Previous
Next

1999

Undang-Undang Bank Indonesia (UU 23 thn 1999)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia :
                         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                               NOMOR 23 TAHUN 1999
                                    TENTANG

                                     BANK INDONESIA

                       DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

   a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna
        mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
        Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada
        terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata,
        mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional;
   b.   bahwa guna mendukung terwujudnya perekonomian nasional sebagaimana tersebut di
        atas dan sejalan dengan tantangan perkembangan dan pembangunan ekonomi yang
        semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian
        internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, kebijakan moneter harus
        dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah;
   c.   bahwa untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien
        diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat
        dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat,
        tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehati-
        hatian;
   d.   bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan
        Bank Sentral yang memiliki kedudukan yang independen;
   e.   bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Undang-undang
        Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral tidak sesuai lagi dan perlu diganti dengan
        Undang-undang baru tentang Bank Indonesia;

Mengingat :

   1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
   2. Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
      Nomor X/MPR/1998;
   3. Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
      XI/MPR/1998;
   4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998;

                               Dengan persetujuan
                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG BANK INDONESIA.

                                        BAB I
                                   KETENTUAN UMUM

                                          Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

   1. Dewan Gubernur adalah pimpinan Bank Indonesia;

   2. Gubernur adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;

   3. Deputi Gubernur Senior adalah wakil pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;

   4. Deputi Gubernur adalah anggota Dewan Gubernur;

   5. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam
       Undang-undang tentang perbankan yang berlaku;

   6. Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga,
       dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna
       memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi;

   7. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
       dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
       Indonesia dan Bank yang mewajibkan Bank yang dibiayai untuk mengembalikan uang
       atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;

   8. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
       dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik
       Indonesia;

   9. Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Dewan
       Gubernur yang memuat aturan-aturan intern antara lain mengenai tata tertib
       pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur, kepegawaian, dan organisasi Bank
       Indonesia;
   10. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank
       Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara
       lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga;
   11. Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang
       dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas
       dan wewenang Bank Indonesia;
   12. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang
       dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan harta tetap dan
       perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank
       Indonesia serta untuk penyertaan.

                                          Pasal 2
(1) Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp.

(2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.

(3) Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau
kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia
wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank
Indonesia.

(4) Setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indonesia dilarang menolak
untuk menerima uang rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau
memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk keperluan pembayaran di
tempat atau di daerah tertentu, untuk maksud pembayaran, atau untuk memenuhi kewajiban
dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis, yang akan ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

                                            Pasal 3

(1) Uang rupiah dalam jumlah tertentu dilarang dibawa keluar atau masuk wilayah pabean
Republik Indonesia kecuali dengan izin Bank Indonesia.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia.

                                       BAB II
                       STATUS, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN MODAL

                                            Pasal 4

(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.

(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
Undang-undang ini.

(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.

                                            Pasal 5

(1) Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia.

(2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik
Indonesia.

                                            Pasal 6

(1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000.000,00
(dua triliun rupiah).
(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi 10% (sepuluh
per seratus) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari Cadangan Umum atau
sumber lain.

(3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau sumber lainnya ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.

                                         BAB III
                                    TUJUAN DAN TUGAS

                                           Pasal 7

Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

                                           Pasal 8

Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai
tugas sebagai berikut:

    a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
    b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
    c. mengatur dan mengawasi Bank.

                                           Pasal 9

(1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(2) Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari
pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

                                       BAB IV
                         TUGAS MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN
                                 KEBIJAKAN MONETER

                                           Pasal 10

(1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a Bank Indonesia berwenang:

    a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang
        ditetapkannya;
    b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi
        tidak terbatas pada:

1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;

2) penetapan tingkat diskonto;

3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.

(2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia.

                                           Pasal 11

(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan
pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.

(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang
diterimanya.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

                                           Pasal 12

Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan.

                                           Pasal 13

(1) Bank Indonesia mengelola cadangan devisa.

(2) Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa.

(3) Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.

                                           Pasal 14

(1) Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu
diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(2) Pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain
berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia.

(3) Dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap badan wajib
memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia.

(4) Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakan
sumber dan data individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kecuali yang secara tegas
dinyatakan lain dalam Undang-undang.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

                                     BAB V
                    TUGAS MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN
                              SISTEM PEMBAYARAN

                                          Pasal 15

(1) Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang:

   a. melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
      pembayaran;
   b. mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan
      tentang kegiatannya;
   c. menetapkan penggunaan alat pembayaran.

(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

                                          Pasal 16

Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau
valuta asing.

                                          Pasal 17

(1) Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing
dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia.

                                          Pasal 18

(1) Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank
dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.

(2) Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank
Indonesia.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

                                          Pasal 19

Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan
yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.

                                          Pasal 20
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari
peredaran.

                                          Pasal 21

Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai.

                                          Pasal 22

Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena
sebab apapun.

                                          Pasal 23

(1) Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan
memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

(2) Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai
penerimaan tahun anggaran berjalan.

(3) Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.

(4) Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.

(5) Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

                                     BAB VI
                       TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK

                                          Pasal 24

Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi
terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                                          Pasal 25

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.

(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

                                          Pasal 26
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Bank Indonesia:

    a.   memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
    b.   memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;
    c.   memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;
    d.   memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

                                            Pasal 27

Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah
pengawasan langsung dan tidak langsung.

                                            Pasal 28

(1) Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan
sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(2) Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari Bank.

                                            Pasal 29

(1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.

(2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur Bank.

(3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada
pemeriksa:

    a. keterangan dan data yang diminta;
    b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan
         dengan kegiatan usahanya;
    c. hal-hal lain yang diperlukan.

                                            Pasal 30

(1) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2).

(2) Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.

(3) Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

                                            Pasal 31
(1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau
seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu
transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.

(2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim
tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut.

(3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti
yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                                           Pasal 32

(1) Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank.

(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan
lembaga lain di bidang keuangan.

(3) Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat
dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank
Indonesia.

                                           Pasal 33

Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan
usaha Bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi
kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.

(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang.

(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.

                                           Pasal 35

Sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum
dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

                                        BAB VII
                                    DEWAN GUBERNUR

                                           Pasal 36

Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur.

                                           Pasal 37

(1) Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan
sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur.
(2) Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil.

(3) Dalam hal Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur atau Deputi
Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur.

(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana ditetapkan pada ayat (3) karena sesuatu hal tidak dapat
dilaksanakan, salah seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya bertindak
sebagai pemimpin Dewan Gubernur.

                                          Pasal 38

(1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-undang ini.

(2) Tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan Dewan Gubernur ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.

                                          Pasal 39

(1) Dewan Gubernur mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar pengadilan.

(2) Kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Gubernur.

(3) Gubernur dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada Deputi Gubernur Senior, dan atau seorang atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau
seorang atau beberapa orang pegawai Bank Indonesia, dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk
untuk itu.

(4) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan hak
substitusi.

                                          Pasal 40

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus
memenuhi syarat antara lain:

   a. warga negara Indonesia;
   b. memiliki akhlak dan moral yang tinggi;
   c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau
       hukum.

                                          Pasal 41

(1) Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dalam hal calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) atau calon Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, Presiden atau Gubernur wajib mengajukan calon baru.
(4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden atau Gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib
mengangkat kembali Gubernur atau Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan
yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur
Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan
Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).

(5) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.

(6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan
secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang.

                                          Pasal 42

(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur sebelum memangku jabatannya
wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut ajaran agamanya di hadapan Ketua Mahkamah
Agung.

(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut.

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi
Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apa pun tidak
memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan
ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau
pemberian dalam bentuk apa pun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan
tugas dan kewajiban Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan
sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya
akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara".

                                          Pasal 43

(1) Rapat Dewan Gubernur diselenggarakan:

   a. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di
      bidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili
      Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara;
   b. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas
      pelaksanaan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menetapkan
      kebijakan lain yang prinsipil dan strategis.

(2) Rapat Dewan Gubernur dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari
separuh anggota Dewan Gubernur.

(3) Pengambilan keputusan rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai,
Gubernur menetapkan keputusan akhir.

(4) Dalam keadaan darurat dan rapat Dewan Gubernur tidak dapat diselenggarakan karena
jumlah anggota Dewan Gubernur yang hadir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Gubernur atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur dapat
menetapkan kebijakan dan atau mengambil keputusan.

(5) Kebijakan dan atau keputusan Gubernur atau Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam rapat Dewan Gubernur berikutnya.

(6) Tata tertib dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.

                                          Pasal 44

(1) Dewan Gubernur mengangkat dan memberhentikan pegawai Bank Indonesia.

(2) Dewan Gubernur menetapkan peraturan kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan,
pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.

                                          Pasal 45

Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau pejabat Bank Indonesia tidak
dapat dihukum karena telah mengambil

keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik.

                                          Pasal 46

(1) Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai
derajat ketiga dan besan.

(2) Jika setelah pengangkatan, antara sesama anggota Dewan Gubernur terbukti mempunyai
hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak terbukti mempunyai atau terjadi hubungan keluarga
tersebut, salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya.

(3) Dalam hal salah satu anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
bersedia mundur, Presiden menetapkan kedua anggota Dewan Gubernur tersebut untuk berhenti
dari jabatannya.

                                          Pasal 47

(1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang:

   a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga;
   b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku
      jabatan tersebut;
   c. menjadi pengurus dan atau anggota partai politik.
(2) Dalam hal anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib
mengundurkan diri dari jabatannya.

                                           Pasal 48

Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang
bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan
tetap.

                                           Pasal 49

Dalam hal anggota Dewan Gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana, pemanggilan,
permintaan keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari
Presiden.

                                           Pasal 50

(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi
Gubernur karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 47
ayat (2), dan Pasal 48, Presiden mengangkat Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau
Deputi Gubernur yang baru sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5), untuk sisa masa jabatan yang digantikannya.

(2) Dalam hal kekosongan jabatan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
diangkat penggantinya, Deputi Gubernur Senior menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai
pejabat Gubernur sementara.

(3) Dalam hal Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berhalangan,
Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan Gubernur
sebagai pejabat Gubernur sementara.

                                           Pasal 51

(1) Gaji, penghasilan lainnya dan fasilitas bagi Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi
Gubernur ditetapkan oleh Dewan Gubernur.

(2) Besarnya gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji dan penghasilan lainnya bagi pegawai dengan
jabatan tertinggi di Bank Indonesia.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.

                                      BAB VIII
                            HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH

                                           Pasal 52

Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.

                                           Pasal 53
Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap
pihak luar negeri.

                                           Pasal 54

(1) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia
dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang
berkaitan dengan tugas Bank Indonesia, atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank
Indonesia.

(2) Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

                                           Pasal 55

(1) Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih
dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.

(2) Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali di pasar sekunder.

(5) Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar
sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum.

                                           Pasal 56

(1) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah.

(2) Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum.

                                       BAB IX
                               HUBUNGAN INTERNASIONAL

                                           Pasal 57

(1) Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Sentral lainnya, organisasi, dan
lembaga internasional.

(2) Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga
multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak
untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.
                                       BAB X
                            AKUNTABILITAS DAN ANGGARAN

                                          Pasal 58

(1) Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui
media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat:

   a. evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya;
   b. rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang
       akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi
       ekonomi dan keuangan.

(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan juga secara tertulis kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan
wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap 3 (tiga) bulan.

(4) Dengan tidak mengurangi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia
wajib menyampaikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya apabila
diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

                                          Pasal 59

Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia
atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat apabila diperlukan.

                                          Pasal 60

(1) Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender.

(2) Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur
menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun
berjalan.

(3) Setiap penambahan jumlah anggaran pengeluaran yang diperlukan dalam tahun anggaran
berjalan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Gubernur.

                                          Pasal 61

(1) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran, Bank Indonesia
telah menyelesaikan penyusunan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia.

(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selesai disusun, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada Badan Pemeriksa
Keuangan untuk dimulai pemeriksaan.

(3) Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sejak pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia kepada
publik melalui media massa.

                                            Pasal 62

(1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut:

    a. 30% (tiga puluh per seratus) untuk Cadangan Tujuan;
    b. sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan
        Umum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).

(2) Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat(1), diserahkan
kepada Pemerintah.

(3) Apabila modal menjadi kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut, yang
pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Terhadap surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan
pajak penghasilan.

                                            Pasal 63

Bank Indonesia menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

                                            Pasal 64

(1) Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan
lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dana untuk penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil dari dana
Cadangan Tujuan.

                                     BAB XI
                    KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

                                            Pasal 65

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan
dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

                                            Pasal 66

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
                                          Pasal 67

Barang siapa yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

                                          Pasal 68

Anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang melanggar ketentuan Pasal 9
ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

                                          Pasal 69

Badan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3),
diancam dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

                                          Pasal 70

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4), diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta
denda sekurang-kurangnya Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(2) Penuntutan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap
mereka yang memberi perintah, yang melakukan perbuatan, yang bertindak sebagai pimpinan
dalam perbuatan dimaksud, atau terhadap ketiga-tiganya.

                                          Pasal 71

(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak
lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan tugas tertentu yang
memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena
jabatannya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).

(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan, badan
tersebut diancam dengan pidana denda sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

(3) Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.

                                          Pasal 72

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pasal
66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 71, Dewan Gubernur dapat menetapkan
sanksi administratif terhadap pegawai Bank Indonesia serta pihak-pihak lain yang tidak
memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    a. denda; atau
    b. teguran tertulis; atau
    c. pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang berwenang apabila
        pelanggaran dilakukan oleh badan usaha; atau
    d. pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan dengan Peraturan Bank
Indonesia atau Peraturan Dewan Gubernur.

                                         BAB XII
                                   KETENTUAN PERALIHAN

                                             Pasal 73

Segala aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968
tentang Bank Sentral beralih menjadi aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang
ini.

                                             Pasal 74

(1) Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik, dialihkan berdasarkan suatu perjanjian
kepada Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk Pemerintah, dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak berlakunya Undang-undang ini.

(2) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengelola hasil
angsuran dan atau pelunasan pokok dan bunga kredit likuiditas dimaksud sampai dengan jangka
waktu kredit likuiditas tersebut berakhir.

(3) Subsidi bunga atas kredit likuiditas yang berada dalam pengelolaan Badan Usaha Milik
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap menjadi beban Pemerintah.

                                             Pasal 75

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Direksi yang diangkat berdasarkan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dinyatakan diberhentikan dan diangkat kembali
sebagai anggota Dewan Gubernur dengan pengaturan sebagai berikut:

    a. Gubernur dan seorang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 4 (empat)
       tahun;
    b. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 1 (satu) tahun;
    c. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 2 (dua) tahun;
    d. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 3 (tiga) tahun.

(2) Selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak Undang-undang ini berlaku, Presiden
mengusulkan calon Deputi Gubernur Senior menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 40
dan Pasal 41 untuk masa jabatan pertama selama 5 (lima) tahun.
(3) Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usul Gubernur.

                                           Pasal 76

(1) Ketentuan tentang Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) dinyatakan mulai berlaku selambat-
lambatnya 1 Januari 2000 kecuali untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan.

(2) Terhadap tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank
Indonesia dan belum jatuh tempo, Bank Indonesia dapat memperpanjang jangka waktu tagihan
tersebut selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun sejak jatuh tempo apabila diperlukan oleh
Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dalam hal diperlukan perpanjangan jangka waktu tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu tagihan tersebut
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tagihan jatuh tempo.

                                           Pasal 77

Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Undang-undang ini, Bank
Indonesia wajib sudah melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan
lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1).

                                           Pasal 78

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang
ini dinyatakan tidak berlaku.

(2) Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan
peraturan perundang-undangan lainnya sepanjang belum diperbarui dan tidak bertentangan
dalam Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.

                                        BAB XIII
                                   KETENTUAN PENUTUP

                                           Pasal 79

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

PROF. DR. H. MULADI, S.H.




          LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 66

                                    .
                                   PENJELASAN
                                      ATAS
                         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                               NOMOR 23 TAHUN 1999
                                    TENTANG

                                       BANK INDONESIA




UMUM

Pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencapai berbagai kemajuan
termasuk di bidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan
tersebut terdapat kelemahan struktur dan sistem perekonomian Indonesia yang menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan antara lain ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan
dalam mengelola dana, diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya
penegakan hukum disertai dengan sistem politik yang kurang demokratis sehingga di antaranya
mengakibatkan banyaknya distorsi sehingga terjadi penyimpangan dari praktek ekonomi pasar
yang mengakibatkan semakin lemahnya fondasi perekonomian nasional.

Di sisi lain, perkembangan ekonomi internasional mengalami perubahan yang cepat dan sangat
mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang ditandai dengan semakin terintegrasinya
pasar keuangan dunia yang memudahkan pergerakan arus lalu lintas modal disertai dengan
semakin ketatnya persaingan di dunia internasional. Selain menguntungkan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional, pergerakan arus modal juga meningkatkan kerentanan
perekonomian nasional. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan pemecahannya yang
sekaligus dapat meletakkan landasan perekonomian yang kukuh melalui strategi pembangunan
yang tepat dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang diwarnai dengan ekonomi
kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka sehingga mampu bersaing di
kancah perekonomian internasional.

Guna mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut perlu diadakan penyesuaian berbagai
kebijakan ekonomi dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh Indonesia. Kebijakan
moneter yang merupakan salah satu kebijakan penting dari kebijakan pembangunan ekonomi
nasional harus lebih diarahkan kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga stabilitas
moneter. Selama ini perencanaan dan penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh Dewan
Moneter sementara status dan peranan Bank Indonesia adalah membantu Pemerintah dalam
melaksanakan kebijakan moneter yang disusun dan ditetapkan oleh Dewan Moneter
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1968.

Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang tersebut di atas dipandang
sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian
nasional dan internasional dewasa ini dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan
penggantian Undang-undang tersebut dengan yang baru yang memberikan status, tujuan dan
tugas yang lebih tepat kepada Bank Indonesia selaku otoritas moneter.

Dalam Undang-undang ini, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan
sebagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang
pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia
tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar
dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakkan landasan yang
kukuh bagi pelaksanaan dan pengembangan perekonomian Indonesia di tengah-tengah
perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya, kegagalan untuk
memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan
karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing
perekonomian nasional dalam kancah perekonomian dunia.

Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu
ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem
pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.

Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang
menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara
yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola
cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca
pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri Pemerintah
dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian nasional, harus dilaksanakan oleh Pemerintah
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pinjaman luar negeri swasta
merupakan tanggung jawab yang bersangkutan dan monitoringnya dilakukan oleh Bank
Indonesia secara fungsional dan transparan.

Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender the of
last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam melaksanakan fungsi lender of the last resort, Bank Indonesia hanya membantu untuk
mengatasi mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, risiko manajemen, dan risiko pasar. Sesuai dengan status Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas
Bank Indonesia.Mengantisipasi perkembangan perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, tugas
dan fungsi Bank Indonesia perlu mengakomodasikan Prinsip-prinsip Syariah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank Indonesia ditunjuk sebagai lembaga
yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat
pembayaran yang sah. Berhubung kelancaran sistem pembayaran sangat penting bagi
pelaksanaan kebijakan moneter, kepada Bank Indonesia diberikan tugas mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, kepada
Bank Indonesia perlu diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang luas dalam mengatur dan
melaksanakan kegiatan kliring dan jasa transfer dana, serta penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antar bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan
tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat
luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman.

Dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan Bank, kepada Bank Indonesia
diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan
usaha Bank serta mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia antara lain juga menetapkan prioritas
penyaluran dana kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.

Kewenangan Bank Indonesia dimaksudkan pula untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam
waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang
wajar. Hal ini sesuai dengan amanat Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter,
sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut
diharuskan membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen dalam mengelola dan
mendayagunakan devisa. Dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak
lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.

Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen berada di luar
pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Independensi ini membawa
konsekuensi yuridis logis bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur atau
membuat/menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang dan
menjangkau seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia sebagai
suatu lembaga negara yang independen dapat menerbitkan peraturan dengan disertai
kemungkinan pemberian sanksi administratif.

Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menghindarkan praktek-
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan pasal 3 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998.

Dalam rangka koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan otoritas fiskal dan sektor riil,
Rapat Dewan Gubernur dapat dihadiri oleh Menteri atau pejabat pemerintah. Demikian pula
sebaliknya Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
Dewan Moneter tidak diperlukan lagi.

Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab, kepada Bank Indonesia dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas
publik dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat.
Transparansi dan prinsip akuntabilitas publik tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan
rencana kebijakan untuk tahun yang akan datang dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan
moneter untuk tahun sebelumnya serta perkembangan kondisi ekonomi, keuangan dan
perbankan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara berkala dan terbuka kepada
masyarakat disampaikan informasi yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi, moneter dan
perbankan.




PASAL DEMI PASAL

                                              Pasal 1

Cukup jelas

                                              Pasal 2

Ayat (1)

Satu rupiah terdiri atas 100 (seratus) sen.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan wilayah negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah teritorial
Indonesia termasuk kapal yang berbendera Republik Indonesia.

Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat ini akan
ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia yang memuat antara lain:
    a. pencantuman harga barang dan jasa dalam valuta asing di tempat dan kegiatan usaha
       tertentu;
    b. penggunaan mata uang ASEAN dalam rangka ekspor dan atau impor di kawasan
       ASEAN;
    c. antisipasi terhadap kemungkinan integrasi ekonomi.

Ayat (4)

Dalam hal terdapat keraguan atas keaslian uang rupiah, pihak yang meragukan tersebut dapat
meminta klarifikasi kepada Bank Indonesia. Ketidaksepakatan para pihak yang melakukan
transaksi tidak dianggap sebagai penolakan menerima rupiah.

Ayat (5)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. penetapan wilayah dan atau daerah tertentu;
    b. tempat usaha atau kegiatan usaha tertentu;
    c. perjanjian perdagangan barang dan jasa.

                                          Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. penetapan jumlah uang rupiah yang dapat dibawa keluar atau masuk wilayah Indonesia;
    b. prosedur perizinan membawa uang rupiah keluar atau masuk wilayah Indonesia;
    c. sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan pemindahan uang rupiah dari atau
       ke luar negeri tanpa izin.

                                          Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk
mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan
mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort.

Bank Sentral dimaksud mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan
tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh Bank pada umumnya.
Walaupun demikian, dalam rangka mendukung tugas-tugasnya Bank Sentral dapat melakukan
aktivitas perbankan yang dianggap perlu.
Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral dan sesuai dengan Penjelasan Pasal 23 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 disebut Bank Indonesia.

Ayat (2)

Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar
pemerintahan dan lembaga lain sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Dalam
pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Selain itu, laporan keuangan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.

Ayat (3)

Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-undang ini dan dimaksudkan
agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang
terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai
badan hukum publik berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam
batas kewenangannya.

                                          Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia
adalah kantor-kantor cabang Bank Indonesia di daerah atau kantor-kantor perwakilan Bank
Indonesia di luar negeri.

Pada kantor-kantor tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan Bank Indonesia sesuai dengan tugas
dan wewenangnya.

                                          Pasal 6

Ayat (1)

Modal Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat ini berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang merupakan penjumlahan dari modal, Cadangan Umum, Cadangan Tujuan dan
bagian dari laba yang belum dibagi menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral sebelum Undang-undang ini diberlakukan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan sumber lain untuk tambahan modal dapat berupa hasil revaluasi aset
dan atau setoran modal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Selain itu, sumber lain tersebut dimaksudkan pula untuk menampung kemungkinan perubahan
standar akuntansi keuangan tentang modal.
Yang dimaksud dengan kewajiban moneter adalah kewajiban Bank Indonesia kepada
masyarakat, Bank, dan Pemerintah yang terdiri atas uang kartal yang diedarkan, saldo kredit
rekening milik Bank, milik Pemerintah, dan milik pihak lain seperti simpanan pegawai yang
tercatat di Bank Indonesia serta surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur meliputi antara
lain:

    a. perlakuan akuntansi untuk modal Bank Indonesia;
    b. persyaratan dan tata cara revaluasi aset;
    c. persyaratan penambahan modal yang berasal dari sumber-sumber lain.

                                            Pasal 7

Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam pasal ini adalah kestabilan nilai rupiah terhadap
barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain.

Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan
atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

                                            Pasal 8

Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini mempunyai keterkaitan dalam
mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga.
Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat,
aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal
tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur
dan mengawasi Bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian
moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem
perbankan.

                                            Pasal 9

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pihak lain adalah semua pihak di luar Bank Indonesia, termasuk
Pemerintah dan atau lembaga-lembaga lainnya.

Yang dimaksud dengan segala bentuk campur tangan adalah segala perbuatan pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas
Bank Indonesia.

Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya
berdasarkan Undang-undang ini secara efektif.
Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan adalah kerja sama yang dilakukan oleh pihak
lain atau bantuan teknis yang diberikan oleh pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam
rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang ini.

Ayat (2)

Cukup jelas

                                              Pasal 10

Ayat (1)

Huruf a

           Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan
           memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju
           inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga
           yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter.

           Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan
           asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran
           Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.

           Dalam hal terjadi perbedaan, Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan secara
           terbuka apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

           Huruf b

           Angka 1

           Termasuk dalam pengertian operasi pasar terbuka pada ayat ini adalah intervensi di
           pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka stabilisasi rupiah.

           Angka 2

           Yang dimaksud dengan penetapan tingkat diskonto adalah penetapan tingkat bunga
           tertentu yang diberlakukan oleh Bank Indonesia antara lain dalam operasi pasar terbuka
           dalam rangka kredit dari Bank Indonesia maupun dalam pelaksanaan fungsi lender of the
           last resort.

           Angka 3

           Cukup jelas

           Angka 4

           Yang dimaksud dengan pengaturan kredit atau pembiayaan adalah penetapan
           pertumbuhan penyaluran kredit atau pem-biayaan oleh lembaga perbankan secara
           keseluruhan berkaitan dengan pengendalian moneter.

Ayat (2)
Operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter melalui Bank berdasarkan Prinsip
Syariah dilakukan dengan cara penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan sebagai pengganti
tingkat diskonto yang diberlakukan pada Bank konvensional.

Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara
lain:

    a. tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah;
    b. tata cara pelaksanaan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah;
    c. instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka;
    d. tata cara penetapan tingkat diskonto;
    e. penetapan jenis dan besaran cadangan wajib minimum bagi Bank, baik dalam mata uang
       rupiah maupun valuta asing;
    f. penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran cadangan wajib minimum;
    g. pembatasan kredit atau pembiayaan termasuk juga segala bentuk fasilitas pinjaman
       dana melalui pasar rupiah dan valuta asing;
    h. pengaturan huruf c, huruf d, dan huruf g yang didasarkan pada Prinsip Syariah, terutama
       mengenai penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan.

                                           Pasal 11

Ayat (1)

Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank yang dimaksudkan
dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan Bank karena adanya ketidaksesuaian
antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar.

Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.

Jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini merupakan
jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk perpanjangannya.

Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak dapat dilunasi pada saat jatuh
tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencair-kan agunan yang dikuasainya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh
Bank Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek,
memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
terhadap kondisi Bank tersebut.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat
berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang
mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten
dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.

Yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, misalnya bagi hasil atau risiko
yang ditanggung bersama secara proporsional.
Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
       Syariah, termasuk di dalamnya persyaratan tingkat kesehatan Bank penerima. Dalam
       rangka meneliti pemenuhan persyaratan kesehatan Bank tersebut, Bank Indonesia
       melakukan pemeriksaan terhadap Bank calon penerima kredit atau pembiayaan;
    b. jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan biaya lainnya;
    c. jenis agunan berupa surat berharga dan atau tagihan yang mempunyai peringkat tinggi;
    d. tata cara pengikatan agunan.

                                           Pasal 12

Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan kebijakan nilai tukar yang
ditetapkan sesuai dengan sistem nilai tukar yang dianut, antara lain berupa:

    a. dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
    b. dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
    c. dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian
       serta lebar pita intervensi.

Penetapan kebijakan-kebijakan tersebut di atas dimaksudkan untuk mencapai tujuan Bank
Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.

                                           Pasal 13

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh
Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa
emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang
dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Cadangan devisa mencakup pula hak
atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional.

Bank Indonesia mengupayakan agar cadangan devisa yang dipelihara mencapai jumlah yang
oleh Bank Indonesia dianggap cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter.

Ayat (2)

Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis
transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat
berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Pengelolaan dan
pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi
kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal.
Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar

Ayat (3)

Pinjaman luar negeri yang diterima Bank Indonesia pada ayat ini adalah pinjaman luar negeri
atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan hukum.
Pinjaman ini semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan devisa untuk
memperkuat posisi neraca pembayaran sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan moneter.
Dengan demikian, pinjaman ini tidak mengganggu dan tidak termasuk dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Jumlah pinjaman tersebut disesuaikan dengan kemampuan
Bank Indonesia untuk membayar kembali. Pelaksanaan pinjaman dimaksud dapat dipantau
Dewan Perwakilan Rakyat melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia.

                                             Pasal 14

Ayat (1)

Survei yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa pengumpulan informasi yang bersifat makro
atau mikro seperti survei mengenai kegiatan usaha, survei konsumen, survei perkembangan
harga aset dan survei-survei lainnya, yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia, termasuk survei dalam rangka penyusunan dan penyem-purnaan
statistik neraca pembayaran.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah lembaga survei yang independen,
kompeten dan profesional.

Ayat (3)

Keterangan dan data yang diminta oleh Bank Indonesia bukan untuk maksud pemeriksaan,
melainkan untuk kepentingan statistik.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan Undang-undang pada ayat ini adalah Undang-undang lain yang
mewajibkan pihak yang mempunyai keterangan dan data yang bersifat rahasia untuk
mengungkapkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.

Ayat (5)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. tata cara pengumpulan dan penyampaian data;
    b. koordinasi dan kerja sama pengumpulan data dengan pihak-pihak lain apabila
       diperlukan;
    c. persyaratan bagi pihak ketiga sebagai pelaksana survei.

                                             Pasal 15

Ayat (1)

           Huruf a

           Jasa sistem pembayaran yang dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia antara lain
           adalah jasa transfer dana nilai besar. Adapun persetujuan terhadap penyelenggaraan
           jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
           oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi.

           Huruf b

           Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem
           pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau
           penyelenggaraan sistem pembayaran. Informasi yang diperoleh dari penyelenggaraan
           sistem pembayaran itu juga diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas Bank
           Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

           Huruf c

           Penetapan penggunaan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang
           digunakan dalam masyarakat memenuhi per-syaratan keamanan bagi pengguna. Dalam
           wewenang ini termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka
           prinsip kehati-hatian.

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pada ayat (1) ini, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran.

Ayat (2)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. jenis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang memerlukan persetujuan Bank
       Indonesia dan prosedur pemberian persetujuan oleh Bank Indonesia;
    b. cakupan wewenang dan tanggung jawab penyelenggara jasa sistem pembayaran,
       termasuk tanggung jawab yang berkaitan dengan manajemen risiko;
    c. persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
    d. penyelenggara jasa sistem pembayaran yang wajib menyampaikan laporan kegiatan;
    e. jenis laporan kegiatan yang perlu disampaikan kepada Bank Indonesia dan tata cara
       pelaporannya;
    f. jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat termasuk alat
       pembayaran yang bersifat elektronis seperti kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu
       pra bayar dan uang elektronik;
    g. persyaratan keamanan alat pembayaran;
    h. sanksi administratif berupa denda bagi pelanggaran ketentuan pada huruf a, huruf d dan
       huruf f tersebut di atas.

                                             Pasal 16

Yang dimaksud dengan kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan
elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan
alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan
lain yang berlaku, yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran.

Adapun sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. Pengaturan
sistem kliring lintas negara mencakup antara lain:
    a. penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau Bank dalam keanggotaan pada sistem
       kliring yang bersifat regional atau internasional;
    b. pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai
       penyelenggara sistem pembayaran dengan Bank Sentral dan atau lembaga
       penyelenggara sistem pembayaran negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
       kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

                                             Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. jenis penyelenggaraan kliring yang dapat dilaksanakan oleh pihak lain;
    b. persyaratan dan bentuk hukum pihak lain yang dapat menyelenggarakan kliring;
    c. tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan
       kliring.

                                             Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Persetujuan Bank Indonesia kepada pihak lain dapat diberikan atas dasar permintaan atau
permohonan pihak lain, atau dapat berupa penunjukan oleh Bank Indonesia. Persetujuan
tersebut hanya diberikan apabila untuk daerah tertentu Bank Indonesia belum dapat
menyelenggarakan kegiatan tersebut.

Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. persyaratan bagi pihak lain yang dapat menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi
       pembayaran antar bank;
    b. tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan
       penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank;
    c. mekanisme untuk meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajib-an Bank dalam
       penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

                                             Pasal 19

           Yang dimaksud dengan macam uang adalah jenis uang yang dikeluarkan Bank
           Indonesia, yaitu uang kertas dan uang logam. Uang kertas adalah uang dalam bentuk
           lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. Uang logam adalah uang
           dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel dan bahan
           lainnya.

           Harga uang adalah nilai nominal atau pecahan uang yang dikeluarkan oleh Bank
           Indonesia.

           Ciri uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap uang yang ditetapkan oleh Bank
           Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan uang tersebut dari upaya pemalsuan.
           Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda
           lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

                                             Pasal 20

Sebagai konsekuensi dari ketentuan pasal ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk:

    a. melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya;
    b. melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan;
    c. menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai
       yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat
       kerusakannya.

Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemusnahan uang yang dianggap tidak layak untuk
diedarkan kembali.

                                             Pasal 21

Cukup jelas

                                             Pasal 22

Pengertian uang yang hilang atau musnah adalah uang yang karena suatu sebab, fisik dan atau
tanda keasliannya telah hilang atau musnah. Namun, Bank Indonesia dapat memberikan
penggantian atas uang yang karena suatu sebab telah rusak sebagian tetapi tanda keaslian uang
tersebut masih dapat diketahui atau dikenali. Adapun besarnya penggantian atas uang yang
rusak tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia.

                                             Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas
Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. pengumuman mengenai uang yang akan ditarik dari peredaran;
    b. prosedur penukaran uang;
    c. tempat dan waktu penukaran uang yang ditarik dari peredaran.

                                            Pasal 24

           Dalam hal ini, pengaturan dan pengawasan Bank mengacu pada Undang-undang Nomor
           7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
           Nomor 10 tahun 1998.

                                            Pasal 25

Ayat (1)

Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan
rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem
perbankan yang sehat.

Mengingat pentingnya tujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan-
peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan
sanksi-sanksi yang adil.

Pengaturan Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut disesuaikan pula dengan standar
yang berlaku secara internasional.

Ayat (2)

Pokok-pokok berbagai ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia antara
lain memuat:

    a.     perizinan Bank;
    b.     kelembagaan Bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan;
    c.     kegiatan usaha Bank pada umumnya;
    d.     kegiatan usaha Bank berdasarkan Prinsip Syariah;
    e.     merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank;
    f.     sistem informasi antarbank;
    g.     tata cara pengawasan Bank;
    h.     sistem pelaporan Bank kepada Bank Indonesia;
    i.     penyehatan perbankan;
    j.     pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum Bank;
    k.     lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.

                                            Pasal 26
Huruf a

Pemberian dan pencabutan izin usaha Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank
Indonesia.

Huruf b

Pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor Bank dilakukan dengan
keputusan Gubernur Bank Indonesia.

Dalam pengertian izin pembukaan kantor Bank termasuk pula persetujuan mengenai
peningkatan status kantor Bank.

Huruf c

Pemberian persetujuan kepemilikan dan kepengurusan Bank dilakukan dengan keputusan
Gubernur Bank Indonesia.

Huruf d

Dalam pengertian izin untuk melakukan kegiatan usaha tertentu termasuk izin untuk melakukan
kegiatan usaha sebagai bank devisa, penitipan, melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah, dan kegiatan-kegiatan usaha lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                                           Pasal 27

Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul
dengan tindakan­tindakan perbaikan.

Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini
melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan Bank.

                                           Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ketentuan ini diterapkan apabila perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak
terafiliasi tersebut mendapat fasilitas tertentu dari Bank atau dapat diduga mempunyai peran
dalam kegiatan operasional Bank.

                                           Pasal 29

Ayat (1)

Tujuan pemeriksaan terhadap Bank adalah untuk memperoleh kebenaran atas informasi
kegiatan usaha Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan untuk mengetahui
kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan pemeriksaan Bank oleh Bank
Indonesia meliputi antara lain buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data
elektronis, termasuk salinan-salinannya.

Ayat (2)

Pemeriksaan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan
debitur Bank dilakukan secara selektif dan dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh.

Ayat (3)

           Huruf a

           Yang dimaksud dengan keterangan dan data termasuk data elektronis dan penjelasan
           yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.

           Huruf b

           Cukup jelas

           Huruf c

           Hal-hal lain yang diperlukan antara lain adalah penyediaan ruang kerja dan salinan
           dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan.

                                              Pasal 30

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah pihak-pihak yang oleh Bank Indonesia
dinilai memiliki kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan, misalnya Akuntan Publik.
Pemeriksaan oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksa dari
Bank Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara
lain:

    a. kriteria tentang pihak yang ditugasi sebagai pemeriksa;
    b. kode etik pemeriksa Bank;
    c. sanksi yang dikenakan bagi pihak lain yang melakukan pelanggaran dalam
       melaksanakan pemeriksaan.

                                              Pasal 31

Ayat (1)
Yang termasuk dalam transaksi tertentu antara lain adalah transaksi dalam jumlah besar yang
diduga berasal dari kegiatan yang melanggar hukum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

                                           Pasal 32

Ayat (1)

Sistem informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha Bank. Informasi antar bank tersebut antara lain berupa:

    a. informasi Bank, untuk mengetahui keadaan dan status Bank;
    b. informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur Bank guna mencegah
       penyimpangan pengelolaan perkreditan;
    c. informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.

Ayat (2)

Perluasan sistem informasi kepada lembaga lain di bidang keuangan diperlukan karena adanya
keterkaitan antara kegiatan usaha Bank dan lembaga tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas.

                                           Pasal 33

Cukup jelas

                                           Pasal 34

Ayat (1)

Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap
Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar
pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan
Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan
kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang-
undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan
dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.

Adapun tugas mengatur akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

                                                Pasal 35

Cukup jelas

                                                Pasal 36

Cukup jelas

                                                Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam hal Gubernur berhalangan, tugas Gubernur diserahkan kepada Deputi Gubernur Senior
dengan berita acara serah terima.

Ayat (3)

Yang dimaksud berhalangan adalah apabila Gubernur:

           a. menjalani masa cuti;

           b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut;

           c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal
           6 (enam) hari kerja;

           d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi
Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan
surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur.

                                                Pasal 38

Ayat (1)
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Dewan Gubernur dapat menetapkan organisasi berikut
perangkatnya.

Ayat (2)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:

           a. pembagian tugas anggota Dewan Gubernur;

           b. pendelegasian wewenang;

           c. kode etik Dewan Gubernur.

                                           Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan atau orang di luar Bank Indonesia yang memiliki
kapasitas tertentu yang menyediakan jasanya untuk mewakili Gubernur antara lain dalam
berperkara di muka pengadilan.

Hal-hal yang dapat didelegasikan adalah tugas Bank Indonesia yang pelaksanaannya menjadi
tanggung jawab Dewan Gubernur, tetapi sifat dari tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh
pejabat Bank Indonesia atau badan lain, misalnya saksi ahli, penyediaan atau pengedaran uang
kecil di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia.

Pemberian kuasa kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas
yang dikuasakan tersebut pada umumnya dilakukan secara langsung.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan hak substitusi adalah hak dari penerima kuasa untuk menunjuk
seseorang atau lebih untuk menggantikannya dalam melaksanakan tugas pemberi kuasa tanpa
menghilangkan haknya sebagai penerima kuasa.

                                           Pasal 40

Huruf a

Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai warga negara Indonesia.

Huruf b
Yang dimaksud dengan memiliki akhlak dan moral yang tinggi adalah seseorang yang dapat
dipercaya baik dalam ucapan maupun tindakannya. Yang bersangkutan senantiasa
melaksanakan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara adil
serta tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam
kehidupannya sehari-hari.

Huruf c

Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah seseorang yang menguasai suatu bidang
keahlian berdasarkan latar belakang pendidikan, keilmuan, dan pengalaman yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan tugas yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan memiliki pengalaman adalah latar belakang perjalanan karir yang
bersangkutan dalam salah satu bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum khususnya
yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Sentral.

                                         Pasal 41

Ayat (1)

Untuk setiap jabatan Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior, Presiden menyampaikan paling
kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) nama calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan atau Deputi
Gubernur Senior. Usul Presiden tersebut dilakukan dengan memperhatikan pula aspirasi
masyarakat.

Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui salah satu atau menolak seluruh calon Gubernur atau
Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul diterima.

Dalam rangka pemberian persetujuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon
Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang
berkaitan dengan moral dan akhlak calon Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior.

Calon yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dan diangkat
menjadi Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior oleh Presiden sebagai kepala negara
dengan keputusan Presiden.

Ayat (2)

Gubernur menyampaikan paling banyak 3 (tiga) nama calon untuk setiap jabatan Deputi
Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa
jabatan Deputi Gubernur berakhir.

Calon Deputi Gubernur yang diusulkan oleh Gubernur berasal dari pejabat Bank Indonesia yang
memenuhi syarat menurut Undang-undang ini.

Tata cara persetujuan dan pengangkatan untuk calon Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior
sebagaimana terdapat dalam Penjelasan ayat (1) alinea 2, 3, dan 4 berlaku juga untuk Deputi
Gubernur.

Ayat (3)
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior yang
diusulkan, Presiden mengajukan paling kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) calon baru
Gubernur atau Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sejak tanggal tanda
terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Deputi Gubernur yang diusulkan, Gubernur
mengajukan paling banyak 3 (tiga) calon baru Deputi Gubernur selambat-lambatnya 2 (dua)
minggu sejak tanggal tanda terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan salah satu calon yang diusulkan atau menolak seluruh
calon selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul kedua diterima Dewan Perwakilan Rakyat

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan mengangkat untuk jabatan yang lebih tinggi adalah apabila Deputi
Gubernur Senior atau Deputi Gubernur diangkat menjadi Gubernur, atau Deputi Gubernur
diangkat menjadi Deputi Gubernur Senior.

Periode masa jabatan Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur sebelum diangkat ke
jabatan yang lebih tinggi tersebut tidak diperhitungkan dalam periode masa jabatan baru.

Pengangkatan calon yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat menjadi anggota Dewan
Gubernur dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum berakhirnya
masa jabatan anggota Dewan Gubernur yang akan digantikan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Penggantian anggota Dewan Gubernur yang dilakukan secara berkala dimaksudkan untuk
menjamin kesinambungan kepemimpinan dan pelaksanaan tugas pengelolaan Bank Indonesia

                                            Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

                                            Pasal 43

Ayat (1) huruf a dan huruf b

Rapat Dewan Gubernur adalah forum pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan strategis, misalnya kebijakan
umum di bidang moneter.
Pengertian prinsipil dan strategis adalah kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang mempunyai
dampak luas baik ke dalam maupun ke luar Bank Indonesia. Adapun kebijakan lain yang bersifat
strategis dan prinsipil termasuk antara lain kebijakan di bidang pengaturan dan pemeliharaan
kelancaran sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan Bank.

Untuk hal-hal lain tidak perlu dibahas dalam rapat Dewan Gubernur, tetapi cukup ditetapkan
dalam rapat bidang yang dipimpin oleh tiap-tiap Deputi Gubernur sesuai dengan kewenangannya
atau rapat antar bidang terbatas yang dapat dihadiri anggota Dewan Gubernur yang terkait,
dengan catatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat Dewan Gubernur mingguan untuk
diketahui.

Ayat (2)

Penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
komunikasi misalnya melalui konferensi jarak jauh (teleconference). Hal ini memungkinkan
anggota Dewan Gubernur dapat mengikuti rapat Dewan Gubernur tanpa selalu harus hadir
secara fisik dalam ruang rapat yang sama.

Ayat (3)

Pengertian Gubernur pada ayat ini termasuk Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur yang
bertindak sebagai pemimpin rapat menggantikan Gubernur yang karena sesuatu hal berhalangan
hadir.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah situasi dan kondisi kritis yang apabila tidak
diambil tindakan tertentu dapat berdampak negatif baik bagi Bank Indonesia maupun terhadap
pelaksanaan tugas yang diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang ini.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

                                          Pasal 44

Ayat (1)

Termasuk dalam pengertian pengangkatan adalah melakukan penempatan dan mutasi baik
diikuti dengan maupun tanpa promosi.

Ayat (2)

Dalam menetapkan peraturan kepegawaian Bank Indonesia, Dewan Gubernur memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan hal tersebut sepanjang
tidak mengurangi independensi Bank Indonesia.

Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:

           a. pengangkatan dan pemberhentian pegawai;

           b. peraturan kepegawaian;

           c. sistem penggajian, penghargaan, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan
           lainnya.

                                             Pasal 45

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas tanggung jawab pribadi
bagi anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang dengan itikad baik
berdasarkan kewenangannya telah mengambil keputusan yang sulit tetapi sangat diperlukan
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Pengambilan keputusan dapat dianggap telah memenuhi itikad baik apabila:

    a. dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga,
       kelompoknya sendiri, dan atau tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi
       dan nepotisme;
    b. dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif;
    c. diikuti dengan rencana tindakan preventif apabila keputusan yang diambil ternyata tidak
       tepat;
    d. dilengkapi dengan sistem pemantauan.

Yang dimaksud dengan pejabat Bank Indonesia adalah pegawai Bank Indonesia yang
berdasarkan keputusan Dewan Gubernur diangkat untuk jabatan tertentu dan diberi hak
mengambil keputusan sesuai dengan batas wewenangnya.

                                             Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Huruf a
Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan langsung pada suatu perusahaan adalah
apabila yang bersangkutan duduk sebagai pengurus dalam suatu perusahaan atau menjalankan
sendiri usaha perdagangan barang atau jasa.

Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan tidak langsung adalah apabila yang
bersangkutan memiliki kepentingan melalui kepemilikan saham suatu perusahaan di atas 25%
(dua puluh lima per seratus).

Huruf b

Mengingat anggota Dewan Gubernur memiliki tugas yang sangat strategis di bidang moneter,
sistem pembayaran, dan pengaturan dan pengawasan bank sudah sewajarnya apabila anggota
Dewan Gubernur lebih profesional dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya.

Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota Dewan Gubernur secara ex-
officio dapat merangkap jabatan pada lembaga-lembaga tertentu, antara lain pada International
Monetary Fund (IMF), World Bank dan Institut Bankir Indonesia.

Huruf c

Larangan dalam ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hak politik yang
bersangkutan dalam memilih atau dipilih dalam pemilihan umum.

Ayat (2)

Dalam hal Deputi Gubernur Senior dan atau Deputi Gubernur yang diketahui telah melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (1) tidak bersedia mengundurkan diri, Gubernur
mengajukan usul kepada Presiden untuk meminta yang bersangkutan mengundurkan diri.
Apabila yang melakukan pelanggaran adalah Gubernur, Presiden meminta yang bersangkutan
untuk mengundurkan diri.

                                           Pasal 48

Pengunduran diri sebagaimana disebut dalam pasal ini adalah diajukan secara sukarela oleh
yang bersangkutan atau disebabkan oleh ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(2) atau Pasal 47 ayat (2).

Pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
ini harus dibuktikan dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia, mengalami cacat fisik dan
atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas-
tugasnya dengan baik atau kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

                                           Pasal 49

Cukup jelas

                                           Pasal 50

Ayat (1)
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur yang diangkat untuk mengisi
kekosongan jabatan dimaksud dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya untuk 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan berhalangan adalah apabila Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior:

           a. menjalani masa cuti tahunan;

           b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut;

           c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal
           6 (enam) hari kerja;

           d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana
           kejahatan sebagai tersangka/terdakwa.

Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi
Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan
surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur.

                                                Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

                                                Pasal 52

Sebagai pemegang kas Pemerintah, Bank Indonesia menatausahakan rekening Pemerintah.

                                                Pasal 53

Penerimaan pinjaman luar negeri untuk kepentingan Pemerintah hanya dilakukan oleh Bank
Indonesia atas permintaan Pemerintah. Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama
Pemerintah berdasarkan Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar negeri adalah Bank
Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban rekening Pemerintah pada
Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan pemberi
pinjaman.

                                          Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

                                          Pasal 55

Ayat (1)

Konsultasi ini diperlukan agar penerbitan surat utang negara tepat waktu dan tidak berakibat
negatif terhadap kebijakan moneter sehingga pelaksanaan penjualan surat utang tersebut dapat
dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima pasar serta menguntungkan Pemerintah.

Ayat (2)

Pelaksanaan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan komisi yang
membidangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Ayat (3)

Apabila penerimaan negara dari pajak, laba perusahaan negara, dan sebagainya tidak cukup
untuk membiayai pengeluaran negara seluruhnya, kekurangan tersebut di atas ditutup dengan
dana yang berasal dari masyarakat, baik berupa pinjaman dalam negeri maupun masyarakat luar
negeri dengan menerbitkan surat-surat utang negara.

Pembelian surat-surat utang negara oleh Bank Indonesia hanya dapat dilakukan secara tidak
langsung atau di pasar sekunder.

Ayat (4)

Dalam hal Bank Indonesia membeli surat-surat utang negara di pasar sekunder semata-mata
untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter.

Ayat (5)

Pembatalan demi hukum dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau masyarakat
kepada Mahkamah Agung.

                                          Pasal 56

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Pembatalan demi hukum dalam ayat ini dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau
masyarakat kepada Mahkamah Agung.

                                               Pasal 57

Ayat (1)

Kerja sama Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga internasional termasuk multilateral
dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Kerja sama tersebut misalnya di bidang:

           a. intervensi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing;

           b. penyelesaian transaksi lintas negara;

           c. hubungan koresponden;

           d. tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas Bank
           Sentral, termasuk dalam melakukan pengawasan Bank;

           e. pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran.

Ayat (2)

Keanggotaan Bank Indonesia pada lembaga multilateral dimaksud dilakukan berdasarkan kuasa
Presiden sebagai kepala negara.

                                               Pasal 58

Ayat (1)

Penyampaian informasi kepada masyarakat dimaksudkan agar masyarakat ikut serta
memantau/mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya
karena masyarakat mempunyai hak untuk melakukan kontrol agar Bank Indonesia dapat menjadi
lembaga yang dapat dipercaya dan berwibawa.

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)
Penyampaian informasi kepada Presiden bersifat informatif, sedangkan penyampaian informasi
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan agar lembaga tinggi negara tersebut dapat
mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya.

Ayat (3)

Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Bank Indonesia
menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya secara tertulis.

Ayat (4)

Cukup jelas

                                          Pasal 59

Pemeriksaan khusus atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Bank Indonesia
dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan atau suatu kegiatan
tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan anggaran oleh Bank
Indonesia.

                                          Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penyampaian anggaran tahunan Bank Indonesia yang telah ditetapkan Dewan Gubernur dan
evaluasi pelaksanaan anggaran tahun yang lalu kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan
untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam anggaran, sedangkan
untuk Pemerintah dimaksudkan sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit
anggaran Bank Indonesia.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia adalah neraca dan laporan
penerimaan dan pengeluaran beserta lampiran-lampirannya.

Selisih lebih dari perhitungan antara penerimaan dan pengeluaran selama satu tahun anggaran
merupakan surplus yang dapat digunakan untuk Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan.

Dalam hal penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran, Bank Indonesia mengalami defisit yang
dapat ditutup dari Cadangan Umum dan modal.

Ayat (2)
Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan tugasnya memeriksa laporan keuangan Bank
Indonesia dapat menggunakan jasa kantor akuntan publik yang memiliki reputasi internasional.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Laporan keuangan tahunan Bank Indonesia yang diumumkan kepada publik adalah laporan
keuangan singkat yang terdiri atas neraca singkat dan laporan pokok-pokok penerimaan dan
pengeluaran yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

                                          Pasal 62

Ayat (1)

Cadangan Umum dipergunakan untuk menambah modal atau menutup defisit Bank Indonesia,
sedangkan Cadangan Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya penggantian dan atau
pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan
organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia, serta penyertaan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, pembagian surplus Bank
Indonesia untuk Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh per seratus) yang
digunakan untuk biaya penggantian/pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang diperlakukan
dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank Indonesia.

Dalam Undang-undang ini, Cadangan Tujuan digunakan untuk biaya penggantian dan atau
pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, pengembangan sumber daya
manusia dan organisasi dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta
penyertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.

Pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undang-undang ini
ditingkatkan menjadi 30% (tiga puluh per seratus), mengingat tantangan yang dihadapi Bank
Indonesia antara lain perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
berkesinambungan serta perlunya peningkatan kualitas teknologi informasi.

Ayat (2)

Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari
kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah terlebih dahulu harus
digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia.

Ayat (3)

Kewajiban Pemerintah menutup kekurangan modal minimum Bank Indonesia dapat dilakukan
dengan cara penerbitan surat utang negara yang dapat diperjualbelikan selambat-lambatnya
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak laporan keuangan Bank Indonesia dipublikasikan.
Besar maksimum yang harus disetor oleh Pemerintah adalah selisih kurang dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) dengan jumlah modal yang tersedia dalam laporan
keuangan tersebut di atas.

Ayat (4)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar pemenuhan kecukupan modal Bank Indonesia sebesar 10
% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter dapat segera tercapai. Dalam hal modal Bank
Indonesia sudah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sebagian besar
dari surplus yang diperoleh Bank Indonesia diserahkan kepada negara melalui Pemerintah.

                                          Pasal 63

Pengumuman neraca singkat mingguan dalam Berita Negara Republik Indonesia dimaksudkan
sebagai publikasi resmi dalam rangka penyebarluasan neraca singkat tersebut kepada
masyarakat.

                                          Pasal 64

Ayat (1)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk memberikan pembatasan terhadap penyertaan modal oleh
Bank Indonesia dalam badan hukum atau badan lain tertentu.

Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam
melaksanakan tugas Bank Indonesia adalah antara lain lembaga kliring, badan pemeringkat, dan
lembaga penjamin simpanan.

Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat
dilakukan apabila telah diperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.




Ayat (2)

Cukup jelas

                                          Pasal 65

Cukup jelas

                                          Pasal 66

Cukup jelas




                                          Pasal 67

Cukup jelas

                                          Pasal 68
Cukup jelas

                                             Pasal 69

Yang dimaksud dengan badan dalam ketentuan ini adalah semua badan, misalnya badan
hukum, persekutuan perdata, yayasan, asosiasi atau badan-badan lain yang ditetapkan sebagai
responden dalam suatu survei.

                                             Pasal 70

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

                                             Pasal 71

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan rahasia pada ayat ini adalah rahasia jabatan.

Yang dimaksud dengan pihak lain yang melakukan tugas tertentu adalah pihak lain yang ditunjuk
atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud
antara lain dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal
32 ayat (3), dan Pasal 39 ayat (3).

Yang dimaksud dengan secara melawan hukum adalah apabila seseorang atau badan yang
dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:

    a. jenis keterangan dan data lainnya yang dikategorikan rahasia, antara lain keterangan
       dan data individual yang diperoleh melalui survei dan data individual Bank peserta kliring;
    b. perlakuan terhadap keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia;
    c. prosedur pengungkapan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia;
    d. pejabat yang berwenang mengungkapkan keterangan dan data lainnya yang bersifat
       rahasia.

                                             Pasal 72

Ayat (1)
Kewenangan Dewan Gubernur untuk menetapkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam
pasal ini berlaku terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-
undang ini dan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia
dan Peraturan Dewan Gubernur.

Yang dimaksud dengan pihak lain adalah orang atau badan yang diatur dalam Undang-undang
ini antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), Pasal 14 ayat (3),
Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 29 ayat (3), Pasal
30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan pihak-pihak yang ditunjuk dalam ketentuan
pelaksanaan Undang-undang ini.

Ayat (2)

           Huruf a

           Yang dimaksud dengan denda adalah kewajiban untuk membayar uang dalam jumlah
           tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini.

           Huruf b

           Cukup jelas

           Huruf c

           Pencabutan atau pembatalan izin usaha terhadap badan usaha dilakukan oleh instansi
           yang berwenang berdasarkan permintaan Bank Indonesia.

           Yang dimaksud dengan badan usaha adalah badan usaha yang ditunjuk atau disetujui
           oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat
           (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan badan usaha lain yang ditunjuk dalam
           ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini.

           Huruf d

           Sanksi disiplin hanya dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia berdasarkan
           peraturan disiplin kepegawaian yang ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.

Ayat (3)

Pengaturan lebih lanjut sanksi administratif yang dikenakan terhadap pihak lain di luar pegawai
Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia, sedangkan sanksi administratif
yang dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Dewan
Gubernur.

Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:

    a. jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif;
    b. besarnya sanksi administratif yang berupa denda;
    c. tata cara pengenaan sanksi administratif.
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:

    a. jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif;
    b. jenis-jenis sanksi disiplin pegawai;
    c. tata cara pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.

                                             Pasal 73

Pengalihan aktiva dan pasiva Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
dilaksanakan terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini.

                                             Pasal 74

Ayat (1)

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan kredit
likuiditas dalam rangka kredit program.

Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah adalah Badan Usaha Milik Negara
yang kondisi keuangannya sehat.

Pengalihan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini termasuk pula pengalihan pinjaman
penerusan yang dananya berasal dari luar negeri dan bantuan teknis dalam rangka penyaluran
kredit program.

Mengingat pinjaman penerusan dan bantuan teknis tersebut melibatkan lembaga/pihak lain di
luar Bank Indonesia, batas waktu pengalihannya kepada Badan Usaha Milik Negara ditentukan
berdasarkan kesepakatan para pihak yang terkait.

Tugas dan wewenang Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah antara lain
adalah:

           a. melakukan pembayaran kewajiban kepada Bank Indonesia;

           b. melakukan penyaluran dan administrasi kredit program;

           c. mencari sumber-sumber pendanaan untuk kelanjutan pelaksanaan kredit program.

Ayat (2)

Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program meliputi berbagai jenis
(skim) yang masing-masing memiliki persyaratan tersendiri baik jangka waktu maupun suku
bunganya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan jangka waktu KLBI tersebut adalah jangka
waktu KLBI untuk masing-masing skim yang bersangkutan.

Selama KLBI tersebut belum dibayar kembali kepada Bank Indonesia, Bank yang bersangkutan
membayar pokok dan bunga sesuai dengan perjanjian kepada Badan Usaha Milik Negara .

Badan Usaha Milik Negara membayar pokok dan bunga KLBI yang terutang kepada Bank
Indonesia pada waktu berakhirnya jangka waktu KLBI untuk tiap-tiap skim.
Ayat (3)

Yang dimaksud dengan subsidi bunga dalam ayat ini adalah selisih antara suku bunga pasar dan
suku bunga KLBI.

                                           Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

                                           Pasal 76

Ayat (1)

Adanya pengecualian untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan pada ayat ini
dimaksudkan untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang pada
dasarnya adalah untuk meringankan beban rakyat.

Ayat (2)

Perpanjangan jangka waktu surat-surat utang negara diperlukan oleh Pemerintah apabila kondisi
keuangan negara tidak memungkinkan untuk menyelesaikan kewajiban kepada Bank Indonesia
tersebut.

Tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia
adalah dalam rangka:

    a. pelaksanaan kredit program;
    b. pembayaran berbagai kewajiban dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja
       Negara;
    c. program jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank
       Perkreditan Rakyat;
    d. rekapitalisasi perbankan.

Berkaitan dengan keempat butir di atas, huruf c dan huruf d adalah program restrukturisasi
perbankan dengan bagian yang terbesar merupakan kewajiban pembayaran Bank Pemerintah.

Penyelesaian tagihan atas surat-surat utang negara yang dibeli oleh Bank Indonesia tersebut
seharusnya diselesaikan sebelum jatuh tempo surat utang dimaksud. Penyelesaian ini hanya
dapat dicapai apabila:
    a. instansi terkait seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Departemen Keuangan,
       dan sebagainya dapat melakukan pengamanan uang masyarakat (Anggaran
       Pendapatan dan Belanja Negara) secara optimal atau meminimumkan beban rakyat;
    b. keberhasilan dalam memulihkan kondisi perekonomian nasional.

Dalam hal huruf a dan huruf b terpenuhi, tidak diperlukan pengaturan mengenai perpanjangan
jatuh tempo. Namun untuk berjaga-jaga, dalam hal terjadi kondisi yang tidak diharapkan,
diperlukan landasan hukum untuk mencari jalan keluar yang memungkinkan melakukan
perpanjangan jatuh tempo.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.

                                          Pasal 77

Cukup jelas

                                          Pasal 78

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

                                          Pasal 79

Cukup jelas




                  TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3843


Silahkan download versi PDF nya sbb:
bank_indonesia_(uu_23_thn_1999)_23.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.