Previous
Next

2004

Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (UU 4 thn 2004)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman :
                     UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                                NOMOR 4 TAHUN 2004
                                     TENTANG
                             KEKUASAAN KEHAKIMAN




                    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




Menimbang :   a.      bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar
                   Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang
                   merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
                   peradilan di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk
                   menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
              b.     bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
                   Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan penting terhadap
                   penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang
                   Nomor   14    Tahun   1970   tentang   Ketentuan-ketentuan   Pokok
                   Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-
                   Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan
                   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

              c.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
                   huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang
                   Kekuasaan Kehakiman;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal
              25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;




                                   Dengan Persetujuan Bersama
                    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                              dan
                              PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                                         MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN.



                                             BAB I

                                      KETENTUAN UMUM

                                            Pasal 1

          Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
          menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
          berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
          Indonesia.



                                            Pasal 2

          Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
          Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
          yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
          peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
          usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.



                                            Pasal 3

          (1) Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah
                peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.

          (2) Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan
                berdasarkan Pancasila.



                                              Pasal 4
          (1)
                Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
          (2)
                YANG MAHA ESA".
          (3)
                Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
      Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
(4) kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
      disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
      Tahun 1945.

      Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) dipidana.
(1)

(2)
                                      Pasal 5

      Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-
      bedakan orang.

      Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi
(1)
      segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan
      yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
(2)


                                      Pasal 6

      Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain
      daripada yang ditentukan oleh undang-undang.

      Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
      karena    alat   pembuktian    yang     sah    menurut   undang-undang,
      mendapat keyakinan        bahwa       seseorang    yang dianggap dapat
      bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan
      atas dirinya.



                                      Pasal 7

Tidak     seorang      pun   dapat   dikenakan      penangkapan,    penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan, selain                atas perintah tertulis oleh
kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.



                                     Pasal 8

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau
dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.



                                     Pasal 9

(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa
      alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
      orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti
      kerugian dan rehabilitasi.
(2)
      Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dipidana.
(3)
      Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi
      dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.




                                       BAB II

                       BADAN PERADILAN DAN ASASNYA

                                      Pasal 10
(1)
      Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
      badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah
(2)
      Mahkamah Konstitusi.

      Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi
      badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
      peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.


(1)
                                      Pasal 11

      Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari
(2)
      keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
      ayat (2).

      Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:

       a.     mengadili pada       tingkat kasasi terhadap putusan   yang
            diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua
            lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung;

       b.     menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
            undang terhadap undang-undang; dan
(3) c.        kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

      Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai
    hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat
(4) diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan

      permohonan langsung kepada Mahkamah Agung.

      Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan
      pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya
(1) berdasarkan ketentuan undang-undang.


                                      Pasal 12

      Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
      terakhir yang putusannya bersifat final untuk :

       a.     menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
            Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

       b.     memutus      sengketa   kewenangan lembaga negara yang
            kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
            Republik Indonesia Tahun 1945;
(2)
       c.     memutus pembubaran partai politik; dan

       d.     memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

      Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah
      Konstitusi   wajib   memberikan     putusan   atas   pendapat   Dewan
      Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga
      telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
      negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
(1) perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
      Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2)

                                      Pasal 13
(3)
      Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan
      peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan
      Mahkamah Agung.

      Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada di
      bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
(1)
      Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan
      peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing
      lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan
(2)
      kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.



                                   Pasal 14

      Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan
(1)
      peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 10 diatur dengan undang-undang tersendiri.
(2)
      Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan undang-
      undang.



                                   Pasal 15

    Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
(1) peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan

      undang-undang.

      Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam
(2) merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama
      sepanjang   kewenangannya     menyangkut    kewenangan   peradilan
      agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
      peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
      peradilan umum.
(1)

                                   Pasal 16
(2)
      Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
      memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum
(3) tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
      mengadilinya.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha
      penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.



                                   Pasal 17

(1) Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
    sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang
      menentukan lain.

(2) Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang
      bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.

      Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan
      melakukan pekerjaan panitera.

(1) Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum,
      kecuali undang-undang menentukan lain.
(2)

                                       Pasal 18
(3)
      Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana
(4) dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.

      Dalam   hal   tidak   hadirnya    terdakwa,   sedangkan   pemeriksaan
      dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri
(5) terdakwa.


(6)                                    Pasal 19

      Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali
      undang-undang menentukan lain.

      Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mengakibatkan putusan batal demi hukum.

      Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia.

      Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan
      pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang
      diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

      Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat,
      pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

      Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (4) dan ayat (5) diatur oleh Mahkamah Agung.



                                   Pasal 20

Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
                                  Pasal 21

(1) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan
      banding    kepada     pengadilan   tinggi    oleh     pihak-pihak   yang
      bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2)
      Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan
      pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan
      hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh
      pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan
      lain.



                                  Pasal 22

Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan
kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali undang-undang menentukan lain.



                                  Pasal 23

(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
      hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan
      peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal
      atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
(2)
      Terhadap   putusan    peninjauan   kembali    tidak    dapat   dilakukan
      peninjauan kembali.



                                  Pasal 24

Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan
diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam
keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu
harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer.



                                  Pasal 25
(1) Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar
      putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan
      perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak
      tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
(2)
      Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang
      memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.
(3)
      Penetapan, ikhtisar     rapat permusyawaratan, dan      berita   acara
      pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan
      panitera sidang.

                                   Pasal 26

Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi
bantuan yang diminta.



                                    BAB III

      HUBUNGAN PENGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA

                                   Pasal 27

Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat
masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan
apabila diminta.



                                    BAB IV

                         HAKIM DAN KEWAJIBANNYA

                                    Pasal 28

(1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
      rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
      memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.



                                     Pasal 29

(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang
      mengadili perkaranya.
(2)
      Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak
      seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai
      dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
(3)
      Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila
      terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
      ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai,
(4) dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau
      panitera.

      Ketua      majelis,    hakim      anggota,     jaksa,   atau   panitera       wajib
(5) mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga
      sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami
      atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau
      advokat.
(6)
      Seorang      hakim      atau   panitera      wajib   mengundurkan      diri    dari
      persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak
      langsung      dengan     perkara     yang     sedang    diperiksa, baik       atas
      kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

      Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (5),
(1)
      putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang
      bersangkutan          dikenakan     sanksi     administratif   atau    dipidana
(2) berdasarkan peraturan perundang-undangan.



                                           Pasal 30

      Sebelum memangku jabatannya, hakim, panitera, panitera pengganti,
      dan juru sita untuk masing-masing lingkungan peradilan wajib
      mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.

      Sumpah atau janji hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berbunyi sebagai berikut:



        Sumpah:

        ?Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi
        kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
        memegang        teguh Undang-Undang Dasar               Negara      Republik
        Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
(3)     perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-
        Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
      berbakti kepada nusa dan bangsa.?

      Janji:

      ?Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan
      memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-
      adilnya,    memegang       teguh   Undang-Undang      Dasar    Negara
      Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan                 segala
      peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut
      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
      serta berbakti kepada nusa dan bangsa.?

   Lafal sumpah atau janji panitera, panitera pengganti, atau juru sita
   adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-
   undangan.

                                    BAB V

               KEDUDUKAN HAKIM DAN PEJABAT PERADILAN

                                   Pasal 31

Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur
dalam undang-undang.



                                   Pasal 32

Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

                                   Pasal 33

Dalam    menjalankan     tugas    dan    fungsinya, hakim    wajib   menjaga
kemandirian peradilan.



                                   Pasal 34

(1) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung
   dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang.

(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
    pemberhentian hakim diatur dalam undang-undang.

(3) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
   hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial
   yang diatur dalam undang-undang.
                                 Pasal 35

Panitera, panitera pengganti, dan juru sita adalah pejabat peradilan yang
pengangkatan dan pemberhentiannya serta tugas pokoknya diatur dalam
undang-undang.



                                 BAB VI

               PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

                                 Pasal 36

(1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh

(2) jaksa.
   Pengawasan      pelaksanaan     putusan     pengadilan      sebagaimana

(3) dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ketua pengadilan yang
    bersangkutan berdasarkan undang-undang.

(4) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan
    oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.

   Putusan    pengadilan    dilaksanakan    dengan    memperhatikan      nilai
   kemanusiaan dan keadilan.



                                 BAB VII

                            BANTUAN HUKUM

                                 Pasal 37

Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum.



                                 Pasal 38

Dalam    perkara   pidana   seorang   tersangka      sejak   saat   dilakukan
penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan advokat.



                                 Pasal 39

Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi
hukum dan keadilan.



                                   Pasal 40

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur
dalam undang-undang.



                                   BAB VIII

                              KETENTUAN LAIN

                                   Pasal 41

Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, dan badan-badan lain diatur dalam undang-undang.



                                    BAB IX

                          KETENTUAN PERALIHAN

                                   Pasal 42

(1) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan
      peradilan umum dan peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan

(2) paling lambat tanggal 31 Maret 2004.
      Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan

(3) peradilan agama selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni
    2004.

      Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan
(4)
      peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni
      2004.
(5)
      Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan
      Keputusan Presiden.

      Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
      paling lambat:

       a.     30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana
            dimaksud pada ayat (1) berakhir;
      b.      60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana
           dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berakhir.

                                  Pasal 43

Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1):

 a.        semua pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan
      Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak
      Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata
      usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha negara, menjadi
      pegawai pada Mahkamah Agung;

 b.        semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat
      Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara
      Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri,
      pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan
      tinggi tata usaha negara, tetap menduduki jabatannya dan tetap
      menerima tunjangan jabatan pada Mahkamah Agung;

 c.        semua aset milik/barang inventaris di lingkungan pengadilan
      negeri dan pengadilan tinggi serta pengadilan tata usaha negara dan
      pengadilan tinggi tata usaha negara beralih ke Mahkamah Agung.



                                  Pasal 44

Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2):

 a.        semua   pegawai    Direktorat   Pembinaan       Peradilan   Agama
      Departemen Agama menjadi pegawai Direktorat Jenderal Badan
      Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, serta pegawai pengadilan
      agama dan pengadilan tinggi agama menjadi pegawai Mahkamah
      Agung;

 b.        semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat
      Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menduduki jabatan
      pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah
      Agung, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

 c.        semua aset milik/barang inventaris pada pengadilan agama dan
      pengadilan tinggi agama beralih menjadi aset milik/barang inventaris
      Mahkamah Agung.



                                   Pasal 45

Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3):

 a.     pembinaan personel militer di lingkungan peradilan militer
      dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
      mengatur personel militer;

 b.     semua pegawai negeri sipil di lingkungan peradilan militer beralih
      menjadi pegawai negeri sipil pada Mahkamah Agung.



                                   Pasal 46

Mahkamah Agung menyusun organisasi dan tata kerja yang baru di
lingkungan Mahkamah Agung paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak
Undang-Undang ini diundangkan.



                                   BAB X

                         KETENTUAN PENUTUP

                                   Pasal 47

Ketentuan    dalam    peraturan    perundang-undangan       yang   mengatur
kekuasaan kehakiman masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum dibentuk yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.



                                   Pasal 48

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74
Tambahan      Lembaran    Negara     Republik   Indonesia    Nomor    2951)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3879) dinyatakan tidak berlaku.
                                              Pasal 49

               Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



               Agar   setiap   orang   mengetahuinya, memerintahkan   pengundangan
               Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
               Republik Indonesia.




                  Disahkan di Jakarta
                  pada tanggal 15 Januari 2004

                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                               ttd.

                  MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,



BAMBANG KESOWO

         LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 8


Silahkan download versi PDF nya sbb:
kekuasaan_kehakiman_(uu_4_thn_2004)_4.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.