Previous
Next

2002

Undang-Undang Bangunan Gedung (UU 28 thn 2002)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung :
                     UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 28 TAHUN 2002
                                TENTANG
                            BANGUNAN GEDUNG

                    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
                  adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan
                  Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
               b. bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan
                   kegiatannya untuk mencapai berbagai sasaran yang menunjang
                   terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
              c. bahwa bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertihuruf b,
                 diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan
                 administratif dan teknis bangunan gedung;
              d. bahwa agar bangunan gedung dapat terselenggara secara tertib dan
                 terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan
                 upaya pembinaan;
              e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
                 a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas perlu membentuk Undang-undang
                 tentang Bangunan Gedung;

Mengingat    : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
               sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang
               Dasar 1945;



                           Dengan persetujuan
               DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                   MEMUTUSKAN:
Menetapkan   : UNDANG-UNDANG TENTANG BANGUNAN GEDUNG.

                                     BAB I
                                KETENTUAN UMUM

                                       Pasal 1
              Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
      menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
      berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi
      sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau
      tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
      budaya, maupun kegiatan khusus.
2.    Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan
      yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,
      serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pem-bongkaran.
3.    Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan
      bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk
      kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala.
4.    Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung
      beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi.
5.    5.     Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti
      bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
      prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.
6.    Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh
      atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
      prasarana dan sarananya dalam tenggang waktu tertentu guna
      menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung.
7.    Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan
      bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan
      bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan
      menurut periode yang dikehendaki.
8.    Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh
      atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
      prasarana dan sarananya.
9.    Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang,
      atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan
      gedung.
10.   Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau
      bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepa-katan dengan
      pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola
      bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi
      yang ditetapkan.
11.   Pengkaji teknis adalah orang perorangan, atau badan hukum yang
      mempunyai sertifikat keahlian untuk melaksanakan pengkajian teknis
      atas kelaikan fungsi bangunan gedung sesuai dengan ketentuan
      perundang-undangan yang berlaku.
12.   12.     Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau
      usaha, dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang
      bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat
      ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
13.   13.    Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas
      kelengkapan di dalam dan di luar bangunan gedung yang mendukung
      pemenuhan terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
14.   Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat
      Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta
      para menteri.
15.   Pemerintah Daerah adalah kepala daerah kabupaten atau kota beserta
      perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah,
      kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.

                       BAB II
             ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP

                         Pasal 2
Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan,
keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan
lingkungannya.

                         Pasal 3
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata
   bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin
   keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
   kenyamanan, dan kemudahan;
3. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.


                         Pasal 4
Undang-undang ini mengatur ketentuan tentang bangunan gedung yang
meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan, peran masyarakat, dan
pembinaan.

                      BAB III
             FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

                         Pasal 5
(1)   Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha,
      sosial dan budaya, serta fungsi khusus.
(2)   Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret,
      rumah susun, dan rumah tinggal sementara.
(3)   Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
(4)   Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan,
      perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan
      penyimpanan.
(5)   Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,
      kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.
       (6)   Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
             meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
             keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri.
       (7)   Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.


                                 Pasal 6
       (1)   Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus
             sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah
             tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
       (2)   Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
             ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin
             mendirikan bangunan.
       (3)   Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan sebagaimana
             dimaksud dalam ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dan
             penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.
       (4)   Ketentuan mengenai tata cara penetapan dan perubahan fungsi
             bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih
             lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                            BAB IV
                PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
                        Bagian Pertama
                            Umum

                                 Pasal 7
       (1)   Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan
             persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
       (2)   Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud
             dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
             kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
       (3)   (3)    Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud
             dalam ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
             keandalan bangunan gedung.
       (4)   Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk
             bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan
             yang berlaku.
       (5)   Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,
             bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan
             bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana
             ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya
             setempat.

                            Bagian Kedua
              Persyaratan Administratif Bangunan Gedung

                                 Pasal 8
(1)   Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang
      meliputi:
      a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
         tanah;
      b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
      c. izin mendirikan bangunan gedung;
      sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian
      bangunan gedung.
(3)   Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib
      pembangunan dan pemanfaatan.
(4)   Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan
      pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
      dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                            Bagian Ketiga
                      Persyaratan Tata Bangunan
                              Paragraf 1
                                Umum

                                Pasal 9
       (1)   Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
             (3) meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
             arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak
             lingkungan.
       (2)   Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
             ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan
             oleh Pemerintah Daerah.
       (3)   Ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana tata bangunan dan
             lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut
             dengan Peraturan Pemerintah.

                                Paragraf 2
                       Persyaratan Peruntukan dan
                      Intensitas Bangunan Gedung

                                Pasal 10
       (1)   Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung sebagai-mana
             dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan peruntukan lokasi,
             kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang
             ditetapkan untuk lokasi yang ber-sangkutan.
       (2)   Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi
             secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan
             gedung bagi masyarakat yang memerlukannya.


                                Pasal 11
       (1)   (1)    Persyaratan peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam
             Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata
             ruang.
(2)   Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air,
      dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu
      keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi
      prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
(3)   Ketentuan mengenai pembangunan bangunan gedung sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
      Pemerintah.

                        Pasal 12
(1)   Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan,
      koefisien lantai bangunan, dan ketinggian bangunan sesuai dengan
      ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan.
(2)   Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian
      bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus
      mempertimbangkan keamanan, kesehatan, dan daya dukung lingkungan
      yang dipersyaratkan.
(3)   Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan
      dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.
(4)   Ketentuan mengenai tata cara perhitungan dan penetapan kepadatan
      dan ketinggian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut
      dengan Peraturan Pemerintah.


                        Pasal 13
(1)   Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi:
      a. garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi
          pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;
      b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak
          antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang
          bersangkutan.
(2)   Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan
      gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus
      mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak
      mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.
(3)   Ketentuan mengenai persyaratan jarak bebas bangunan gedung
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.

                        Paragraf 3
         Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung

                        Pasal 14
(1)   Persyaratan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata
      ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan
      gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya
      keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap
      penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
(2)   Persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) harus memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur
      dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
(3)   Persyaratan tata ruang dalam bangunan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan
      gedung, dan keandalan bangunan gedung.
(4)   Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan
      gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung,
      ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan
      lingkungannya.
(5)   Ketentuan mengenai penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam,
      keseimbangan, dan keselarasan bangunan gedung dengan
      lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3),
      dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                      Paragraf 4
      Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan
                         Pasal 15
(1)   Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku
      bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting
      terhadap lingkungan.
(2)   Persyaratan pengendalian dampak lingkungan pada bangunan gedung
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                    Bagian Keempat
        Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
                       Paragraf 1
                        Umum
                        Pasal 16
(1)   Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 7 ayat (3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan,
      kenyamanan, dan kemudahan.
(2)   Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung.

                       Paragraf 2
                Persyaratan Keselamatan
                        Pasal 17
(1)   Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan bangunan
      gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan
      gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan
      bahaya petir.
(2)   Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
      muatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
      kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
      mendukung beban muatan.
(3)   Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
      menanggulangi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1) merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan
      pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif
      dan/atau proteksi aktif.
(4)   Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya
      petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan
      bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir
      melalui sistem penangkal petir.

                         Pasal 18
(1)   Persyaratan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan
      kukuh dalam mendukung beban muatan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 17 ayat (2) merupakan kemampuan struktur bangunan gedung
      yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum
      dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta
      untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban
      muatan yang timbul akibat perilaku alam.
(2)   Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung
      pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila
      terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat
      menyelamatkan diri.
(3)   Ketentuan mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa bumi
      dan/atau angin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                         Pasal 19
(1)   Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem
      proteksi pasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi
      kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api,
      kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada
      untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap
      kebakaran.
(2)   Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem
      proteksi aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi
      kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran,
      pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran.
(3)   Bangunan gedung, selain rumah tinggal, harus dilengkapi dengan sistem
      proteksi pasif dan aktif.
(4)   Ketentuan mengenai sistem pengamanan bahaya kebakaran
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
      lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                         Pasal 20

(1)   Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) merupakan
      kemampuan bangunan gedung untuk melindungi semua bagian
      bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya
      sambaran petir.
(2)   Sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap
      bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan
      penggunaannya mempunyai risiko terkena sambaran petir.
(3)   Ketentuan mengenai sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                        Paragraf 3
                  Persyaratan Kesehatan
                         Pasal 21
Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan,
sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.

                         Pasal 22
(1)   Sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan
      kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada
      bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau
      ventilasi buatan.
(2)   Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidik-an,
      dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk
      ventilasi alami.
(3)   Ketentuan mengenai sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                         Pasal 23
(1)   Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
      merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada
      bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau pencahayaan
      buatan, termasuk pencahayaan darurat.
(2)   Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan,
      dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk
      pencahayaan alami.
(3)   Ketentuan mengenai sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
      Pemerintah.

                         Pasal 24
(1)   Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan
      kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan
      gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor
      dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
(2)   Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus
      dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya,
      tidak membahayakan serta tidak mengganggu lingkungan.
(3)   Ketentuan mengenai sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                         Pasal 25
(1)   Penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 21 harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan
      tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
(2)   Ketentuan mengenai penggunaan bahan bangunan gedung
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.

                       Paragraf 4
                Persyaratan Kenyamanan

                        Pasal 26
(1)   Persyaratan kenyamanan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi kenyamanan ruang gerak dan
      hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta
      tingkat getaran dan tingkat kebisingan.
(2)   Kenyamanan ruang gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan
      tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam
      ruangan.
(3)   Kenyamanan hubungan antarruang sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang
      dan    sirkulasi  antarruang   dalam   bangunan     gedung      untuk
      terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
(4)   Kenyamanan kondisi udara dalam ruang sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur
      dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi
      bangunan gedung.
(5)   Kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan
      kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan
      gedung lain di sekitarnya.
(6)   Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh
      suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi
      bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang
      timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.
(7)   Ketentuan mengenai kenyamanan ruang gerak, tata hubungan
      antarruang, tingkat kondisi udara dalam ruangan, pandangan, serta
      tingkat getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
      ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.

                       Paragraf 5
                 Persyaratan Kemudahan

                        Pasal 27
(1)   Persyaratan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
      (1) meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan
      gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan
      bangunan gedung.
(2)   Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi tersedianya fasilitas dan
      aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi
      penyandang cacat dan lanjut usia.
(3)   Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1) pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi
      penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti,
      ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas
      komunikasi dan informasi.
(4)   Ketentuan mengenai kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
      bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut
      dengan Peraturan Pemerintah.

                          Pasal 28
(1)   Kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan gedung
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan
      bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau koridor antar
      ruang.
(2)   Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan
      koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung.
(3)   Ketentuan mengenai kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam
      bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                          Pasal 29
(1)   Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk
      sarana transportasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
      (2) berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau
      tangga berjalan dalam bangunan gedung.
(2)   Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang
      menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan
      mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan
      kesehatan pengguna.
(3)   Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan
      kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan
      mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai
      standar teknis yang berlaku.
(4)   Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus
      dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai
      dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
(5)   Ketentuan mengenai kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan
      gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
      ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                          Pasal 30
(1)   Akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 27 ayat (2) harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi
      sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur
      evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya,
      kecuali rumah tinggal.
(2)   Penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk
      arah yang jelas.
(3)   Ketentuan mengenai penyediaan akses evakuasi sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.

                         Pasal 31
(1)   Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
      usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan
      keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal.

(2)   Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1), termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas
      lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya.
(3)   Ketentuan mengenai penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat
      dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
      lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                         Pasal 32
(1)   Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 27 ayat (3) merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung
      untuk kepentingan umum.
(2)   Ketentuan mengenai kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
      Pemerintah

                     Bagian Kelima
      Persyaratan Bangunan Gedung Fungsi Khusus
                         Pasal 33
Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi khusus,
selain harus memenuhi ketentuan dalam Bagian Kedua, Bagian Ketiga, dan
Bagian Keempat pada Bab ini, juga harus memenuhi persyaratan administratif
dan teknis khusus yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
                        BAB V
      PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
                    Bagian Pertama
                        Umum
                       Pasal 34
(1)   Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangun-an,
      pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.

(2)   Dalam penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) penyelenggara berkewajiban memenuhi persyaratan
      bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Bab IV undang-
      undang ini.
(3)   Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung,
      penyedia jasa konstruksi, dan pengguna bangunan gedung.
(4)   Pemilik bangunan gedung yang belum dapat memenuhi persyaratan
      sebagaimana dimaksud dalam Bab IV undang-undang ini, tetap harus
      memenuhi ketentuan tersebut secara bertahap.

                       Bagian Kedua
                       Pembangunan
                          Pasal 35
(1)   Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan
      perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasannya.
(2)   Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah milik
      sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
(3)   Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan berdasarkan perjanjian
      tertulis antara pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung.
(4)   Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana
      teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk
      izin mendirikan bangunan, kecuali bangunan gedung fungsi khusus.

                          Pasal 36
(1)   Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum
      ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan
      teknis dari tim ahli.

(2)   Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan
      oleh pemerintah setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli.
(3)   Keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) dan ayat (2) bersifat ad hoc terdiri atas para ahli yang diperlukan
      sesuai dengan kompleksitas bangunan gedung.
(4)   Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana teknis bangunan
      gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan
      keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                       Bagian Ketiga
                        Pemanfaatan
                          Pasal 37
(1)   Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau pengguna
      bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan
      memenuhi persyaratan laik fungsi.
(2)   Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi apabila
      telah memenuhi persyaratan teknis, sebagaimana dimaksud dalam Bab
      IV undang-undang ini.
(3)   Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada
      bangunan gedung harus dilakukan agar tetap memenuhi persyaratan
      laik fungsi.
(4)   Dalam pemanfaatan bangunan gedung, pemilik atau pengguna
      bangunan gedung mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur
      dalam undang-undang ini.
(5)   Ketentuan mengenai tata cara pemeliharaan, perawatan, dan
      pemeriksaan secara berkala bangunan gedung sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                     Bagian Keempat
                       Pelestarian
                        Pasal 38
(1)   Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
      budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi
      dan dilestarikan.
(2)   Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan
      dilestarikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
      Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan
      ketentuan perundang-undangan.
(3)   Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan
      atas bangunan gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai
      dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.
(4)   Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan
      lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi
      dan/atau karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan.
(5)   Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) serta teknis pelaksanaan
      perbaikan, pemugaran dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                      Bagian Kelima
                     Pembongkaran
                         Pasal 39
(1)   Bangunan gedung dapat dibongkar apabila:
      a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
      b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung
         dan/atau lingkungannya;
      c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
(2)   Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) huruf a dan huruf b ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
      berdasarkan hasil pengkajian teknis.
(3)   Pengkajian teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (2), kecuali untuk rumah tinggal, dilakukan oleh pengkaji teknis dan
      pengadaannya menjadi kewajiban pemilik bangunan gedung.
(4)   Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas
      terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan
      berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang telah disetujui oleh
      Pemerintah Daerah.
(5)   Ketentuan mengenai tata cara pembongkaran bangunan gedung
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                    Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung
                         Pasal 40
(1)   Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung
      mempunyai hak:


      a. mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana
         teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan;
      b. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan
         perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;
      c. mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung dan/atau
         lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah;
      d. mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan perundang-
         undangan dari Pemerintah Daerah karena bangunannya ditetapkan
         sebagai bangunan yang harus dilindungi dan dilestarikan;
      e. mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari
         Pemerintah Daerah;
      f. mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-
         undangan apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah
         atau pihak lain yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya.
(2)   Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung
      mempunyai kewajiban:
      a. menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi
          persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya;
      b. memiliki izin mendirikan bangunan (IMB);
      c. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan
          rencana teknis yang telah disahkan dan dilakukan dalam batas
          waktu berlakunya izin mendirikan bangunan;
      d. meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan
          rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap
          pelaksanaan bangunan.


                         Pasal 41
(1)   Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna
      bangunan gedung mempunyai hak :
      a. mengetahui tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung
      b. mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas
          bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan
          dibangun;
      c. mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan
          bangunan gedung;
      d. mendapatkan keterangan tentang ketentuan bangunan gedung yang
          laik fungsi;
      e. mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau
          lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
(2)   Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna
      bangunan gedung mempunyai kewajiban:
      a. memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
      b. memelihara dan/atau merawat bangunan gedung secara berkala;
      c. melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan
          pemeliharaan bangunan gedung;
      d. melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi
          bangunan gedung.
      e. memperbaiki bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik
          fungsi;
      f. membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik
          fungsi dan tidak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya dalam
          pemanfaatannya, atau tidak memiliki izin mendirikan bangunan,
          dengan tidak mengganggu keselamatan dan ketertiban umum.


                         BAB VI
                 PERAN MASYARAKAT
                        Pasal 42
(1)   Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat :
      a. memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan;
      b. memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
          dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di
          bidang bangunan gedung;
      c. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang
          berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan
          lingkungan, rencana teknis bangunan gedung tertentu, dan kegiatan
          penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap
          lingkungan;
      d. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang
          mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan
          umum.
(2)   Ketentuan mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                         BAB VII
                      PEMBINAAN
                        Pasal 43
(1)   Pemerintah menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung secara
      nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib
      penyelenggaraan bangunan gedung.
(2)   Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan penyelenggaraan
      bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di daerah.
(3)   Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan bersama-sama dengan
      masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung.
(4)   Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pembinaan
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) melakukan
      pemberdayaan masyarakat yang belum mampu untuk memenuhi
      persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Bab IV.
(5)   Ketentuan mengenai pembinaan bangunan gedung sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih
      lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                          BAB VIII
                          SANKSI
                          Pasal 44
Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban
pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenai
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.


                          Pasal 45
(1)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat
      berupa:
      a. peringatan tertulis,
      b. pembatasan kegiatan pembangunan,
      c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
          pembangunan,
      d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan
          gedung;
      e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
      f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
      g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
      h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
      i. perintah pembongkaran bangunan gedung.
(2)   Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per
      seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
(3)   Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
      (2) ditentukan oleh berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukan.
(4)   Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.


                          Pasal 46
(1)   Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak
      memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana
      penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10%
      (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan
      kerugian harta benda orang lain.
(2)   Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak
      memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana
      penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 15%
      (lima belas per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya
      mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat
      seumur hidup.
(3)   Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak
      memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana
      penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 20%
      (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya
      mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
(4)   Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) hakim memperhatikan pertimbangan dari
      tim ahli bangunan gedung.
(5)   Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.
                          Pasal 47
(1)   Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan
      yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini sehingga
      mengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dapat dipidana kurungan
      dan/atau pidana denda.
(2)   Pidana kurungan dan/atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1) meliputi:
      a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
         paling banyak 1% (satu per seratus) dari nilai bangunan gedung jika
         karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain;
      b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda
         paling banyak 2% (dua per seratus) dari nilai bangunan gedung jika
         karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain sehingga
         menimbulkan cacat seumur hidup
      c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
         paling banyak 3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan gedung jika
         karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
(3)   Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.


                       BAB IX
                KETENTUAN PERALIHAN

                          Pasal 48
(1)   Peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung yang telah
      ada dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap
      berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan
      undang-undang ini.
(2)   Bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan yang dikeluarkan
      oleh Pemerintah Daerah sebelum berlakunya undang-undang ini izinnya
      dinyatakan masih tetap berlaku.
(3)   Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin
      mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk
      memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan sertifikat laik
      fungsi berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
                                       BAB X
                                KETENTUAN PENUTUP

                                      Pasal 49
             Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan.

             Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-
             undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
             Indonesia.




                                                        Disahkan di Jakarta
                                                  pada tanggal 16 Desember 2002
                                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                            ttd
                                                  MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
   Diundangkan di Jakarta
   pada tanggal 16 Desember 2002
   SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
                     ttd
   BAMBANG KESOWO



     LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 134


Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,



Lambock V.
Nahattands
                                PENJELASAN
                                   ATAS
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                            NOMOR 28 TAHUN 2002
                                 TENTANG
                             BANGUNAN GEDUNG

UMUM

 Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di
 dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya adalah pembangunan manusia
 Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan
 pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam
 suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
 Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan
 yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri
 manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi
 kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk
 mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi,
 dan selaras dengan lingkungannya.
 Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu
 dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang
 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan
 gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis
 bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
 Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung,
 persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan
 kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyeleng-garaan
 bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah,
 sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
 Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan,
 keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya,
 bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.
 Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya dalam rangka
 pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka sendiri,
 tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib
 penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.
 Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi
 berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi baik sebagai
 perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa-jasa
 pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh
 karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan
 jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 Dengan diberlakukannya undang-undang ini, maka semua penyelenggaraan bangunan
 gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara
 Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak
 asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang
 Bangunan Gedung.
 Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi maupun arsitektur
 dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan tetap mempertimbangkan
  nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik arsitektur dan lingkungan
  yang telah ada, khususnya nilai-nilai kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.
  Pengaturan dalam undang-undang ini juga memberikan ketentuan pertimbangan kondisi
  sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Berkaitan
  dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong, memberdayakan dan meningkatkan
  kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini
  secara bertahap sehingga jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat
  dalam menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh
  semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling
  membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.
  Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan
  ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau
  peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap
  mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan
  undang-undang ini.



PASAL DEMI PASAL

 Pasal 1
   Cukup jelas

 Pasal 2
   Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung dapat
   diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan, serta sebagai wadah
   kegiatan manusia yang memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan, termasuk
   aspek kepatutan dan kepantasan.
   Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung memenuhi
   persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan keandalan teknis untuk menjamin
   keselamatan pemilik dan pengguna bangunan gedung, serta masyarakat dan lingkungan
   di sekitarnya, di samping persyaratan yang bersifat administratif.
   Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan bangunan gedung
   berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan ekosistem dan lingkungan di sekitar
   bangunan gedung.
   Asas keserasian dipergunakan sebagai landasan agar penyelenggaraan bangunan
   gedung dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan bangunan gedung dengan
   lingkungan di sekitarnya.


 Pasal 3
   Cukup jelas

 Pasal 4
   Dalam tiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk dengan pertimbangan
   aspek sosial dan ekologis bangunan gedung.
   Pengertian tentang lingkup pembinaan termasuk kegiatan pengaturan, pemberdayaan,
   dan pengawasan.

 Pasal 5
   Ayat (1)
         Cukup jelas
    Ayat (2)
         Rumah tinggal sementara adalah bangunan gedung fungsi hunian yang tidak dihuni
         secara tetap seperti asrama, rumah tamu, dan sejenisnya.
    Ayat (3)
         Lingkup bangunan gedung fungsi keagamaan untuk bangunan masjid termasuk
         mushola, dan untuk bangunan gereja termasuk kapel.
    Ayat (4)
         Lingkup bangunan gedung fungsi usaha adalah:

         a. perkantoran, termasuk kantor yang disewakan;
         b. perdagangan, seperti warung, toko, pasar, dan mal;
         c. perindustrian, seperti pabrik, laboratorium, dan perbengkelan;
         d. perhotelan, seperti wisma, losmen, hostel, motel, dan hotel;
         e. wisata dan rekreasi, seperti gedung pertemuan, olah raga, anjungan, bioskop, dan
            gedung pertunjukan;
         f. terminal, seperti terminal angkutan darat, stasiun kereta api, bandara, dan
            pelabuhan laut;
         g. penyimpanan, seperti gudang, tempat pendinginan, dan gedung parkir.

    Ayat (5)
         Cukup jelas
    Ayat (6)
         Bangunan gedung fungsi khusus adalah bangunan gedung yang fungsinya
         mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional atau yang
         penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau
         mempunyai risiko bahaya tinggi, dan penetapannya dilakukan oleh menteri yang
         membidangi bangunan gedung berdasarkan usulan menteri terkait.
         Bangunan instalasi pertahanan misalnya kubu-kubu dan atau pangkalan-pangkalan
         pertahanan (instalasi peluru kendali), pangkalan laut dan pangkalan udara, serta
         depo amunisi.
         Bangunan instalasi keamanan misalnya laboratorium forensik dan depo amunisi.
    Ayat (7)
         Kombinasi fungsi dalam bangunan gedung misalnya kombinasi fungsi hunian dan
         fungsi usaha, seperti bangunan gedung rumah-toko, rumah-kantor, apartemen-mal,
         dan hotel-mal, atau kombinasi fungsi-fungsi usaha seperti bangunan gedung kantor-
         toko dan hotel-mal.

Pasal 6
    Ayat (1)
         Cukup jelas

    Ayat (2)
         Penetapan fungsi bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah diberikan dalam
         proses perizinan mendirikan bangunan gedung.

    Ayat (3)
         Setiap perubahan fungsi bangunan gedung harus diikuti oleh pemenuhan
         persyaratan bangunan gedung terhadap fungsi yang baru, dan diproses kembali
         untuk mendapatkan perizinan yang baru dari Pemerintah Daerah.
         Perubahan fungsi bangunan gedung termasuk perubahan pada fungsi yang sama,
         misalnya fungsi usaha perkantoran menjadi fungsi usaha perdagangan atau fungsi
         sosial pelayanan pendidikan menjadi fungsi sosial pelayanan kesehatan.


    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 7
    Ayat (1)
         Cukup jelas
    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

    Ayat (4)
         Misalnya pembangunan bangunan gedung seperti mal, terminal, dan perkantoran
         yang dibangun di atas atau di bawah jalan atau sungai, termasuk yang berada di
         atas atau di bawah ruang publik.
         Izin penggunaan atau pemanfaatan ruang diberikan oleh instansi yang berwenang
         dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan prasarana dan sarana umum atau
         fasilitas lainnya tempat bangunan gedung tersebut akan dibangun di atasnya atau di
         bawahnya.

    Ayat (5)
         Bangunan gedung adat adalah bangunan gedung yang didirikan berdasarkan
         kaidah-kaidah adat atau tradisi masyarakat sesuai budayanya, misalnya bangunan
         rumah adat.
         Bangunan gedung semi permanen adalah bangunan gedung yang digunakan untuk
         fungsi yang ditetapkan dengan konstruksi semi permanen atau yang dapat
         ditingkatkan menjadi permanen.
         Bangunan gedung darurat adalah bangunan gedung yang fungsinya hanya
         digunakan untuk sementara, dengan konstruksi tidak permanen atau umur bangunan
         yang tidak lama, misalnya direksi keet dan kios penampungan sementara.
         Pemerintah Daerah dapat menetapkan suatu lokasi sebagai daerah bencana dan
         menetapkan larangan membangun pada batas waktu tertentu atau tak terbatas
         dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan demi kepentingan umum atau
         menetapkan persyaratan khusus tata cara pembangunan apabila daerah tersebut
         telah dinilai tidak membahayakan.
         Bagi bangunan gedung yang rusak akibat bencana diperkenankan mengadakan
         perbaikan darurat atau mendirikan bangunan gedung sementara untuk kebutuhan
         darurat dalam batas waktu penggunaan tertentu, dan Pemerintah Daerah dapat
         membebaskan dan/atau meringankan ketentuan perizinannya namun dengan tetap
         memperhatikan keamanan, keselamatan, dan kesehatan manusia.
         Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat berkewajiban menata bangunan
         tersebut di atas agar menjamin keamanan, keselamatan, dan kemudahannya, serta
         keserasian dan keselarasan bangunan gedung dengan arsitektur dan lingkungan
         yang ada di sekitarnya.

Pasal 8
    Ayat (1)
         Huruf a
               Hak atas tanah adalah penguasaan atas tanah yang diwujudkan dalam bentuk
               sertifikat sebagai tanda bukti penguasaan/kepemilikan tanah, seperti hak milik,
               hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan, dan hak
               pakai. Status kepemilikan atas tanah dapat berupa sertifikat, girik, pethuk, akte
               jual beli, dan akte/bukti kepemilikan lainnya.
               Izin pemanfaatan pada prinsipnya merupakan persetujuan yang dinyatakan
               dalam perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah
               dan pemilik bangunan gedung.

         Huruf b
               Status kepemilikan bangunan gedung merupakan surat bukti kepemilikan
               bangunan gedung yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
               hasil kegiatan pendataan bangunan gedung.
               Dalam hal terdapat pengalihan hak kepemilikan bangunan gedung, pemilik
               yang baru wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

         Huruf c
               Izin mendirikan bangunan (IMB) adalah surat bukti dari Pemerintah Daerah
               bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi
               yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang
               telah disetujui oleh Pemerintah Daerah.

    Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan orang atau badan hukum dalam undang-undang ini meliputi
         orang perorangan atau badan hukum.
         Badan hukum privat antara lain adalah perseroan terbatas, yayasan, badan usaha
         yang lain seperti CV, firma dan bentuk usaha lainnya, sedangkan badan hukum
         publik antara lain terdiri dari instansi/lembaga pemerintahan, perusahaan milik
         negara, perusahaan milik daerah, perum, perjan, dan persero dapat pula sebagai
         pemilik bangunan gedung atau bagian bangunan gedung.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah instansi teknis di kabupaten/kota
         yang berwenang menangani pembinaan bangunan gedung.
         Pendataan, termasuk pendaftaran bangunan gedung, dilakukan pada saat proses
         perizinan mendirikan bangunan dan secara periodik, yang dimaksud-kan untuk
         keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, memberikan
         kepastian hukum tentang status kepemilikan bangunan gedung, dan sistem
         informasi.
         Berdasarkan pendataan bangunan gedung, sebagai pelaksanaan dari asas
         pemisahan horizontal, selanjutnya pemilik bangunan gedung memperoleh surat bukti
         kepemilikan bangunan gedung dari Pemerintah Daerah.
Pasal 9
    Ayat (1)
         Cukup jelas

    Ayat (2)
         Rencana tata bangunan dan lingkungan digunakan untuk pengendalian
         pemanfaatan ruang suatu lingkungan/kawasan, menindaklanjuti rencana rinci tata
         ruang dan sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas
         bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan dari aspek fungsional, sosial,
         ekonomi, dan lingkungan bangunan gedung termasuk ekologi dan kualitas visual.
         Rencana tata bangunan dan lingkungan memuat persyaratan tata bangunan yang
         terdiri atas ketentuan program bangunan gedung dan lingkungan, rencana umum
         dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan
         pedoman pengendalian pelaksanaan.
         Rencana tata bangunan dan lingkungan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan
         dapat disusun berdasarkan kemitraan Pemerintah Daerah, swasta, dan/atau
         masyarakat sesuai tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang
         bersangkutan.

    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 10
    Ayat (1)
         Intensitas bangunan gedung adalah ketentuan teknis tentang kepadatan dan
         ketinggian bangunan gedung yang dipersyaratkan pada suatu lokasi atau kawasan
         tertentu, yang meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan
         (KLB), dan jumlah lantai bangunan.
         Ketinggian bangunan gedung adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang
         diizinkan pada lokasi tertentu.
         Jarak bebas bangunan gedung adalah area di bagian depan, samping kiri dan
         kanan, serta belakang bangunan gedung dalam satu persil yang tidak boleh
         dibangun.
    Ayat (2)
         Cukup jelas

Pasal 11
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan peruntukan lokasi adalah suatu ketentuan dalam rencana
         tata ruang kabupaten/kota tentang jenis fungsi atau kombinasi fungsi bangunan
         gedung yang boleh dibangun pada suatu persil/kavling/blok peruntukan tertentu.

    Ayat (2)
         Bangunan gedung dimungkinkan dibangun di atas atau di bawah tanah, air, atau
         prasarana dan sarana umum seperti jalur jalan dan/atau jalur hijau setelah
         mendapatkan izin dari pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan prasarana
         dan sarana yang bersangkutan, dengan pertimbangan tidak bertentangan dengan
         rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, tidak mengganggu
         fungsi prasarana dan sarana yang ber-sangkutan, serta tetap mempertimbangkan
         keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 12
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah koefisien
         perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dan luas persil/
         kaveling/blok peruntukan.
         Yang dimaksud dengan koefisien lantai bangunan (KLB) adalah koefisien
         perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas persil/
         kaveling/blok peruntukan.
         Penetapan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan gedung pada suatu lokasi sesuai
         ketentuan tata ruang dan diatur oleh Pemerintah Daerah melalui rencana tata
         bangunan dan lingkungan (RTBL).

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas
    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 13
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan garis sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas
         minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan
         yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, batas tepi sungai/ pantai, jalan kereta
         api, rencana saluran, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi.
         Tepi sungai adalah garis tepi sungai yang diukur pada waktu pasang tertinggi.
         Tepi pantai adalah garis pantai yang diukur pada waktu pasang tertinggi dan waktu
         bulan purnama.
         Penetapan garis sempadan bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah dengan
         mempertimbangkan aspek keamanan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, serta
         keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan.

    Ayat (2)
         Untuk bangunan gedung fasilitas umum seperti bangunan sarana transportasi bawah
         tanah, penetapan jarak bebas bangunan ditetapkan secara khusus oleh Pemerintah
         Daerah setelah mempertimbangkan pendapat para ahli.

       Ayat (3)
        Cukup jelas

Pasal 14
    Ayat (1)
         Persyaratan arsitektur bangunan gedung dimaksudkan untuk mendorong
         perwujudan kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang mampu mencerminkan
         jati diri dan menjadi teladan bagi lingkungannya, serta yang dapat secara arif
         mengakomodasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
    Ayat (2)
         Pertimbangan terhadap bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada
         di sekitar bangunan gedung dimaksudkan untuk lebih menciptakan kualitas
         lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan
         serta warna bangunan gedung.

    Ayat (3)
         Cukup jelas

    Ayat (4)
         Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan
         persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan
         gedung, disamping untuk mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung
         dan daerah hijau di sekitar bangunan.
         Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami
         yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta
         permukaan tanah, dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi
         serta estetika.

    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 15
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar
         pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.
         Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan adalah
         bangunan gedung yang dapat menyebabkan:


         a.    perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang melampaui
               baku mutu lingkungan menurut peraturan perundang-undangan;
         b.    perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui kriteria yang
               diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
         c.    terancam dan/atau punahnya spesies-spesies yang langka dan/atau endemik,
               dan/atau dilindungi menurut peraturan perundang-undangan atau kerusakan
               habitat alaminya;
         d.    kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (seperti hutan lindung,
               cagar alam, taman nasional, dan suaka margasatwa) yang ditetap-kan menurut
               peraturan perundang-undangan;
         e.    kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung peninggal-an
               sejarah yang bernilai tinggi;
         f.    perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi;
        g.    timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau pemerintah.

    Ayat (2)
         Huruf a
               Persyaratan lingkungan bangunan gedung meliputi persyaratan-per-syaratan
               ruang terbuka hijau pekarangan, ruang sempadan bangunan, tapak basement,
               hijau pada bangunan, sirkulasi dan fasilitas parkir, pertandaan, dan
               pencahayaan ruang luar bangunan gedung.

         Huruf b
               Persyaratan terhadap dampak lingkungan berpedoman kepada Undang-undang
               tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tentang kewajiban setiap usaha
               dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
               lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
               untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

         Huruf c
               Persyaratan teknis pengelolaan dampak lingkungan meliputi persyaratan teknis
               bangunan, persyaratan pelaksanaan konstruksi, pembuangan limbah cair dan
               padat, serta pengelolaan daerah bencana.

Pasal 16
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan
         gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
         kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah
         ditetapkan.

    Ayat (2)
         Cukup jelas

Pasal 17
    Ayat (1)
         Cukup jelas
    Ayat (2)
         Cukup jelas

    Ayat (3)
         Sistem proteksi pasif adalah suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan
         gedung yang berbasis pada desain struktur dan arsitektur sehingga bangunan
         gedung itu sendiri secara struktural stabil dalam waktu tertentu dan dapat
         menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran.
         Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran adalah sistem deteksi dan alarm
         kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah
         sistem hidran, hose-reel, sistem sprinkler, dan pemadam api ringan.

    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 18
    Ayat (1)
         Persyaratan kemampuan mendukung beban muatan selain beban berat sendiri,
         beban manusia, dan beban barang juga untuk mendukung beban yang timbul akibat
         perilaku alam seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya
         kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan
         perbedaan panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan
         akibat serangga perusak dan jamur.
    Ayat (2)
         Variasi pembebanan adalah variasi beban bangunan gedung pada kondisi kosong,
         atau sebagian kosong dan sebagian maksimum. Bangunan gedung dengan jumlah
         lantai lebih dari dua lantai harus disertai dengan perhitungan struktur dalam
         menyusun rencana teknisnya.

    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 19
    Ayat (1)
         Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api
         dan mampu menahan secara struktural terhadap beban muatannya yang dinyatakan
         dalam tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang meliputi ketahanan
         dalam memikul beban, penjalaran api (integritas), dan penjalaran panas (isolasi).
         Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum dan/atau
         volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi
         tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen
         dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran
         panas ke ruang bersebelahan.
         Pemisahan adalah pemisahan vertikal pada bukaan dinding luar, pemisahan oleh
         dinding tahan api, dan pemisahan pada shaft lift.
         Bukaan adalah lubang pada dinding atau lubang utilitas (ducting AC, plumbing, dsb.)
         yang harus dilindungi atau diberi katup penyetop api/asap untuk mencegah
         merambatnya api/asap ke ruang lainnya.
         Untuk mendukung efektivitas sistem proteksi pasif dipertimbangkan adanya jalan
         lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran dan/atau jalan
         belakang (brandgang) yang dapat dipakai untuk evakuasi dan/atau pemadaman api.

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah sederhana sehat,
         tidak diwajibkan dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan aktif, tetapi disesuaikan
         berdasarkan kemampuan setiap pemilik bangunan gedung serta pertimbangan
         keselamatan bangunan gedung dan lingkungan disekitarnya.

    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 20
    Cukup jelas

Pasal 21
    Cukup jelas

Pasal 22
    Ayat (1)
         Sistem penghawaan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi
         dalam bangunan gedung.
    Ayat (2)
         Ketentuan bukaan untuk ventilasi alami bangunan gedung juga disesuaikan terhadap
         ketinggian bangunan gedung dan kondisi geografis.

    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 23
    Ayat (1)
         Sistem pencahayaan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi
         dalam bangunan gedung.
         Pencahayaan buatan adalah penyediaan penerangan buatan melalui instalasi listrik
         dan/atau sistem energi dalam bangunan gedung agar orang di dalamnya dapat
         melakukan kegiatannya sesuai fungsi bangunan gedung.

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 24
    Ayat (1)
         Penyaluran air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan/atau ke saluran jaringan
         sumur kota sesuai ketentuan yang berlaku.

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 25
    Cukup jelas
Pasal 26
    Ayat (1)
         Cukup jelas
    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

    Ayat (4)
         Pada bangunan gedung yang karena fungsinya mempersyaratkan tingkat
         kenyamanan tertentu, untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara
         di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara.
         Pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
         penghematan energi dalam bangunan gedung.

    Ayat (5)
         Kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan massa bangunan,
         rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar bangunan, serta dengan
         memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka hijau alami atau buatan,
         termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar.
    Ayat (6)
           Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang
           tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam
           melakukan kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau
           seismik baik yang berasal dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan.
           Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang
           tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi
           seseorang dalam melakukan kegiatan.

    Ayat (7)
         Cukup jelas

Pasal 27
    Ayat (1)
         Cukup jelas
    Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan aksesibilitas pada bangunan gedung meliputi jalan masuk,
           jalan keluar, hubungan horizontal antarruang, hubungan vertikal dalam bangunan
           gedung dan sarana transportasi vertikal, serta penyediaan akses evakuasi bagi
           pengguna bangunan gedung, termasuk kemudahan mencari, menemukan, dan
           menggunakan alat pertolongan dalam keadaan darurat bagi penghuni dan terutama
           bagi para penyandang cacat, lanjut usia, dan wanita hamil, terutama untuk bangunan
           gedung pelayanan umum.
           Aksesibilitas harus memenuhi fungsi dan persyaratan kinerja, ketentuan tentang
           jarak, dimensi, pengelompokan, jumlah dan daya tampung, serta ketentuan tentang
           konstruksinya.
           Yang dimaksud dengan :
           -  mudah, antara lain kejelasan dalam mencapai ke lokasi, diberi keterangan dan
              menghindari risiko terjebak;
            - nyaman, antara lain melalui ukuran dan syarat yang memadai;
           - aman, antara lain terpisah dengan jalan ke luar untuk kebakaran, kemiringan
              permukaan lantai, serta tangga dan bordes yang mempunyai pegangan atau
              pengaman.

    Ayat (3)
           Kelengkapan prasarana dan sarana bangunan gedung, yaitu jenis, jumlah/
           volume/kapasitas, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan per-syaratan
           lingkungan lokasi bangunan gedung sesuai ketentuan yang berlaku.
           Fasilitas komunikasi dan informasi seperti sistem komunikasi, rambu penuntun,
           petunjuk, dan media informasi lain.


    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 28
    Cukup jelas

Pasal 29
    Cukup jelas

Pasal 30
    Ayat (1)
           Yang dimaksud dengan bencana lain, seperti bila terjadi gempa, kerusuhan, atau
           kejadian darurat lain yang menyebabkan pengguna bangunan gedung harus
           dievakuasi.

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 31
    Ayat (1)
           Rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah sederhana sehat,
           tidak diwajibkan dilengkapi dengan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat
           dan lanjut usia.
           Bangunan gedung fungsi hunian seperti apartemen, flat atau sejenisnya tetap
           diharuskan menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
           usia.

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

Pasal 32
    Cukup jelas

Pasal 33
    Instansi yang berwenang adalah instansi yang sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan yang bertugas membina dan/atau menyelenggarakan bangunan
    gedung dengan fungsi khusus.

Pasal 34
    Ayat (1)
         Kegiatan pengawasan bersifat melekat pada setiap kegiatan penyelenggaraan
         bangunan gedung.

    Ayat (2)
         Cukup jelas

    Ayat (3)
         Ketentuan mengenai penyedia jasa konstruksi mengikuti peraturan perundang-
         undangan tentang jasa konstruksi.

    Ayat (4)
           Pelaksanaan penahapan pemenuhan ketentuan dalam undang-undang ini diatur
           lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan
           ekonomi masyarakat.
Pasal 35
    Ayat (1)
         Perencanaan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan penyusunan
         rencana teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan persyaratan teknis yang
         ditetapkan, sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
         Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan pendirian,
         perbaikan, penambahan, perubahan, atau pemugaran konstruksi bangunan gedung
         dan/atau instalasi dan/atau perlengkapan bangunan gedung sesuai dengan rencana
         teknis yang telah disusun.
         Pengawasan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan pengawasan
         pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan
         hasil akhir pekerjaan atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan gedung.

    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan perjanjian tertulis adalah akta otentik yang memuat
         ketentuan mengenai hak dan kewajiban setiap pihak, jangka waktu berlakunya
         perjanjian, dan ketentuan lain yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.
         Kesepakatan perjanjian sebagaimana dimaksud di atas harus memperhatikan fungsi
         bangunan gedung dan bentuk pemanfaatannya, baik keseluruhan maupun sebagian.

    Ayat (4)
         Rencana teknis bangunan gedung dapat terdiri atas rencana-rencana teknis
         arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang
         dalam, dan disiapkan oleh penyedia jasa perencanaan yang memiliki sertifikat sesuai
         dengan peraturan perundang-undangan, dalam bentuk gambar rencana, gambar
         detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan
         syarat teknis, rencana anggaran biaya pembangunan, dan laporan perencanaan.
         Persetujuan rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk izin mendirikan bangunan
         oleh Pemerintah Daerah berdasarkan asas kelayakan administrasi dan teknis, prinsip
         pelayanan prima, serta tata laksana pemerintahan yang baik.
         Perubahan rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap pelaksanaan
         harus dilakukan oleh dan/atau atas persetujuan perencana teknis bangunan gedung,
         dan diajukan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang untuk mendapatkan
         pengesahan.
         Untuk bangunan gedung fungsi khusus izin mendirikan bangunannya ditetapkan oleh
         Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.

Pasal 36
    Ayat (1)
         Tim ahli dibentuk berdasarkan kapasitas dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk
         membantu memberikan nasihat dan pertimbangan profesional atas rencana teknis
         bangunan gedung untuk kepentingan umum atau tertentu.

    Ayat (2)
         Untuk bangunan gedung fungsi khusus, rencana teknisnya harus mendapat-kan
         pertimbangan dari tim ahli terkait sebelum disetujui oleh instansi yang berwenang
         dalam pembinaan teknis bangunan gedung fungsi khusus.
    Ayat (3)
         Keberadaan tim ahli bangunan gedung disesuaikan dengan kompleksitas bangunan
         gedung yang memerlukan nasihat dan pertimbangan profesional, dapat mencakup
         masyarakat ahli di luar disiplin bangunan gedung sepanjang diperlukan, bersifat
         independen, objektif, dan tidak terdapat konflik kepentingan.

    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 37
    Ayat (1)
         Yang dimaksud laik fungsi, yaitu berfungsinya seluruh atau sebagian dari bangunan
         gedung yang dapat menjamin dipenuhinya persyaratan tata bangunan, serta
         persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan
         gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

    Ayat (2)
         Suatu bangunan gedung dinyatakan laik fungsi apabila telah dilakukan pengkajian
         teknis terhadap pemenuhan seluruh persyaratan teknis bangunan gedung, dan
         Pemerintah Daerah mengesahkannya dalam bentuk sertifikat laik fungsi bangunan
         gedung.

    Ayat (3)
         Pemeriksaan secara berkala dilakukan pemilik bangunan gedung melalui pengkaji
         teknis sebagai persyaratan untuk mendapatkan atau perpanjangan sertifikat laik
         fungsi bangunan gedung.

    Ayat (4)
         Cukup jelas
    Ayat (5)
         Cukup jelas

Pasal 38
    Ayat (1)
         Peraturan perundang-undangan yang terkait adalah Undang-undang tentang Cagar
         Budaya.

    Ayat (2)
         Bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dapat berupa
         kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang berumur
         paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya sekurang-kurangnya
         50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting sejarah, ilmu
         pengetahuan, dan kebudayaan, termasuk nilai arsitektur dan teknologinya.

    Ayat (3)
         Yang dimaksud mengubah, yaitu kegiatan yang dapat merusak nilai cagar budaya
         bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
         Perbaikan, pemugaran, dan pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungan yang
         harus dilindungi dan dilestarikan harus dilakukan dengan memperhatikan nilai
         sejarah dan keaslian bentuk serta pengamanannya sehingga dapat dimanfaatkan
         sesuai dengan fungsinya semula, atau dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensi
         pengembangan lain yang lebih tepat berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
         Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah.

    Ayat (4)
         Cukup jelas
    Ayat (5)
         Cukup jelas

Pasal 39
    Ayat (1)
         Huruf a
               Bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi berarti
               akan membahayakan keselamatan pemilik dan/atau pengguna apabila
               bangunan gedung tersebut terus digunakan.
               Dalam hal bangunan gedung dinyatakan tidak laik fungsi tetapi masih dapat
               diperbaiki, pemilik dan/atau pengguna diberikan kesempatan untuk
               memperbaikinya sampai dengan dinyatakan laik fungsi.
               Dalam hal pemilik tidak mampu, untuk rumah tinggal apabila tidak laik fungsi dan
               tidak dapat diperbaiki serta membahayakan keselamatan penghuni atau
               lingkungan, bangunan tersebut harus dikosongkan. Apabila bangunan tersebut
               membahayakan kepentingan umum, pelaksanaan pembongkarannya dapat
               dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

         Huruf b
               Yang dimaksud dapat menimbulkan bahaya adalah ketika dalam pemanfaatan
               bangunan gedung dan/atau lingkungannya dapat mem-bahayakan keselamatan
               masyarakat dan lingkungan.

         Huruf c
            Termasuk dalam pengertian bangunan gedung yang tidak sesuai peruntukannya
            berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, sehingga tidak dapat
            diproses izin mendirikan bangunannya.

    Ayat (2)
         Pemerintah Daerah menetapkan status bangunan gedung dapat dibongkar setelah
         mendapatkan hasil pengkajian teknis bangunan gedung yang dilaksanakan secara
         profesional, independen dan objektif.

    Ayat (3)
         Dikecualikan bagi rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah
         sederhana sehat.
         Kedalaman dan keluasan tingkatan pengkajian teknis sangat bergantung pada
         kompleksitas dan fungsi bangunan gedung.

    Ayat (4)
         Rencana teknis pembongkaran bangunan gedung termasuk gambar-gambar
         rencana, gambar detail, rencana kerja dan syarat-syarat pelaksanaan
         pembongkaran, jadwal pelaksanaan, serta rencana pengamanan lingkungan.
         Pelaksanaan pembongkaran yang memakai peralatan berat dan/atau bahan peledak
         harus dilaksanakan oleh penyedia jasa pembongkaran bangunan gedung yang telah
         mendapatkan sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Ayat (5)
         Cukup jelas

Pasal 40
    Ayat (1)
         Huruf a
               Persetujuan rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan
               merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang melekat pada Pemerintah
               Daerah.


               Persetujuan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan gedung
               yang telah memenuhi persyaratan diperoleh secara cuma-cuma dari instansi
               yang berwenang.


         Huruf b
               Perizinan pembangunan bangunan gedung berupa izin mendirikan bangunan
               gedung yang diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cepat dan
               murah/terjangkau setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui.
               Biaya izin mendirikan bangunan gedung bersifat terjangkau disesuaikan dengan
               fungsi, kepemilikan, dan kompleksitas bangunan gedung, serta dimaksudkan
               untuk mendukung pembiayaan pelayanan perizinan, menerbitkan surat bukti
               kepemilikan bangunan gedung dan pembinaan teknis penyelenggaraan
               bangunan gedung.

         Huruf c
               Surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan
               dilestarikan diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cuma-cuma.

         Huruf d
            Penetapan insentif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
            dan/atau Peraturan Daerah.

         Huruf e
               Izin tertulis dari Pemerintah Daerah berupa perubahan izin mendirikan bangunan
               gedung karena adanya perubahan fungsi bangunan gedung.

         Huruf f
            Penetapan ganti rugi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
            dan/atau Peraturan Daerah.

    Ayat (2)
         Cukup jelas

Pasal 41
    Ayat (1)
         Pemilik dan pengguna bangunan gedung dapat memperoleh secara cuma-cuma
         informasi pedoman tata cara, keterangan persyaratan dan penyelenggaraan serta
         peraturan bangunan gedung yang tersedia di Pemerintah Daerah.


    Ayat (2)
         Huruf a
               Tidak dibenarkan memanfaatkan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan
               fungsi yang telah ditetapkan.

         Huruf b
               Cukup jelas
         Huruf c
               Cukup jelas

         Huruf d
               Pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi bangunan gedung meliputi
               pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan administratif dan teknis
               bangunan gedung sesuai dengan fungsinya, dengan tingkatan pemeriksaan
               berkala disesuaikan dengan jenis konstruksi, mekanikal dan elektrikal, serta
               kelengkapan bangunan gedung.
               Pemeriksaan secara berkala dilakukan pada periode tertentu, atau karena
               adanya perubahan fungsi bangunan gedung, atau karena adanya bencana
               yang berdampak penting pada keandalan bangunan gedung, seperti
               kebakaran dan gempa.
               Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pengkaji teknis
               yang kompeten dan memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-
               undangan, serta melaporkan kepada Pemerintah Daerah atas hasil
               pemeriksaan yang dilakukannya.
               Pemerintah Daerah mengatur kewajiban pemeriksaan secara berkala, dan
               dapat secara acak melakukan pemeriksaan atas hasil pengkajian teknis yang
               dilakukan oleh pengkaji teknis.

         Huruf e
               Perbaikan dilakukan terhadap seluruh, bagian, komponen, atau bahan
               bangunan gedung yang dinyatakan tidak laik fungsi dari hasil pemeriksaan
               yang dilakukan oleh pengkaji teknis, sampai dengan dinyatakan telah laik
               fungsi.

         Huruf f
               Selain pemilik, pengguna juga dapat diwajibkan membongkar bangunan
               gedung dalam hal yang bersangkutan terikat dalam perjanjian menggunakan
               bangunan yang tidak laik fungsi.

Pasal 42
    Ayat (1)
         Huruf a
               Apabila terjadi ketidaktertiban dalam pembangunan, pemanfaatan, pelestarian,
               dan pembongkaran bangunan gedung, masyarakat dapat menyampaikan
               laporan, masukan, dan usulan kepada Pemerintah Daerah.
               Setiap orang juga berperan dalam menjaga ketertiban dan memenuhi
               ketentuan yang berlaku, seperti dalam memanfaatkan fungsi bangunan
               gedung sebagai pengunjung pertokoan, bioskop, mal, pasar, dan pemanfaat
               tempat umum lain.

         Huruf b
               Yang dimaksud dengan penyempurnaan termasuk perbaikan Peraturan
               Daerah tentang bangunan gedung sehingga sesuai dengan undang-undang
               ini.

         Huruf c
               Penyampaian pendapat dan pertimbangan dapat melalui tim ahli bangunan
               gedung yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah atau melalui forum dialog dan
               dengar pendapat publik.
               Penyampaian pendapat tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang
               bersangkutan ikut memiliki dan bertanggung jawab dalam penataan bangunan
               dan lingkungannya.

         Huruf d
               Gugatan perwakilan dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
               undangan oleh perorangan atau kelompok orang yang mewakili para pihak
               yang dirugikan akibat adanya penyelenggaraan bangunan gedung yang
               mengganggu, merugikan, atau membahayakan.
    Ayat (2)
         Cukup jelas

Pasal 43
    Ayat (1)
         Pembinaan dilakukan dalam rangka tata pemerintahan yang baik melalui kegiatan
         pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan sehingga setiap penyelenggaraan
         bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan
         gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.
         Pengaturan dilakukan dengan pelembagaan peraturan perundang-undangan,
         pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai dengan di daerah
         dan operasionalisasinya di masyarakat.
         Pemberdayaan dilakukan terhadap para penyelenggara bangunan gedung dan
         aparat Pemerintah Daerah untuk menumbuh-kembangkan kesadaran akan hak,
         kewajiban, dan perannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
         Pengawasan dilakukan melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan
         peraturan perundang-undangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan
         hukum.

    Ayat (2)
         Pelaksanaan pembinaan oleh Pemerintah Daerah berpedoman pada peraturan
         perundang-undangan tentang pembinaan dan pengawasan atas pemerintahan
         daerah.

    Ayat (3)
           Masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung seperti masyarakat ahli, asosiasi
           profesi, asosiasi perusahaan, masyarakat pemilik dan pengguna bangunan gedung,
           dan aparat pemerintah.

     Ayat (4)
          Pemberdayaan masyarakat yang belum mampu dimaksudkan untuk menumbuhkan
          kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan bangunan gedung melalui upaya
          internalisasi, sosialisasi, dan pelembagaan di tingkat masyarakat.

Pasal 44
     Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan pemilik dan/atau pengguna bangunan
     gedung dari kewajibannya memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang
     ini.
     Yang dimaksud dengan sanksi administratif adalah sanksi yang diberikan oleh
     administrator (pemerintah) kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung tanpa
     melalui proses peradilan karena tidak terpenuhinya ketentuan undang-undang ini.
     Sanksi administratif meliputi beberapa jenis, yang pengenaannya bergantung pada tingkat
     kesalahan yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung.
     Yang dimaksud dengan nilai bangunan gedung dalam ketentuan sanksi adalah nilai
     keseluruhan suatu bangunan pada saat sedang dibangun bagi yang sedang dalam
     proses pelaksanaan konstruksi, atau nilai keseluruhan suatu bangunan gedung yang
     ditetapkan pada saat sanksi dikenakan bagi bangunan gedung yang telah berdiri.

Pasal 45
    Ayat (1)
         Sanksi administratif ini bersifat alternatif.
         Huruf a
               Cukup jelas
         Huruf b
               Cukup jelas
         Huruf c
                 Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pemba-
                 ngunan adalah surat perintah penghentian pekerjaan pelaksanaan sampai
                 dengan penyegelan bangunan gedung.
           Huruf d
                 Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung
                 adalah surat perintah penghentian pemanfaatan sampai dengan penyegelan
                 bangunan gedung.

           Huruf e
                 Cukup jelas
           Huruf f
                 Cukup jelas
           Huruf g
                 Cukup jelas

           Huruf h
                 Cukup jelas

           Huruf i
                 Pelaksanaan pembongkaran dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemilik
                 bangunan gedung.
    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas
    Ayat (4)
         Cukup jelas

Pasal 46
    Ayat (1)
         Cukup jelas
    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
         Cukup jelas

    Ayat (4)
           Untuk membantu proses peradilan dan menjaga objektivitas serta nilai keadilan,
           hakim dalam memutuskan perkara atas pelanggaran tersebut dengan terlebih dahulu
           mendapatkan pertimbangan dari tim ahli di bidang bangunan gedung.

Pasal 47
    Cukup jelas

Pasal 48
    Ayat (1)
         Cukup jelas

    Ayat (2)
           Bangunan gedung yang telah memiliki izin mendirikan bangunan sebelum
           disahkannya undang-undang ini, secara berkala tetap harus dinilai kelaikan
           fungsinya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
           Bangunan gedung yang telah memiliki izin mendirikan bangunan sebelum
           disahkannya undang-undang ini, juga harus didaftarkan bersamaan dengan kegiatan
           pendataan bangunan gedung secara periodik yang dilakukan oleh Pemerintah
           Daerah, atau berdasarkan prakarsa masyarakat sendiri.

    Ayat (3)
           Bangunan gedung yang belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat dan
           setelah diberlakukannya undang-undang ini, diwajibkan mengurus izin mendirikan
           bangunan melalui pengkajian kelaikan fungsi bangunan gedung dan mendapatkan
           sertifikat laik fungsi.
           Pengkajian kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pengkaji teknis dan
           dapat bertahap sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
           berdasarkan penetapan oleh Pemerintah Daerah.
           Dalam hal belum terdapat pengkaji teknis dimaksud, pengkajian teknis dilakukan
           oleh Pemerintah Daerah.
           Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan dan memberikan kemudahan serta
           pelayanan yang baik kepada masyarakat yang akan mengurus izin mendirikan
           bangunan atau sertifikat laik fungsi bangunan gedung.

Pasal 49
Cukup jelas



     TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4247


Silahkan download versi PDF nya sbb:
bangunan_gedung_(uu_28_thn_2002)_28.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uubg no 28 thn 2002. Uudbg no 28 tahu 2002 tujuan pengaturan gedung. Uubkug.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.