Previous
Next

1980

Undang-Undang Jalan (UU 12 thn 1980)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1980 Tentang Jalan :
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 83, 1980 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3186)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1980
TENTANG
JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan hakekatnya merupakan unsur
penting dalam usaha pengembangan kehidupan bangsa dan pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa
untuk mencapai Tujuan Nasional berdasarakan Pancasila, seperti termaktub di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa jalan mempunyai peranan penting terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar
daerah yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan serta pemantapan pertahanan dan
keamanan nasional dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional;
c. bahwa untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, Pemerintah mempunyai hak dan
kewajiban membina jalan;
d. bahwa untuk menjamin terselenggaranya peranan jalan serta pembinaannya secara konsepsional dan
menyeluruh, perlu adanya Undang-undang untuk mengatur hal ikhwal jalan;

Mengingat:      1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-Benda
yang ada di atasnya (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2324);
4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran
Negara Tahun 1965 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1974, Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

Dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JALAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Negara adalah Negara Republik Indonesia;
b. Pemerintah adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta
semua pembantunya;
c. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang pembinaan jalan;
d. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas;
f. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum;
g. Jalan Khusus adalah jalan selain daripada yang termasuk dalam huruf f;
h. Jalan Tol adalah jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar tol;
i. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian Jalan Tol;
j. Pembinaan jalan adalah kegiatan penanganan jaringan jalan yang meliputi penentuan sasaran dan
pewujudan sasaran.

BAB II
JARINGAN JALAN

Bagian Pertama
Peranan Jalan

Pasal 2
(1) Jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya. dan pertahanan
keamanan serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan semua Satuan Wilayah Pengembangan,
dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang semakin merata.
(3) Jalan merupakan suatu kesatuan sitem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hirarki.

Pasal 3
(1) Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah
di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota, membentuk
sistem jaringan jalan primer;
(2) Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota
membentuk sistem jaringan jalan sekunder.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengelompokan Jalan Menurut Peranan

Pasal 4
(1) Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,
dan jumlah.jalan masuk dibatasi secara efisien disebut Jalan Arteri.
(2) Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi disebut Jalan Kolektor.
(3) Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi, disebut Jalan Lokal.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III

BAGIAN-BAGIAN JALAN

Pasal 5
(1) Bagian-bagian jalan meliputi Daerah Manfaat Jalan, Daerah Milik Jalan, dan Daerah Pengawasan
Jalan.
(2) Daerah Manfaat Jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
(3) Daerah Milik Jalan meliputi Daerah Manfaat Jalan dan sejalur tanah tertentu, di luar Daerah Manfaat
Jalan.
(4) Daerah Pengawasan Jalan merupakan sejalur tanah tertentu di luar Daerah Milik Jalan yang ada di
bawah pengawasan pembina jalan.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG

Pasal 6
(1) Hak Penguasaan atas jalan ada pada Negara.
(2) Hak menguasai oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberi wewenang kepada
Pemerintah untuk melaksanakan pembinaan jalan.

Pasal 7
(1) Wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dapat dilimpahkan dan atau
diserahkan kepada instansi-instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan kepada Badan Hukum atau
Perorangan, dengan memperhatikan sebesar-besar kepentingan umum.
(3) Syarat-syarat dan cara-cara pelimpahan dan atau penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
WEWENANG PEMBINAAN JALAN

Bagian Pertama
Pengelompokan Jalan Menurut Wewenang Pembinaan

Pasal 8
(1) Jalan Umum yang pembinaannya dilakukan oleh Menteri dikelompokkan dalam Jalan Nasional.
(2) Jalan Umum yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dikelompokkan dalam Jalan
Daerah.
(3) Jalan Khusus yang pembinaannya tidak dilakukan oleh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) disebut sesuai dengan:
- Instansi,
- Badan Hukum,
- Perorangan, yang bersangkutan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Wewenang Penyusunan Rencana Umum Jangka Panjang Rencana Jangka
Menengah, Program, Pengadaan, dan Pemeliharaan

Pasal 9
(1) Pembinaan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) meliputi penyusunan rencana umum
jangka panjang, penyusunan rencana jangka menengah, penyusunan program, pengadaan, dan
pemeliharaan.
(2) Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi perencanaan teknik, pembangunan,
penerimaan, penyerahan, dan pengambilalihan.

Pasal 10
(1) Wewenang penyusunan rencana umum jangka panjang jaringan jalan primer, ada pada Pemerintah.
(2) Wewenang penyusunan rencana umum jangka panjang jaringan jalan sekunder, diserahkan kepada
Pemerintah Daerah atau dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah.
(3) Wewenang penyusunan rencana umum jangka panjang Jalan Khusus dapat diserahkan kepada:
- Pemerintah Daerah,
- Badan Hukum,
- Perorangan, atau
dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1) Wewenang penyusunan rencana jangka menengah dan program pewujudan jaringan Jalan Arteri,
Jalan Kolektor, dan Jalan Lokal pada jaringan jalan primer ada pada Pemerintah.
(2) Wewenang penyusunan rencana jangka menengah dan program pewujudan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada jaringan jalan sekunder diserahkan kepada Pemerintah Daerah atau
dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah.
(3) Wewenang penyusunan rencana jangka menengah dan program perujudan Jalan Khusus dapat
diserahkan kepada:
- Pemerintah Daerah,
- Badan Hukum,
- Perorangan, atau
dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
(1) Wewenang perencanaan teknik dan pembangunan serta wewenang pemeliharaan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada jaringan primer, dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah atau
Badan Hukum atau dapat dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah.
(2) Wewenang perencanaan teknik dan pembangunan serta wewenang pemeliharaan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada jaringan jalan sekunder, diserahkan kepada Pemerintah Daerah atau
dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah.
(3) Wewenang perencanaan teknik dan pembangunan serta wewenang pemeliharaan Jalan Khusus
dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di Daerah atau diserahkan kepada:
- Badan Hukum,
- Perorangan.
(4) Wewenang penerimaan, penyerahan, dan pengambilalihan Jalan Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada jaringan jalan primer ada pada Pemerintah.
(5) Wewenang penerimaan, penyerahan, dan pengambil alihan Jalan Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada jaringan jalan sekunder diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PENYELENGGARAAN JALAN TOL

Bagian Pertama
Jalan Tol

Pasal 13
Pemilikan dan hak penyelenggaraan Jalan Tol ada pada Pemerintah.

Pasal 14
Atas usul Menteri, Presiden menetapkan suatu ruas jalan sebagai Jalan Tol.

Pasal 15
Jalan Tol merupakan alternatif lintas jalan umum yang ada.

Bagian Kedua
Syarat-syarat Jalan Tol
Pasal 16
(1) Jalan Tol harus mempunyai spesifikasi yang lebih tinggi daripada lintas jalan umum yang ada.
(2) Jalan Tol harus memberikan keandalan yang lebih tinggi kepada para pemakainya daripada lintas
jalan umum yang ada.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Wewenang Penyelenggaraan Jalan Tol

Pasal 17
(1) Berdasarkan hak penyelenggaraan Jalan Tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pemerintah
menyerahkan wewenang penyelenggaraan Jalan Tol kepada Badan Hukum Usaha Negara Jalan Tol.
(2) Badan Hukum Usaha Negara Jalan Tol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyerahan wewenang penyelenggaraan Jalan Tol tidak melepaskan tanggung jawab Pemerintah
terhadap jalan yang diserahkan penyelenggaraannya.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pemakaian Jalan Tol

Pasal 18
(1) Jalan Tol hanya diperuntukkan bagi pemakai jalan yang menggunakan kendaraan bermotor dengan
membayar tol.
(2) Jenis kendaraan bermotor dan besarnya tol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(3) Pemakaian Jalan Tol selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan dengan
persetujuan Presiden.

Pasal 19
(1) Pemakai Jalan Tol wajib mentaati peraturan perundang-undangan tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Raya, peraturan perundang-undangan tentang Jalan serta peraturan perundang-undangan lainnya.
(2) Badan Hukum Usaha Negara Jalan Tol wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Pemakai Jalan
Tol sebagai akibat kesalahan dalam penyelenggaraan Jalan Tol.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PERBUATAN-PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 20
(1) Dilarang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terganggunya peranan jalan di dalam
Daerah Milik Jalan dan Daerah Pengawasan Jalan.
(2) Dilarang menyelenggarakan wewenang pembinaan jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dilarang menyelenggarakan suatu ruas jalan sebagai Jalan Tol tanpa Keputusan Presiden.
(4) Dilarang memasuki Jalan Tol, kecuali Pemakai Jalan Tol dan Petugas Jalan Tol.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 21
(1) Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), dipidana kurungan selama-lamanya
3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).
(2) Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 20 ayat (4) dipidana kurungan selama-lamanya 7 (tujuh) hari
atau denda setinggi-tingginya Rp15.000, (lima belas ribu rupiah).
(3) Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 20 ayat (3) dipidana penjara selama-lamanya 15 lima belas)
tahun atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,- (lima puluhjuta rupiah),
(4) Barang milik terpidana yang diperoleh dari atau yang sengaja digunakan untuk melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dirampas.
(5) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
(6) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah kejahatan.

Pasal 22
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang ini dapat dicantumkan ancaman
pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp150.000,- (seratus lima
puluh ribu rupiah).

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23
Peraturan perundang-undangan yang telah ada dan tidak bertentangan dengan ketentuan
Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diubah atau diatur kembali berdasarakan
Undang-undang ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1980.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1980
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, SH.


Silahkan download versi PDF nya sbb:
jalan_(uu_12_thn_1980)_12.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.