan industri      Prasarana Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan mencakup alih teknologi yang
      disesuaikan dengan kearifan lokal.

                  Bagian Kelima
             Pengaturan Lebih Lanjut

                   Pasal 225

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan industri dan
teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur
dengan peraturan pemerintah.


                    BAB XIV
           KECELAKAAN LALU LINTAS

                 Bagian Kesatu
        Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas

                   Pasal 226

(1)   Untuk mencegah Kecelakaan Lalu Lintas dilaksanakan
      melalui:
      a. partisipasi para pemangku kepentingan;
      b. pemberdayaan masyarakat;
      c. penegakan hukum; dan
      d. kemitraan global.

(2)   Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pola
      penahapan yang meliputi program jangka pendek, jangka
      menengah, dan jangka panjang.

(3)   Penyusunan program pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas
      dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di
      bawah koordinasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.



                                            Bagian Kedua . . .
                         - 108 -

                    Bagian Kedua
           Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas

                       Paragraf 1
     Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas

                        Pasal 227

    Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian
    Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan
    Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:
    a. mendatangi tempat kejadian dengan segera;
    b. menolong korban;
    c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
    d. mengolah tempat kejadian perkara;
    e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;
    f. mengamankan barang bukti; dan
    g. melakukan penyidikan perkara.

                        Pasal 228

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan
    Kecelakaan Lalu Lintas diatur dengan peraturan Kepala
    Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                       Paragraf 2
Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas

                        Pasal 229

    (1)   Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
          a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;
          b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
          c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.
    (2)   Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud
          pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang
          mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
    (3)   Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud
          pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang
          mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan
          dan/atau barang.
                                                (4) Kecelakaan . . .
                     - 109 -


(4)   Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang
      mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

(5)   Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan,
      ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan
      dan/atau lingkungan.

                    Pasal 230

Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara
peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.


                   Paragraf 3
        Pertolongan dan Perawatan Korban

                    Pasal 231

(1)   Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan
      Lalu Lintas, wajib:
      a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
      b. memberikan pertolongan kepada korban;
      c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara
         Republik Indonesia terdekat; dan
      d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian
         kecelakaan.

(2)   Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan
      memaksa     tidak   dapat    melaksanakan  ketentuan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
      b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara
      Republik Indonesia terdekat.

                    Pasal 232
Setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas wajib:
a. memberikan pertolongan kepada korban Kecelakaan Lalu
    Lintas;
                                             b. melaporkan . . .
                          - 110 -

     b. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara
        Republik Indonesia; dan/atau
     c. memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara
        Republik Indonesia.

                        Paragraf 4
              Pendataan Kecelakaan Lalu Lintas

                        Pasal 233

     (1)   Setiap kecelakaan wajib dicatat dalam formulir data
           Kecelakaan Lalu Lintas.
     (2)   Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
           pada ayat (1) merupakan bagian dari data forensik.
     (3)   Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
           pada ayat (1) harus dilengkapi dengan data yang berasal
           dari rumah sakit.
     (4)   Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
           pada ayat (1) dikelola oleh Kepolisian Negara Republik
           Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh pembina Lalu
           Lintas dan Angkutan Jalan.


                      Bagian Ketiga
               Kewajiban dan Tanggung Jawab

                        Paragraf 1
         Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi,
Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan

                        Pasal 234

     (1)   Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau
           Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas
           kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik
           barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian
           Pengemudi.

     (2)   Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor,
           dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung
           jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan
           karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.


                                                 (3) Ketentuan . . .
                     - 111 -

(3)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
      (2) tidak berlaku jika:
      a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan
           atau di luar kemampuan Pengemudi;
      b. disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak
           ketiga; dan/atau
      c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun
           telah diambil tindakan pencegahan.

                   Pasal 235

(1)   Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu
      Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1)
      huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan
      Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli
      waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya
      pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan
      perkara pidana.

(2)   Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan
      korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c,
      pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan
      Umum wajib memberikan bantuan kepada korban
      berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan
      tuntutan perkara pidana.

                   Pasal 236

(1)   Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu
      Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib
      mengganti kerugian yang besarannya ditentukan
      berdasarkan putusan pengadilan.

(2)   Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di
      luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara
      para pihak yang terlibat.

                    Pasal 237

(1)   Perusahaan Angkutan Umum wajib mengikuti program
      asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya
      atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan.

                                           (2) Perusahaan . . .
                      - 112 -

(2)    Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan
       orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan.


                    Paragraf 2

      Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah

                    Pasal 238

(1)    Pemerintah   menyediakan     dan/atau  memperbaiki
       pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang
       menjadi penyebab kecelakaan.

(2)    Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan
       dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.

                    Pasal 239

(1)    Pemerintah    mengembangkan       program     asuransi
       Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)    Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan
       Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan
       perundang-undangan.


                 Bagian Keempat

                   Hak Korban


                    Pasal 240

Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:
a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung
   jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau
   Pemerintah;
b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas
   terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan
   asuransi.



                                                Pasal 241 . . .
                               - 113 -

                              Pasal 241

           Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh
           pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada
           rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan
           perundang-undangan.


                              BAB XV

         PERLAKUAN KHUSUS BAGI PENYANDANG CACAT,

MANUSIA USIA LANJUT, ANAK-ANAK, WANITA HAMIL, DAN ORANG SAKIT

                           Bagian Kesatu
                   Ruang Lingkup Perlakuan Khusus

                              Pasal 242

                 Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perusahaan
           (1)
                 Angkutan Umum wajib memberikan perlakuan khusus di
                 bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada
                 penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak,
                 wanita hamil, dan orang sakit.

                 Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
           (2)
                 meliputi:
                 a. aksesibilitas;
                 b. prioritas pelayanan; dan
                 c. fasilitas pelayanan.

           (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlakuan
                 khusus    di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
                 kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-
                 anak, wanita hamil, dan orang sakit diatur dengan
                 peraturan pemerintah.

                            Pasal 243

           Masyarakat secara kelompok dapat mengajukan gugatan
           kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengenai
           pemenuhan perlakuan khusus sebagaimana dimaksud dalam
           Pasal 242 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
           undangan.

                                                    Bagian Kedua . . .
                     - 114 -

                  Bagian Kedua
              Sanksi Administratif

                    Pasal 244

      Perusahaan Angkutan Umum yang tidak memenuhi
(1)
      kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan
      kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-
      anak, wanita hamil, dan orang sakit sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 242 ayat (1) dapat dikenai sanksi
      administratif berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. denda administratif;
      c. pembekuan izin; dan/atau
      d. pencabutan izin.

      Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
(2)
      pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.



                   BAB XVI
      SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI
       LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

                 Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi

                   Pasal 245

(1)   Untuk mendukung Keamanan, Keselamatan, Ketertiban,
      dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      diselenggarakan sistem informasi dan komunikasi yang
      terpadu.

(2)   Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan oleh
      Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
      kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.


                                               (3) Sistem . . .
                     - 115 -

(3)   Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      digunakan untuk kegiatan perencanaan, pengaturan,
      pengendalian, dan pengawasan serta operasional Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi:
      a. bidang prasarana Jalan;
      b. bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
          Angkutan Jalan; dan
      c. bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
          dan Pengemudi, penegakan hukum, operasional
          Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
          pendidikan berlalu lintas.

                   Pasal 246

(1)   Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245
      ayat (2) merupakan subsistem dalam Sistem Informasi
      dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)   Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan terpadu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dikendalikan oleh pusat kendali yang
      mengintegrasikan data, informasi, dan komunikasi dari
      setiap subsistem.

(3)   Data, informasi, dan komunikasi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) harus dapat diakses oleh setiap pembina
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                 Bagian Kedua
  Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi

                   Pasal 247

(1)   Dalam mewujudkan Sistem Informasi dan Komunikasi
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 246 ayat (1) setiap pembina Lalu Lintas dan
      Angkutan Jalan wajib mengelola subsistem informasi dan
      komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai
      dengan kewenangannya.
(2)   Subsistem informasi dan komunikasi yang dibangun oleh
      setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      terintegrasi dalam pusat kendali Sistem Informasi dan
      Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                                                 (3) Pusat . . .
                     - 116 -

(3)   Pusat kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dikelola oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                 Bagian Ketiga
Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi

                   Pasal 248

(1) Untuk memenuhi tugas pokok dan fungsi berbagai
    pemangku kepentingan, dikembangkan Sistem Informasi
    dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
    meliputi sistem terstruktur, jaringan informasi, jaringan
    komunikasi, dan pusat data.

(2)   Sistem    terstruktur,  jaringan  informasi,  jaringan
      komunikasi, dan pusat data meliputi:
      a. perencanaan;
      b. perumusan kebijakan;
      c. pemantauan;
      d. pengawasan;
      e. pengendalian;
      f. informasi geografi;
      g. pelacakan;
      h. informasi Pengguna Jalan;
      i. pendeteksian arus Lalu Lintas;
      j. pengenalan tanda nomor Kendaraan Bermotor;
          dan/atau
      k. pengidentifikasian Kendaraan Bermotor di Ruang
          Lalu Lintas.


                Bagian Keempat
Pusat Kendali Sistem Informasi dan Komunikasi

                   Pasal 249

(1)   Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu
      Lintas dan Angkutan Jalan berfungsi sebagai pusat:
      a. kendali;
      b. koordinasi;
      c. komunikasi;
                                                  d. data . . .
                      - 117 -

      d. data dan informasi terpadu;
      e. pelayanan masyarakat; dan
      f. rekam jejak elektronis untuk penegakan hukum.

(2)   Pengelolaan pusat kendali Sistem Informasi dan
      Komunikasi    Lalu    Lintas    dan    Angkutan  Jalan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
      mewujudkan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
      yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu.

(3)   Kegiatan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sekurang-kurangnya
      meliputi:
      a. pelayanan     kebutuhan      data,   informasi,    dan
         komunikasi tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
      b. dukungan tindakan cepat terhadap pelanggaran,
         kemacetan, dan kecelakaan serta kejadian lain yang
         berdampak terhadap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
      c. analisis, evaluasi terhadap pelanggaran, kemacetan,
         dan Kecelakaan Lalu Lintas;
      d. dukungan penegakan hukum dengan alat elektronik
         dan secara langsung;
      e. dukungan pelayanan Surat Izin Mengemudi, Surat
         Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan Buku Pemilik
         Kendaraan Bermotor;
      f. pemberian     informasi   hilang   temu     Kendaraan
         Bermotor;
      g. pemberian informasi kualitas baku mutu udara;
      h. dukungan      pengendalian    Lalu    Lintas    dengan
         pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli;
      i. dukungan pengendalian pergerakan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan; dan
      j. pemberian informasi tentang kondisi Jalan dan
         pelayanan publik.

                   Pasal 250

Data dan informasi pada pusat kendali Sistem Informasi dan
Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dapat
diakses dan digunakan oleh masyarakat.


                                                 Pasal 251 . . .
                     - 118 -

                   Pasal 251

Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dapat digunakan untuk penegakan hukum yang
meliputi:
a. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Lalu Lintas
    dan Angkutan Jalan atau kejahatan lain;
b. tindakan penanganan kecelakaan, pelanggaran, dan
    kemacetan Lalu Lintas oleh Kepolisian Negara Republik
    Indonesia; dan/atau
c. pengejaran,       penghadangan,      penangkapan, dan
    penindakan terhadap pelaku dan/atau kendaraan yang
    terlibat kejahatan atau pelanggaran Lalu Lintas.

                  Bagian Kelima
             Pengaturan Lebih Lanjut

                   Pasal 252

Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi dan
Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan
peraturan pemerintah.


                   BAB XVII
            SUMBER DAYA MANUSIA

                   Pasal 253

      Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib
(1)
      mengembangkan      sumber     daya    manusia    untuk
      menghasilkan petugas yang profesional dan memiliki
      kompetensi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

      Pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu
(2)
      Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan
      oleh:
      a. Pemerintah;
      b. Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
      c. lembaga swasta yang terakreditasi.


                                               Pasal 254 . . .
                     - 119 -

                   Pasal 254

(1)   Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan
      layanan      dan    kemudahan      serta    menjamin
      terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
      mekanik dan Pengemudi.

(2)   Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan
      pembinaan terhadap manajemen Perusahaan Angkutan
      Umum untuk meningkatkan kualitas pelayanan,
      Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                   Pasal 255

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sumber daya
manusia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur
dengan peraturan pemerintah.


                   BAB XVIII
          PERAN SERTA MASYARAKAT

                   Pasal 256

(1)   Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam
      penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)   Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) berupa:
      a. pemantauan dan penjagaan Keamanan, Keselamatan,
         Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
         Jalan;
      b. masukan kepada instansi pembina dan penyelenggara
         Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di tingkat pusat dan
         daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman,
         dan standar teknis di bidang Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan;
      c. pendapat dan pertimbangan kepada instansi pembina
         dan penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di
         tingkat pusat dan daerah terhadap kegiatan
         penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
         yang menimbulkan dampak lingkungan; dan
      d. dukungan terhadap penyelenggaraan Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan.
                                          (3) Pemerintah . . .
                     - 120 -

(3)   Pemerintah      dan/atau     Pemerintah        Daerah
      mempertimbangkan dan menindaklanjuti masukan,
      pendapat, dan/atau dukungan yang disampaikan oleh
      masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

                    Pasal 257

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
256 dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok,
organisasi   profesi, badan    usaha,    atau    organisasi
kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan
kemitraan.

                    Pasal 258

Masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana
dan prasarana jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu
lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.


                    BAB XIX
  PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN
      LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

                 Bagian Kesatu
                   Penyidikan

                    Pasal 259

(1)   Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan
      Jalan dilakukan oleh:
      a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
      b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
         wewenang khusus menurut Undang-Undang ini.

(2)   Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
      a. Penyidik; dan
      b. Penyidik Pembantu.


                                               Paragraf 1 . . .
                      - 121 -

                    Paragraf 1
Kewenangan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia

                     Pasal 260

  (1) Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan
      tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik
      Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-
      Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang
      tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang
      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:
      a. memberhentikan,        melarang,    atau    menunda
          pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan
          Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan
          berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil
          kejahatan;
      b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan
          berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang
          Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
      c. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik
          Kendaraan      Bermotor,    dan/atau     Perusahaan
          Angkutan Umum;
      d. melakukan       penyitaan    terhadap    Surat    Izin
          Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat
          Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda
          Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji
          sebagai barang bukti;
      e. melakukan penindakan terhadap tindak pidana
          pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut
          ketentuan peraturan perundang-undangan;
      f. membuat       dan   menandatangani     berita   acara
          pemeriksaan;
      g. menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup
          bukti;
      h. melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak
          pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
      i. melakukan tindakan lain menurut hukum secara
          bertanggung jawab.

  (2) Pelaksanaan penindakan pelanggaran dan penyidikan
      tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan   sesuai  dengan   ketentuan  peraturan
      perundang-undangan.

                                                 Pasal 261 . . .
                      - 122 -

                     Pasal 261

Penyidik Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259
ayat (2) huruf b mempunyai wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1), kecuali mengenai
penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1)
huruf h yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang
dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                     Paragraf 2
      Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

                     Pasal 262

      Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
(1)
      dalam Pasal 259 ayat (1) huruf b berwenang untuk:
      a. melakukan       pemeriksaan      atas    pelanggaran
         persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan
         Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian
         dan peralatan khusus;
      b. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan
         angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan
         Bermotor Umum;
      c. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan
         dan/atau dimensi Kendaraan Bermotor di tempat
         penimbangan yang dipasang secara tetap;
      d. melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan
         Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis
         dan laik jalan;
      e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik
         Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan
         Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik
         jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan;
         dan/atau
      f. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau
         surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas
         pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a,
         huruf b, dan huruf c dengan membuat dan
         menandatangani berita acara pemeriksaan.
      Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
(2)
      dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Terminal
      dan/atau tempat alat penimbangan yang dipasang secara
      tetap.

                                                 (3) Dalam . . .
                       - 123 -

        Dalam hal kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
  (3)
        (1) dilaksanakan di Jalan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
        wajib berkoordinasi dengan dan harus didampingi oleh
        Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                     Paragraf 3
Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

                      Pasal 263

  (1)   Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku
        koordinator dan pengawas, melaksanakan pembinaan
        dan pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil
        di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  (2)   Dalam melaksanakan kewenangannya Penyidik Pegawai
        Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan Penyidik
        Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  (3)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
        pada ayat (1) wajib menyerahkan berkas perkara hasil
        penyidikan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
        beserta barang bukti kepada pengadilan melalui Penyidik
        Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  (4)   Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
        sesuai  dengan  ketentuan peraturan  perundang-
        undangan.


                  Bagian Kedua
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                     Paragraf 1
        Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan

                     Pasal 264

  Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan oleh:
  a. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
  b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan
     Angkutan Jalan.


                                                  Pasal 265 . . .
                     - 124 -

                   Pasal 265

(1)   Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 264 meliputi pemeriksaan:
      a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan
         Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,
         Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba
         Kendaraan Bermotor;
      b. tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji;
      c. fisik Kendaraan Bermotor;
      d. daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang;
         dan/atau
      e. izin penyelenggaraan angkutan.

(2)   Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berkala
      atau insidental sesuai dengan kebutuhan.

(3)   Untuk melaksanakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas Kepolisian
      Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
      a. menghentikan Kendaraan Bermotor;
      b. meminta keterangan kepada Pengemudi; dan/atau
      c. melakukan tindakan lain menurut hukum secara
         bertanggung jawab.

                   Pasal 266

(1)   Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) dapat dilakukan
      secara insidental oleh petugas Kepolisian Negara
      Republik Indonesia.

(2)   Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) huruf b sampai
      dengan huruf e dapat dilakukan secara insidental oleh
      Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

(3)   Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara
      berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (2)
      dalam keadaan tertentu dilakukan secara gabungan oleh
      petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
      Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

                                             (4) Penyidik . . .
                           - 125 -

      (4)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan
            pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana
            dimaksud pada ayat (2) wajib didampingi oleh petugas
            Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                        Paragraf 2
Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

                         Pasal 267

            Setiap pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan
      (1)
            Jalan yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat
            dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan
            pengadilan.

            Acara pemeriksaan cepat sebagaimana dimaksud pada
      (2)
            ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.

            Pelanggar yang tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud
      (3)
            pada ayat (2) dapat menitipkan denda kepada bank yang
            ditunjuk oleh Pemerintah.

            Jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebagaimana
      (4)
            dimaksud pada ayat (3) sebesar denda maksimal yang
            dikenakan untuk setiap pelanggaran Lalu Lintas dan
            Angkutan Jalan.

            Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam
      (5)
            berkas bukti pelanggaran.

                         Pasal 268

      (1)   Dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana
            denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkan,
            sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar
            untuk diambil.

      (2)   Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
            yang tidak diambil dalam waktu 1 (satu) tahun sejak
            penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara.

                         Pasal 269

      (1)   Uang denda yang ditetapkan pengadilan sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 267 ayat (1) disetorkan ke kas
            negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.

                                                   (2) Sebagian . . .
                      - 126 -

(2)   Sebagian penerimaan negara bukan pajak sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dialokasikan sebagai insentif bagi
      petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
      Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan
      penegakan hukum di Jalan yang pelaksanaannya sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                  Bagian Ketiga
            Penanganan Benda Sitaan

                    Pasal 270

(1)   Penyidik    Kepolisian   Negara   Republik    Indonesia
      berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan
      penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan
      tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)   Benda sitaan disimpan di rumah penyimpanan benda
      sitaan negara.

(3)   Dalam hal belum ada rumah penyimpanan benda sitaan
      negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan
      benda sitaan dapat dilakukan di kantor Kepolisian
      Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di
      kantor pengadilan negeri, dan dalam keadaan memaksa
      di tempat penyimpanan lain, atau tetap di tempat semula
      benda itu disita.

(4)   Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda
      sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
      Pidana.

                    Pasal 271

(1)   Penyidik wajib mengidentifikasi dan mengumumkan
      benda sitaan Kendaraan Bermotor yang belum diketahui
      pemiliknya melalui media massa.

(2)   Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      menyebutkan ciri-ciri Kendaraan Bermotor, tempat
      penyimpanan, dan tanggal penyitaan.

                                          (3) Pengumuman . . .
                     - 127 -

(3)   Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6
      (enam) bulan.

(4)   Benda   sitaan   Kendaraan    Bermotor  sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) setelah lewat waktu 1 (satu)
      tahun dan belum diketahui pemiliknya dapat dilelang
      untuk negara berdasarkan penetapan pengadilan.

                    Pasal 272

(1)   Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di
      bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan
      peralatan elektronik.

(2)   Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat
      bukti di pengadilan.


                    BAB XX

              KETENTUAN PIDANA

                    Pasal 273

(1)   Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan
      patut    memperbaiki     Jalan    yang    rusak    yang
      mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan
      korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan
      dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6
      (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00
      (dua belas juta rupiah).

(2)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
      paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
      rupiah).

(3)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
      tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00
      (seratus dua puluh juta rupiah).

                                        (4) Penyelenggara . . .
                      - 128 -

(4)   Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau
      rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau
      denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima
      ratus ribu rupiah).

                    Pasal 274
(1)   Setiap orang yang melakukan perbuatan yang
      mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi
      Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
      tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
      puluh empat juta rupiah).
(2)   Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan
      perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi
      perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      28 ayat (2).
                    Pasal 275
(1)   Setiap orang yang melakukan             perbuatan yang
      mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu
      Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
      fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana
      dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
      denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima
      puluh ribu rupiah).
(2)   Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka
      Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan
      Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak
      berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
      tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
      puluh juta rupiah).
                     Pasal 276
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
Umum dalam trayek tidak singgah di Terminal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

                                                  Pasal 277 . . .
                   - 129 -

                  Pasal 277

Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta
gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik
Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan
Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta
gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang
dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban
uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).

                  Pasal 278

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak dilengkapi
dengan perlengkapan       berupa ban cadangan, segitiga
pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan
pertolongan pertama pada kecelakaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

                  Pasal 279

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
Jalan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu
keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2
(dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah).

                  Pasal 280

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau
denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).



                                             Pasal 281 . . .
                     - 130 -

                    Pasal 281
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
Jalan yang tidak memiliki         Surat Izin Mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

                   Pasal 282

Setiap Pengguna Jalan yang tidak mematuhi perintah yang
diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah).
                   Pasal 283
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau
dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan
gangguan      konsentrasi dalam   mengemudi    di   Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh
ribu rupiah).
                   Pasal 284
Setiap orang yang mengemudikan       Kendaraan Bermotor
dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau
pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan
atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah).
                   Pasal 285
(1)   Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan
      yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan
      yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu
      rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat
      pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto
      Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
      kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling
      banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
      rupiah).

                                              (2) Setiap . . .
                     - 131 -

(2)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi
      persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson,
      lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas
      dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu
      rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat
      pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan,
      spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau
      penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
      ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana
      kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling
      banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
                    Pasal 286
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi
persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
                    Pasal 287
(1)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan
      yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka
      Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4)
      huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2
      (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00
      (lima ratus ribu rupiah).
(2)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan
      yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c
      dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
      bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima
      ratus ribu rupiah).
(3)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d
      atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana
      dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
      denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima
      puluh ribu rupiah).

                                                 (4) Setiap . . .
                     - 132 -

(4)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan
      atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang
      menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat
      (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana
      kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling
      banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
      rupiah).

(5)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling
      tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a
      dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
      bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima
      ratus ribu rupiah).

(6)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan
      dan penempelan dengan Kendaraan lain sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana
      dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
      denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima
      puluh ribu rupiah).

                    Pasal 288

(1)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda
      Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba
      Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian
      Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana
      kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling
      banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(2)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin
      Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana
      kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda
      paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
      rupiah).

                                               (3) Setiap . . .
                     - 133 -


(3)   Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang
      umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan
      kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat
      keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c
      dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
      bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima
      ratus ribu rupiah).

                   Pasal 289

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor atau
Penumpang yang duduk di samping Pengemudi yang tidak
mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

                   Pasal 290

Setiap orang yang mengemudikan dan menumpang
Kendaraan Bermotor selain Sepeda Motor yang tidak
dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan
sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

                   Pasal 291

(1)   Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak
      mengenakan      helm    standar nasional  Indonesia
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8)
      dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
      bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua
      ratus lima puluh ribu rupiah).

(2)   Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang
      membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8)
      dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
      bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua
      ratus lima puluh ribu rupiah).


                                              Pasal 292 . . .
                     - 134 -

                   Pasal 292

Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta
samping yang mengangkut Penumpang lebih dari 1 (satu)
orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (9)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan
atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).

                   Pasal 293

(1)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
      Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari
      dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling
      lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak
      Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2)   Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan
      tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2)
      dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima
      belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00
      (seratus ribu rupiah).

                   Pasal 294

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat
dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah).

                   Pasal 295

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
akan berpindah lajur atau bergerak ke samping tanpa
memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu rupiah).


                                              Pasal 296 . . .
                    - 135 -

                  Pasal 296
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada
perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti
ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah
mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

                  Pasal 297
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115
huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah).
                   Pasal 298
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
tidak memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan
bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir
dalam keadaan darurat di Jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 121 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
                   Pasal 299
Setiap orang yang mengendarai Kendaraan Tidak Bermotor
yang dengan sengaja berpegang pada Kendaraan Bermotor
untuk     ditarik, menarik    benda-benda     yang   dapat
membahayakan Pengguna Jalan lain, dan/atau menggunakan
jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
122 huruf a, huruf b, atau huruf c dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling
banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
                  Pasal 300
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan
atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor
Umum yang:
a. tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan atau tidak
   menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan
   mendahului atau mengubah arah sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 124 ayat (1) huruf c;

                                                 b. tidak . . .
                    - 136 -

b. tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan
   dan/atau     menurunkan    Penumpang         sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf d; atau
c. tidak menutup pintu kendaraan selama Kendaraan
   berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1)
   huruf e.

                   Pasal 301
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
angkutan barang yang tidak menggunakan jaringan jalan
sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 125 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

                   Pasal 302
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat
yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang
selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan
selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

                   Pasal 303

Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk
mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu rupiah).

                   Pasal 304

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan angkutan orang
dengan tujuan tertentu yang menaikkan atau menurunkan
Penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan
Kendaraan angkutan tidak sesuai dengan angkutan untuk
keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat
(1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah).

                                               Pasal 305 . . .
                     - 137 -

                    Pasal 305

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
mengangkut barang khusus yang tidak memenuhi ketentuan
tentang persyaratan keselamatan, pemberian tanda barang,
Parkir, bongkar dan muat, waktu operasi dan rekomendasi
dari instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf
f dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan
atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah).

                    Pasal 306

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan
barang yang tidak dilengkapi surat muatan dokumen
perjalanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan
atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).

                    Pasal 307

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan
mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi
kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan
atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah).

                    Pasal 308

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan
atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah), setiap orang yang mengemudikan        Kendaraan
Bermotor Umum yang:
a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang
   dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173
   ayat (1) huruf a;
b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang
   tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal
   173 ayat (1) huruf b;
c. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang
   khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
   173 ayat (1) huruf c; atau
                                            d. menyimpang . . .
                     - 138 -

d. menyimpang dari izin yang       ditentukan   sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 173.

                   Pasal 309

Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya
untuk penggantian kerugian yang diderita oleh Penumpang,
pengirim barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 189 dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

                   Pasal 310

(1)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan
      Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau
      barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2),
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
      bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00
      (satu juta rupiah).

(2)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan
      Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan
      Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
      paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3)   Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
      yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan
      Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
      denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
      rupiah).

(4)   Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
      tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00
      (dua belas juta rupiah).


                                                Pasal 311 . . .
                     - 139 -

                   Pasal 311

(1)   Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan
      Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang
      membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
      paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
      kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
      denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta
      rupiah).
(3)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
      korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau
      barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3),
      pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
      (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00
      (delapan juta rupiah).
(4)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
      korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara
      paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
      banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(5)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
      belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00
      (dua puluh empat juta rupiah).

                    Pasal 312

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak
menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan,
atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

                                              Pasal 313 . . .
                      - 140 -

                    Pasal 313

Setiap orang yang tidak mengasuransikan awak Kendaraan
dan penumpangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima
ratus ribu rupiah).

                    Pasal 314

Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak
pidana Lalu Lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang
diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.

                    Pasal 315

(1)   Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan
      Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan
      terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau
      pengurusnya.

(2)   Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan
      Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang
      dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), dijatuhkan pula pidana denda paling
      banyak dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
      ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

(3)   Selain pidana denda, Perusahaan Angkutan Umum dapat
      dijatuhi pidana tambahan berupa pembekuan sementara
      atau pencabutan izin penyelenggaraan angkutan bagi
      kendaraan yang digunakan.

                    Pasal 316

(1)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274,
      Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal
      280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal
      285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal
      290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal
      295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal
      300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal
      305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan
      Pasal 313 adalah pelanggaran.

                                              (2) Ketentuan . . .
                     - 141 -

(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273,
      Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan
      Pasal 312 adalah kejahatan.

                    Pasal 317

Dalam hal nilai tukar mata uang rupiah mengalami
penurunan, besaran nilai denda sebagaimana dimaksud
dalam Bab XX dapat ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.


                    BAB XXI
             KETENTUAN PERALIHAN

                    Pasal 318

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pendidikan dan
pelatihan Pengemudi yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan dan pelatihan Pengemudi tetap berlangsung
sesuai dengan izin yang diberikan dengan ketentuan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun wajib disesuaikan
dengan Undang-Undang ini.

                     Pasal 319

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, audit yang
sedang dilaksanakan oleh auditor Pemerintah tetap dijalankan
sampai dengan selesainya audit.


                    BAB XXII

             KETENTUAN PENUTUP

                     Pasal 320

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan
paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku.

                    Pasal 321

Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dibentuk paling
lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

                                                 Pasal 322 . . .
                   - 142 -



                  Pasal 322

Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan harus dibentuk paling lama 2 (dua)
tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

                  Pasal 323

Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan harus berfungsi paling
lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

                  Pasal 324

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480)
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang
ini.

                  Pasal 325

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3480) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

                  Pasal 326

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.




                                                  Agar . . .
                                   - 143 -

               Agar   setiap  orang    mengetahuinya,    memerintahkan
               pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
               dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                 Disahkan di Jakarta
                                 pada tanggal 22 Juni 2009

                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                                               ttd


                                 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,


                  ttd

           ANDI MATTALATTA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 96



       Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
    Bidang Perekonomian dan Industri,




           Setio Sapto Nugroho
                              PENJELASAN
                                    ATAS
                    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 22 TAHUN 2009

                                  TENTANG

                      LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN




I.   UMUM


     Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik
     Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas
     beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara
     dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang
     sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi,
     pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional,
     serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan
     bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
     diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
     Tahun 1945.

     Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam
     mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari
     upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai
     bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
     harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan
     keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan
     dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan
     ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas
     penyelenggaraan negara.

     Dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan
     Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait
     (stakeholders) sebagai berikut:



                                                               1) urusan . . .
                                -2-

     urusan pemerintahan di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian
1)
     yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
     urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
2)
     dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di
     bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
     urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas
3)
     dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di
     bidang industri;
     urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas
4)
     dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di
     bidang teknologi; dan
     urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan
5)
     Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional
     Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas
     oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan
tanggung jawab setiap pembina bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib,
lancar, dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Terhadap hal-hal yang bersifat teknis operasional, yang semula dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya,
dalam Undang-Undang ini telah diatur secara tegas dan terperinci dengan
maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga tidak
memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan
pelaksanaannya.

Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang
ini, selain untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain,
juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian nasional,
mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga
mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang ini juga
ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just
culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan
berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang
berkesinambungan.

                                                              Dalam . . .
                                 -3-

Dalam Undang-Undang ini juga disempurnakan terminologi mengenai
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan,
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta
pengelolaannya.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis global
yang membutuhkan ketangguhan bangsa untuk berkompetisi dalam
persaingan global serta untuk memenuhi tuntutan paradigma baru yang
mendambakan pelayanan Pemerintah yang lebih baik, transparan, dan
akuntabel, di dalam Undang-Undang ini dirumuskan berbagai terobosan
yang visioner dan perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan
dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.

Undang-Undang ini berdasar pada semangat bahwa penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang bersifat lintas sektor harus dilaksanakan
secara terkoordinasi oleh para pembina beserta para pemangku
kepentingan (stakeholders) lainnya. Guna mengatasi permasalahan yang
sangat kompleks, Undang-Undang ini mengamanatkan dibentuknya forum
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut merupakan badan ad hoc
yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergiskan tugas pokok dan
fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dalam rangka menganalisis permasalahan, menjembatani, menemukan
solusi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dan bukan sebagai aparat
penegak hukum.

Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut mempunyai tugas
melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan
keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan keanggotaan forum tersebut terdiri
atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.

Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka
kecelakaan, dalam Undang-Undang ini telah dicantumkan pula dasar
hukum mengenai Dana Preservasi Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya
digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan


                                                          rekonstruksi . . .
                                  -4-

rekonstruksi jalan, yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan
prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan
kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh Unit Pengelola Dana
Preservasi Jalan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada
Menteri yang membidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan industri di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa
Pemerintah berkewajiban mendorong industri dalam negeri, antara lain
dengan cara memberikan fasilitas, insentif, dan menerapkan standar
produk peralatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pengembangan
industri mencakup pengembangan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dengan cara dan metode rekayasa, produksi, perakitan, dan
pemeliharaan serta perbaikan.

Untuk menekan angka Kecelakaan Lalu Lintas yang dirasakan sangat
tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara
komprehensif   yang    mencakup     upaya    pembinaan,     pencegahan,
pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan
melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan
hukum serta pembinaan sumber daya manusia.

Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan
jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan Kendaraan, termasuk
pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih intensif.
Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan
modernisasi sarana dan Prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan hukum
dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang
lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.

Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Undang-Undang ini mengatur pula perlakuan
khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita
hamil, dan orang sakit. Bentuk perlakuan khusus yang diberikan oleh
Pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan prasarana fisik
atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan, dan fasilitas
pelayanan.

                                                                  Untuk . . .
                               -5-

Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang ini mengatur dan
mengamanatkan adanya Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh
setiap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu. Pengelolaan Sistem
Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi
Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dilaksanakan secara terintegrasi melalui pusat kendali dan data.

Undang-Undang ini juga menegaskan keberadaan serta prosedur
pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) untuk
menjamin kelancaran pelayanan administrasi Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang meliputi registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan
Pengemudi serta Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Sumbangan
Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLL).

Dalam rangka memajukan usaha di bidang angkutan umum, Undang-
Undang ini juga mengatur secara terperinci ketentuan teknis operasional
mengenai persyaratan badan usaha angkutan Jalan agar mampu tumbuh
sehat, berkembang, dan kompetitif secara nasional dan internasional.
Selanjutnya, untuk membuka daerah terpencil di seluruh wilayah
Indonesia, Undang-Undang ini tetap menjamin pelayanan angkutan Jalan
perintis dalam upaya peningkatan kegiatan ekonomi.

Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang-
Undang ini mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan
bermotor. Setiap jenis Kendaraan Bermotor yang berpotensi menyebabkan
Kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib
dilakukan uji berkala.

Untuk memenuhi kebutuhan angkutan publik, dalam norma Undang-
Undang ini juga ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin
tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan
terjangkau menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dalam pelaksanaanya
Pemerintah dapat melibatkan swasta.


                                                             Dalam . . .
                                -6-

Dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan
jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas tersebut meliputi kegiatan
perencanaan,    pengaturan,    perekayasaan,  pemberdayaan,    dan
pengawasan.

Untuk menangani masalah Kecelakaan Lalu Lintas, pencegahan
kecelakaan dilakukan melalui partisipasi para pemangku kepentingan,
pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global.
Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dimaksud, dilakukan dengan pola
penahapan, yaitu program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang. Selain itu, untuk menyusun program pencegahan kecelakaan
dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Berkaitan dengan tugas dan wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini
diatur bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya PPNS agar
selalu berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
koordinator dan pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan serta adanya
kepastian hukum sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan, antara lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan penerapan sanksi pidana
diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan
sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun,
terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan
sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat
menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu
membebani masyarakat.

Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai
sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa
peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda.
Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula
kepada pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka
meningkatkan      efektivitas  penegakan hukum    diterapkan  sistem
penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian
insentif bagi petugas yang berprestasi.

                                                     Undang-Undang . . .
                                      -7-


      Undang-Undang ini pada dasarnya diatur secara komprehensif dan
      terperinci. Namun, untuk melengkapi secara operasional, diatur ketentuan
      secara teknis ke dalam peraturan pemerintah, peraturan Menteri, dan
      peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

      Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 14
      Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dicabut dan
      dinyatakan tidak berlaku. Untuk menghindari kekosongan hukum, semua
      peraturan pelaksanaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
      bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-
      Undang ini.


II.   PASAL DEMI PASAL


      Pasal 1
          Cukup jelas.

      Pasal 2
          Huruf a
              Yang dimaksud dengan "asas transparan" adalah keterbukaan
              dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada
              masyarakat luas dalam memperoleh informasi yang benar, jelas,
              dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan
              berpartisipasi bagi pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan
              Jalan.

          Huruf b
              Yang    dimaksud   dengan    "asas  akuntabel"     adalah
              penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat
              dipertanggungjawabkan.

          Huruf c
              Yang    dimaksud   dengan   "asas  berkelanjutan" adalah
              penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui pengaturan
              persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana umum
              pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan
              Angkutan Jalan.



                                                                   Huruf d . . .
                              -8-

    Huruf d
        Yang dimaksud dengan "asas partisipatif" adalah pengaturan
        peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan,
        pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, penanganan
        kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan
        Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Huruf e
        Yang dimaksud dengan "asas bermanfaat" adalah semua
        kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
        dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka
        mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

    Huruf f
        Yang dimaksud dengan "asas efisien dan efektif" adalah
        pelayanan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
        Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina pada jenjang
        pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.

    Huruf g
        Yang    dimaksud    dengan   "asas  seimbang"      adalah
        penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus
        dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan
        prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa
        dan penyelenggara.

    Huruf h
        Yang dimaksud dengan "asas terpadu" adalah penyelenggaraan
        pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan
        dengan mengutamakan keserasian dan kesalingbergantungan
        kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi pembina.

    Huruf i
        Yang dimaksud dengan "asas mandiri" adalah upaya
        penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui
        pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.

Pasal 3
    Cukup jelas.

Pasal 4
    Cukup jelas.

Pasal 5
    Cukup jelas.
                                                         Pasal 6 . . .
                              -9-


Pasal 6
    Cukup jelas.

Pasal 7
    Cukup jelas.

Pasal 8
    Cukup jelas.

Pasal 9
    Cukup jelas.

Pasal 10
    Cukup jelas.

Pasal 11
    Cukup jelas.

Pasal 12
    Cukup jelas.

Pasal 13
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan"
         adalah badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk
         menyinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi
         penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka:
         a. menganalisis permasalahan;
         b. menjembatani, menemukan solusi, dan meningkatkan
             kualitas pelayanan; dan
         c. bukan sebagai aparat penegak hukum.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

                                                         Pasal 14 . . .
                             - 10 -

Pasal 14
    Cukup jelas.

Pasal 15
    Cukup jelas.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Cukup jelas.

Pasal 18
    Cukup jelas.

Pasal 19
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah dalam hal
         berikut:
         a. Lalu Lintas yang membutuhkan Prasarana Jalan adalah
             Lalu Lintas dengan muatan sumbu terberat kurang dari 8
             (delapan) ton; dan/atau
         b. Penyelenggara Jalan belum mampu membiayai penyediaan
             Prasarana Jalan untuk Lalu Lintas dengan muatan sumbu
             terberat paling berat 8 (delapan) ton.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 20
    Cukup jelas.

Pasal 21
    Cukup jelas.

                                                        Pasal 22 . . .
                   - 11 -

Pasal 22
    Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.

Pasal 25
    Cukup jelas.

Pasal 26
    Cukup jelas.

Pasal 27
    Cukup jelas.

Pasal 28
    Cukup jelas.

Pasal 29
    Cukup jelas.

Pasal 30
    Cukup jelas.

Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
    Cukup jelas.

Pasal 33
    Cukup jelas.

Pasal 34
    Cukup jelas.

Pasal 35
    Cukup jelas.


                            Pasal 36 . . .
                                - 12 -

Pasal 36
    Cukup jelas.

Pasal 37
    Cukup jelas.

Pasal 38
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "fasilitas utama" adalah jalur
         keberangkatan, jalur kedatangan, ruang tunggu penumpang,
         tempat naik turun penumpang, tempat parkir kendaraan, papan
         informasi, kantor pengendali terminal, dan loket.
         Yang dimaksud dengan "fasilitas penunjang" antara lain adalah
         fasilitas untuk penyandang cacat, fasilitas kesehatan, fasilitas
         umum, fasilitas peribadatan, pos kesehatan, pos polisi, dan alat
         pemadam kebakaran.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 39
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "lingkungan kerja Terminal" adalah
         lingkungan yang berkaitan langsung dengan fasiltas Terminal
         dan dibatasi dengan pagar.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "penyelenggara Terminal" adalah unit
         pelaksana teknis dari Pemerintah Daerah.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 40
    Cukup jelas.

Pasal 41
    Cukup jelas.

Pasal 42
    Cukup jelas.

                                                             Pasal 43 . . .
                            - 13 -


Pasal 43
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "Parkir untuk umum" adalah tempat
         untuk memarkir kendaraan dengan dipungut biaya.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 44
    Cukup jelas.

Pasal 45
    Ayat (1)
         Huruf a
             Cukup jelas.
         Huruf b
             Cukup jelas.
         Huruf c
             Yang dimaksud dengan "tempat penyeberangan" dapat
             berupa zebra cross dan penyeberangan yang berupa
             jembatan atau terowongan.
         Huruf d
             Cukup jelas.
         Huruf e
             Cukup jelas.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
Pasal 46
    Cukup jelas.
Pasal 47
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

                                                     Ayat (2) . . .
                                 - 14 -

    Ayat (2)
         Huruf a
             Cukup jelas.

         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "mobil penumpang" adalah
             Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat
             duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk
             Pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga
             ribu lima ratus) kilogram.

         Huruf c
             Yang dimaksud dengan "mobil bus" adalah Kendaraan
             Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk
             lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi
             atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)
             kilogram.

         Huruf d
             Yang dimaksud dengan "mobil barang" adalah Kendaraan
             Bermotor yang digunakan untuk angkutan barang.

         Huruf e
             Yang dimaksud dengan "kendaraan khusus" adalah
             Kendaraan Bermotor yang dirancang khusus yang memiliki
             fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain:
             a. Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia;
             b. Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik
                 Indonesia;
             c. alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas
                 (stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane; serta
             d. Kendaraan khusus penyandang cacat.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 48
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

                                                               Ayat (2) . . .
                          - 15 -

Ayat (2)
     Huruf a
         Yang dimaksud dengan "susunan" terdiri atas:
         a. rangka landasan;
         b. motor penggerak;
         c. sistem pembuangan;
         d. sistem penerus daya;
         e. sistem roda-roda;
         f. sistem suspensi;
         g. sistem alat kemudi;
         h. sistem rem;
         i. sistem lampu dan alat pemantul cahaya, terdiri atas:
             1. lampu utama dekat, warna putih, atau kuning
                muda;
             2. lampu utama jauh, warna putih, atau kuning muda;
             3. lampu penunjuk arah, warna kuning tua dengan
                sinar kelap-kelip;
             4. lampu rem, warna merah;
             5. lampu posisi depan, warna putih atau kuning muda;
             6. lampu posisi belakang, warna merah; dan
             7. lampu mundur, warna putih atau kuning muda;
         j. komponen pendukung, yang terdiri atas:
             1. pengukur kecepatan (speedometer);
             2. kaca spion;
             3. penghapus kaca kecuali sepeda motor;
             4. klakson;
             5. spakbor; dan
             6. bumper kecuali sepeda motor.

    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "perlengkapan" terdiri atas:
        a. sabuk keselamatan;
        b. ban cadangan;
        c. segitiga pengaman;
        d. dongkrak;
        e. pembuka roda;
        f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi
            Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih, yang
            tidak memiliki rumah-rumah; dan
        g. peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.

                                                      Huruf c . . .
                      - 16 -

Huruf c
    Yang dimaksud dengan "ukuran" adalah dimensi utama
    Kendaraan Bermotor, antara lain panjang, lebar, tinggi,
    julur depan (front over hang), julur belakang (rear over
    hang), dan sudut pergi (departure angle).

Huruf d
    Yang dimaksud dengan "karoseri" adalah badan kendaraan,
    antara lain kaca-kaca, pintu, engsel, tempat duduk, tempat
    pemasangan tanda nomor Kendaraan Bermotor, tempat
    keluar darurat (khusus mobil bus), tangga (khusus mobil
    bus), dan perisai kolong (khusus mobil barang).

Huruf e
    Yang dimaksud dengan "rancangan teknis kendaraan
    sesuai dengan peruntukannya" adalah rancangan yang
    sesuai dengan fungsi:
    a. kendaraan bermotor untuk mengangkut orang; atau
    b. kendaraan bermotor untuk mengangkut barang.

Huruf f
    Yang dimaksud dengan "pemuatan" adalah tata cara untuk
    memuat orang dan/atau barang.

Huruf g
    Yang dimaksud dengan "penggunaan" adalah cara
    menggunakan    Kendaraan Bermotor sesuai dengan
    peruntukannya.

Huruf h
    Yang dimaksud dengan "penggandengan Kendaraan
    Bermotor" adalah cara menggandengkan Kendaraan
    Bermotor dengan menggunakan alat perangkai.

Huruf i
    Yang dimaksud dengan "penempelan Kendaraan Bermotor"
    adalah cara menempelkan Kendaraan Bermotor dengan:
    a. menggunakan alat perangkai;
    b. menggunakan roda kelima yang dilengkapi dengan alat
        pengunci; dan
    c. dilengkapi kaki-kaki penopang.


                                                  Ayat (3) . . .
                              - 17 -

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 49
     Cukup jelas.

Pasal 50
     Cukup jelas.

Pasal 51
     Cukup jelas.

Pasal 52
     Cukup jelas.

Pasal 53
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Huruf a
             Cukup jelas.

         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "izin dari Pemerintah" adalah izin
             dari kementerian negara yang membidangi sarana dan
             Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan
             rekomendasi dari kementerian yang membidangi industri,
             dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

         Huruf c
             Cukup jelas.

Pasal 54
     Cukup jelas.

                                                         Pasal 55 . . .
                                - 18 -

Pasal 55
     Cukup jelas.

Pasal 56
     Cukup jelas.

Pasal 57
     Cukup jelas.

Pasal 58
     Yang dimaksud dengan "perlengkapan       yang dapat mengganggu
     keselamatan berlalu lintas" adalah        pemasangan peralatan,
     perlengkapan, atau benda lain pada        Kendaraan yang dapat
     membahayakan keselamatan lalu lintas,     antara lain pemasangan
     bumper tanduk dan lampu menyilaukan.

Pasal 59
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" adalah
          Kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat
          berwarna merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama
          untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai
          tanda yang memerlukan perhatian khusus dari Pengguna Jalan
          untuk keselamatan.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "Kendaraan Bermotor yang memiliki hak
         utama" adalah Kendaraan Bermotor yang mendapat prioritas
         dan wajib didahulukan dari Pengguna Jalan lain.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

    Ayat (6)
         Cukup jelas.

    Ayat (7)
         Cukup jelas.

                                                           Pasal 60 . . .
                              - 19 -

Pasal 60
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "mempunyai kualitas tertentu" adalah
         bengkel umum yang mampu melakukan jenis pekerjaan
         perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, serta
         perbaikan sasis dan bodi.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

    Ayat (6)
         Cukup jelas.

Pasal 61
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "dimensi" adalah ukuran muatan yang
         didasarkan pada panjang, lebar, dan tinggi bak kendaraan yang
         memenuhi persyaratan keselamatan Kendaraan, Pengemudi,
         dan Pengguna Jalan lain.
         Yang dimaksud dengan "berat" adalah beban yang sesuai
         dengan kemampuan penarik atau pendorong, kemampuan rem,
         dan daya dukung sumbu roda sesuai dengan daya dukung
         Jalan.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.
Pasal 62
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

                                                           Ayat (2) . . .
                               - 20 -

     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan "fasilitas pendukung" antara lain berupa
          lajur khusus sepeda, fasilitas menyeberang khusus dan/atau
          bersamaan dengan Pejalan Kaki.
Pasal 63
     Cukup jelas.

Pasal 64
     Cukup jelas.

Pasal 65
     Cukup jelas.

Pasal 66
     Huruf a
         Cukup jelas.

    Huruf b
        Cukup jelas.
    Huruf c
        Yang dimaksud dengan "cek fisik Kendaraan Bermotor" adalah
        cek fisik yang disesuaikan dengan dokumen hasil uji tipe dan
        dokumen pendukung lain.
Pasal 67
     Cukup jelas.
Pasal 68
     Cukup jelas.
Pasal 69
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" meliputi:
          a. memindahkan kendaraan dari tempat penjual, distributor,
              atau pabrikan ke tempat tertentu untuk mengganti atau
              melengkapi komponen penting dari Kendaraan yang
              bersangkutan atau ke tempat pendaftaran Kendaraan
              Bermotor;
          b. memindahkan dari satu tempat penyimpanan di suatu pabrik
              ke tempat penyimpanan di pabrik lain;
          c. mencoba Kendaraan Bermotor baru sebelum kendaraan
              tersebut dijual;
          d. mencoba Kendaraan Bermotor yang sedang dalam taraf
              penelitian; atau

                                                   e. memindahkan . . .
                                - 21 -

         e. memindahkan Kendaraan Bermotor dari tempat penjual ke
            tempat pembeli.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
Pasal 70
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "pengesahan setiap tahun" adalah
         sebagai pengawasan tahunan terhadap registrasi dan identifikasi
         Kendaraan Bermotor serta menumbuhkan kepatuhan wajib
         pajak Kendaraan Bermotor.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 71
     Ayat (1)
          Huruf a
              Yang dimaksud dengan "bukti registrasi hilang atau rusak"
              adalah kehilangan atau kerusakan Buku Pemilik Kendaraan
              Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan/atau
              Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "spesifikasi teknis Kendaraan
             Bermotor diubah" adalah perubahan yang terjadi pada
             spesifikasi teknis Kendaraan Bermotor, antara lain perubahan
             mesin penggerak, perubahan karoseri, dan modifikasi.
              Yang dimaksud dengan "fungsi Kendaraan Bermotor diubah"
              adalah terjadinya perubahan fungsi Kendaraan Bermotor
              Umum menjadi Kendaraan Bermotor perseorangan atau
              sebaliknya.
         Huruf c
             Yang dimaksud dengan "beralih" adalah Kendaraan Bermotor
             yang telah dijual atau dihibahkan.
         Huruf d
             Cukup jelas.
                                                              Ayat (2) . . .
                              - 22 -

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 72
     Cukup jelas.

Pasal 73
     Cukup jelas.

Pasal 74
     Cukup jelas.

Pasal 75
     Cukup jelas.

Pasal 76
     Cukup jelas.

Pasal 77
     Cukup jelas.

Pasal 78
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Yang dimaksud dengan "akreditasi" mencakup kelembagaan,
         instruktur, kurikulum, kendaraan, pelatihan, dan sarana lain.

Pasal 79
     Cukup jelas.

Pasal 80
     Huruf a
         Cukup jelas.

                                                          Huruf b . . .
                                 - 23 -

    Huruf b
        Cukup jelas.
    Huruf c
        Yang dimaksud dengan "Kendaraan alat berat" antara lain
        traktor, stoomwaltz, forklift, loader, excavator, buldozer, dan
        crane.
    Huruf d
        Cukup jelas.
    Huruf e
        Cukup jelas.
Pasal 81
     Cukup jelas.
Pasal 82
     Cukup jelas.

Pasal 83
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Huruf a
             Cukup jelas.

         Huruf b
             Angka 1
                 Yang dimaksud dengan "tempat tertentu lainnya"
                 antara lain, Halte, pusat distribusi barang, pusat
                 pemerintahan,   pusat    pendidikan,   dan   pusat
                 perekonomian.
              Angka 2
                  Cukup jelas.
              Angka 3
                  Cukup jelas.

              Angka 4
                  Cukup jelas.

                                                           Angka 5 . . .
                                 - 24 -

              Angka 5
                  Cukup jelas.
    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 84
     Cukup jelas.

Pasal 85
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "Surat Izin Mengemudi bentuk lain"
          adalah Surat Izin Mengemudi yang bentuknya disesuaikan
          dengan perkembangan teknologi.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
    Ayat (4)
         Cukup jelas.
    Ayat (5)
         Cukup jelas.
Pasal 86
     Cukup jelas.

Pasal 87
     Cukup jelas.

Pasal 88
     Cukup jelas.

Pasal 89
     Cukup jelas.

Pasal 90
     Cukup jelas.

Pasal 91
     Cukup jelas.


                                                      Pasal 92 . . .
                                - 25 -

Pasal 92
     Cukup jelas.

Pasal 93
     Cukup jelas.

Pasal 94
     Ayat (1)
          Huruf a
              Cukup jelas.

         Huruf b
             Cukup jelas.

         Huruf c
             Cukup jelas.

         Huruf d
             Cukup jelas.

         Huruf e
             Cukup jelas.

         Huruf f
             Cukup jelas.

         Huruf g
             Cukup jelas.

         Huruf h
             Yang dimaksud dengan "tingkat pelayanan" adalah ukuran
             kuantitatif (rasio volume per kapasitas) dan kualitatif yang
             menggambarkan kondisi operasional, seperti kecepatan,
             waktu perjalanan, kebebasan bergerak, keamanan,
             keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam arus Lalu
             Lintas serta penilaian Pengemudi terhadap kondisi arus
             Lalu Lintas.

         Huruf i
             Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

                                                             Ayat (3) . . .
                                - 26 -

    Ayat (3)
         Huruf a
             Yang dimaksud dengan "perbaikan geometrik ruas jalan"
             adalah perbaikan terhadap bentuk dan dimensi jalan,
             antara lain radius, kemiringan, alinyemen (alignment), lebar,
             dan kanalisasi.

         Huruf b
             Cukup jelas.

         Huruf c
             Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 95
     Cukup jelas.

Pasal 96
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
    Ayat (4)
         Cukup jelas.
    Ayat (5)
         Cukup jelas.
    Ayat (6)
         Yang dimaksud dengan "jalan kota" adalah seluruh Jaringan
         Jalan yang berada dalam wilayah administratif kota, kecuali
         jalan nasional dan jalan provinsi.

Pasal 97
     Cukup jelas.
                                                             Pasal 98 . . .
                               - 27 -

Pasal 98
     Cukup jelas.

Pasal 99
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "pembangunan pusat kegiatan,
          permukiman, dan infrastruktur" adalah pembangunan baru,
          perubahan penggunaan lahan, perubahan intensitas tata guna
          lahan dan/atau perluasan lantai bangunan dan/atau perubahan
          intensitas penggunaan, perubahan kerapatan guna lahan
          tertentu, penggunaan lahan tertentu, antara lain Terminal,
          Parkir untuk umum di luar Ruang Milik Jalan, tempat pengisian
          bahan bakar minyak, dan fasilitas umum lain.
         Analisis dampak lalu lintas dalam implementasinya dapat
         diintegrasikan dengan analisis mengenai dampak lingkungan.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 100
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "instansi terkait di bidang Lalu Lintas
         dan Angkutan Jalan" adalah instansi yang membidangi Jalan,
         instansi yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 101
     Cukup jelas.

Pasal 102
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari adalah
         waktu yang disediakan untuk memberikan informasi kepada
         Pengguna Jalan.
                                                            Ayat (3) . . .
                                - 28 -

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 103
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "marka kotak kuning" adalah Marka
         Jalan berbentuk segi empat berwarna kuning yang berfungsi
         untuk melarang Kendaraan berhenti di suatu area.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 104
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah keadaan
          sistem Lalu Lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas
          yang disebabkan, antara lain, oleh:
          a. perubahan Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional;
          b. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas tidak berfungsi;
          c. adanya Pengguna Jalan yang diprioritaskan;
          d. adanya pekerjaan jalan;
          e. adanya bencana alam; dan/atau
          f. adanya Kecelakaan Lalu Lintas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 105
     Cukup jelas.


                                                           Pasal 106 . . .
                                - 29 -

Pasal 106
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "penuh konsentrasi" adalah setiap orang
          yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh
          perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah,
          mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau
          video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman
          yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga
          memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
    Ayat (4)
         Cukup jelas.
    Ayat (5)
         Huruf a
             Cukup jelas.
         Huruf b
             Cukup jelas.
         Huruf c
             Cukup jelas.
         Huruf d
             Yang dimaksud dengan "tanda bukti lain yang sah" adalah
             surat tanda bukti penyitaan sebagai pengganti Surat Tanda
             Nomor Kendaraan Bermotor, atau Surat Tanda Coba
             Kendaraan Bermotor, Surat Izin Mengemudi, dan kartu uji
             berkala.
    Ayat (6)
         Cukup jelas.

    Ayat (7)
         Cukup jelas.

    Ayat (8)
         Cukup jelas.

    Ayat (9)
         Cukup jelas.

                                                           Pasal 107 . . .
                               - 30 -

Pasal 107
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "kondisi tertentu" adalah kondisi jarak
          pandang terbatas karena gelap, hujan lebat, terowongan, dan
          kabut.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

Pasal 108
     Cukup jelas.

Pasal 109
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah jika lajur
         sebelah kanan atau paling kanan dalam keadaan macet, antara
         lain akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pohon tumbang, jalan
         berlubang, genangan air, Kendaraan mogok, antrean mengubah
         arah, atau Kendaraan bermaksud berbelok kiri.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 110
     Cukup jelas.

Pasal 111
     Cukup jelas.

Pasal 112
     Cukup jelas.

Pasal 113
     Cukup jelas.

Pasal 114
     Cukup jelas.

Pasal 115
     Cukup jelas.
                                                         Pasal 116 . . .
                               - 31 -


Pasal 116
     Cukup jelas.

Pasal 117
     Cukup jelas.

Pasal 118
     Huruf a
          Cukup jelas.

    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "tempat tertentu yang dapat
        membahayakan" adalah:
        a. tempat     penyeberangan      Pejalan    Kaki  atau   tempat
            penyeberangan sepeda yang telah ditentukan;
        b. jalur khusus Pejalan Kaki;
        c. tikungan;
        d. di atas jembatan;
        e. tempat     yang   mendekati      perlintasan  sebidang   dan
            persimpangan;
        f. di muka pintu keluar masuk pekarangan;
        g. tempat yang dapat menutupi Rambu Lalu Lintas atau Alat
            Pemberi Isyarat Lalu Lintas; atau
        h. berdekatan dengan keran pemadam kebakaran atau sumber
            air untuk pemadam kebakaran.

    Huruf c
        Cukup jelas.

Pasal 119
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "isyarat tanda berhenti" dapat berupa
          peralatan elektronik atau mekanik yang menunjukkan isyarat
          dengan tulisan berhenti.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

Pasal 120
     Cukup jelas.

                                                          Pasal 121 . . .
                                 - 32 -

Pasal 121
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "isyarat lain" antara lain lampu darurat
          dan senter.
         Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" adalah Kendaraan
         dalam keadaan mogok, Kecelakaan Lalu Lintas, dan mengganti
         ban.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.
Pasal 122
     Cukup jelas.
Pasal 123
     Cukup jelas.

Pasal 124
     Cukup jelas.

Pasal 125
     Yang dimaksud dengan "jaringan Jalan" adalah satu kesatuan
     jaringan yang terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan
     Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.

Pasal 126
     Cukup jelas.

Pasal 127
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "penyelenggaraan kegiatan di luar
          fungsinya" antara lain:
          a. kegiatan keagamaan;
          b. kegiatan kenegaraan;
          c. kegiatan olahraga; dan/atau
          d. kegiatan budaya.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "kepentingan pribadi" antara lain untuk
         pesta perkawinan, kematian, atau kegiatan lain.

                                                            Pasal 128 . . .
                               - 33 -

Pasal 128
     Cukup jelas.

Pasal 129
     Cukup jelas.

Pasal 130
     Cukup jelas.

Pasal 131
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "fasilitas lain" antara lain lampu yang
          ada tandanya bagi Pejalan Kaki.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 132
     Cukup jelas.

Pasal 133
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "retribusi pengendalian Lalu Lintas"
         adalah dana yang dipungut dari Pengguna Jalan yang akan
         memasuki ruas jalan atau kawasan yang telah ditetapkan.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.
Pasal 134
    Huruf a
         Cukup jelas.

                                                           Huruf b . . .
                            - 34 -

    Huruf b
       Cukup jelas.

    Huruf c
       Cukup jelas.

    Huruf d
       Cukup jelas.

    Huruf e
       Cukup jelas.

    Huruf f
       Cukup jelas.

    Huruf g
       Yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" adalah
       kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara
       lain, Kendaraan untuk penanganan ancaman bom,
       Kendaraan   pengangkut   pasukan,  Kendaraan   untuk
       penanganan huru-hara, dan Kendaraan untuk penanganan
       bencana alam.

Pasal 135
     Cukup jelas.

Pasal 136
     Cukup jelas.

Pasal 137
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Huruf a
             Cukup jelas.

         Huruf b
             Cukup jelas.
                                                  Huruf c . . .
                                - 35 -

         Huruf c
             Yang dimaksud dengan "kepentingan lain" adalah
             kepentingan     yang  dilakukan     untuk    mengatasi
             permasalahan keamanan, sosial, dan keadaan darurat yang
             disebabkan tidak dapat menggunakan mobil penumpang
             atau mobil bus.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 138
     Cukup jelas.

Pasal 139
     Cukup jelas.

Pasal 140
     Yang dimaksud dengan "trayek" adalah lintasan Kendaraan Bermotor
     Umum untuk pelayanan jasa angkutan, yang mempunyai asal dan
     tujuan perjalanan tetap, serta lintasan tetap, baik berjadwal maupun
     tidak berjadwal.

Pasal 141
     Cukup jelas.

Pasal 142
     Huruf a
          Yang dimaksud dengan "angkutan lintas batas negara" adalah
          angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas
          negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat
          dalam trayek.

    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "angkutan antarkota antarprovinsi"
        adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui daerah
        kabupaten/kota yang melewati satu daerah provinsi yang terikat
        dalam trayek.

    Huruf c
        Yang dimaksud dengan "angkutan antarkota dalam provinsi"
        adalah angkutan dari satu kota ke kota lain antardaerah
        kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi yang terikat dalam
        trayek.
                                                             Huruf d . . .
                               - 36 -

    Huruf d
        Yang dimaksud dengan "angkutan perkotaan" adalah angkutan
        dari satu tempat ke tempat lain dalam kawasan perkotaan yang
        terikat dalam trayek.
         Kawasan perkotaan yang dimaksud berupa:
         a. kota sebagai daerah otonom;
         b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau
         c. kawasan yang berada dalam bagian dari dua atau lebih
            daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri
            perkotaan.

    Huruf e
        Yang dimaksud dengan "angkutan perdesaan" adalah angkutan
        dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten
        yang tidak bersinggungan dengan trayek angkutan perkotaan.

Pasal 143
     Cukup jelas.

Pasal 144
     Cukup jelas.

Pasal 145
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "instansi terkait"      adalah   instansi
         pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 146
     Cukup jelas.

Pasal 147
     Cukup jelas.

Pasal 148
     Cukup jelas.

                                                         Pasal 149 . . .
                              - 37 -

Pasal 149
     Cukup jelas.

Pasal 150
     Cukup jelas.

Pasal 151
     Cukup jelas.

Pasal 152
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "dari pintu ke pintu" adalah pelayanan
          taksi dari tempat asal ke tempat tujuan (door to door).
         Yang dimaksud dengan "wilayah operasi" adalah kawasan
         tempat angkutan taksi beroperasi berdasarkan izin yang
         diberikan.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 153
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "keperluan lain" adalah angkutan yang
          digunakan untuk karyawan dan keperluan sosial, antara lain,
          melayat, olahraga, dan hajatan.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

Pasal 154
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "tanda khusus" antara lain adalah
         tulisan pariwisata dan nama perusahaan.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
Pasal 155
     Cukup jelas.

                                                        Pasal 156 . . .
                              - 38 -

Pasal 156
     Cukup jelas.

Pasal 157
     Cukup jelas.

Pasal 158
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "angkutan massal berbasis Jalan"
          adalah suatu sistem angkutan yang menggunakan mobil bus
          dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan
          peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal.
         Yang dimaksud dengan "kawasan perkotaan" adalah kawasan
         perkotaan megapolitan, kawasan metropolitan, dan kawasan
         perkotaan besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
         undangan.

    Ayat (2)
         Huruf a
             Cukup jelas.
         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "lajur khusus" adalah lajur yang
             disediakan untuk angkutan massal berbasis jalan sesuai
             dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
         Huruf c
             Yang dimaksud dengan "tidak berimpitan" adalah trayek
             angkutan umum memiliki kesamaan dengan trayek
             angkutan massal sehingga memungkinkan timbulnya
             persaingan yang tidak sehat.
         Huruf d
             Yang dimaksud dengan "angkutan pengumpan (feeder)"
             adalah angkutan umum dengan trayek yang berkelanjutan
             dengan trayek angkutan massal.

Pasal 159
     Cukup jelas.

Pasal 160
     Huruf a
          Yang dimaksud dengan "angkutan barang umum" adalah
          angkutan barang pada umumnya, yaitu barang yang tidak
          berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus.

                                                          Huruf b . . .
                             - 39 -

    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "angkutan barang khusus" adalah
        angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang
        khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair,
        dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat
        serta membawa barang berbahaya, antara lain:
        a. barang yang mudah meledak;
        b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau
            temperatur tertentu;
        c. cairan mudah menyala;
        d. padatan mudah menyala;
        e. bahan penghasil oksidan;
        f. racun dan bahan yang mudah menular;
        g. barang yang bersifat radioaktif; dan
        h. barang yang bersifat korosif.
Pasal 161
     Cukup jelas.
Pasal 162
     Cukup jelas.
Pasal 163
     Cukup jelas.
Pasal 164
     Cukup jelas.
Pasal 165
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "angkutan multimoda" adalah angkutan
          barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda
          angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang
          menggunakan dokumen angkutan multimoda dari 1 (satu)
          tempat penerimaan barang oleh operator angkutan multimoda
          ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang
          tersebut.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
    Ayat (4)
         Cukup jelas.
                                                      Pasal 166 . . .
                              - 40 -

Pasal 166
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Huruf a
             Yang dimaksud dengan "tiket Penumpang" adalah dokumen
             yang memuat informasi paling sedikit:
             a. nomor, tempat duduk, dan tanggal penerbitan;
             b. nama Penumpang dan nama pengangkut;
             c. tempat, tanggal, dan waktu pemberangkatan serta
                 tujuan perjalanan;
             d. nomor pemberangkatan; dan
             e. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan
                 dalam Undang-Undang ini.

         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "tanda pengenal bagasi" adalah
             tanda yang paling sedikit memuat informasi tentang:
             a. nomor tanda pengenal bagasi;
             b. kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan
             c. berat bagasi.

         Huruf c
             Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Huruf a
             Yang dimaksud dengan "surat perjanjian pengangkutan
             barang" adalah bukti pembayaran sah antara pengangkut
             barang dan pengirim barang.

         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "surat muatan barang" adalah surat
             yang menerangkan jenis dan jumlah barang serta asal dan
             tujuan pengiriman. Pengangkutan barang dengan surat
             muatan barang tidak termasuk angkutan untuk barang
             pribadi.

Pasal 167
     Cukup jelas.

Pasal 168
     Cukup jelas.
                                                       Pasal 169 . . .
                               - 41 -

Pasal 169
     Cukup jelas.

Pasal 170
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "lokasi tertentu" adalah tempat
          pengawasan angkutan barang yang dilakukan secara efektif dan
          efisien.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 171
     Cukup jelas.

Pasal 172
     Cukup jelas.

Pasal 173
     Cukup jelas.

Pasal 174
     Cukup jelas.

Pasal 175
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "jangka waktu tertentu" adalah masa
          berlaku izin penyelenggaraan angkutan umum.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

Pasal 176
     Cukup jelas.

Pasal 177
     Cukup jelas.
                                                        Pasal 178 . . .
                               - 42 -

Pasal 178
     Cukup jelas.

Pasal 179
     Cukup jelas.

Pasal 180
     Cukup jelas.

Pasal 181
     Cukup jelas.

Pasal 182
      Cukup jelas.

Pasal 183
     Cukup jelas.

Pasal 184
     Cukup jelas.

Pasal 185
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "trayek tertentu" adalah trayek angkutan
          penumpang umum orang yang secara finansial belum
          menguntungkan, termasuk trayek angkutan perintis.

     Ayat (2)
          Cukup jelas.

Pasal 186
     Cukup jelas.

Pasal 187
     Cukup jelas.

Pasal 188
     Cukup jelas.

Pasal 189
     Cukup jelas.

Pasal 190
     Cukup jelas.

                                                         Pasal 191 . . .
                              - 43 -

Pasal 191
     Cukup jelas.

Pasal 192
     Cukup jelas.

Pasal 193
     Cukup jelas.

Pasal 194
     Cukup jelas.

Pasal 195
     Ayat (1)
          Cukup jelas.
    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "memungut biaya tambahan" adalah
         pengenaan biaya tambahan di luar biaya yang telah disepakati
         oleh pengirim atau penerima barang kepada Perusahaan
         Angkutan Umum karena adanya biaya penyimpanan barang
         sebagai akibat keterlambatan pengambilan barang.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 196
     Cukup jelas.

Pasal 197
     Cukup jelas.

Pasal 198
     Cukup jelas.

Pasal 199
     Cukup jelas.

Pasal 200
     Ayat (1)
          Cukup jelas.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.

                                                          Ayat (3) . . .
                          - 44 -

Ayat (3)
     Huruf a
         Yang dimaksud dengan "program nasional Keamanan Lalu
         Lintas dan Angkutan Jalan" antara lain:
         a. Polisi Sahabat Anak;
         b. Cara Aman ke Sekolah;
         c. Patroli Keamanan Sekolah;
         d. Pramuka Saka Bhayangkara Krida Lalu Lintas;
         e. Kemitraan Lalu Lintas; dan
         f. Pedoman Sistem Keamanan bagi Perusahaan Angkutan
             Umum.
    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "fasilitas dan perlengkapan
        Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan" antara lain:
        a. pusat manajeman Lalu Lintas (traffic management
            centre);
        b. pusat komunikasi dan sambungan langsung (call centre
            and hotline);
        c. sirkuit televisi terbatas (closed circuit television);
        d. alat pemberi isyarat terjadinya bahaya;
        e. Pos Polisi;
        f. sarana peraga; dan
        g. tombol untuk pemberitahuan keadaan panik (panic
            button);
    Huruf c
        Yang dimaksud dengan "pelaksanaan pendidikan dan
        pelatihan" antara lain:
        a. cara aman dan selamat ke sekolah; dan
        b. cara aman dan selamat berkendara.
    Huruf d
        Cukup jelas.

    Huruf e
        Cukup jelas.
    Huruf f
        Cukup jelas.
    Huruf g
        Cukup jelas.
    Huruf h
        Cukup jelas.

                                                   Pasal 201 . . .
                                - 45 -


Pasal 201
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "alat pemberi informasi" adalah
         perangkat elektronik yang berisi informasi dan komunikasi
         dengan menggunakan isyarat, gelombang radio, dan/atau
         gelombang satelit untuk memberikan informasi dan komunikasi
         terjadinya tindak pidana, antara lain lampu isyarat, alat
         pelacakan, dan alat petunjuk posisi geografis (global positioning
         system).

Pasal 202
     Cukup jelas.

Pasal 203
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Huruf a
             Yang dimaksud dengan "program nasional Keselamatan
             Lalu Lintas dan Angkutan Jalan" antara lain:
             a. Polisi Mitra Kampus (Police Goes to Campus);
             b. Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding);
             c. Forum Lalu Lintas (Traffic Board);
             d. Kampanye Keselamatan Lalu Lintas;
             e. Taman Lalu Lintas;
             f. Sekolah Mengemudi; dan
             g. Kemitraan Global Keselamatan Lalu Lintas (Global Road
                 Safety Partnership).

         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "fasilitas dan perlengkapan
             Keselamatan Lalu Lintas" antara lain alat pemantau
             kecepatan dan alat pemantau kemacetan.

         Huruf c
             Cukup jelas.

         Huruf d
             Cukup jelas.

                                                            Pasal 204 . . .
                    - 46 -

Pasal 204
     Cukup jelas.

Pasal 205
     Cukup jelas.

Pasal 206
     Cukup jelas.

Pasal 207
     Cukup jelas.

Pasal 208
     Cukup jelas.

Pasal 209
     Cukup jelas.

Pasal 210
     Cukup jelas.

Pasal 211
     Cukup jelas.

Pasal 212
     Cukup jelas.

Pasal 213
     Cukup jelas.

Pasal 214
     Cukup jelas.

Pasal 215
     Cukup jelas.

Pasal 216
     Cukup jelas.

Pasal 217
     Cukup jelas.

                             Pasal 218 . . .
                             - 47 -

Pasal 218
     Cukup jelas.

Pasal 219
     Cukup jelas.

Pasal 220
     Ayat (1)
          Huruf a
              Cukup jelas.

         Huruf b
             Cukup jelas.

         Huruf c
             Yang dimaksud dengan "badan hukum" adalah badan
             (perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui
             sebagai subjek hukum yang dapat dilekatkan hak dan
             kewajiban hukum, seperti perseroan, yayasan, dan
             lembaga.

         Huruf d
             Cukup jelas.

         Huruf e
             Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 221
     Cukup jelas.

Pasal 222
     Cukup jelas.

Pasal 223
     Cukup jelas.

Pasal 224
     Cukup jelas.

                                                    Pasal 225 . . .
                              - 48 -

Pasal 225
     Cukup jelas.

Pasal 226
     Cukup jelas.

Pasal 227
     Huruf a
          Cukup jelas.

    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "menolong korban" adalah upaya yang
        dilakukan untuk membantu meringankan beban penderitaan
        korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, antara lain memberikan
        pertolongan pertama di tempat kejadian dan membawa korban
        ke rumah sakit.

    Huruf c
        Cukup jelas.

    Huruf d
        Cukup jelas.

    Huruf e
        Cukup jelas.

    Huruf f
        Cukup jelas.

    Huruf g
        Cukup jelas.

Pasal 228
     Cukup jelas.

Pasal 229
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.


                                                        Ayat (3) . . .
                                - 49 -

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "luka ringan" adalah luka yang
         mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan
         perawatan inap di rumah sakit atau selain yang di klasifikasikan
         dalam luka berat.

    Ayat (4)
         Yang dimaksud dengan "luka berat" adalah luka yang
         mengakibatkan korban:
         a. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau
             menimbulkan bahaya maut;
         b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
             jabatan atau pekerjaan;
         c. kehilangan salah satu pancaindra;
         d. menderita cacat berat atau lumpuh;
         e. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
         f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau
         g. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih
             dari 30 (tiga puluh) hari.

    Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 230
     Cukup jelas.

Pasal 231
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "keadaan memaksa" adalah situasi di
         lingkungan lokasi kecelakaan yang dapat mengancam
         keselamatan diri Pengemudi, terutama dari amukan massa dan
         kondisi Pengemudi yang tidak berdaya untuk memberikan
         pertolongan.

Pasal 232
     Cukup jelas.

Pasal 233
     Cukup jelas.


                                                           Pasal 234 . . .
                               - 50 -

Pasal 234
     Ayat (1)
          Yang    dimaksud  dengan    "bertanggung jawab"  adalah
          pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkat kesalahan
          akibat kelalaian.
         Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" adalah :
         a. orang yang berada di luar Kendaraan Bermotor; atau
         b. instansi yang bertanggung jawab di bidang Jalan serta
            sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Huruf a
             Yang dimaksud dengan "keadaan memaksa" termasuk
             keadaan yang secara teknis tidak mungkin dielakkan oleh
             Pengemudi, seperti gerakan orang dan/atau hewan secara
             tiba-tiba.
         Huruf b
             Cukup jelas.
         Huruf c
             Cukup jelas.
Pasal 235
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan membantu berupa biaya pengobatan
          adalah bantuan biaya yang diberikan kepada korban, termasuk
          pengobatan dan perawatan atas dasar kemanusiaan.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.

Pasal 236
     Cukup jelas.

Pasal 237
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "awak kendaraan" adalah Pengemudi,
         Pengemudi cadangan, kondektur, dan pembantu Pengemudi.

                                                        Pasal 238 . . .
                             - 51 -

Pasal 238
     Cukup jelas.

Pasal 239
     Cukup jelas.
Pasal 240
     Cukup jelas.
Pasal 241
     Cukup jelas.
Pasal 242
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "perlakuan khusus" adalah pemberian
          kemudahan berupa sarana dan prasarana fisik dan nonfisik
          yang bersifat umum serta informasi yang diperlukan bagi
          penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita
          hamil, dan orang sakit untuk memperoleh kesetaraan
          kesempatan.
    Ayat (2)
         Huruf a
             Cukup jelas.
         Huruf b
             Yang dimaksud dengan "prioritas pelayanan"     adalah
             pengutamaan pemberian pelayanan khusus.
         Huruf c
             Cukup jelas.
    Ayat (3)
         Cukup jelas.
Pasal 243
     Cukup jelas.

Pasal 244
     Cukup jelas.
Pasal 245
     Ayat (1)
          Cukup jelas.
    Ayat (2)
         Cukup jelas.


                                                       Ayat (3) . . .
                           - 52 -

Ayat (3)
     Huruf a
         Yang dimaksud dengan "bidang prasarana Jalan" antara
         lain informasi tentang:
         1. jaringan Jalan;
         2. kondisi Jalan dan jembatan;
         3. tingkat pelayanan Jalan dan jembatan;
         4. bangunan pelengkap;
         5. pemeliharaan Jalan; dan
         6. pembangunan Jalan;
    Huruf b
        Yang dimaksud dengan "bidang sarana dan Prasarana Lalu
        Lintas dan Angkutan Jalan" antara lain informasi tentang:
        1. jaringan angkutan;
        2. Terminal;
        3. izin trayek;
        4. perlengkapan jalan;
        5. aturan perintah dan larangan;
        6. pengujian Kendaraan Bermotor;
        7. alat penimbang Kendaraan Bermotor; dan
        8. fasilitas pendukung.
    Huruf c
        Yang dimaksud dengan "bidang registrasi dan identifikasi
        Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
        Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
        pendidikan berlalu lintas" antara lain informasi tentang:
        1. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
        2.   Kecelakaan Lalu Lintas;
        3.   pelanggaran Lalu Lintas;
        4.   situasi dan kondisi Lalu Lintas;
        5.   administrasi manunggal satu atap;
        6.   Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian;
        7.   manajemen operasional lalu lintas kepolisian;
        8.   pendidikan berlalu lintas; dan
        9.   pelayanan, pelaporan, dan pengaduan masyarakat.
        Yang dimaksud dengan "manajemen operasional" adalah
        pengelolaan pergerakan dalam sistem Lalu Lintas dan
        Angkutan Jalan, antara lain pengaturan, penjagaan,
        pengawalan, patroli, kendali, koordinasi, komunikasi, dan
        informasi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

                                                     Pasal 246 . . .
                              - 53 -

Pasal 246
     Cukup jelas.

Pasal 247
     Cukup jelas.

Pasal 248
     Cukup jelas.

Pasal 249
     Ayat(1)
          Huruf a
              Cukup jelas.

         Huruf b
             Cukup jelas.

         Huruf c
             Cukup jelas.

         Huruf d
             Cukup jelas.

         Huruf e
             Yang dimaksud dengan "pusat pelayanan masyarakat"
             adalah wadah yang berfungsi sebagai penyedia informasi
             dan sarana berkomunikasi masyarakat di bidang Lalu
             Lintas dan Angkutan Jalan.

         Huruf f
             Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 250
     Cukup jelas.

Pasal 251
     Cukup jelas.

                                                      Pasal 252 . . .
                         - 54 -

Pasal 252
     Cukup jelas.

Pasal 253
     Cukup jelas.

Pasal 254
     Cukup jelas.

Pasal 255
     Cukup jelas.

Pasal 256
     Cukup jelas.

Pasal 257
     Cukup jelas.

Pasal 258
     Cukup jelas.

Pasal 259
     Cukup jelas.

Pasal 260
     Cukup jelas.

Pasal 261
     Cukup jelas.

Pasal 262
     Cukup jelas.

Pasal 263
     Cukup jelas.

Pasal 264
     Cukup jelas.

Pasal 265
     Ayat (1)
          Cukup jelas.
                                  Ayat (2) . . .
                              - 55 -

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "berkala" adalah pemeriksaan yang
         dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan efektivitas
         agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan
         merugikan masyarakat.
         Yang dimaksud dengan "insidental" adalah termasuk tindakan
         petugas terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan,
         pelaksanaan operasi kepolisian dengan sasaran Keamanan,
         Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
         Angkutan Jalan, serta penanggulangan kejahatan.

    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 266
     Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah adanya
         peningkatan antara lain:
         a. angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan;
         b. angka kejahatan yang menyangkut Kendaraan Bermotor;
         c. jumlah Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi
             persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan;
         d. tingkat ketidaktaatan pemilik dan/atau pengusaha angkutan
             untuk melakukan pengujian Kendaraan Bermotor pada
             waktunya;
         e. tingkat pelanggaran perizinan angkutan umum; dan/atau
         f. tingkat pelanggaran kelebihan muatan angkutan barang.

    Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 267
     Cukup jelas.

Pasal 268
     Cukup jelas.
                                                        Pasal 269 . . .
                             - 56 -

Pasal 269
     Cukup jelas.

Pasal 270
     Cukup jelas.

Pasal 271
     Cukup jelas.

Pasal 272
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "peralatan elektronik" adalah alat
          perekam kejadian untuk menyimpan informasi.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.

Pasal 273
     Cukup jelas.

Pasal 274
     Cukup jelas.

Pasal 275
     Cukup jelas.

Pasal 276
     Cukup jelas.

Pasal 277
     Cukup jelas.

Pasal 278
     Cukup jelas.

Pasal 279
     Cukup jelas.

Pasal 280
     Cukup jelas.

Pasal 281
     Cukup jelas.
                                                     Pasal 282 . . .
                    - 57 -

Pasal 282
     Cukup jelas.

Pasal 283
     Cukup jelas.

Pasal 284
     Cukup jelas.

Pasal 285
     Cukup jelas.

Pasal 286
     Cukup jelas.

Pasal 287
     Cukup jelas.

Pasal 288
     Cukup jelas.

Pasal 289
     Cukup jelas.

Pasal 290
     Cukup jelas.

Pasal 291
     Cukup jelas.

Pasal 292
     Cukup jelas.

Pasal 293
     Cukup jelas.

Pasal 294
     Cukup jelas.

Pasal 295
     Cukup jelas.


                             Pasal 296 . . .
                    - 58 -

Pasal 296
     Cukup jelas.

Pasal 297
     Cukup jelas.

Pasal 298
     Cukup jelas.

Pasal 299
     Cukup jelas.

Pasal 300
     Cukup jelas.

Pasal 301
     Cukup jelas.

Pasal 302
     Cukup jelas.

Pasal 303
     Cukup jelas.

Pasal 304
     Cukup jelas.

Pasal 305
     Cukup jelas.

Pasal 306
     Cukup jelas.

Pasal 307
     Cukup jelas.

Pasal 308
     Cukup jelas.

Pasal 309
     Cukup jelas.

                             Pasal 310 . . .
                    - 59 -

Pasal 310
     Cukup jelas.

Pasal 311
     Cukup jelas.

Pasal 312
     Cukup jelas.

Pasal 313
     Cukup jelas.

Pasal 314
     Cukup jelas.

Pasal 315
     Cukup jelas.

Pasal 316
     Cukup jelas.

Pasal 317
     Cukup jelas.

Pasal 318
     Cukup jelas.

Pasal 319
     Cukup jelas.

Pasal 320
     Cukup jelas.

Pasal 321
     Cukup jelas.

Pasal 322
     Cukup jelas.

Pasal 323
     Cukup jelas.


                             Pasal 324 . . .
                            - 60 -

   Pasal 324
        Cukup jelas.

   Pasal 325
        Cukup jelas.

   Pasal 326
        Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5025


Silahkan download versi PDF nya sbb:
lalu_lintas_angkutan_jalan_(uu_22_thn_2009)_22.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.